Anda di halaman 1dari 33

Makalah Etika Profesi Hukum

SEORANG DALAM PRAGMATIKA ETIKA


PROFESI HUKUM YANG MEMPUNYAI
KEPRIBADIAN AMANAH DALAM CITA
MENEGAKKAN KEADILAN

Oleh :

M Gede Kurniawan ( 152080000019 )

PROGRAM STUDI AL-AHWALUSY SYAKHSHIYAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO

2016

i
Kata Pengantar
‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Assalamualaikum wa Rahmatullah wa Barakatu


Dengan rasa Syukur atas Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Dialah Allah SWT
yang telah memberikan segala limpahan berkah kepada manusia dalam
mengerjakan segala aktivitasnya dalam mencapai peradaban manusia yang terbaik
sehingga tercipta kehidupan manusia yang ideal bersama waktu demi waktu
senantiasa hingga akhir zaman.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mempersembahkan penulisan makalah
dalam lingkup disiplin mata kuliah Etika Profesi Hukum yang berjudul “ Seorang
dalam Pragmatika Etika Profesi Hukum yang Mempunyai kepribadian Amanah
dalam menegakkan cita Keadilan “. Dalam makalah ini menjelaskan tentang
bagaimana seorang yang berada pada profesi hukum mempunyai Amanah dalam
bidangnya bekerja di mana dewasa ini sulit untuk seorang yang berprofesi dalam
bidang Hukum masih memegang amanah dalam pekerjaannya. Banyak dari mereka
yang melakukan praktik suap dan kolusi dan menerima segala cara orang untuk
memanipulasi peradilan.
Makalah ini dibuat untuk dapat memberikan informasi tentang bagaimana
tentang Seorang berprofesi Hukum yang mempunyai Amanah dalam bekerja
tersebut sehingga dapat diketahui gambaran bagaimana seorang yang berprofesi
hukum yang memegang amanah dalam dirinya. Sehingga dapat sebagai acuan
untuk melaksanakan karakter diri untuk seorang yang berprofesi Hukum yang
mempunyai amanah.
Demikian penulis dapat menyampaikan beberapa kata pengantar dalam
penulisan makalah ini dan penulis membutuhkan kritik dan saran dari pembaca
untuk makalah ini dan penulis mengajukan permohonan maaf apabila terdapat
kesalahan dalam penulisan makalah ini karena penulis juga manusia dan manusia
tidak luput akan kesalahan.
Wassalamualaikum wa Rahmatullah wa Barakatu

Penulis

ii
Daftar Isi

Halaman Cover...............................................................................................i
Kata Pengantar...............................................................................................ii
Daftar Isi.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................1
1. Alasan-alasan yang melatar Belakangi.........................................1
2. Rumusan Masalah.........................................................................3
B. Fokus Kajian Penulisan Masalah........................................................3
C. Tujuan Penulisan Makalah..................................................................4
D. Manfaat Penulisan Makalah................................................................4
E. Batasan Istilah Penulisan Makalah......................................................4
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................6
A. Landasan Teori....................................................................................6
B. Metodologi Penulisan Makalah...........................................................27
C. Aplikasi Teori......................................................................................27
1. Tekstual .........................................................................................27
2. Analisis...........................................................................................28
BAB III PENUTUP..........................................................................................29
A. Kesimpulan...........................................................................................29
B. Saran ....................................................................................................29
Daftar Pustaka..................................................................................................30

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

1. Alasan-Alasan Yang Melatar Belakangi

Dalam Pancasila terdapat dua penggunaan kata adil yaitu pada sila kedua (
kemanusiaan yang adil dan beradab ) dan sila kelima ( keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia ) keadilan tersebut menjadi cita bangsa Indonesia untuk
mewujudkannya dengan sungguh-sungguh sehingga timbul peradaban yang mulia
di permukaan Bumi dari peradaban manusia tersebut.

Keadilan haruslah diwujudkan oleh setiap seluruh bangsa Indonesia yang


bukan hanya orang yang berprofesi di bidang Hukum saja secara umumnya, akan
tetapi bangsa Indonesia pada realitasnya masih tergantung pada para penegak
hukum untuk mewujudkan keadilan tersebut di mana keadaan tersebut adalah tidak
adil juga. Meskipun demikian tidak mengapa hanya orang yang berprofesi di bidang
hukum saja yang dapat mewujudkan di mana bangsa Indonesia yang tidak
berprofesi di bidang hukum hanya dapat mendukung kepada seseorang yang
berprofesi di bidang hukum dalam kehidupan sehari-hari untuk menggapai sebuah
cita keadilan.

Dengan demikian seorang yang berprofesi hukum haruslah tertuntut untuk


mewujudkan cita keadilan di mana keadaannya haruslah mempunyai tanggung
jawab dan berkepribadian yang Amanah untuk dapat mendapat dukungan dari
seluruh bangsa Indonesia serta cita keadilan tidaklah hanya tampak pada
permukaan saja di mana di balik semua tersebut banyak ketidak adilan terjadi pada
realitasnya sebagai hasil dari seorang yang berprofesi hukum tidak mempunyai
kepribadian dan jiwa amanah dalam dirinya.

1
Kepribadian yang amanah dari seorang yang berprofesi hukum adalah hal
yang sangat asas untuk dimiliki bagi seorang yang berprofesi di bidang hukum,
bila seorang yang berprofesi di bidang hukum tidak mempunyai amanah maka
seorang tersebut bisa dikatakan telah kehilangan etika dalam keprofesiannya
sebagai seorang yang bekerja di bidang hukum sehingga bentuk amanah dalam diri
seorang yang berprofesi di bidang hukum sangatlah diperlukan dan penting sekali
adanya dalam bersama mewujudkan cita keadilan dalam rakyat.

Integritas diartikan sebagai sifat yang menggambarkan keadaan seseorang


dengan segenap keutuhan potensi diri serta kemampuan yang memancarkan
kewibawaan yang baik dan jujur, diwujudkan dalam tindakan yang konsisten dan
teguh serta tidak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dengan
sepenuh keyakinan. Rusaknya integritas, antara lain telah menghadirkan Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di Indonesia. KKN bukan lagi merupakan fenomena,
melainkan sudah merupakan fakta yang terkenal di mana-mana serta menjangki
seluruh komponen warga bangsa. Kini, pasca rezim otoriter Orde Baru berlalu lebih
dari satu dekade, wabah itu semakin masif menjangki masyarakat. Semakin jelas
bahwa praktik KKN tidak sekedar meluas keberadaannya, tetapi juga telah berurat-
akar dan menggurita dalam sistem birokrasi Indonesia, mulai dari Aparatur Sipil
Negara (ASN) di angkat pusat hingga lapisan penyelenggara negara yang paling
bawah, termasuk hakim-hakim. Tragisnya, tertangkapnya Akil Mochtar saat
menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi menambah bukti kuat betapa
masifnya praktik KKN di berbagai lembaga negara.1

Cita keadilan haruslah ada dalam setiap peradaban manusia apabila tidak
ada maka peradaban tersebut pastilah sebagai suatu bentuk peradaban yang terdapat
tirani kediktatoran yang otoriter. Rasa cita keadilan sangatlah indah bila kita citakan
sebagai seorang manusia yang mempunyai jiwa, akal, budaya, dan peradaban.
Meskipun terdapat semakin menjadi nafsu untuk menginginkan keadilan tersebut

1
Eman Suparman; Korupsi Yudisial (Judicial Corrupon) dan KKN di Indonesia; Padjadjaran Jurnal
Ilmu Hukum, Volume 1 - No 2 - Tahun 2014; hal 210

2
yang sulit untuk kita capai dan menjadi keadaan yang tidak baik malahan ironi
menjadi tidak adil bagi sesuatu yang lain.

2. Rumusan Masalah

Dalam kehidupan masyarakat seorang yang berprofesi di bidang hukum


haruslah mempunyai etika dalam melakukan pekerjaannya banyak dari mereka bila
kita lihat dalam media televisi telah melakukan hal yang melanggar etika
keprofesian sebagai seorang yang berprofesi di bidang hukum seperti contohnya
adalah: praktik suap, kolusi, korupsi, dan memanipulasi sidang peradilan hingga
menjadi lemah dalam segi keadilan.

Bahwa ideal dari seorang yang mempunyai profesi di bidang hukum adalah
mereka yang mempunyai etika dalam pekerjaannya dan di mana etika tersebut
sebagai amanah yang harus teremban dalam diri seorang yang berprofesi dalam
bidang hukum. Dengan realitas seperti contoh di atas maka sangat tampak akan
kesenjangan keadaan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sehingga dalam makalah ini penulis menulis yang berisikan tentang


bagaimana seorang dalam pragmatika etika profesi hukum yang mempunyai
kepribadian amanah dalam menegakkan cita keadilan, maka akan dilakukan
pemaparan bagaimana seorang dalam pragmatika etika profesi hukum yang
mempunyai kepribadian amanah dalam menegakkan cita keadilan untuk
memberikan informasi kepada pembaca dalam makalah ini. Sehingga mungkin
akan dapat diimplementasikan bagi seorang yang berprofesi hukum bila membaca
makalah ini.

B. Fokus Kajian Penulisan

Dalam penulisan makalah ini mempunyai fokus kajian penulisan yaitu


tentang seorang dalam pragmatika etika profesi hukum yang mempunyai
kepribadian amanah dalam menegakkan cita keadilan. Dan akan dibahas lebih
banyak dalam penulisan makalah ini sehingga dapat memberikan wawasan tentang
seorang yang berprofesi hukum yang mempunyai amanah.

3
C. Tujuan Penulisan Makalah

Dalam penulisan Makalah ini penulis mempunyai tujuan penulisan makalah


yaitu untuk mengetahui bagaimana seorang dalam pragmatika etika profesi hukum
yang mempunyai kepribadian amanah dalam menegakkan cita keadilan.

D. Manfaat Penulisan Makalah

Dalam Penulisan Makalah ini mempunyai manfaat teoritis yaitu dapat


menambah khazanah teori tentang seorang dalam pragmatika etika profesi hukum
yang mempunyai kepribadian amanah dalam menegakkan cita keadilan atau
mendukung terhadap teori tentang etika profesi hukum yang sudah ada sekadarnya.

Dalam manfaat praktis tentu saja makalah ini dapat menjadi acuan untuk
mengimplementasikan apa-apa seorang dalam pragmatika etika profesi hukum
yang mempunyai kepribadian amanah dalam menegakkan cita keadilan.

E. Batasan Istilah

Dalam makalah ini kata sebagai penyusun judul terdiri dari beberapa kata
penting yaitu di antaranya:2

- Seorang : kata nomina yang berarti satu orang atau sendiri

- Etika : ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak) (nomina)

- Pragmatika : cabang semiotika tentang asal-usul, pemakaian, dan akibat


lambang dan tanda; (n Ling), ilmu tentang pertuturan, konteks, dan
maknanya (n Ling)

- Profesi : bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian


(keterampilan, kejuruan, dsb) tertentu; (nomina)

- Hukum : peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang
dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; (nomina), undang-undang,

2
Kamus Indonesia Applikasi windows

4
peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; (nomina),
patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dsb) yang tertentu;
(nomina), keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (dl
pengadilan); vonis; (nomina)

- Kepribadian : sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang atau suatu
bangsa yang membedakannya dari orang atau bangsa lain; (nomina)

- Amanah : sesuatu yang dipercayakan (dititipkan) kepada orang lain (arti),


dapat dipercaya (boleh dipercaya); setia (adjektiva), bidang hukum;
kekuatan (ar n), kerabat (nomina), n keamanan; ketenteraman (nomina)

- Cita : rasa; perasaan hati; (nomina), cipta; (nomina), cita-cita; (nomina),


cinta; (nomina), ide; gagasan; (nomina), kain tenun dari kapas dsb yang
berbunga-bunga atau berwarna-warni (biasanya untuk bahan baju dsb);
(nomina)

- Keadilan : sifat (perbuatan, perlakuan, dsb) yang adil (nomina)

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. LANDASAN TEORI

Dalam makalah ini terdapat landasan teori yang digunakan untuk sebagai
pedoman dalam menghadapi permasalahan yang ada, landasan teori tersebut berisi
tentang teori mengenai etika profesi hukum yang di antaranya adalah amanah
sebagai dalam sudut pandang agama Islam dan dalam amanah tersebut terdapat
kriteria-kriteria yang ada untuk harus terprinsipkan pada diri seorang yang
berprofesi hukum.

Dalam kajian ilmu hukum dikemukakan bahwa selain norma hukum,


terdapat juga norma lain yang turut menopang tegaknya ketertiban dalam
masyarakat. Norma hukum tidaklah mampu secara mandiri menjangkau seluruh
aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu, diperlukan tatanan lain sebagai upaya
mewujudkan ketertiban dalam masyarakat. Sebagai konsekuensi logis dari kondisi
tersebut, lahirlah norma etika dari berbagai kelompok profesi yang dirumuskan
dalam bentuk kode etik profesi yang bertujuan untuk membina, melindungi serta
mengawasi anggota kelompok profesinya. Demikian halnya dengan profesi hukum
misalnya profesi advokat, notaris dan lain-lain yang kesemuanya telah merumuskan
kode etiknya masing-masing. Lahirnya rumusan kode etik dari berbagai kelompok
profesi tentunya dilatarbelakangi oleh banyak faktor yang intinya tidak maksimal
dalam fungsi pelayanan.3

3
Suhri Hanafi; PROBLEMATIKA PENEGAKAN HUKUM DAN ETIKA PROFESI DI INDONESIA: Analisis
dengan Pendekatan Nilai-nilai Ajaran Islam; Jurnal Hunafa, Vol. 6, No.2, Agustus 2009:233-246; hal
234

6
ETIKA

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994:271), etika diartikan sebagai


ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak). Menurut Lubis (1994:1), perkataan etika berasal dari perkataan
“ethos” sehingga muncul kata “etika”. “Ethos” itu sendiri dapat diartikan sebagai
kesusilaan, perasan bathin atau kecenderungan hati seseorang untuk berbuat
kebaikan. Dalam istilah Latin, “ethos” atau “ethikos” selalu disebut dengan “mos”
sehingga dari perkataan tersebut lahirlah “moralitas” atau yang sering diistilahkan
dengan “moral”.

Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah


sebuah sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari
nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.[butuh
rujukan]
Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik,
buruk, dan tanggung jawab. St. John of Damascus (abad ke-7 Masehi)
menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis (practical philosophy). Etika
dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat
spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena
pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah
diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia. Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan
sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam
melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu,
objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-
ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang
normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan
manusia. Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika),
etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan
nilai-nilai etika).4

4
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

7
Jenis etika5

1. Etika Filosofis

Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari
kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika
sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat. Etika termasuk dalam
filsafat, karena itu berbicara etika tidak dapat dilepaskan dari filsafat. Karena itu,
bila ingin mengetahui unsur-unsur etika maka kita harus bertanya juga mengenai
unsur-unsur filsafat. Berikut akan dijelaskan dua sifat etika:

1. Non-empiris Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah


ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang konkret. Namun filsafat tidaklah
demikian, filsafat berusaha melampaui yang konkret dengan seolah-olah
menanyakan apa di balik gejala-gejala konkret. Demikian pula dengan etika. Etika
tidak hanya berhenti pada apa yang konkret yang secara faktual dilakukan, tetapi
bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.

2. Praktis Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya


filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada
itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian
etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan
apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan
praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat teknis
melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti
hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika
masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya. Diharapakan kita mampu
menyusun sendiri argumentasi yang tahan uji.

5
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

8
2. Etika Teologis

Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama, etika
teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki
etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari
etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam
etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.
Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak
dari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda
antara etika filosofis dan etika teologis. Di dalam etika Kristen, misalnya, etika
teologis adalah etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi tentang Allah
atau Yang Ilahi, serta memandang kesusilaan bersumber dari dalam kepercayaan
terhadap Allah atau Yang Ilahi. Karena itu, etika teologis disebut juga oleh
Jongeneel sebagai etika transenden dan etika teosentris. Etika teologis Kristen
memiliki objek yang sama dengan etika secara umum, yaitu tingkah laku manusia.
Akan tetapi, tujuan yang hendak dicapainya sedikit berbeda, yaitu mencari apa yang
seharusnya dilakukan manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan kehendak
Allah. Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa
yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara
agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan
etika teologisnya.

Relasi Etika Filosofis dan Etika Teologis6

Terdapat perdebatan mengenai posisi etika filosofis dan etika teologis di dalam
ranah etika. Sepanjang sejarah pertemuan antara kedua etika ini, ada tiga jawaban
menonjol yang dikemukakan mengenai pertanyaan di atas, yaitu:

a. Revisionisme

Tanggapan ini berasal dari Augustinus (354-430) yang menyatakan bahwa etika
teologis bertugas untuk merevisi, yaitu mengoreksi dan memperbaiki etika filosofis.

6
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

9
b. Sintesis

Jawaban ini dikemukakan oleh Thomas Aquinas (1225-1274) yang menyintesiskan


etika filosofis dan etika teologis sedemikian rupa, hingga kedua jenis etika ini,
dengan mempertahankan identitas masing-masing, menjadi suatu entitas baru.
Hasilnya adalah etika filosofis menjadi lapisan bawah yang bersifat umum,
sedangkan etika teologis menjadi lapisan atas yang bersifat khusus.

c. Diaparalelisme

Jawaban ini diberikan oleh F.E.D. Schleiermacher (1768-1834) yang menganggap


etika teologis dan etika filosofis sebagai gejala-gejala yang sejajar. Hal tersebut
dapat diumpamakan seperti sepasang rel kereta api yang sejajar.

Mengenai pandangan-pandangan di atas, ada beberapa keberatan. Mengenai


pandangan Augustinus, dapat dilihat dengan jelas bahwa etika filosofis tidak
dihormati setingkat dengan etika teologis. Terhadap pandangan Thomas Aquinas,
kritik yang dilancarkan juga sama yaitu belum dihormatinya etika filosofis yang
setara dengan etika teologis, walaupun kedudukan etika filosofis telah diperkuat.
Terakhir, terhadap pandangan Schleiermacher, diberikan kritik bahwa meskipun
keduanya telah dianggap setingkat namun belum ada pertemuan di antara mereka.
Ada pendapat lain yang menyatakan perlunya suatu hubungan yang dialogis antara
keduanya. Dengan hubungan dialogis ini maka relasi keduanya dapat terjalin dan
bukan hanya saling menatap dari dua horizon yang paralel saja. Selanjutnya
diharapkan dari hubungan yang dialogis ini dapat dicapai suatu tujuan bersama
yang mulia, yaitu membantu manusia dalam bagaimana ia seharusnya hidup.7

Menurut Lubis (1994:1), apabila dibandingkan dalam pemakaian yang lebih


luas, perkataan etika dipandang sebagai lebih luas dari perkataan moral, sebab
terkadang istilah moral dipergunakan hanya untuk menerangkan sikap lahiriah
seseorang yang biasanya dinilai dari wujud tingkah laku atau perbuatannya saja.
Sedangkan etika dipandang selain menunjukkan sikap lahirilah seseorang, juga

7
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

10
meliputi kaidah-kaidah dan motif-motif perbuatan seseorang. Namun demikian,
ada pula yang menyamakan pengertian etika dengan moral seperti yang
dikemukakan oleh Bartens dalam Supriadi (2004:12) bahwa kata yang sangat dekat
dengan etika adalah moral. Secara etimologis, kata etika sama dengan kata moral.
Perbedaannya hanya pada bahasa asalnya. Etika berasal dari bahasa Yunani,
sedangkan moral berasal dari bahasa Latin. Dalam Ensiklopedi Pendidikan seperti
yang dikutip (Lubis, 1994:2) disebutkan bahwa etika adalah filsafat tentang nilai,
kesusilaan, tentang baik dan buruk, kecuali etika mempelajari nilai-nilai, ia juga
merupakan pengetahuan tentang nilai-nilai itu sendiri.8

Istilah etika bilamana dibandingkan dengan akhlak, menurut Lubis


(1994:3), etika adalah bagian dari akhlak. Dikatakan demikian karena akhlak
bukan sekedar menyangkut perilaku manusia yang bersifat perbuatan lahiriah,
tetapi juga mencakup hal-hal yang lebih luas, yaitu meliputi bidang akidah, ibadah,
dan syariah. Oleh karena itu, akhlak islami cakupannya sangat luas, yaitu
menyangkut: ·

a. etos yang mengatur hubungan seseorang dengan Penciptanya, al- ma'bûd bi


al-haq serta kelengkapan ulûhyiyah dan rubûbyiyah, seperti terhadap rasul-
rasul Allah, kitab-kitab-Nya dan sebagainya; ·

b. etis yang mengatur sikap seseorang terhadap dirinya dan terhadap


sesamanya dalam kegiatan kehidupan sehari-hari; · moral; yang mengatur
hubungan dengan sesamanya, tetapi berlainan jenis dan atau yang
menyangkut kehormatan tiap pribadi; ·

8
Suhri Hanafi; PROBLEMATIKA PENEGAKAN HUKUM DAN ETIKA PROFESI DI INDONESIA: Analisis
dengan Pendekatan Nilai-nilai Ajaran Islam; Jurnal Hunafa, Vol. 6, No.2, Agustus 2009:233-246; hal
235

11
c. estetika, yaitu rasa keindahan yang mendorong seseorang untuk
meningkatkan keadaan dirinya serta lingkungannya, agar lebih indah dan
menuju kesempurnaan.9

PROFESI

Secara etimologis, sebagaimana dikemukakan dalam Kamus Besar Bahasa


Indonesia (1994:261) profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi keahlian
(keterampilan, kejuruan), dan sebagainya. Lebih lanjut, Ali (1998:335)
merumuskan unsur-unsur yang seyogianya terdapat dalam profesi yaitu:

a. merupakan pekerjaan atau lapangan kerja khusus yang hanya mungkin


dicapai dengan pendidikan dan latihan khusus,

b. keahliannya didasarkan pada pengetahuan teoritis, namun dalam


penerapannya apakah gemilang atau biasa-biasa saja sangat tergantung pada
kemampuan person dari tenaga professional tersebut,

c. mendapat pengakuan masyarakat dengan persyaratan bahwa untuk diterima


menggeluti profesi itu dibutuhkan suatu tes atau ujian formal yang
tingkatannya bertaraf advanced (lanjutan); yang diandalkan bukan sekedar
kemampuan yang bersifat fisik dan kasar (manual), tetapi kemampuan
intelek tingkat tinggi; ·

d. kemampuan itu ditujukan sebagai pelayanan umum yang tergolong dalam


altruistic service (pelayanan yang lebih mementingkan kepentingan orang
lain).

9
Suhri Hanafi; PROBLEMATIKA PENEGAKAN HUKUM DAN ETIKA PROFESI DI INDONESIA: Analisis
dengan Pendekatan Nilai-nilai Ajaran Islam; Jurnal Hunafa, Vol. 6, No.2, Agustus 2009:233-246;;
hal236

12
e. adanya organisasi atau asosiasi profesi tersebut, dengan etika profesi yang
jelas.10

Ruang Lingkup Profesi Hukum Ali (1998: 338) membagi kategori profesi
hukum menjadi 2 yaitu: profesi hukum konvensional dan profesi hukum modern.
Profesi hukum yang dikategorikan sebagai profesi hukum konvensional adalah
antara lain: ·

1. Hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur


dengan undang-undang. (UU No. 4 Tahun 2004) ·

2. Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-


undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang
lain berdasarkan undang-undang. (UU No. 16 Tahun 2004) ·

3. Pengacara (advokat) adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum,


baik dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan
berdasarkan ketentuan undang-undang. (UU No. 18/2003) ·

4. Kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang merupakan


alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan,
pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.(UU No.2 Tahun 2002) ·

5. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik
dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UU No. 30/2004
tentang Jabatan Notaris ·

6. Ilmuan hukum yang dimaksud di sini adalah termasuk dosen ilmu hukum.

10
Suhri Hanafi; PROBLEMATIKA PENEGAKAN HUKUM DAN ETIKA PROFESI DI INDONESIA: Analisis
dengan Pendekatan Nilai-nilai Ajaran Islam; Jurnal Hunafa, Vol. 6, No.2, Agustus 2009:233-246;hal
237-238

13
Sedangkan profesi hukum yang dikategorikan sebagai profesi hukum
modern adalah profesi hukum yang baru muncul dalam abad ke-20 antara lain
Konsultan Hukum yang tidak tampil ke pengadilan melainkan hanya menjadi
advisor bagi perusahaan-perusahaan, pejabat Pemerintah yang bertugas di bagian
hukum yang ada dalam badan Pemerintah. Selain itu, sebuah profesi hukum yang
belum banyak dikenal masyarakat adalah kurator. Keberadaan profesi hukum ini
(kurator) ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), masyarakat
kurang mengenal dunia kurator, termasuk di dalamnya mungkin sebagian dari para
penegak hukum itu sendiri.11

ETIKA PROFESI

Etika profesi adalah sebuah norma yang dituangkan dalam satu bentuk
peraturan yang lazim diistilahkan dengan kode etik profesi. Kode etik profesi ini
sepatutnya menjadi landasan bagi seorang profesional dalam mengembang
profesinya. Hingga saat ini, hampir seluruh kelompok organisasi profesi telah
memiliki kode etik masing-masing, misalnya kode etik kedokteran, kode etik
jurnalistik, Demikian juga profesi hukum,. seluruhnya telah memiliki kode etik
masing-masing. Misalnya, kode etik notaris, kode etik advokat dan hakim, dan
lain-lain. Untuk menegakkan etika dalam dunia profesi, lazimnya prinsip-prinsip
yang wajib ditegakkan oleh suatu kelompok profesi harus dirumuskan ke dalam
suatu kode etik. Dengan demikian, cita-cita luhur yang hendak dicapai oleh suatu
kelompok profesi merupakan kemufakatan secara umum oleh seluruh anggota
profesi tersebut. Menurut Kansil dan Christine (2003:6), di Indonesia kode etik
suatu profesi biasanya disusun oleh wakil-wakil yang duduk dalam asosialisasi
profesi itu sendiri. Kesulitan akan timbul apabila untuk satu macam profesi terdapat

11
Suhri Hanafi; PROBLEMATIKA PENEGAKAN HUKUM DAN ETIKA PROFESI DI INDONESIA: Analisis
dengan Pendekatan Nilai-nilai Ajaran Islam; Jurnal Hunafa, Vol. 6, No.2, Agustus 2009:233-246; hal
238-239

14
lebih dari satu asosiasi. Kesulitan lain akan timbul jika prinsip-prinsip profesi
diterjemahkan secara berbeda dalam kode etik mereka.12

Nilai-nilai dasar Islam dan upaya mewujudkan ketertiban masyarakat


terdapat pada seluruh ajaran Islam yang tertuang dalam Al-Quran dan Al-Hadist,
pada dasarnya bermuara pada takwa. Konsep takwa ini adalah bagaimana
membentuk manusia menjadi manusia paripurna. Hal ini sangat jelas disebutkan
dalam Alquran surat Al-Hujurât (49): 13 sebagai berikut:

" ‫"إنَ أَ ْك َر َم ُك ْم غ ْندَ أهلل أَتْقَا ُك ْم‬


Terjemahnya: …sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu…

Takwa adalah sebuah kondisi yang menuntun manusia melakukan hal-hal terpuji,
jujur, amanah dan lain-lain serta menjauhkan manusia dari sifat tercela. Banyaknya
masalah di bidang hukum sebagaimana dikemukakan pada pembahasan di atas,
sangat terkait dengan menurunnya atau kurangnya nilai takwa dalam diri
seseorang, termasuk juga penegak hukum. Dengan demikian, konsep takwa yang
ditawarkan Islam adalah sebuah solusi yang dapat digunakan untuk menghindari
keterpurukan hukum yang selama ini mendera bangsa Indonesia. Penegakan hukum
maupun kode etik profesi hukum yang tidak dilandasi dengan takwa hanya akan
menjadi bias, bahkan celah hukum dan kode etik profesi justru menjadi tempat
berlindung bagi profesional hukum yang tidak bertanggung jawab.13

Kieser, dalam tulisan berjudul "ETIKA PROFESI", mengatakan bahwa


etika profesi sebagai sikap hidup adalah kesanggupan untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan profesional dari pasien atau klien dengan keterlibatan dan keahlian
sebagai pelayanan dalam rangka kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan

12
Suhri Hanafi; PROBLEMATIKA PENEGAKAN HUKUM DAN ETIKA PROFESI DI INDONESIA:
Analisis dengan Pendekatan Nilai-nilai Ajaran Islam; Jurnal Hunafa, Vol. 6, No.2, Agustus
2009:233-246; hal 243
13
Suhri Hanafi; PROBLEMATIKA PENEGAKAN HUKUM DAN ETIKA PROFESI DI INDONESIA: Analisis
dengan Pendekatan Nilai-nilai Ajaran Islam; Jurnal Hunafa, Vol. 6, No.2, Agustus 2009:233-246;
hal244

15
terhadap para anggota masyarakat yang membutuhkannya dengan disertai refleksi
yang seksama.14

Dipandang dari sudut hukum, hubungan hukum antara pengemban profesi


(selanjutnya disebut profesional) dan orang yang meminta atau membutuhkan
pelayanan profesionalnya (selanjutnya disebut klien) adalah suatu perikatan.
Perikatan itu dapat dan pada umumnya ditimbulkan oleh perjanjian (kontrak).
Dengan terbentuknya perikatan, maka timbullah hak-hak dan kewajiban-kewajiban
pada para pihak terkait. Perjanjian antara profesional dan klien dapat disebut
kontrak profesional, yakni kontrak melakukan tindakan profesional. Dalam
perjanjian ini prestasinya adalah melakukan suatu jasa berupa tindakan pertolongan
profesional dari pihak profesional dan pembayaran honorarium dari pihak klien.
Perjanjian profesional ini pada dasarnya termasuk perjanjian yang menghasilkan
perikatan ikhtiar. Sehubungan dengan itu, profesional berkewajiban melakukan
upaya semaksimal mungkin dengan mengerahkan keahlian berkeilmuan secara
seksama sesuai dengan standar dan prosedur standar yang berlaku berdasarkan
tingkat perkembangan ilmu yang bersangkutan. Dalam hal-hal tertentu, hubungan
profesional-klien termasuk perikatan hasil-karya, misalnya pada profesi arsitektur,
profesi dokter bedah.15

AMANAH

Dalam Islam, amanah (Bahasa Arab: ‫)أمانة‬ adalah tuntutan Iman.

Lawannya khianat adalah salah satu ciri kekafiran. Seseorang yang amanah akan
berusaha untuk memenuhi dasar, kode etika, undang-undang dan janji-janji mereka.
Sabda Rasulullah s.a.w. menegaskan hal sebagaimana disebutkan di atas: "Tiada
iman pada orang yang tidak menunaikan amanah; dan tiada agama pada orang yang
tidak menunaikan janji." (Ahmad dan Ibnu Hibban).16 Amanah ini sebenarnya telah

14
B. Arief Sidharta; ETIKA DAN KODE ETIK PROFESI HUKUM ; hal 230
15
Ibid ; hal 244
16
Daripada Wikipedia, ensiklopedia bebas.

16
ditawarkan kepada alam semesta, langit, bumi dan gunung. Namun mereka semua
takut memanggulnya dan enggan menerimanya karena takut dengan azab Allah.
Lalu amanah tersebut ditawarkan kepada Adam dan beliau menerimanya.17

‫س َم َاوات َوا ْْل َ ْرض َو ْالج َبال فَأ َ َبيْنَ أَن‬ َّ ‫علَى ال‬ َ َ‫ضنَا ْاْل َ َمانَة‬ ْ ‫ع َر‬َ ‫“إنَّا‬
.‫َظلُوما ََج ُهوًال‬ َ َ‫ان إنَُّهُ َكان‬ُ ‫س‬ َ ‫يَ ْحم ْلنَ َها َوأ َ ْشفَ ْقنَ م ْن َها َو َح َملَ َها ْاْلن‬
َ ُ ‫َّللاُ ْال ُمنَافقينَ َو ْال ُمنَافقَات َو ْال ُم ْْشركينَ َو ْال ُم ْْشر َكات َويَُت‬
‫وب‬ َّ ‫ب‬ َ ‫ليُعَذ‬
”‫غفُورا َّرحيما‬ َّ َ‫ع َلى ْال ُمؤْ منينَ َو ْال ُمؤْ منَات َو َكان‬
َ ُ‫َّللا‬ َّ
َ ُ‫َّللا‬
"Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan
mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh
manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zhalim dan amat jahil, sehingga
Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-
orang musyrikin laki-laki dan perempuan; sehingga Allah menerima taubat
orang-orang Mukmin laki-laki dan perempuan. Dan Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang." (Al-Ahzab: 72-73).

Ibnu Abbas berkata dalam menjelaskan pengertian amanah dalam ayat ini:
Amanah adalah kewajiban-kewajiban, Allah tawarkan kepada langit, bumi dan
gunung, apabila mereka menunaikannya, maka mereka mendapatkan pahala dan
bila menyia-nyiakannya, maka mereka diberi siksaan, lalu mereka menolaknya,
bukan karena tidak taat kepada Allah namun karena mengagungkan agama Allah.
Wahai hamba Allah! Amanat tersebut adalah beban syariat yang mencakup hak-
hak Allah dan hak-hak hambaNya. Siapa yang menunaikannya, maka dia

17
Ustadz Kholid Syamhudi, Lc; khutbah juma’at; http://ibnumajjah.wordpress.com/

17
mendapatkan pahala dan barangsiapa yang menyia-nyiakannya, maka dia mendapat
siksa.18

Siapa yang memiliki kesempurnaan sifat amanah, maka ia telah


menyempurnakan agamanya, dan siapa yang tidak memilikinya, maka ia telah
membuang agamanya, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad, al-Bazzar
dan juga ath-Thabrani dari hadits Anas bin Malik dan dinilai shahih oleh Syaikh al-

Albani dalam Shahih al-Jami', beliau berkata, Rasulullah ‫صلي هللا عليُه وسلم‬:

َ َ‫ َوًالَ ديْنَ ل َم ْن ًال‬،ُ‫ًالَ إ ْي َمانَ ل َم ْن ًالَ أَ َمانَةَ لَُه‬


.ُ‫ع ْهدَ لَُه‬

"Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah dan tidak ada agama
bagi orang yang tidak menjaga janjinya."

َ‫“إ َّن َّللاَ َيأ ْ ُم ُر ُك ْم أَن تُؤدُّواْ اْل َ َمانَات إلَى أَ ْْهل َها َوإَذَا َح َك ْمُتُم َبيْن‬
‫سميعا‬ َ َ‫ظ ُكم بُه إ َّن َّللاَ َكان‬ ُ ‫النَّاس أَن تَ ْح ُك ُمواْ ب ْال َع ْدل إ َّن َّللاَ نع َّما يَع‬
”‫بَصيرا‬
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (An-Nisa`: 58).
Ayat yang mulia ini mencakup seluruh jenis amanah. Di antara yang terpenting
adalah tugas, pekerjaan, dan jabatan. Siapa yang menunaikan kewajiban yang Allah
bebankan pada tugas dan jabatan tersebut dan merealisasikan kemaslahatan kaum
Muslimin, maka ia telah menunaikan amanah dan berbuat kebaikan untuk
akhiratnya, dan yang tidak menunaikannya dengan baik atau mengambil suap dan
korupsi menggunakan jabatan dan kedudukannya tersebut, maka ia telah

18
Ustadz Kholid Syamhudi, Lc; khutbah juma’at; http://ibnumajjah.wordpress.com/

18
mengkhianati amanah dan mendapatkan bencana dan siksaan Allah serta di akhirat
nanti, ia akan dipermalukan Perlu diingat oleh kita semua, bahwa menyia-nyiakan
dan tidak menunaikan amanah, memiliki implikasi buruk pada keadaan seseorang
dan dapat menjadi sebab kerusakan masyarakat . 19

MENURUT EDGAR B KINKEAD, MA. TENTANG ETIKA PROFESI


HUKUM

Dalam bukunya Yuresprudence Law & Ethics—Proffesional Ethics, Edgar.


B. Kinkead, MA, mengemukakan: “ Some claim that Proffesional Ethics is a Matter
of individual conscience this true of some extend, but there is must to be found of
some general sentiment as among lawyers as to what course of conduct that to be
pursued in respect to many matters coming within the range of the profession.”20
Yang artinya bahwa beberapa ahli hukum menyatakan bahwa etika profesi adalah
masalah hati nurani individu yang di mana hal tersebut benar dalam beberapa hal
tertentu, akan tetapi harus terdapat ditemukan padanya sentimen ( perasaan ) yang
umum sebagai praktisi hukum sebagai perilaku tertentu yang semestinya dikejar
dalam menghormati beberapa hal-hal yang dihadapi seiring di dalamnya berbagai
bentuk profesi.

Dikemukakan juga “ Having considered principle of ethics in relation to


law And shown they relation bear to each other attention will next be directed to
quality that seems essential to constitute an ideal lawyer.“21 Yang berarti setelah
mempertimbangkan prinsip etika dalam kaitannya dengan hukum dan
menunjukkan hubungannya antara perhatian satu dengan yang lainnya yang akan
mengarah kepada kualitas yang tampak essensial terhadap konstitusi sebagai ideal
seorang praktisi hukum. Dikemukakan juga “ There are certain unwritten ethical
rule which the lawyer must observe to keep himself in the path of virtue and right,
and those who do not follow them conscientiously, will not succeed as they tought

19
Ustadz Kholid Syamhudi, Lc; khutbah juma’at; http://ibnumajjah.wordpress.com/
20
Edgar B Kinkead,MA; Yuresprudence Law & Ethics—Proffesional Ethics; The Banks Laws
Publising Co; Newyork 1905; hal 307
21
ibid

19
“.22 Yang dapat diartikan bahwa ada aturan etika tertentu tidak tertulis di mana
praktisi hukum ( pengacara ) harus mengamati untuk menjaga dirinya untuk tetap
pada jalur kebajikan dan kebenaran. Dan jika mereka yang tidak mengikuti aturan
etika tersebut dengan sungguh-sungguh, tidak akan berhasil seperti apa yang
mereka bayangkan.

Kembali dikemukakan bahwa “ There are several cardinal rule to be


observed by the lawyer in his relation associated at the bar. His must keep faithfully
and liberary every promise or enggagement he may make with them.

1. He should never mislead his opponent


2. He should never provoke nor provoke insult
3. He should never engage in sharp practice
4. Always be liberal in extending favour and courtesies to your fellow member
when it does not prejudice your client “23

Yang berarti bahwa ada beberapa aturan utama atau pokok diamati praktisi hukum
( pengacara ) dalam hubungannya terkait dalam pengadilan. Dia harus tetap setia
dan bebas dalam setiap kesepakatan yang telah dibuat bersamanya.

1. Dia seharusnya tidak pernah menyesatkan lawannya


2. Dia seharusnya tidak pernah menghasut ataupun juga menghina
3. Dia seharusnya tidak pernah melakukan praktik yang dilarang
4. Tetap selalu bebas dalam memperluas kemurahan/kebaikan hati dan
kesopanan juga rasa hormat kepada sesama anggota ketika itu tidak berada
pada prasangka kepada klien Anda.

Kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh
suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma
sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat, maka masuk

22
Edgar B Kinkead,MA; Yuresprudence Law & Ethics—Proffesional Ethics; The Banks Laws
Publising Co; Newyork 1905; hal 313
23
Ibid; hal 345-346

20
dalam kategori norma hukum yang didasari kesusilaan. Kode Etik juga dapat
diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu
kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai
pedoman berperilaku dan berbudaya. Tujuan kode etik agar profesionalisme
memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai narkoba atau nasabahnya.
Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. Prinsip-
prinsip Etika Profesi Dalam menjalankan profesi, seseorang perlu memiliki dasar-
dasar yang perlu diperhatikan, di antaranya:24

1. Prinsip Tanggung Jawab. Seorang yang memiliki profesi harus mampu


bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkan dari profesi tersebut,
khususnya bagi orang-orang di sekitarnya.
2. Prinsip Keadilan. Prinsip ini menuntut agar seseorang mampu menjalankan
profesinya tanpa merugikan orang lain, khususnya orang yang berkaitan
dengan profesi tersebut.
3. Prinsip Otonomi. Prinsip ini didasari dari kebutuhan seorang profesional
untuk diberikan kebebasan sepenuhnya untuk menjalankan profesinya.
4. Prinsip Integritas Moral. Seorang profesional juga dituntut untuk memiliki
komitmen pribadi untuk menjaga kepentingan profesinya, dirinya, dan
masyarakat.

ADIL DAN KEADILAN

Adil berasal dari bahasa Arab yang berarti berada di tengah-tengah, jujur,
lurus, dan tulus. Secara terminologis adil bermakna suatu sikap yang bebas dari
diskriminasi, ketidakjujuran. Dengan demikian orang yang adil adalah orang yang
sesuai dengan standar hukum baik hukum agama, hukum positif (hukum negara),
maupun hukum sosial (hukum adat) yang berlaku. Dengan demikian, orang yang
adil selalu bersikap imparsial, suatu sikap yang tidak memihak kecuali kepada

24
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

21
kebenaran. Bukan berpihak karena pertemanan, persamaan suku, bangsa maupun
agama. Penilaian, kesaksian dan keputusan hukum hendaknya berdasar pada
kebenaran walaupun kepada diri sendiri, saat di mana berperilaku adil terasa berat
dan sulit. Kedua, keadilan adalah milik seluruh umat manusia tanpa memandang
suku, agama, status jabatan ataupun strata sosial. Ketiga, di bidang yang selain
persoalan hukum, keadilan bermakna bahwa seseorang harus dapat membuat
penilaian obyektif dan kritis kepada siapapun. Mengakui adanya kebenaran,
kebaikan dan hal-hal positif yang dimiliki kalangan lain yang berbeda agama, suku
dan bangsa dan dengan lapang dada membuka diri untuk belajar serta dengan
bijaksana memandang kelemahan dan sisi-sisi negatif mereka.25

Perilaku adil, sebagaimana disinggung di muka, merupakan salah satu tiket


untuk mendapat kepercayaan orang; untuk mendapatkan reputasi yang baik. Karena
dengan reputasi yang baik itulah kita akan memiliki otoritas untuk berbagi dan
menyampaikan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran dengan orang lain. Tanpa itu,
kebaikan apa pun yang kita bagi dan sampaikan hanya akan masuk ke telinga kiri
dan keluar melalui telinga kanan. Karena, perilaku adil itu identik dengan
konsistensi antara perilaku dan perkataan.

Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal,
baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan
memiliki tingkat kepentingan yang besar. John Rawls, filsuf Amerika Serikat yang
dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa
"Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana
halnya kebenaran pada sistem pemikiran" . Tapi, menurut kebanyakan teori juga,
keadilan belum lagi tercapai: "Kita tidak hidup di dunia yang adil" . Kebanyakan
orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak
gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan.
Tapi, banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan memberikan pemikiran bahwa
tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan, karena definisi

25
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

22
apakah keadilan itu sendiri tidak jelas. keadilan intinya adalah meletakkan segala
sesuatunya pada tempatnya.26

Untuk penulis makalah itu sendiri mempunyai pendapat tersendiri akan


topik dari judul makalah ini yaitu mempunyai poin-poin kriteria seorang dalam
Pragmatika Etika Profesi Hukum yang memiliki kepribadian amanah dalam
menegakkan cita keadilan di mana etika yang harus teramanahi yaitu:
1. Terdapat Analisis dengan Pendekatan Nilai-nilai Ajaran Islam
Telah dikemukakan dalam paragraf sebelumnya.
2. Yang tanpa korupsi yuridisial dan KKN
Melawan KKN dengan Integritas Moral APH dan ASN Satjipto Rahardjo
mengemukakan bahwa penegakan hukum selalu akan melibatkan manusia
di dalamnya dan dengan demikian akan melibatkan tingkah laku manusia
juga. Di Indonesia, perhatian terhadap faktor manusia yang terlibat dalam
proses penegakan hukum seperti halnya hakim belum berkembang secara
maksimal. Pembicaraan tentang sosok hakim sebagai salah satu bagian dari
keseluruhan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam proses peradilan, tentu
saja merupakan bagian dari “proses sosial”⁴⁰ yang lebih besar. Oleh sebab
itu, tatkala merebaknya isu KKN yang terjadi pada lembaga pengadilan dan
menimpa sejumlah hakim, maka hakim dan lembaga peradilan harus dikaji
sebagai bagian atau kelanjutan dari pikiran-pikiran dan nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat. Proses yang terjadi dalam ruang pengadilan
tidak dapat dilepaskan dari keseluruhan proses sosial yang berjalan dalam
masyarakat. Kecenderungan-kecenderungan yang terdapat pada suatu masa
tertentu akan mengimbas pula kepada para hakim pengadilan, sehingga sulit
bagi hakim untuk menolak dominasi yang demikian itu.27
3. Yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar RI 1945
Pancasila dan undang-undang Dasar Negara republik Indonesia 1945
sebagai Landasan Politik Hukum Pidana dan Sistem Hukum Pidana di
Indonesia Patut kita cermat bersama bahwa perkembangan dalam
masyarakat akibat globalisasi telah mempengaruhi dalam tatanan hukum
nasional bangsa-bangsa. Globalisasi telah menimbulkan dampak di
berbagai bidang seperti munculnya kecenderungan negara tanpa batas (state
without border). Pada akhirnya norma hukum yang ada harus mampu
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi, namun bukan
berarti harus menanggalkan nilai-nilai yang dianut, seperti pandangan

26
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
27
Eman Suparman: Korupsi Yudisial (Judicial Corrupon) dan KKN di Indonesia; Padjadjaran Jurnal
Ilmu Hukum, Volume 1 - No 2 - Tahun 2014; hal 222

23
hidup, ideologi dan dasar negara Pancasila yang telah menjadi sumber dari
segala sumber hukum.
4. Mewujudkan hukum yang menjamin adanya hasil keadilan di dalamnya
Terdapat beberapa tema yang harus diperjuangkan antara lain: 28
a. Memperjuangkan hukum dalam negara pancasila dengan ciri-ciri
sebagai berikut:
sila pertama Pancasila, penggunaan kekuasaan hukum harus ada landasan
hukum dan batas kerangka yang ditetapkan oleh hukum itu sendiri,
demokrasi inklusif, keandalan hukum itu sendiri.
b. Memperjuangkan hukum yang responsif
c. Memperjuangkan tata hukum yang hendak dibangun secara hierarkis
piramidal
d. Memperjuangkan hukum untuk kesejahteraan dan kebahagiaan bangsa
Indonesia
5. Berpendekatan filosofi hukum terhadap penegakan hukum dalam konteks
positivisme yuridis
Pemikiran dan ajaran Auguste Comte tidak saja mempengaruhi sosiolog,
akan tetapi melainkan mempengaruhi juga para ahli hukum, dengan
mengadopsi pola pikir positivisme maka pakar hukum berpikir bahwa
hukum tidak abstrak di mana hukum harus mempunyai konstruksi yang
konkrit.29
6. Membudayakan keadilan di dalam hukum tersebut
Penguatan Budaya Hukum Masyarakat Secara etimologis, penguatan
berasal dari kata “kuat” yang mempunyai arti banyak tenaganya atau
kemampuan yang lebih, sedangkan kata “penguatan” mempunyai arti
perbuatan, hal dan lain sebagainya yang mengua atau menguatkan. Secara
terminologis, penguatan mempunyai makna usaha menguatkan sesuatu atau
hal yang tadinya lemah menjadi lebih kuat. Penguatan ini didasari karena
adanya sesuatu yang lemah untuk dijadikan kuat sehingga dilakukan proses
penguatan. Penguatan terbagi ke dalam dua jenis yaitu penguatan posisi dan
penguatan negara. Arah dan tujuan kedua jenis penguatan itu sama, yaitu
mendorong lebih kuatnya langkah laku baik yang telah ditampilkan tetapi

28
Asep Warlan Yusuf: HUKUM dan KEADILAN; Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, Volume 2 - No 1 -
Tahun 2015; hal 10-11
29
Ami Rizal; Kajian kritis tentang cita keadilan-suatu pendekatan filosofis hukum terhadap
penegakkan hukum dalam konteks positivisme yuridis; Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, Volume 2 -
No 1 - Tahun 2015; hal 133

24
dengan bentuk dan materi penguatan yang berbeda. Penguatan posisi
diselenggarakan dengan jalan pemberian hal-hal posisi berupa pujian,
hadiah, atau hal-hal lain yang berharga kepada pelaku perbuatan yang
dianggap baik dan ingin ditingkatkan frekuensi penampilannya. Sementara
itu, penguatan negara diselenggarakan dengan mengurangi hal-hal tertentu
yang menyenangkan bagi si pelaku, dengan cara mengurangi hal-hal
tertentu yang selama ini dirasakan sebagai hukuman, tidak menyenangkan,
atau menjadi sesuatu yang memberatkan bagi si pelaku. Sejalan dengan
konsep penguatan dalam konteks ini adalah penyuluhan yaitu upaya untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap, melalui pemberdayaan
masyarakat (Community empowerment), penguatan kapasitas (Capacity
trentenin), dan komunikasi pembangunan. Dalam hal ini, memberdayakan
berarti memberi daya kepada yang tidak berdaya dan atau mengembangkan
daya yang sudah dimiliki menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi
masyarakat yang bersangkutan. Penguatan kapasitas adalah penguatan
kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu (dalam masyarakat),
kelembagaan, maupun hubungan atau hearing antar individu, kelompok
organisasi sosial, serta pihak lain di luar sistem masyarakatnya sampai di
aras global sedangkan komunikasi pembangunan adalah upaya untuk
menyampaikan pesan-pesan pembangunan, tetapi yang lebih penting dari
itu adalah untuk menumbuh kembangkan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan. Tujuan penguatan dalam konteks penguatan budaya hukum
penyelenggaraan pelayanan publik, antara lain:
1. Sosialisasi, yakni penyebaran substansi PP yang menyangkut lingkup
pelayanan publik, hak-hak masyarakat yang diamin, kewajiban
penyelenggara pelayanan serta sanksi jika terjadi pelanggaran oleh
penyelenggara layanan kepada masyarakat agar mempunyai pengetahuan,
pengertian, dan pemahaman sesuai yang diharapkan PP.
2. optimalisasi artinya substansi PP yang telah ditransformasikan
diharapkan dapat dipahami, diketahui, diyakini, dan dilaksanakan secara
menyeluruh atau maksimal.
3. Peningkatan, yaitu penguatan yang dilakukan sebagai upaya
meningkatkan pengetahuan, pengertian, dan pemahaman masyarakat
tentang PP agar penyelenggaraan pelayanan publik dapat dilaksanakan
sesuai dengan napas dan amanat dari PP.
4. Pembaharuan, yaitu perubahan budaya dalam penyelenggaraan
pelayanan publik yang berbeda dengan sebelumnya menjadi lebih baik dan
meningkat sesuai dengan asas-asas penyelenggaraan pelayanan publik. paya
penguatan budaya hukum, pada hakikatnya juga merupakan upaya
penguatan kesadaran hukum masyarakat. Artinya, budaya hukum dan
kesadaran hukum masyarakat merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

25
dipisahkan dan keduanya sangat berhubungan dengan pelaksanaan hukum
dalam masyarakat. Hukum yang dibuat itu sekalipun memenuhi persyaratan
yang ditentukan secara filosofis dan yuridis, tetapi jika kesadaran hukum
masyarakat tidak mempunyai respon untuk mentaati dan mematuhi
peraturan hukum tersebut, maka peraturan hukum yang dibuat tidak akan
efek berlakunya. Singkatnya, kesadaran hukum para “justiciabel”
merupakan jembatan yang menghubungkan antara peraturan peraturan
hukum dengan perilaku hukum seseorang.30
7. Mempunyai langkah prosedural dalam keprofesiannya
Langkah apapun dalam keprofesional haruslah dikerjakan secara prosedural
di mana prosedural tersebut diperoleh dari hasil studi tertentu dalam
menghadapi praktik nyata hingga menjadi standar perbuatan profesi yang
akan membantu profesioanl hukum dalam melakukan profesinya tidak
bertindak oleh sikap sekehendak hatinya sendiri melainkan harus secara
prosedural yang telah dibuat dan teruji.
8. Jaminan kompetensi dari bidang disiplin yang ditekuni
Tentulah seorang yang berprofesi hukum mempunyai kompetensi di bidang
hukum yang sesuai dengan standar yang telah ada sehingga dalam
melaksanakan kewajiban tidaklah berada pada keadaan yang impotensi.
9. Legal praktik sesuai dengan undang-undang yang ada
Seorang profesi hukum di mana dia harus berpraktik dalam praktik hukum
yang baik dan mempunyai legal praktik yang tidak terselubung.
10. Mempunyai integritas
Integritas diarkan sebagai sifat yang menggambarkan keadaan seseorang
dengan segenap keutuhan potensi diri serta kemampuan yang memancarkan
kewibawaan yang baik dan jujur, diwujudkan dalam tindakan yang
konsisten dan teguh serta tidak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-
nilai luhur dengan sepenuh keyakinan. Rusaknya integritas, antara lain telah
menghadirkan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di Indonesia. KKN
bukan lagi merupakan fenomena, melainkan sudah merupakan fakta yang
terkenal di mana-mana serta menjangki seluruh komponen warga bangsa.
Kini, pasca rezim otoriter Orde Baru berlalu lebih dari satu dekade, wabah
itu semakin masif menjangki masyarakat.
11. Mempunyai kualitas yang ideal

30
Didik Sukriono: Penguatan Budaya Hukum dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik sebagai
paya Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia; Padjadaran jurnal Ilmu Hukum, volume
1 No 2 Tahun 2014;hal 239-241

26
Kualitas adalah hal yang penting bagi seseorang yang bergerak dalam
bidang hukum agar pekerjaan yang dikerjakannya dapat terselesaikan
dengan sempurna dan dapat mewujudkan keadilan dalam peradilan.
Kesebelas poin tersebut dapat menjadikan diri seorang yang berprofesi hukum
menjadi seorang yang amanah di mana di dalam etika tersebut terdapat amanah itu
sendiri, predikat beretika yang beramanah tersebut sangat ideal keadaannya,
seorang klien pastilah akan senang bila melihat atau menjumpai seorang yang
sebagai profesi hukum mempunyai kriteria sebagai tersebut di atas apalagi
masyarakat pada umumnya dan pastilah akan diidolakan oleh karenanya. Hanya
iman, keteguhan dan kekuatan yang dapat menjadi modal untuk menjadikan
seorang mampu menjadikan keadaan seseorang yang berprofesi dibidang hukum
seperti tersebut dalam pembahasan ini.
Kondisi sumber daya manusia dalam bidang hukum yang mempunyai
kriteria dan apa yang seperti topik dalam judul makalah ini seharusnya di buat atau
di cetak sehingga negara dan bangsa akan mengandalkan orang tersebut dalam
membangun negara dan menjadikan negara yang peradaban hukum yang tinggi di
mata dunia internasional. Mereka sangat dibutuhkan sebagai putra bangsa yang
mengabdi kepada nusa dan bangsa yang tidak malah membuat sebaliknya.

B. Metodologi Penulisan Makalah


Makalah ini ditulis dengan metodologi penelitian berparadigma data
Qualitatif dengan sumber perolehan data literatur kepustakaan yang kemudian
digunakan sebagai pedoman dalam penulisan makalah yang disajikan dalam bab
pembahasan.

C. Applikasi Teori
2. Textual
Teori mengenai etika profesi hukum di mana seorang tersebut memiliki
kepribadian yang amanah adalah sangatlah ideal bagi seorang yang berprofesi di
bidang hukum karena dalam profesi tersebut dibutuhkan seorang dengan kriteria
yang amanah seutuhnya sebagai cita dari manusia yang berperadaban tinggi.

3. Analisis
Analisa teori yang teraplikasikan dalam kehidupan seorang yang berprofesi
hukum yang memiliki jiwa amanah adalah sangatlah sulit dan langka dari

27
keberadaan orang tersebut, qualitas orang tersebut sangatlah ideal dalam kehidupan
di mana banyak yang dijumpai adalah yang di luar dari apa yang di bahas dalam
kajian teori di sini. Meskipun demikian manusia tetap berusaha sekuat tenaga dalam
memenuhi kriteria dari seorang dalam pragmatika profesi hukum yang memiliki
kepribadian amanah dalam menegakkan cita keadilan mereka tetaplah manusia dan
manusia adalah berusaha untuk menjadi apa yang terbaik melawan keadaan diri
mereka akan godaan kehidupan dunia yang fana.

BAB III
PENUTUP

28
A. Kesimpulan
Dalam makalah ini penulis mempunyai kesimpulan bahwa seorang yang
berada pada profesi di bidang hukum haruslah mempunyai kepribadian dan jiwa
amanah dalam menegakkan cita keadilan dan dari amanah tersebut dengan
sendirinya akan menjadikan seorang tersebut bekerja sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh norma-norma moral kehidupan sosial sebagai seorang yang
mempunyai etika yang luhur sehingga dapat mewujudkan cita keadilan dalam suatu
peradaban manusia khususnya dalam bernegara dan berbangsa.
B. Saran
Penulis sendiri mempunyai saran terhadap topik judul dalam makalah ini di
mana di butuhkan usaha yang keras dalam menjadikan seorang yang berprofesi di
bidang hukum mempunyai kepribadian yang amanah dalam etikanya bersama
pekerjaannya. Menjadikan seseorang yang profesional mempunyai etika di mana di
dalamnya adalah suatu keadaan amanah tidaklah mudah terhadap kehidupan pada
dewasa ini yang serba kekhilafan di antara umat manusia.

Daftar Pustaka

29
Ami Rizal; Kajian kritis tentang cita keadilan-suatu pendekatan filosofis hukum
terhadap penegakkan hukum dalam konteks positivisme yuridis; Padjadjaran
Jurnal Ilmu Hukum, Volume 2 - No 1 - Tahun 2015
Asep Warlan Yusuf: HUKUM dan KEADILAN; Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum,
Volume 2 - No 1 - Tahun 2015
Didik Sukriono: Penguatan Budaya Hukum dalam Penyelenggaraan Pelayanan
Publik sebagai paya Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia; Padjadaran
jurnal Ilmu Hukum, volume 1 No 2 Tahun 2014
Edgar B Kinkead,MA; Yuresprudence Law & Ethics—Proffesional Ethics; The Banks
Laws Publising Co; Newyork 1905
Eman Suparman: Korupsi Yudisial (Judicial Corruption) dan KKN di Indonesia;
Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, Volume 1 - No 2 - Tahun 2014
Kamus Indonesia Applikasi windows
Suhri Hanafi; PROBLEMATIKA PENEGAKAN HUKUM DAN ETIKA PROFESI DI
INDONESIA: Analisis dengan Pendekatan Nilai-nilai Ajaran Islam; Jurnal Hunafa,
Vol. 6, No.2, Agustus 2009:233-246;
Ustadz Kholid Syamhudi, Lc; khutbah juma’at; http://ibnumajjah.wordpress.com/

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

30

Anda mungkin juga menyukai