Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Katarak menjadi penyebab kebutaan nomor satu didunia karena penyakit ini menyerang
tanpa disadari oleh penderitanya.Katarak terjadi secara perlahan - lahan. Katarak baru terasa
mengganggu setelah tiga sampai lima tahun menyerang lensa mata.
Pada tahun 2020 diperkirakan penderita penyakit mata dan kebutaan meningkat dua kali
lipat. Padahal 7,5% kebutaan didunia dapat dicegah dan diobati. Kebutaan merupakan masalah
kesehatan masyarakat dan sosial ekonomi yang serius bagi setiap negara. Studi yang dilakukan
Eye Disease evalence Research Group (2004) memperkirakan, pada 2020 jumlah penderita
penyakit mata dan kebutaan didunia akan mencapai 55 juta jiwa. Prediksi tersebut menyebutkan,
penyakit mata dan kebutaan meningkat terutama bagi mereka yang telah berumur diatas 65
tahun. Semakin tinggi usia, semakin tinggi pula resiko kesehatan mata. WHO memiliki catatan
mengejutkan mengenai kondisi kebutaan didunia, khususnya dinegara berkembang.
Saat ini terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia, 60% diantaranya berada di negara
miskin atau berkembang. Ironisnya Indonesia menjadi Negara tertinggi di Asia Tenggara dengan
angka sebesar 1,5%. Menurut Spesialis Mata dari RS Pondok Indah Dr Ratna Sitompul SpM,
tingginya angka kebutaan di Indonesiadisebabkan usia harapan hidup orang Indonesia semakin
meningkat. “karena beberapa penyakit mata disebabkan proses penuaan. “Artinya semakin
banyak jumlah penduduk usia tua, semakin banyak pula penduduk yang berpotensi mengalami
penyakit mata.
Hingga kini penyakit mata yang banyak ditemui di Indonesia adalah katarak (0,8%),
glukoma (0,2%) serta kelainan refraksi (0,14%). Katarak merupakan kelainan mata yang terjadi
karena perubahan lensa mata yang keruh.Dalam keadaan normal jernih dan tembus
cahaya.Selama ini katarak banyak diderita mereka yang berusia tua.Karena itu, penyakit ini
sering diremehkan kaum muda. Hal ini diperkuat berdasarkan data dari Departemen Kesehatan
Indonsia (Depkes) bahwa 1,5 juta orang Indonesia mengalami kebutaan karena katarak dan rata -
rata diderita yang berusia 40 - 55 tahun.
Penderita rata - rata berasal dari ekonomi lemah sehingga banyak diantara mereka tidak
tersentuh pelayanan kesehatan. Dan kebanyakan katarak terjadi karena proses degeneratif atau
semakin bertambahnya usia seseorang. Bahkan, dari data statistik lebih dari 90 persen orang
berusia di atas 65 tahun menderita katarak, sekitar 55 persen orang berusia 75 - 85 tahun daya
penglihatannya berkurang akibat katarak (Irawan, 2008).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep teori lansia?
2. Bagaimanakah konsep teori katarak?
3. Bagaimanakah konsep keperawatan lansia pada klien dengan katarak?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui konsep teori lansia.
2. Mengetahui konsep teori katarak.
3. Mengetahui konsep keperawatan lansia pada klien dengan katarak.
BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Medis

2.1.1 Konsep Lanjut Usia

1. Definisi lanjut usia


Menua merupakan proses menghilangnya secara perlahan-lahan (granduil) kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti serta mempertahankan struktur dan fungsi
secara normal, ketahanan terhadap cidera, termasuk adanya infeksi (Mubarak dkk, 2010).
Menurut WHO dan Undang-Undang nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut
usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua (
Nugroho, 2008).
Lansia atau menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Menua
merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai
sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara
biologis, maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya
kemunduran fisik, yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai
ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan figur
tubuh yang tidak proporsional (Nasrullah, 2016).

2. Batasan-Batasan Lanjut Usia

Menurut WHO, lanjut usia meliputi :

1. Usia pertengahan (middle age), adalah kelompok usia (45-59 tahun).


2. Lanjut usia (elderly) antara (60-74 tahun)
3. Lanjut usia (old) antara (75 dan 90 tahun)
4. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
Menurut Prof DR.Ny. Sumiati Ahmad Mohammad (alm), Guru Besar Universitas Gajah
Mada Fakultas Kedokteran, periodesasi biologis perkembangan manusia dibagi sebagai berikut :

1. Usia 0-1 tahun (masa bayi)


2. Usia 1-6 tahun (masa prasekolah)
3. Usia 6-10 tahun (masa sekolah)
4. Usia 10-20 tahun (masa pubertas)
5. Usia 40-65 tahun (masa setengah umur, prasenium)
6. Usia 65 tahun ke atas (masa lanjut usia, senium)

Menurut Dra. Ny. Jos Masdani (psikolog dari Universitas Indonesia), lanjut usia merupakan
kelanjutan usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu :

1. Fase iuventus, antara usia 25-40 tahun


2. Fase verilitas, antara usia 40-50 tahun
3. Fase praesenium, antara usia 55-65 tahun
4. Fase senium, antara usia 65 tahun hingga tutup usia

Menurut Prof. DR. Koesoemanto Setyonegoro, SpKJ, lanjut usia dikelompokkan sebagai
berikut :

1. Usia dewasa muda(Eldery Adulthood) (usia 18/20-15 tahun)


2. Usia dewasa penuh (Middle years) atau maturitas (usia 25-60/65 tahun)
3. Lanjut usia (Geriatric age) (usia lebih dari 65/70 tahun), terbagi :
a. Usia 70-75 tahun (young old)
b. Usia 75-80 tahun (old)
c. Usia lebih dari 80 tahun (very old)

Menurut Bee (1996), tahapan masa dewasa adalah sebagai berikut :

1. Usia 18-25 tahun (masa dewasa muda)


2. Usia 25-40 tahun (masa dewasa awal)
3. Usia 40-65 tahun (masa dewasa tengah)
4. Usia 65-75 tahun (masa dewasa lanjut)
5. Usia >75 tahun (masa dewasa sangat lanjut)

Menurut Hurlock (1979), perbedaan lanjut usia terbagi dalam dua tahap, yakni :

1. Early old age (usia 60-70 tahun)


2. Advanced old age (usia 70 tahun ke atas)

Menurut Burnside (1979), ada empat tahap lanjut usia, yakni :

1. Young old (usia 60-69 tahun)


2. Middle age old (usia 70-79 tahun)
3. Old-old (usia 80-89 tahun)
4. Very old-old (usia 90 tahun ke atas)
( Nasrullah, 2016 )

3. Teori-Teori Proses Menua

Berikut ini akan dijelaskan teori proses menua menurut Nasrullah, 2016 :

1. Teori Biologi

a. Teori Genetik Clock


Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat adanya program genetik di
dalam nuklei. Jam ini berputar dalam jangka waktu tertentu dan jika jam ini sudah habis
putarannya maka akan menyebabkan berhentinya proses miosis. Hal ini ditunjukkan oleh
hasil penelitian, dari teori itu ditunjukkan dengan adanya teori membelah sel dalam kultur
dengan umur spesies mutasi somatic (teori errorcatastrophe). Hal penting lainnya yang
perlu diperhatikan dalam menganalisis faktor penyebab terjadi proses menua adalah
faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Radiasi dan zat kimia
dapat memperpendek umur menurut teori ini terjadi mutasi progesif pada DNA sel
somatik akan menyebabkan terjadinya penurunan sel fungsional tersebut.
b. Teori Error
Menurut teori ini proses menua diakibatkan oleh penumpukan berbagai macam kesalahan
sepanjang kehidupan manusia akibat kesalahan tersebut akan berakibat kerusakan
metabolisme yang dapat mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan.
c. Teori autoimun
Proses menua dapat terjadi akibat perubahan protein pasca translasi yang dapat
mengakibatkan kurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self
recognition). Jika mutasi somatic dapat menyebabkan terjadinya kelainan pada
permukaan sel maka hal ini akan mengakibatkan menganggap sel mengalami perubahan
tersebut sebagai sel asing dan mengahncurkannya. Hal ini dibuktikan dengan makin
bertambahnya prevalensi antibody pada lanjut usia. Dalam hal ini sistem imun tubuh
sendiri daya bertahannya mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya
terhadap antigen menjadi menurun, sehinngga sel-sel patologis meningkat sesuai dengan
meningkatnya umur.
d. Teori Free Radikal
Penuaan dapat terjadi akibat interaksi dari komponen radikal bebas dalam tubuh manusia.
Radikal bebas dapat berupa : Suproksida (O2), radikal hidroksil, dan H2O2. Radikal
bebas sangat merusak karena sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA,
protein dan asam lemak tak jenuh. Makintua umur makin banyak terbentuk radikal bebas
sehingga proses perusakan terus terjadi, kerusakan organel sel semakin banyak akhirnya
sel mati.
e. Teori Kolagen
Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel tubuh rusak. Peningkatan jumlah kolagen
dalam jaringan menyebabkan kecepatan kerusakan jaringan dan melambatnya perbaikan
sel jaringan.

2. Teori Psikososial

a. Activity theory
Penuaan mengakibatkan penurunan jumlah kegiatan secara langsung.

b. Continitas theory
Adanya suatu kepribadian berlanjut yang menyebabkan adanya suatu pola perilaku yang
meningkatkan stress.
c. Dissaggement theory
Putusnya hubungan dengan luar seperti dengan masyarakat, hubungan dengan individu
lain.

d. Theory Strafikasi usia


Karena orang digolongkan dalam usia tua dan mempercepat proses penuaan.
e. Theory kebutuhan manusia
Orang yang bisa mencapai aktualitas menurut penelitian 5% dan tidak semua orang
mecapai kebutuhan yang sempurna.
f. Jung Theory
Terdapat tingkatan hidup yang mempunyai tugas dalam perkembangan kehidupan.
g. Course Of Human Life Theory
Seseorang dalam hubungan dengan lingkungan ada tingkat maksimum.
h. Development Task Theory
Tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas perkembangan sesuai dengan usianya.

3. Teori Sosiologis

Teori sosiologis tentang proses menua yang dianut selama ini antara lain :

a. Teori interaksi sosial


Teori ini menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada suatu situasi tertentu, yaitu
asas dasar hal-hal yang dihargai masya-rakat. Kemapuan lanjut usia untuk menjalin
interaksi sosial merupakan kunci mempertahankan status sosialnya berdasarkan
kemampuannya bersosialisasi. Pokok-pokok sosial exchange theory antara lain :
1) Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang berupaya mencapai tujuan masing-masing.
2) Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya dan waktu.
3) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang aktor mengeluarkan biaya.
b. Teori aktivitas atau kegiatan
1) Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini
menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikut-
ikutan seta dalam kegiatan sosial.
2) Lanjut usia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan aktivitas dan
mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin.
3) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup lanjut usia.
4) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia
pertengahan sampai lanjut usia.
c. Teori kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini menyatakan
bahwa perubahan yang terjadi pada seorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe
personalitas yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam
siklus kehidupan lanjut usia. Dengan demikian, pengalaman hidup seseorang pada suatu
saat merupakan gambarannya kelak pada ia menjadi lanjut usia. Hal ini dapat dilihat dari
gaya hidup, perilaku dan harapan seseorang ternyata tidak berubah, walaupun ia telah
lanjut usia.
d. Teori pembebasan / penarikan diri (Disengagement Theory)
Teori ini membahas putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan
kemunduran individu dengan individu lainnya.Teori ini pertama diajukan oleh Cumming
dan Henry (1961). Teori ini menyatakan bahwa dnegan bertambahnya lanjut usia, apalagi
ditambah dengan adanya kemiskinan, lanjut usia secara berangsur-angsur mulai
melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri pergaulan sekitarnya.
Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas
maupun kuantitas sehingga sering lanjut usia mengalami kehilangan ganda (triple loss) :
1) Kehilangan peran (loss of role)
2) Hambatan kontak sosial (restriction of contact and relationship)
3) Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores and values)

4. Perubahan Akibat Proses Menua


a. Perubahan fisik dan fungsi
1. Sel
Jumlah sel menurun/lebih sedikit, ukuran sel lebih besar, jumlah cairan tubuh dan cairan
intraselular berkurang, proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati menurun,
jumlah sel otak menurun, mekanisme perbaikan sel terganggu, otak menjadi atrofi,
beratnya berkurang 5-10%, lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar.
2. Sistem persarafan
Menurun hubungan pernafasan, berat otak menurun 10-20% (sel saraf otak setiap orang
berkurang setiap harinya), respons dan waktu untuk bereaksi lambat, khususnya terhadap
stres, saraf panca-indra mengecil, penglihatan berkurang, pendengaran menghilang, saraf
penciuman dan perasamengecil, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dan rendahnya
ketahanan terhadap dingin, kurang sensitif terhadap sentuhan, defisit memori.
3. Sistem pendengaran
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada yang
tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65
tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis, terjadi pengumpulan
serumen, dapat mengeras karena meningkatnya keratin, fungsi pendengaran semakin
menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan/stres.
4. Sistem penglihatan
Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa)menjadi katarak, meningkatnya ambang,
pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam
gelap, lapang pandang menurun, luas pandangan berkurang.
5. Sistem kardiovaskular
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun, kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah, kurang
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi perubahan posisidari tidur ke duduk
(duduk ke berdiri)bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65mmHg dan
tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer,
sistole normal ±170 mmHg, diastole normal ± 80 mmHg.
6. Sistem pengaturan temperatur tubuh
Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu termostat, yaitu
menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi beberapa faktor yang
mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain: Temperatur tubuh menurun,
keterbatasan reflek menggigildan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga
terjadi rendahnya aktifitas otot.
7. Sistem pernapasan
Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat,
kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas turun, kemampuan batuk
menurun (menurunnya aktifitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO2 arteri
tidak berganti, kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot pernapasan menurun
seiring pertambahan usia.
8. Sistem pencernaan
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esophagusmelebar, rasa lapar menurun, asam
lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul
konstipasi, fungsi absorbsi menurun, hati semakin mengecil dan tempat penyimpanan
menurun, aliran darah berkurang.
9. Sistem genitourinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200 mg,
frekuensi buang air seni meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, frekuensi
hubungan seksual cenderung menurun secara bertahap setiap tahun, tetapi kapasitas
untuk melakukan dan menikmatinya berjalan terus sampai tua.
10. Sistem Reproduksi
Pada wanita terjadi kontraktur dan mengecil pada vagina, ovari menciut, uterus, payudara
dan vulva mengalami atrofi, selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus,
sekresi berkurang. Pada pria testis dapat memproduksi spermatozoa, meskipun ada
penurunan secara berangsur angsur. Dorongan seksual menetap sampai usia diatas 70
tahun, asal kondisi kesehatannya baik.
11. Sistem Endokrin
Produksi hampir semua hormon menurunmisalnya: estrogen, progesterone, dan
testoteron.
12. Sistem Integumen
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi dan
kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan
vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan
fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.
13. Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan tulang,
persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi
serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.

b. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:
a. Perubahan fisik.
b. Kesehatan umum.
c. Tingkat pendidikan.
d. Hereditas.
e. Lingkungan.
f. Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya kekakuan sikap.
g. Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.
h. Kenangan lama tidak berubah.
i. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya
penampilan, persepsi, dan ketrampilan, psikomotor terjadi perubahan pada daya
membayangkan karena tekanan dari faktor waktu.
j. Perubahan Psikososial
k. Kehilangan financial (pendapatan berkurang).
l. kehilangan status, teman atau relasi.
m. Kehilangan pekerjaan/kegiatan.
n. Sadar akan datangnya kematian.
o. Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.
p. Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.
q. Penyakit kronis.
r. Kesepian, pengasingan dari lingkungan social.
s. Gangguan syaraf panca indra.
t. Gizi.
u. Kehilangan teman dan keluarga.
v. Berkurangnya kekuatan fisik (Nugroho, 2008)
5. Tipe Lanjut Usia

1. Tipe arif bijaksana

Lanjut usia ini kaya dengan hikmah, pengalaman, penyesuaikan diri dengan perubahan
zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi
undangan dan menjadi panutan.

2. Tipe mandiri

Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan baru, selektif dan
mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi undangan.

3. Tipe tidak puas

Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses penuaan yang
menyebabkan kehilangan kecantikab, kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan,
status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani
dan pengkritik.

4. Tipe pasrah

Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis
(habis gelap datang terang), mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja
dilakukan.

5. Tipe bingung

Lanjut usia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder,
menyesal, pasif dan acuh tak acuh.

( Nasrullah, 2016)
2.2 Katarak
2.1.1 Defenisi
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya (Ilyas, 2008).Katarak
adalah kekeruhan lensa mata atau kapsul lensa yang mengubah gambaran yang di proyeksikan
pada retina.Katarak merupakan penyebab umum kehilangan pandangan secara bertahap
(Istiqomah, 2003).
Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa
didalam kapsul lensa. Umumnya terjadi akibat proses penuaan yang terjadi pada semua orang
yang berusia lebih dari 65 tahun. (Muttaqin, 2008).

2.1.2 Anatomi Fisiologi


Bola mata merupakan organ sferis dengan diameter kurang lebih 2,5 cm, yang terletak
pada bagian anterior orbit. Bola mata terdiri dari beberapa lapisan. Kuat dan tidak elastic yang
menyususn sclera ini akan mempertahankan bentuk bola mata dan memberikan proteksi terhadap
bangunan - bangunan halus dibawahnya.
Didalam mata ada 3 lapisan yaitu :
1. Lapisan luar, yang terdiri dari :
- Sclera
- Kornea
2. Lapisan tengah, yang terdiri dari :
- Koroid
- Badan (korpus) siliare
- Iris
3. Lapisan dalam, yang terdiri dari :
- Retina
- Fundus optic ,Lensa dan Badan vitreus
Pada mata terdapat 7 otot volunter dari orbit, 6 diantaranya adapat memutar bola mata
pada beberapa perintah dan mengkoordinasi pergerakan mata.Pergerakan mata yang
terkoordinasi dan visus yang adekuat diperlukan untuk smemungkinkan fovea sentralis pada
masing - masing mata untuk menerima gambaran pada waktu yang sama.gambaran berfokus dari
fovea masing - masing mata, ditranmisikan ke area optic darikorteks serebri, tempat otak
menginterpretasikan dua gambaran sebagai suatu gambaran (Istiqomah, 2003).

2.1.3 Etiologi Katarak


Katarak disebabkan oleh berbagai faktor seperti :
1. Fisik
2. Kimia
3. Penyakit predisposisi
4. Genetik dan gangguan perkembangan
5. Infeksi virus di masa pertumbuhan janin
6. Usia
(Tamsuri, 2008)
2.1.4 Klasifikasi Katarak
Berdasarkan pada usia, katarak dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Katarak congenital, katarak yang sudah terlihatpada usia kurang dari 1 tahun.
2. Katarak juvenile, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun.
3. Katarak senile, katarak setelah usia 50 tahun
Berdasarkan penyebabnya, katarak dapat dibedakan menjadi :
1. Katarak traumatika
Katarak terjadi akibat rudapaksa atau trauma baik karena trauma tumpul maupun
tajam.Rudapaksa ini dapat mengakibatkan katarak pada satu mata (katarak monokular).
Penyebab katarak ini antara lain karena radiasi sinar - X, Radioaktif, dan benda asing.
2. Katarak toksika
Merupakan katarak yang terjadi akibat adanya pajanan dengan bahan kimia
tertentu.Selain itu, katarak ini juga dapat terjadi karena penggunaan obat seperti
kortikosteroid dan chlorpromazine.
3. Katarak komplikata
Katarak terjadi akibat adanya pajanan dengan bahan kimia tertentu. Selai itu, katarak
ini juga dapat terjadi karena penggunaan obat seperti diabetes mellitus,
hipoparatiroidisme, atau akibat kelainan local seperti uveitis, glaucoma, dan miopia
atau proses degenerasi pada satu mata lainnya.
Berdarakan stadium, katarak senile dapat dibedakan menjadi :
1. Katarak insipient
Merupakan stadium awal katarak yaitu kekeruhan lensa masih berbentuk bercak –
bercak kekeruhan yang tidak teratur.
2. Katarak imatur
Lensa mulai menyerap cairan sehingga lensa agak cembung, menyebabkan terjadinya
myopia, dan iris terdorong kedepan serta bilik mata depan menjadi dangkal.
3. Katarak matur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa. Pada stadium ini, terjadi kekeruhan lensa.
4. Katarak hipermatur
Pada stadium ini, terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks lensa dapat mencair
sehingga nucleus lensa tenggelam di dalam korteks lensa (Tamsuri, 2008).
2.1.5 Manifestasi Klinis Katarak
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif.Biasanya pasien mengalami
penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai derajat tertentu
yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan. Temuan objektif biasanya meliputi
pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan
oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan
kabur atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat
di malam hari. Pupil yang normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu - abu atau putih.
Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun - tahun, dan ketika katarak sudah sangat
memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan mampu memperbaiki penglihatan
(Suddarth, 2001).
2.1.6 Komplikasi
Adapun komplikasi yang umumnya terjadi pada pasien yang mengalami penyakit
katarak adalah sebagai berikut :
1. Uveitis, terjadi karena masa lensa merupakan benda asing untuk jaringan uvea,
sehingga menimbulkan reaksi radang / alergi.
2. Glaukoma, terjadi karena masa lensa menyumbat sudut bilik mata sehingga
mengganggu aliran cairan bilik mata depan (Istiqomah, 2003).
2.1.8. Pemeriksaan Diagnostik
1. Uji mata
2. Keratometri
3. Pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopis
4. A-scan ultrasound (echography)
5. Dan hitung sel endotel yang sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila
dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan (Suddarth, 2001).
Darah putih: dibawah 10.000 normal
2.1.9.Penatalaksanaan
Tak ada terapi obat untuk katarak, dan tak dapat diambil dengan pembedahan
laser.Namun, masih terus dilakukan penelitian mengenai kemajuan prosedur laser baru yang
dapat digunakan untuk mencairkan lensa sebelum dilakukan pengisapan keluar melalui kanula.
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ketitik
dimana pasien melakukan aktivitas hidup sehari - hari, maka penanganan biasanya
konservatif.Penting dikaji efek katarak terhadap kehidupan sehari - hari pasien. Mengkaji derajat
gangguan fungsi sehari - hari, aktivitas, kemampuan bekerja, ambulasi, dan lain - lain, sangat
penting untuk menentukan terapi mana yang paling cocok bagi masing - masing penderita.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk
bekerja ataupun keamanan.Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik
yang dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi.Pembedahan katarak adalah pembedahan
yang paling sering dilakukan pada orang berusia lebih dari 65 tahun keatas.Kebanyakan operasi
dilakukan dengan anastesia local (retrobulbar atau peribulbar, yang dapat mengimobilisasi
mata).Obat penghilang cemas dapat diberikan untuk mengatasi perasaan klaustrofobia
sehubungan dengan draping bedah.
Ada dua macam teknik pembedahan tersedia untuk pengangkatan katarak : ekstraksi
intrakapsuler dan ekstrakapsuler. Indikasi intervensi bedah adalah hilangnya penglihatan yang
mempengaruhi aktivitas normal pasien atau katarak yang menyebabkan glaukoma atau
mempengaruhi diagnosis dan terapi gangguan okuler lain, seperti retinopati diabetika (Suddarth,
2001).
BAB III

FOKUS PENNGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan

Tanggal pengkajian :
a) Data Biologis
Nama, TTL, pendidikan, agama, status perkawinan, TB/BB, penampilan (apakah lansia
masih mampu dalam menggunakan pakaian, mandi dsb), citra tubuh, alamat, orang
terdekat yang dapat dihubungi, hubungan dengan usila, alamat.
b) Riwayat Keluarga
- Genogram
Berisikan genogram keluarga dan klien disertai keterangan.
c) Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan sebelum sakit dan saat dirasakan keluhan.
d) Riwayat Lingkungan Hidup
Riwayat klien tinggal dengan keluarga dahulu dan sekarang, keadaan rumah yang
dihuni saat ini.
e) Riwayat Rekreasi
Pada saat sekarangklien rekreasi mengisi waktu dengan apa?
f) Sistem Pendukung
Bagaimana sistem pendukung kesehatan saat klien sakit, apakah ada kunjungan dari
petugas kesehatan dan bagaimana perawatannya saat klien sakit.
g) Diskripsi Kekhususan
Kebiasaan klien melaksanakan sholat 5 waktu dan mendengarkan ceramah agama.
h) Status Kesehatan
Status kesehatan klien sebelumnya, dan saat ini.Perasaan yang timbul ketika sakit.
- Keluhan utama yang dirasakan :
Apa yang dirasakan saat ini, provocative/ palliative, Quality/ Quantity, Region,
Timing (serangan timbul saat pagi, siang, atau malam).
- Pemahaman dan penatalaksanaan masalah kesehatan
Berapa lama klien menderita gastritis, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan
klien untuk menanggulangi penyakitnya.
- Penyakit yang pernah diderita
Riwayat penyakit yang pernah diderita klien sebelum menderita penyakit saat ini.
i) Aktivitas Hidup Sehari-hari
- Indeks Katz
Klien mempunyai indeks kemandirian dengan skor apa, jika klien mandiri
dalam melakukan makan, BAB, BAK, mandi, berpakaian, mencuci pakaian dan
dapat berpindah dari satu tempat ketempat lain maka skor yang didapatkan adalah
A.
- Oksigenasi
Klien bernapas dengan bebas ataukah dengan alat bantu napas.
- Cairan dan Elektrolit
Turgor kulit jelek, hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti diet.
- Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot parastesia, dan
gangguan penglihatan.
- Nutrisi
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
- Aktivitas
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
- Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
- Istirahat Tidur
Bagaimana pola istirahat tidurnya apakah terganggu karena sering BAK.
- Personal hygiene
Bagaimana kebersihan klien, mandi berapa kali dalam sehari.
- Seksual
Apakah klien masih memikirkan kebutuhan seksualnya ataukah tidak karena
merasa sudah tua.
- Psikologi
Persepi klien : bagaimana perasaan klien tentang keadaan yang semakin tua dan
perasaan mengenai penyakitnya.
Konsep diri : bagaimana konsep dirinya tentang penuaan
Emosi : keadaan emosi klien stabil/ tidak
Adaptasi : apakah klien mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
Mekanisme pertahanan diri : bagaimana jika klien sakit apa yang segera
dilakukan, apakah langsung memanggil petugas kesehatan atau langsung dibawa
ke pelayanan kesehatan.

j) Tinjauan Sistem
- Kesehatan umum : bagaimana kondisi
- Tingkat kesadaran : komposmentis, derilium, somnolen, spoor, semicoma,
coma.
- Skala Coma Glasgow : 15-14 (komposmentis), 13-12 (apatis), 11-10 (derilium),
9-7 (somnolen), 6-4 (stupor), 3 (koma).
- Tanda-tanda vital : nadi, suhu, RR, TD
- Kepala : Inspeksi : Rambut hitam, coklat, pirang, berbau. Palpasi :
Mudah rontok, kulit kepala kotor, berbau secara umum menunjukkan tingkat hygiene
seseorang.
- Mata, telinga, hidung : mata; apakah masih dapat melihat dengan jarak
dekat/jauh, telinga; ada gangguan pendengaran, hidung; dapat membedakan bau basi
atau tidak.
- Leher : adakah bendungan vena jugularis, pembesaran kelenjar
gondok.
- Dada dan punggung :
a) Inspeksi : dada simetris kanan/kiri, pernafasan menggunakan otot
dada/perut/diafragma, punggung apakah bungkuk/tidak
b) Palpasi : denyut jantung teraba
c) Auskultasi : adakah suara ronki, wheezing.
d) Perkusi : didapatkan suara sonor
- Abdomen dan pinggang :
a) Inspeksi : adakah bekas luka operasi, adakah distensi abdomen.
b) Auskultasi : bising usus terdengar/tidak
c) Perkusi : sonor
d) Palpasi : adakah nyeri tekan dan pembesaran hepar/tidak, adakah nyeri
tekan.
e) Pinggang : dapat digerakkan dengan bebas atau terbatas.
- Ekstermitas atas dan bawah
Bentuk ekstermitas antara kanan dan kiri simetris atau tidak, dapat digunakan secara
bebas atau terbatas, tonus otot kuat/lemah.
- Sistem imun
Apakah klien masih dapat imunisasi
- Sistem reproduksi
Klien menikah berapa kali dan mempunyai anak berapa , apakah mempunyai keluhan
penyakit pada system reproduksi.
- Sistem persyarafan
Sentuhan dan perabaan kulit normal/tidak, sentuhan benda tumpul dan tajam masihkan
dapat membedakan.
- Sistem pengecapan
Dapatkah klien merasakan dan membedakan rasa asin, pahit, manis, asam, pedas.
- System penciuman
Apakah klien dapat membedakan bau harum, bau busuk.
- Taktil respon
- Apakah klien masih dapat merespon dengan cepat ketika dicubit.
e) Status Kognitif/Afektif/Sosial
Dengan menggunakan skore Portable Mental Status Questionaire (SPMSQ)

Skore No Pertanyaan Jawaban


+ -
1 Tanggal berapa hari ini

2 Hari apa sekarang ?

3 Apa nama Tempat ini ?

4 Berapa nomor telepon anda ?


Dimana Alamat anda ?
( tanyakan bila tidak memiliki telepon )

5 Berapa umur anda ?

6 Kapan anda lahir ?

7 Siapa Presiden Indonesia sekarang ?

8 Siapa Presiden sebelumnya ?

9 Siapa nama ibu anda ?


10 Berapa 20 dikurangi 3 ? (Begitu
seterusnya sampai bilangan terkecil)

Ketengan :
1. Kesalahan 0 -2 :Fungsi Inteletual Utuh
2. Kesalahan 3-4 : Kerusakan Inteletual Ringan
3. Kesalahan 5-7 : Kerusakan Inteletual Sedang
4. Kesalahan 8-10 : Kerusakan Intelektual Berat
3.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia ( status
kesehatan dan resiko perubahan sosial) dari individu atau kelompok. Dimana perawat secara
kontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberi intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan , menurunkan,membatasi, mencegah dan merubah (Nursalam, 2001)
Menurut Doenges Marylin diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien dengan
penyakit katarak adalah:
1. Risiko tinggi terhadap cedera b/d peningkatan TIO, perdarahan intraokuler, kehilangan
vitreous.
2. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d prosedur invasif (bedah pengangkatan katarak).
3. Gangguan sensori-perseptual : penglihatan b/d gangguan penerimaan sensori/status
organ indra, lingkungan secara terapeutik dibatasi d/d menurunnya ketajaman,
gangguan penglihatan, perubahan respons biasanya terhadap rangsang.s
4. Kurang pengetahuan (Kebutuhan Belajar) tentang kondisi, prognosis, pengobatan b/d
tidak mengenal sumber informasi , salah interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.

3.2.3. Perencanaan
Perencanaan adalah meliputi perkembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi
atau mengoreksi masalah-masalah yang diindetifikasi pada diagnosa keperawatan. Tahap ini
dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana
dokumentasi(Nursalam,2001).
Menurut Doengoes Intervensi yang dilakukan pada pasien katarak adalah:
Diagnosa Keperawatan 1
Intervensi:
Mandiri:
 Diskusi apa yang terjadi pada pascaoperasi tentang nyeri, pembatasan aktivitas,
penampilan, balutan mata.
 Beri pasien posis bersandar, kepala tinggi, atau mirng ke sisi yang tak sakit sesuai
keinginan.
 Batasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata , membongkok.
 Ambulasi dengan bantuan; berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari anestesi.
 Dorong nafas dalam, batuk untuk bersihan paru.
 Anjurkan menggunakan teknik manajemen stres contoh, bimbingan imajinasi,
visualisasi, nafas dalam dan latihan relaksasi.
 Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi.
 Minta pasien untuk membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri mata tajam tiba-
tiba. Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan. Observasi hifema (perdarahan
pada mata) pada mata dengan senter sesuai indikasi.
 Observasi pembengkakan luka, bilik anterior kempes, pupil berbentuk buah pir.
Kolaborasi:
 Berikan obat sesuai indikasi:
 Antiemetik, contoh proklorperazin (Compazine)
 Beri obat sesuai indikasi: Asetazolamin (Diamox).
 Sikloplegis.
 Analgesik, contoh Empirin dengan kodein, asetaminofen (Tyenol).
Diagnosa Keperawatan 2
Intervensi
Mandiri:
 Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata.
 Gunakan /tunjukan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam keluar
dengan tisu basah/ bola kapas untuk tiap usap, ganti balutan , dan masukan lensa kontak
bila menggunakan.
 Tekankan pentingnya tidak menyentuh /menggaruk mata yang dioperasi.
 Observasi /diskusikan tanda terjadinya infeksi contoh kemerahan , kelopak bengkak ,
drainase purulen. Indentifikasi tindakan kewaspadaan bila terjadi ISK.
Kolaborasi:
 Beri obat sesuai indikasi:
 Antibiotik (topikal , parenteral, atau subkonjungtival).
 Streoid.
Diagnosa Keperawatan 3
Intervensi
Mandiri
 Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau keduanya terlibat.
 Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain diareanya.
 Observasi tanda-tanda dan gejala –gajala disorientasi ; pertahankan pagar tempat tidur
sampai benar-benar sembuh dari anestesia.
 Pendengkatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dan menyentuh sering; dorong orang
terdekat tinggal dengan pasien.
 Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi
bila menggunakan tetes mata.
 Ingatkan pasien bila menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar
kurang lebih 25%, penglihatan perifer hilang , dan buta titik mungkin ada.
 Letakkan barang yang dibutuhkan /posisi bel pemanggil dalam jangkauan pada sisi yang
tak dioperasi.
Diagnosa Keperawatan 4
Intervensi
Mandiri:
 Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis tipe prosedur/lensa.
 Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin, beritahu untuk melaporkan penglihatan
berawan.
 Informasikan pasien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas.
 Diskusikan kemungkinan efek/ interaksi antara obat mata dan masalah medis pasien,
contoh peningkatan hipertensi,PPOM, diabetes. Ajarkan metode yang tepat
memasukkan obat tetes untuk meminimalkan efek sistemik.
 Anjurkan pasien menghindari membaca, berkedip; mengangkat berat, mengejan saat
defekasi, membongkok pada panggul, meniup hidung; penggunaan sprei, bedak bubuk,
merokok (sendiri/orang lain).
 Dorong aktivitas pengalih seperti mendengar radio, berbincang-bincang, menonton
televisi.
 Anjurkan pasien memeriksa ke dokter tentang aktivitas seksual.
 Tekankan kebutuhan untuk menggunakan kaca pelindung selama hari pembedahan /
penutup pada malam.
 Anjurkan pasien tidur telentang, mengatur intensitas lampu dan menggunakan kacamata
gelap bila keluar / dalam ruangan terang, keramas dengan kepala belakang (bukan
kedepan), batuk dengan mulut/mata terbuk.
 Anjurkan mengatur posisi pintu sehingga mereka terbuka atau tertutup penuh; pindahkan
perabot dari lalu lalang jalan.
 Dorong pemasukan cairan adekuat, makan berserat/kasar; gunakan pelunak feses yanbg
dijual bebas, bila diindikasikan.
 Identifikasi tanda/ gejala memerlukan upaya evaluasi medis, contoh nyeri tajam tiba-
tiba, penurunan penglihatan , kelopak bengkak, drainase purulen, kemerahan, mata
berair, fotofobia.
Rasional
Diagnosa keperawatan 1
 Membantu mengurangi rasa takut dan meningkatkankerja sama dalam pembatasan yang
diperlukan.
 Istirahat hanya beberapa menit sampai beberapa jam pada bedah rawat jalan atau
menginap semalam bila terjadi komplikasi. Menurunkan tekanan pada mata yang sakit,
meminimalkan resiko perdarahan atau stres pada jahitan terbuka.
 Menurunkan stres pada area operasi/menurunkan TIO
 Memerlukan sedikit regangan daripada penggunaan pispot, yang dapat meningkatkan
TIO.
 Meningkatkan relaksasi dan koping, menurunkan TIO.
 Digunakan untuk melindungi dari cedera kecelakaan dan menurunkan gerakan mata.
 Ketidak nyamanan mungkin karena prosedur pembedahan; nyeri akut menunjukkan TIO
ddan/atau perdarahan, terjadi karena regangan atau tak diketahui penyebabnya (jaringan
sembuh banyak vaskularisasi, dan kapiler sangat rentan).
 Menunjukkan proplaps iris atau ruptur luka disebabkan oleh kerusakan jahitan atau
tekanan mata.
 Mual/muntah dapat meningkatkan TIO, memerlukan tindakan segera untuk mencegah
cedera okuler.
 Diberikan untuk menurunkan TIO bila terjadi peningkatan. Membatasi kerja enzim pada
produksi akueus humor.
 Diberikan untuk melumpuhkan otot siliar untuk dilatasi dan istirahat iris setelah
pembedahan bila lensa tidak terganggu.
 Digunakan untuk ketidaknyamanan ringan, meningkatkan istirahat/ mencegah gelisah,
yang dapat mempengaruhi TIO.
Diagnosa Keperawatran 2
 Menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah kontaminasi area operasi.
 Teknik aseptik menurunkan resiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang.
 Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.
 Infeksi mata terjadi 2-3 hari setelah prosedur dan memerlukan upaya intervensi. Adanya
ISK meningkatkan kontaminasi silang.
 Sediakan topikal diguna setelah profilaksis, dimana terapi lebih agresif diperlukan bila
terjadi infeksi.catatan: Steriod mungkin ditambahkan pada antibiotik topikal bila pasien
mengalami implantasi IOL.
 Digunakan untuk menurunkan inflamasi.
Diagnosa Keperawatan 3
 Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihatan
terjadi lambat dan progresif. Bila bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada laju yang
berbeda. Tetapi biasanya hanya saja satu mata diperbaiki per prosedur.
 Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan. Menurunkan cemas dan
disorientasi pascaoperasi.
 Terbangun dalam lingkungan yang tidak dikenal dan mengalami keterbataasan
penglihatan dapat mengakibatkan bingung pada orang tua. Menurunkan resiko jatuh bila
pasien bingung/ tak kenal ukuran tempat tidur.
 Memberi rangsang sensori tepat terhadap isolasi dan menurunkan bingung.
 Gangguan penglihatan/ iritasi dapat berakhir 1-2 jam setelah tetesan mata tetapi secara
bertahap menurun dengan penggunaan.catatan: iritasi lokal harus dilaporkan ke dokter,
tetapi jangan hentikan penggunaan obat sementara.
 Perubahan ketajaman dan kedalaman persepsi dapat menyebabkan bingung, penglihatan/
meningkatkan risiko cedera sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.
 Memungkinkan pasien melihat objek lebih mudah dan memudahkan panggilan untuk
pertolongan bila diperlukan.
Diagnosa Keperawatan 4
 Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dengan program pascaoperasi.
 Pengawasan periodik menurunkan risiko komplikasi serius. Pada beberapa pasien kapsul
posterior dapat menebal atau menjadi berkabut dalam 2 minggu sampai beberapa tahun
pascaoperasi, memerlukan terapi laser untuk memperbaiki defisit penglihatan.
 Dapat bereaksi silang/campur dengan obat yang diberikan.
 Penggunaan obat mata topiukal, contoh agen simpatomimetik , penyekat beta ,dan agen
antikolinergik dapat menyebabkan TD meningkat pada pasien hipertensi;pencetus
dispenea pada pasien PPOM; gejala krisis hipoglikemik pada diabetes tergantung pada
insulin. Tindakan benar dapat membatasi absorpsi dalam sirkulasi sistemik,
meminimalkan masalah seperti interaksi obat dan efek sistemik tak diinginkan.
 Aktivitas yang menyebabkan mata lelah /regang, manuver Valsava ,atau meningkatkan
TIO dapat mempengaruhi hasil bedah dan mencetus pendarahan. Catatan: Iritasi
pernapasan yang menyebabkan batuk/bersin dapat meningkatkan TIO.
 Memberikan masukan sensori, mempertahankan rasa normalitas, melalui waktu lebih
mudah bila tak mampu menggunakan penglihatan secara penuh. Catatan:menonton
televisi frekuensi sedang menuntut sedikit gerakan mata dan sedikit menimbulkan stres
dibanding membaca.
 Dapat meningkatkan TIO, menyebabkan cedera kecelakaan pada mata.
 Mencegah cedera kecelakaan pada mata dan menurunkan risiko peningkatan TIO
sehubungan dengan berkedip atau posisi kepala.
 Mencegah cedera kecelakaan pada mata.
 Menurunkan penglihatan perifer atau gangguan kedalaman persepsi dapat menyebabkan
pasien jalan kedalam pintu yang terbuka sebagian atau menabrak perabot.
 Mempertahankan konsistensi feses untuk menghindari mengejan.
 Intervensi dini dapat mencegah terjadinya komplikasi serius, kemungkinan kehilangan
penglihatan.
2.2.4 Implementasi
Implemenetasi adalah tahap pelaksanaan terhadap encana tindakan yang telah ditetapkan
untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana tindakan setealha
dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknik
yang dilakukan dengan cermat dan efisien pda situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan
keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi dilakukan dokumentasi yang
meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien (Bararah & Jauhar,
2013).
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai (Nursalam, 2001).
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.EGC : Jakarta


Doengoes A Marylin, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC ; Jakarta
Ilyas, 2008.Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. FKUI, Jakarta
Istiqomah, 2003.Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. EGC : Jakarta
Muttaqin, 2009.Asuhan Keperawatan Perioperatif Konsep, Proses, dan Aplikasi. Salemba
Medika ; Jakarta
Nursalam, 2001.Proses & Dokumentasi Keperawatan . Salemba Medika : Jakarta
Tamsuri, 2008.Klien Gangguan Mata & Penglihatan Keperawatan Medikal Bedah.EGC :
Jakarta
http://www.suaramedia.com/kesehatan/penyakit-katarak-menyerang-anamuda.html
Brunner, A. Suddart. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, ed 8 vol.3. Jakarta : EGC

Mansjoer, A, Suprohaita & Setyowulan.2001. Kapita Selekta Kedokteran ed 3. Jakarta : Media


Aesculapius

Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Doengos. 2000.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Ratu, R. Ardian dan Made, Adwan G. 2013. Penyakit Hati,Lambung, Usus,dan Ambeien.
Yogyakarta : Nuha Medika

Azhar, Tauhid Nur & Trim, Bambang. 2007. Jangan Ke Dokter Lagi! Rahasia Sistem Imun
&Kiat Menghalau Penyakit “Edisi II”. Bandung : MQ Gress

Saturah dan Lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal.
Jakarta : TIM

Ode, Syarif La. 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik Berdasarkan Nanda, NIC, dan
NOCDilengkapi Teori dan Contoh Kasus Askep.Yogyakarta : Nuha Medika

Nasrullah, Dede. 2016. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Jilid 1 Dengan Pendekatan
AsuhanKeperawatan NANDA, NIC dan NOC. Jakarta : TIM

Anda mungkin juga menyukai