Anda di halaman 1dari 27

I.

DEFINISI
Tuberkulosis sebagai suatu infeksi akibat Mycrobacterium Tuberculosis
yang dapat menyerang berbagai organ terutama paru-paru dengan gejala yang
sangat bervariasi (Junaidi 2010).
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkin
paru-paru dan disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculoosis (Somantri,
2009).
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium Tuberculosa, bakteri ini berbentuk batang dan bersifat asam
sehingga dikenal juga sebagai batang tahan asam (BTA). (Mudzakir, 2009).
Tuberkulosis merupakan contoh lain infeksi aluran nafas bawah. Penyakit
ini disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis, yang
biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu
individu ke individu lainnya, dan membentuk kolonisasi di bronkiolus atau
alveolus. (Elizabeth, 2009).
Tuberkulosis adalah infeksi oleh Mycobakterium Tuberculosis yang bias
menimbulkan efek lokal dibagian tubuh manapun atau efek sistemik infeksi
kronis. (Jonathan, 2007).
Tuberkulosis merupakan infeksi jaringan paru-paru oleh bakteri
Mycobakterium Tuberculosa. Bakteri ini ditularkan bersama udara inspirasi
kemudian merusak jaringan paru-paru sehingga paru-paru menjadi berongga
dan ter bentuk jaringan ikat di paru-paru. (Irianto, 2004).
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobakterium Tuberculosa dan dapat menyerang semua alat tubuh.
(Laksman, 2003).
Tuberkulosis paru merupakan infeksi pada saluran pernapasan, basil
Mycobacterium Tuberculosa masuk kedalam jaringan paru melalui saluran
pernapasan sampai alveoli dan terjadilah infeksi primer. (Asril, 2001)

II. ETIOLOGI
Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
basil Microbacterial tuberculosistipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk

1
batang dengan panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6 mm. Struktur kuman ini
terdiri atas lipid (lemak) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam,
serta dari berbagai gangguan kimia dan fisik. Kuman ini juga tahan berada
diudara kering dan keadaan dingin (misalnya didalam lemari es) karena
sifatnya yang Dormant, yaitu dapat bangkit kembali dan menjadi lebih aktif.
Selain itu kuman ini juga bersifat aerob.
Tuberkulosis paru merupakan infeksi pada saluran pernapasan yang vital.
Basil Mycobacterim masuk kedalam jaringan paru melalui saluran pernapasan
(droplet infection) sampai alveoli sampai terjadilah infeksi primer (Gbon).
Kemudian, di kelenjar getah bening terjadilah primer kompleks yang disebut
tuberculosis primer. Dalam sebagian besar kasus, bagian yang terinfeksi ini
dapat mengalami penyembuhan. Peradangan terjadi sebelum tubuh
mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil Mycobacterium pada usia 1-3
tahun. Sedangkan, post primer tuberculosis (reinfection) adalah peradangan
yang terjadi pada jaringan paru yang disebabkan oleh penularan ulang.

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung
karbon dioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh, penghisapan
udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.
Jadi di dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang di tarik
dari udara masuk ke dalam darah CO2 dikeluarkan dari darah secara osmosis .
seterusnya CO2 akan dikeluarkan melalui traktus respiratorus (jalan
pernapasan) dan masuk kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena
pulmonalis kemudian masuk ke sarambi kiri jantung (atrium sinistra) ke
aorta ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel-sel), disini terjadi oksidasi
(pembakaran) . sebagian ampas (sisanya) dari pembakaran adalah CO2 dan
zat ini dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke jantung (serambi
kanan / atrium dextra) ke bilik kanan (ventrikel dextra) dan dari sini keluar
melalui arteri pulmonalis ke jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan
menembus lapisan epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah

2
sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya
akan dikeluarkan melalui traktus urogenetalis dan kulit. Setelah udara dari
luar diproses, di dalam hidung masih terjadi perjalanan panjang menuju paru-
paru (sampai alveoli) pada laring terdapat epiglotis yang berguna untuk
menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan tidak masuk ke trakea,
sedangkan sewaktu bernapas epiglotis terbuka begitu seterusnya. Jika
makanan masuk ke dalam laring maka kita mendapat serangan batuk, untuk
mencoba mengeluarkan makanan tersebut dari laring.
Selain itu dibantu oleh adanya bulu-bulu getar silia yaitu untuk menyaring
debu-debu, kotoran dan benda asing. Adanya benda asing / kotoran tersebut
memberikan rangsangan kepada selaput lendir dan bulu-bulu getar sehingga
terjadi bersin, kadang terjadi batuk. akibatnya benda asing/kotoran tersebut
bisa dikeluarkan melalui hidung dan mulut. Dari kejadian tersebut diatas
udara yang masuk ke dalam alat-alat pernapasan benar-benar bersih.

a. Hidung
Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi).
didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu,
kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.

3
Bagian luar hidung terdiri dari kulit, lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan
tulang rawan, lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang
dinamakan karang hidung (konka nasalis) yang berjumlah tiga buah yaitu:
konka nasalis inferior, konka nasalis media dan konka nasalis superior.
Diantara konka ini terdapat tiga buah lekukan meatus yaitu meatus superior
(lekukan bagian atas), meatus medialis (lekukan bagian tengah) dan meatus
inferior ( lekukan bagian bawah). Meatus-meatus ini lah yang dilewati oleh
udara pernapasan, sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan
tekak, lubang ini disebut kona. dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang
rahang atas, ke atas rongga hidung berhubungan dengan beberapa rongga yang
di sebut sinus paranasalis, yaitu sinus maksilaris pada rongga rahang atas,
sinus frontalis pada rongga tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang
baji dan sinus etmoidalis pada rongga tulang tapis.
Pada sinus etmoidalis, keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menuju
konka nasalis. Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman sel tersebut
terutama terdapat di bagian atas. pada hidung di bagian mukosa terdapat
serabut saraf atau reseptor dari saraf penciuman (nerfus olfaktorius).
b. Faring
Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan
dan jalan makanan, terdapat di dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan
mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ
lain: ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang
yang bernama koana, kedepan berhubungan dengan rongga mulut tempat
hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat dua lubang, kedepan
lubang laring, ke belakang lubang esophagus.
Di bawah selaput lendir jaringa ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel
getah bening. Perkumpulan getah bening ini dinamakan adenoid.
Disebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari tekak. Di sebelah
belakang terdapat epiglotis yang berfungsi menutup laring pada waktu
menelan makanan.

4
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan
saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak di bagian depan
faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan
masuk ke dalam trakea di bawahnya. Pangkal
tenggorok itu dapat di tutup oleh sebuah empeng
tenggorok yang di sebut epiglotis yang terdiri
dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan
menutupi laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari laring yang di bentuk
oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk
seperti kuku kuda ( huruf C). Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang
berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak kea rah luar. panjang
trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jaringn ikat yang dilapisi
oleh otot polos.
sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk
bersama-sama dengan udara pernapasan. Yang meisahkan trakea menjadi
bronkus kanan dan kiri disebut karina.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorok merupakan lanjutan dari trakea, ada dua buah
yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai
struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus
itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru. Bronkus
kanan lebih pendek dan lebih besar
dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6 sampai 8
cincin, mempunyai 3 cabang bronkus kiri lebih
panjang dan lebih ramping dari yang kanan,
terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.
Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih

5
kecil disebut bronkiolus ( bronkioli). Pada bronkiolus tidak terdapat cincin
lagi, dan pada ujung bronkiolus terdapat gelembung paru / gelembung hawa
atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah bagian
tubuh yang sebagian besar teridiri dari
gelembung (gelembung hawa, alveoli).
gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel
epitel dan endotel. Jika dibentangkan
luas permukaanya lebih kurang 90 m2.
Pada lapisan ini terjadi pertukaran
udara, O2 masuk ke dalam darah dan
CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya
gelembung paru-paru ini kurang lebih
700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).
Paru-paru dibagi menjadi dua: Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus, lobus
puimo dektra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun
oleh lobules. paru-paru kiri, terdiri dari puimo sinistra lobus superior dan
lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama
segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada
lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan
mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segemen pada lobus superior, 2 buah
segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada segmen inferior. Tiap
– tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan – belahan yang bernama
lobules.
Diantara lobules yang satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat
yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dalam tiap-tiap lobules
terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobules bronkiolus bercabang-cabang
banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap – tiap duktus
alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2 – 0,3 mm.
Latak paru- paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga
dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-

6
paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru – paru
dibungkus oleh selaput yang disebut pleura. Pleura dibagi menajadi: Pleura
visceral yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru dan,
pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara
keuda pleura ini terdapat rongga (cavum) yang disebut cavum pleura. Pada
keadaan normal kavum plura ini vakum (hampa udara) sehingga paru-paru
dapat kembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat), yang
berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan
antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.
g. Pembuluh darah paru
Sirkulasi pulmonal berasal dari ventrikel kanan yang tebal dindingnya 1/3 dari
tebal ventrikel kiri. Perbedaan ini menyebabkan kekuatan kontraksi dan
tekanan yang ditimbulkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh kontraksi ventrikel kiri. Selain aliran melalui arteri
pulmonal ada darah yang langsung mengalir ke paru-paru dan aorta melalui
arteri bronkialis. Darah ini adalah darah yang kaya oksigen dibandingkan
dengan darah pulmonal yang relative kekurangan oksigen. Darah ini kembali
melalui vena pulmonalis ke atrium kiri. Arteri pulmonalis membawa darah
yang sedikit mengandung oksigen dari ventrikel kanan ke paru-paru.
Cabang-cabang nya menyentuh saluran-saluran bronchial, sampai ke alveoli
halus. Alveoli itu membelah dan membentuk jaringan kapiler, dan jaringn
kapiler itu menyentuh dinding alveoli (gelembung udara). Jadi darah dan
udara hanya dipisahkan oleh dinding kapiler. Dari epitel alveoli, akhirnya
kapiler menjadi satu sampai menjadi vena pulmonalis dan sejajar dengan
cabang tenggorok yang keluar melalui tampuk paru-paru ke serambi jantung
kiri (darah mengandung oksigen), sisa dari vena pulmonalis ditentukan dari
setiap paru-paru oleh vena bronkialis dan ada yang mencapai vena cava
inferior maka dengan demikian paru-paru mempunyai persediaan darah
ganda.
Kapasitas paru-paru merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung
udara di dalamnya, kapasitas paru-paru dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

7
a) Kapasitas total yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada
inspirasi sedalam-dalamnnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat
tergantung pada bebrapa hal: kondisi paru-paru, umur, sikap dan bentuk
seseorang.
b) Kapasitas vital yaitu, jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah
ekspirasi maksimal. Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat
menampung udara sebanyak kurang lebih 5 liter. Waktu ekspirasi, di
dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara pada waktu kita bernapas
bisasa. Udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm3 (2,5 liter).
Jumlah pernapasan dalam keadaan normal orang dewasa 16-18 kali/
menit. Dalam keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya
akibat dari suatu penyakit, pernapasan bisa bertambah cepat dan
sebaliknya.
h. Fisiologi pernapasan
Proses fisiologi pernapasan di mana oksigen dipindahkan dari udara ke
dalam jaringan-jaringan dan CO2 dikeluarkan ke udara (ekspirasi), dapat
dibagi menjadi dua tahapan (stadium), yaitu stadium pertama dan stadium
kedua.
a) Stadium pertama
Stadium pertama ditandai dengan fase ventilasi, yaitu masuknya campuran
gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru. Mekanisme ini dimungkinkan
karena ada selisih tekanan antara atmosfer dan alveolus, akibat kerja
mekanik dari otot-otot.
b) Stadium kedua
Transportasi pada fase ini terdiri dari beberapa aspek, yaitu :
1) Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi
eksternal) serta antara darah sistemik dan sel-sel jaringan.
2) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya
dengan distribusi udara dalam alveolus.
3) Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah respimi atau
respirasi internal merupakan stadium akhir dari respirasi, dimana
oksigen dioksida untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk

8
sebagai sampah dari proses metabolism sel dan dikeluarkan oleh
paru-paru.
4) Transportasi adalah tahap kedua dari proses pernapasan yang
mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus
kapirel yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 mm). kekuatan
mendorong untuk pemindahan ini diperoleh dari selisih tekanan
parsial antara darah dan fase gas.
5) Perfusi adalah pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan
kapiler paru-paru yang membutuhkan distribusi merata dari udara
dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler. Dengan
kata lain, ventilasi dan perfusi dari unit pulmonary yang sudah
sesuai dengan orang normal pada posisi tegak dan keadaan
istirahat, makan ventilasi dan perfusi hampir seimbang , kecuali
pada apeks paru-paru.

IV. TANDA DAN GEJALA


a. Sistematik : Malaise, anoreksia, berat badan menurun, dan
keluar keringat malam.
b. Akut : Demam tinggi, seperti flu dan menggigil.
c. Millier : Demam akut, sesak napas, dan sianosis (kulit
kuning)
d. Respiratorik : Batuk lama lebih dari dua minggu, sputum yang
mukoid atau mukopurulen, nyeri dada, batuk
darah, dan gejala lain. Bila ada tanda-tanda
penyebaran keorgan lain, seperti pleura, akan
terjadi nyeri pleura, sesak napas, atau gejala
meningeal (nyeri kepala, kaku kuduk, dan lain
sebagainya).

V. PATOFISIOLOGI & PATOFLOW


Pada waktu batuk/bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung Mycobacterium

9
tuberkulosis dapat menetap di udara bebas selama 1 – 2 jam. Orang dapat
terifeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernapasan. Setelah
Mycobacterium tuberkulosis masuk ke dalam saluran pernapasan, masuk ke
alveoli, tempat di mana mereka berkumpul dan mulai memperbanyak diri.
Basil secara sistemik melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh
lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru lainnya (lobus atas).
Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit
(neutrofil & makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit melisis basil dan
jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat
dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi
2 – 10 minggu setelah pemajanan.
Massa jaringan baru (granulomas), yang merupakan gumpalan basil yang
masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk
dinding protektif. Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian
sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel Ghon. Bahan (bakteri dan
makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat
mengalami kalsifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman,
tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif
karena gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun.
Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri
dorman. Dalam kasus ini, tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahan seperti
keju ke bronki. Bakteri menyebar di udara, mengakibatkan sebaran penyakit
lebih jauh. Tuberkel yang memecah menyembuh, membentuk jaringan parut.
Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya
bronkopneumonia lebih lanjut, pembentukan tuberkel dan selanjutnya.
Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat
mengarah ke bawah ke hilum paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang
berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama
ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti dengan periode aktivitas
yang diperbaharui. Hanya sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi
mengalami penyakit aktif (Brunner dan Suddarth, 2002).

10
PATOFLOW

Mycobacterium Tuberculosa

Udara

Sistem Pencernaan Luka Terbuka

Sistem Pernapasan
Saluran Eustachius Pembuluh Darah

Basil Besar Basil Kecil

Tertahan di Cilia Alveoli


Hidung dan Bronkus Respon Imun
Besar

Sistem Imun Sistem Imun


Baik Buruk

Batuk Batuk
Bakteri
Tetap Hidup
Bakteri Keluar
Resiko tinggi infeksi
Inflamasi
b/d kerusakan
Bakteri Bertambah jaringan
Banyak Terjadi Infeksi

Resiko tinggi Leukosit meningkat


penyebaran infeksi & terjadi pelepasan
b/d peningkatan Makrofag, Limfosit
bakteri dalam darah T, Limfosit B, dan
Fibroblast

Hipertermi b/d proses Resiko tinggi kekurangan


inflamasi Aktif cairan b/d hipertermi

11
Leukosit meningkat
& terjadi pelepasan Alveoli
Makrofag, Limfosit Mengalami Pneumonia Akut
T, Limfosit B, dan Konsolidasi
Fibroblast

Resiko tinggi Bakteri Bersarang


gangguan di Paru-Paru dan
Kekurangan O2 Membentuk
pertukaran gas b/d
penurunan Tuberkel
permukaan paru
Jaringan Nekrosis Kaseosa
(Dalam Bronkhi)

Sumber Produksi Sputum Pembuluh Darah Pecah

Bercak darah
Sesak

Ketidakefektifan Ansietas b/d


jalan napas b/d ancaman
produksi sputum Edema Trakeal kematian yang
berlebih dibayangkan

Anoreksia
Gangguan pola
napas b/d edema
Kematian
trakeal
Nutrisi Penurunan
kurang dari Berat Badan
kebutuhan
b/d
anoreksia Intoleransi aktifitas
Malaise
b/d malaise

Pusing

Resiko cidera b/d


ketidakseimbangan tubuh

12
VI. PENATALAKSANAAN MEDIS
Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberkulosis paru menjadi tiga
bagian, yaitu pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita.
1. Pencegahan Tuberkulosis Paru
a) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu
yang bergaul erat dengan penderita TB paru BTA positif.
b) Mass chest X-rey, yaitu pemeriksaan masaal terhadap
kelompok-kelompok populasi tertentu, misalnya karyawan
rumah sakit atau puskesmas atau balai pengobatan, penghuni
rumah tahanan, dan siswa-siswi pesantren.
c) Vaksinasi BCG; reaksi positif terjadi jika setelah mendapat
vaksinasi BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar
dalam waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan.
d) Kemoprokfilaksis, yaitu dengan menggunakan INH 5mg/kg
BB selama 6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau
mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.
e) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit
tuberkulosis kepada masyarakat di tingkat puskesmas
maupun rumah sakit oleh petugas pemerintah atau petugas
LSM.
2. Pengobatan Tuberkulosis Paru
Tujuan pengobatan pada penderita TB paru, selain untuk mengobati,
juga untuk mencegah kematian, kekambuhan, resistensi kuman
terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.

3. Penemuan Penderita
a) Penatalaksanaan terapi : asupan nutrisi adekuat/mencukupi.
b) Kemoterapi, yang mencakup pemberian :
 Isoniazid (INH) sebagai bakterisidial terhadap basil yang
tumbuh aktif. Obat ini diberikan selama 18-24 bulan dan
dengan dosisi 10-20 mg/kg berat badan/hari melalui oral.

13
 Kombinasi antar NH, rifampicin, dan pyrazinamid yang
diberikan selam 6 bulan.
 Obat tambahan, antara lain streptomycin (diberikan
intramuskuler) dan Ethambutol.
 Terapi kortikosteroid diberikan bersamaan dengan obat
anti-TB untuk mengurangi respon peradangan, misalnya
pada meningitis.
c) Pembedahan dilakukan jika kemoterapi tidak berhassil.
Tindakan ini dilakukan dengan mengangkat jaringan paru
yang rusak.
d) Pencegahan dilakukan dengan menghindari kontak langsung
dengan orang yang terinfeksi basil TB serta mempertahankan
asupan nutrisi yang memadai. Pemberian imunisasi BCG
juga diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap infeksi basil TB virulen.

VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. Pemeriksaan Rontgen Toraks
Pada hasil pemeriksaan rontgen toraks, sering didapatkan adanya suatu
lesi sebelum ditemukan gejala subjektif awal. Sebelum pemeriksaan
fisik, dokter juga menemukan suatu kelainan pada paru. Pemeriksaan
rontgen toraks ini sangat berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan,
di mana hal ini berantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri
tuberkel terhadap OAI (apakah sama baiknay dengan respon pasien?).
penyembuhan total sering kali terjadi dibeberapa area dan ini adalah
observasi yang dapat muncul pada sebuah proses penyembuhan yang
lengkap.
2. Pemeriksaan CT-Scan
Pemeriksaan CT-scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB
inaktif/stabil yang ditunjukan dengan adanya gambaran garis-garis
fibrotik ireguler, pita parenkimal, klasifikasi nodul dan adenopati,
perubahan kelengkungan berkas bronkhovaskuler, brinkhiektesis, serta

14
emfisema perisikatrisial. Pemeriksaan CT-scan sangat bermanfaat untuk
mendeteksi adanya pembentukan kavitas dan lebih dapat diandalkan dari
pada pemeriksaan rotgen toraks biasa.
3. Radiologis TB paru milier
TB milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara
masif/menyeluruh serta menyebabkan penyakit akut yang berat dan
sering disertai akibat fatal sebelum penggunaan OAT. Hasil pemeriksaan
rontgen toraks bergantung pada ukuran dan jumlah tuberkel milier. Pada
beberapa pasien TB milier, tidak ada lesi yang terlihat pada hasil rontgen
toraks, tetapi ada beberapa kasus dimana bentuk milier klasik
berkembang seiring dengan perjalanan penyakitnya.
4. Magnetic Resonance Imaging ( MRI )
Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT-Scan, tetapi dapat mengevalusai
proses-proses dekat apek paru, tulang belakang, perbatasan dada perut.
Sayatan dapat dibuat transversal, segital dan koronal.
5. Polymerase chain reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi
DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam
pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara
pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan
ketelitian dalam pelaksanaannya. Hasil pemeriksaan PCR dapat
membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut
dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar internasional.
Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada
yang menunjang ke arah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat
dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB. Pada pemeriksaan deteksi
M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari
paru maupun ekstraparu sesuai dengan organ yang terlibat.
6. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit TB diperoleh dengan pemeriksaan
mikrobiologi melalui isolasi biologi. Untuk membedakan spesies
mycobacterium yang satu dengan lainnya harus dilihat sifat koloni,

15
waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media, perbedaan
kepekaan terhadap OAT dan percobaan, serta perbedaan kepekaan kulit
terhadap berbagai jenis antigen Mycobacterium.
Bahan untuk pemeriksaan isolasi Mycobacterium TB adalah septum
pasien, urine, dan cairan kumba lambung. Selain itu, ada juga bahan-
bahan lain yang dapat digunakan, yaitu cairan serebrospinal (sum-sum
tulang belakang), cairan pleura, jaringan tubuh, feses, dan swab
tenggorokan. Pemeriksaan darah yang dapat menunjang diagnosis TB
paru, walaupun kurang sensitif, adalah pemeriksaan laju endap darah
(LED). Adanya immunoglobin, terutama IgG dan IgA (Loman,2001).
7. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-
kadang meragukan, hasilnya tidak sensitive dan tidak spesifik. Pada saat
tuberculosis baru mulai aktif akan didapatkan jumlah leukosit sedikit
meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih
di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit
mulai sembuh jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit
masih tinggi, laju endap darah mulai turun kearah normal lagi.
8. Sputum (BTA)
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan
3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan
5.000 kuman dalam 1 ml sputum.
9. Tes tuberculin/ tes mantoux
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakan
diagnosis tuberculosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya
dipakai tes mantoux yakini dengan menyuntikan 0,1 cc tuberculin P.P.D
(purified protein derivative). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U
dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U (first strength). Kadang-kadang bila
dengan 5 T.U masih memberikan hasil negative, berarti tuberculosis
dapat disingkirkan, umumnya tes mantoux dengan 5 T.U. Sudah cukup
berarti. Tes tuberculin hanya menyatakan apakah seorang individu
sedang atau pernah terserang Mycobacterium tuberculosis,

16
mycobacterium bovis. Tes mantoux ini dapat dibagi kedalam beberapa
kategori yaitu:
1) Indurasi 0-5 mm (diameternya) mantoux negative = golongan non
sensitivity.
2) Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade
sensitivity. Disini peran antibody normal masih menonjol.
3) Indurasi 10-15 mm: mantoux positif kuat = golongan
hypersensitivity disini peran antibody selular paling menonjol.
10. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1:
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi
respons humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.
Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan
antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.
b. ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah
uji serologi untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum.
Uji ICT merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen
spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis,
diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan
dalam bentuk 4 garis melintang pada membran
immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1
garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak
30 ml diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan
berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung
antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan
dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji
dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan
minimal satu dari empat garis antigen pada membran.
c. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh
manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM)

17
yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir
plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di
dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam
jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan
timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan
mudah
d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi
serologi yang terjadi. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan
serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak
variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.
e. Uji serologi yang baru / IgG TB
Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara
mendeteksi antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk
Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG berdasarkan antigen
mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa dan
kombinasi lainnya akan menberikan tingkat sensitiviti dan spesifisiti
yang dapat diterima untuk diagnosis. Di luar negeri, metode
imunodiagnosis ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis TB
ekstraparu, tetapi tidak cukup baik untuk diagnosis TB pada anak.
Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan
untuk diagnosis.

VIII. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Dini
a. Pleuritis,
b. Efusi pleura,
c. Empisema,
d. Laringitis dan
e. TB usus.
2. Komplikasi lanjut
a. Obstruksi jalan napas

18
b. Kor pulmonale
c. Amiloidosis
d. Karsinoma paru, dan
e. Sindrom gagal napas

IX. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital.Keadaan umum pada klien dengan TB
paru dapat dilakukan secara selintas padang dengan menilai keadaan fisik tiap
bagian tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara umum tentang kesadaran klien yang
terdiri atas compos mentis, apatis, samnolen, sopor, soporokoma, atau koma.
Seorang perawt perlu mempunyai pengalaman dan pengetahuan tentang konsep
anatomi fisiologi umum sehingga dengan cepat dapat menilai keadaan umum,
kesadaran dan pengukuran GCS bila kesadaran klien menurun yang memerlukan
kecepatan dan ketepatan penilaian.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru biasanya
didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat
apabila disertai sesak napas, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan
peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, dan tekanan darah biasanya
sesuai dengan adanya penyakit penyulit seperti hipertensi.

X. PENGKAJIAN PSIKO-SOSIO-SPIRITUAL
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkn
perawat untuk memperoleh presepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif,
dan perilaku klien. Perawat mengumpulkan data hasil pemeriksaan klien tentang
kapasitan fisik dan intelektual saat ini. Data ini penting untuk menentukan tigkat
perlunya pengkajian psiko-sosio-spiritual yang saksama. Pada kondisi klinis, klien
dengan TB paru sering mengalami kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan
yang dialaminya.
Perawat juga perlu menanyakan kondisi pemukiman klien bertempat tinggal. Hal
ini penting mengungat TB paru sangat rentan dialami oleh mereka yang bertempat
tinggal di pemukiman padat dan kumuh karena populasi bakteri TB paru lebih

19
mudah hidup di tempat yang kumuh dengan pentilasi dan pencahayaan sinar
mathari yang kurang.
TB paru merupakan penyakit yang pada umumnya menyerang masyarakat miskin
karena tidak sanggup meningkatkan daya tahan tubuh non spesifik dan
mengkonsumsi makanan kurang bergizi. Selain itu, juga karena ketidak
sanggupan membeli obat, ditambah lagi kemiskinan membuat individu nya
diharuskan bekerja secara fisik sehingga memprsulit penyembuhan penyakitnya.
Klien TB paru kebanyakan berpendidikan rendah, akibatnya mereka sering kali
tidak menyadari bahwa penyembuhan penyakit dan kesehatan merupakan hal
yang penting. Pendidikan yang rendah sering kali menyebabkan seseorang tidak
dapat meningkatkan kemampuannya untuk mencapai taraf hidup yang baik.
Padahal, taraf hidup yang baik amat dibutuhkan untuk penjagaan kesehatan
umumnya dan dalam menghadapi infeksi.

XI. OBAT-OBATAN PENDERITA TUBERKULOSIS BESERTA


INDIKASI, KONTRAINDIKASI DAN EFEK SAMPING
1. Obat primer (obat anti tuberkulosis tingkat satu)
a. Nama obat : Insoniazid
Indikasi : Tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain
Kontra-Indikasi : Penyakit hati yang aktif
Efek samping : Mual, muntah, konstipasi, neuritis perifer dengan
dosis tinggi, neuritis optic, kejang, episode
psikosis, vertigo, reaksi hipersensitif seperti
demam, eritema multiforme, purpura,
agranulositosis, anemia hemolitik, anemia
aplastik, hepatitis (terutama pada usia lebih dari
35 tahun) Sindrom sistemik Lupus eritema.
Elegra, hiperefleksia, hiperglikemia, dan
ginekomastia.
Resiko khusus : Kelainan fungsi hati pemberian Isoniazid selalu
disertai dengan pemberian piridoksin (Vitamin
B6)

20
b. Nama obat : Rifampisin
Indikasi : Bruselosis, legionelosis, infeksi berat
stafilokokus kombinasi dengan obat lain.
Kontra-Indikasi : Jaundice
Efek Samping : Gangguan saluran cerna seperti anoeksia, mual,
muntah, sakit kepala, pada terapi interminten
dapat terjadi sindrom influenza, gangguan
respirasi (nafas pendek), kolaps dan syok,
anemia hemolitik, gagal ginjal akut, purpura,
trobositopenia, gangguan funsgsi hati, jaundice,
kemerahan, urtikaria, ruam. Efek samping yang
lain : udem, kelemahan otot, miopati, lekopenia,
eosinofilia, gangguan menstruasi, warna
kemerahan pada urin, saliva dan cairan tubuh
lainnya, tromboplebtis pada pemberian per infus
jangka panjang
Resiko Khusus : Wanita pengguna kontrasepsi, penderita
Diabetes Mellitus

c. Nama obat : Pirazinamid


Indikasi : Tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat
lain.
Kontra-Indikasi : Porfiria gangguan fungsi hati berat,
hipersensitifitas terhadap pirazinamid
Efek samping : Hepatotoksisitas termasuk demam, anoreksia,
hepatomegali, splenomegali, jaundice,
kerusakan hati, mual, muntah, urtikaria,
artralgia, anemia sideroblastik.
Resiko khusus : Kelainan hati kronik

21
d. Nama obat : Etambutol
Indikasi : Tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain
Kontra-Indikasi : Porfiria gangguan fungsi hati berat,
hipersensitifitas terhadap pirazinamid
Efek samping : Hepatotoksisitas termasuk demam, anoreksia,
hepatomegali, splenomegali, jaundice,
kerusakan hati, mual, muntah, urtikaria,
artralgia, anemia sideroblastik.
Resiko khusus : Kelainan hati kronik

2. Obat sekunder (obat anti tuberkulosis tingkat dua)


a. Nama obat : Kanamisin
Indikasi : Septikemia, infeksi saluran nafas, meningitis,
infeksi saluran kemih yang berkomplikasi,
gonore yang resisten terhadap Penisilin,
antituberkulosa sekunder.
Kontra-Indiksai : Hipersensitivitas.
Efek samping : Ototoksisitas & nefrotoksisitas

b. Nama obata : Etionamid


Indikasi : Infeksi M. Apitkal, seperti M, avium kompleks
(MAC)
Kontra-indikasi : Hypersensitifitas terhadap obat ini, server liver
diseases, porphyria
Efek samping : Kecanggungan atau kehilangan keseimbangan,
kebingungan, despresi mental, perubahan mood
atau perubahan mental, baal atau kebas,
kesemutan, terbakar atau nyeri pada tangan dan
kaki, mata atau kulit berwarna kekuningan.

22
c. Nama obat : Streptosamin
Indikasi : Tuberkulosis, dalam bentuk kombinasi
dengan obat lain, bersama dengan doksisiklin
pada pengobatan brucellosis, enterococcal
endokarditis. Streptomisin saat ini semakin
jarang digunakan kecuali untuk kasus resistensi.
Kontra-indikasi : Hipersensitivitas terhadap streptomycin atau
komponen lain dalam sediaan; kehamilan.
Efek samping : Reaksi hipersensitivitas, paraesthesia pada
mulut.

d. Nama obat : Kanamisin


Indikasi : Septikemia, infeksi saluran nafas, meningitis,
infeksi saluran kemih yang berkomplikasi,
gonore yang resisten terhadap Penisilin,
antituberkulosa sekunder
Kontra-indikasi : Hipersensitivitas.
Efek samping : Ototoksisitas & nefrotoksisitas

e. Nama obat : Neomisin


Indikasi : Infeksi kulit, luka terpotong ringan/kecil, luka
parut, luka bakar, Infeksi okuler.
Kontra-indikasi : Hipersensitivitas terhadap neomisin, komponen-
komponen lain dalam formulasi atau
aminoglikosida lainnya.
Efek samping : Efek samping pada pemberian topikal (>10%),
dermatologis, dermatitis kontak.

f. Nama obat : Gentamicin


Indikasi : Konjungtivitis, Blefaritis, Keratitis,
Keratokonjungtivitis, Dakriosistitis, Ulkus

23
Kornea, Meibomianitis akut, Episkleritis akut,
Blefarokonjunctivitis. 10 mg dapat disuntikan
secara subkonjungtiva untuk infeksi mata yang
berat
Kontra-indikasi : Terhadap Gentamisina serta penderita yang
hipersensitif terhadap salah satu antibiotik
golongan aminoglikosid.
Efek samping : Hipersensitivitas dan alergi dapat terjadi
meskipun jarang, iritasi, Interaksi Obat
Gentamisin mengalami inaktivasi jika dicampur
dengan karbenisilin.

g. Nama obat : Tobramicin


Indikasi : Pengobatan infeksi mata superficial, seperti
konjungtivitis, Blefaritis, Keratitis, Keratokonjungtivitis,
Dakriosistitis, Ulkus Kornea, Meibomianitis
akut, Episkleritis akut, Blefarokonjunctivitis.
IM, IV : Pengobatan infeksi basiler gram negatif
dan infeksi akibat stafilokokus bila penisilin
atau obat yang kurang toksik lainnya
dikontraindikasikan atau telah terjadi resistensi
terhadap gentamisin
Kontra – indikasi : Alergi terhadap Tobramisin serta penderita yang
hipersensitif terhadap salah satu antibiotik
golongan aminoglikosid.
Efek samping : Hipersensitivitas dan alergi dapat terjadi
meskipun jarang, rasa terbakar atau tersengat
pada mata. Ginjal : Nefrotoksik.

h. Nama obat : Amikasin


Indikasi : Bakteremia & septikemia termasuk neonatal

24
sepsis. Saluran nafas serius, tulang & sendi, SSP
termasuk meningitis, kulit & jaringan lunak,
infeksi intraabdominal termasuk peritonitis.
Infeksi pasca operasi & terbakar. Infeksi saluran
kemih kambuhan & terkomplikasi serius.
Kontra-indikasi : Hipersensitif terhadap amikacin atau
aminoglikosida lainnya.
Efek samping : Ototoksisitas yang tidak dapat diubah seperti
tinnitus, vertigo, pendengaran kurang &
keseimbangan kurang. Nefrotoksisitas seperti
azotemia, oliguria, ruam kulit, demam obat,
sakitkepala, paresthesia, mual, muntah, tremor,
eosinofilia, artralgia, anemia, hipotensi.

XII. PELAYANAN KESEHATAN PENDERITA TBC


Salah satu pelayanan kesehatan yang bisa didapatkan oleh penderita TBC secara
umum maupun yang kurang mampu, yaitu pengobatan gratis. Pengobatan gratis
ini bisa diperoleh jika penderita TBC memiliki jaminan kesehatan, contohnya :
Jamsostek, Askes, Kartu Gakin, Jamkesmas dan asuransi kesehatan lainnya.
Namun, khusus untuk warga yang berpenduduk di Kota Manado bagi yang ingin
berobat hanya perlu menunjukan KTP dan Kartu keluarga di Puskesmas/RS yang
ada, maka akan dilayani.
Namun, bagi yang berpenduduk diluar Kota Manado maka harus memiliki
jaminan kesehatan. Prosedur yang harus dijalani jika ingin melakukan pengobatan
gratis bagi penderita TBC, yaitu :
1. Peserta yang datang berobat ke Puskesmas harus membawa Kartu
Pemelihara Kesehatan yang ada dan mendaftarkan diri dengan
memperlihatkan Kartu Pemelihara Kesehatan atau KTP dan Kartu
Keluarga (warga Kota Manado).
2. Peserta akan mendapatkan pelayanan dan akan diberikan resep obat yang
dapat diambil di ruang obat pada Pelaksana Pelayanan Kesehatan tersebut.

25
3. Atas indikasi medis, peserta dapat dirujuk ke dokter spesialis atau Rumah
Sakit yang ditunjuk dengan memakai Surat Rujukan.
Jika peserta mendapat rujukan ke RS, maka prosedur yang harus dilakukan :
1. Peserta mendaftar diloket kartu
2. Petugas kartu mencatat identitas pasien.
3. Peserta disilahkan duduk sambil menunggu namanya di panggil.
4. Untuk penderita TBC akan lakukan pemeriksaan dan pengobatan rutin
minimal 6 bulan, atau bahkan bisa lebih
5. Pemeriksaan dan obat diberikan gratis jika mempunyai kartu ASKES,
GAKIN, JAMKESMAS dengan syarat membawa surat rujukan dari
puskesmas domisili.
Bagan Prosedur Pelayanan Pasien TBC :

Peserta datang ke Puskesmas Mendaftarkan diri dengan


dengan membawa Kartu memperlihatkan Kartu Pemelihara
Pemelihara Kesehatan Kesehatan atau KTP dan KK

Obat diambil di ruang obat pada Peserta mendapatkan pelayanan


Pelaksana Pelayanan Kesehatan kesehatan dan diberikan resep obat

Atas indikasi medis, peserta


Peserta mendaftar diloket kartu
dirujuk ke dokter spesialis atau
Rumah Sakit

Pesrta menunggu namanya di Petugas kartu mencatat identitas


panggil pasien/peserta

Peserta/penderita TBC
mendapatkan pemeriksaan dan
pengobatan rutin minimal 6
bulan, atau bahkan bisa lebih
secara gratis

26
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, et al. 2003. Kamus Kedokteran : Arti dan Keterangan Istilah. Jakarta.
Djambatan.

Bahar, Asril. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.

Anderson, Price. 2005. Buku Saku Patofisiolog. EGC. Jakarta.

Ardiyansyah, Muhammad. 2009. Medikal Bedah. Diva Press. Jogjakarta.

Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiolog Edisi 3. EGC. Jakarta.

Gleade, Jonathan. 2007. Amnesis dan Perawatan Fisik. Erlangga Medical series.
Jakarta.

Irianto, kus. 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia Untuk Paramedis. Yrama
Widya. Bandung.

Mudzakir. 2009. Paduan Lengkap Kebidanan dan Keperawatan. Merkid Press.


Jombang.

27

Anda mungkin juga menyukai