Oleh:
Kelompok 3
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
POKOK BAHASAN
1.
2.
PEMBAHASAN
2. KEPEMIMPINAN (LEADERSHIP )
a. Pengertian Kepemimpinan / Leadership
Kepemimpinan merupakan sebuah bidang riset dan juga suatu keterampilan
praktis yang mencakup kemampuan seseorang atau sebuah organisasi untuk
"memimpin" atau membimbing orang lain, tim, atau seluruh organisasi. Beberapa ahli,
baik ahli dari Indonesia maupun dari luar negeri, pernah menjelaskan mengenai definisi
kepemimpinan, diantaranya adalah :
S. P. Siagian
Menurut S. P. Siagian pengertian kepemimpinan adalah kemampuan dan
keterampilan seseorang ketika menjabat sebagai pimpinan dalam suatu organisasi
untuk mempengaruhi perilaku orang lain, khususnya bawahannya agar berpikir dan
bertindak sedemikian rupa sehingga dapat memberikan sumbangan nyata dalam
pencapaian tujuan organisasi.
Moejiono (2002)
Menurut moejiono pengertian kepemimpinan adalah kemampuan dalam memberikan
pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki beberapa kualitas tertentu
yang membuatnya berbeda dengan pengikutnya.
Wahjosumidjo (1987:11)
Menurut Wahjosumidjo pengertian kepemimpinan adalah kemampuan yang ada pada
diri seorang leader yang berupa sifat-sifat tertentu, seperti :
- Kepribadian (personality)
- Kemampuan (ability)
- Kesanggupan (capability)
Kepemimpinan merupakan rangkaian aktivitas pemimpin yang tidak dapat
dipisahkan dengan kedudukan, gaya dan perilaku pemimpin tersebut, serta interaksi
antara pemimpin, pengikut dan situasi.
Sutarto (1998b:25)
Menurut Sutarto arti kepemimpinan adalah rangkaian aktivitas penataan berupa
kemampuan seseorang dalam mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi
tertentu agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Wexley dan Yuki (1977)
Menurut Wexley dan Yuki pengertian kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi
orang lain untuk lebih berupaya dalam mengarahkan tenaga dalam tugasnya, atau
mengubah perilaku mereka.
b. Teori Sifat
Teori ini melihat sifat-sifat apa saja yang melekat dan seharusnya melekat pada
seorang pemimpin, seperti :
Intelegensia, yaitu mampu menyesuaikan diri, mampu memutuskan, memiliki
pengetahuan, dan kelancaran berbicara.
Kepribadiannya, yaitu individualisme, kreaktif (independent dalam melakukan
respons, penyesuaian diri, kesigapan, integritas pribadi, percaya diri, dan
keseimbangan emosional kemandirian kontrol (non-conformity).
Karakteristik fisik, antara lain kelebihan secara fisik diasosiasikan memiliki
kemungkinan kemampuan kepemimpinan lebih.
Kemampuan, antara lain kemampuan mendapatkan kerja sama, popular dan
berpengaruh, sosiabilitas, partisipasi sosial, taktis, dan diplomatis (Bass, 1982
dalam Matteson dkk, 2002).
Teori ini banyak dikritik karena daftar sifat sangat banyak, skor test yang dilakukan
mengandung subjektifvitas, pola perilaku efektif kepemimpinan tergantung situasi yang
dihadapinya (Gibsondkk, 1997).
c. Teori Perilaku
Teori ini menjelaskan bahwa keberhasilan seorang pemimpin sangat bergantung
pada perilakunya dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan. Gaya atau perilaku
kepemimpinan tampak dari cara pengambilan keputusan, cara memerintah, cara
memberikan tugas, cara berkomunikasi, cara mendorong semangat bawahan, cara
membimbing dan mengarahkan, cara menegakkan kedisiplinan, cara memimpin rapat,
cara menegur dan memberikan sanksi.
Terdapat beberapa teori perilaku, diantaranya adalah Teori X dan Y, studi
kepemimpinan Universitas IOWA, studi kepemimpinan Universitas OHIO, studi
kepemimpinan Universitas Michigan, managerial grid, dan empat sistem manajemen
likert.
1) Teori X dan Y.
Teori ini diperkenalkan oleh Mc Gregor di dalam buku The Human Side of
Enterprise (1983,p. 215) . Teori X berasumsi bahwa pada hakikatnya manusia itu
memiliki perilaku pemalas, penakut, dan tidak bertanggung jawab. Sebaliknya teori Y
berasumsi : manusia itu memiliki perilaku bertanggung jawab, motivasi kerja, kreativitas
dan inisiatif serta mampu mengawasi pekerjaan dan hidupnya sendiri. Teori X memeiliki
perilaku kepemimpinan otoriter dan Teori Y memiliki perilaku kepemimpinan
demokratis.
4) Managerial Grid
Menurut Blake dan Mounton di dalam fred luthans (1995, p. 373) mengetengahkan
suatu usaha untuk mengidentifikasi gaya atau perilaku kepemimpinan yang efektif di
dalam manajemen. Pendekatan ini berdasarkan pada perilaku kepemimpinan yang
memiliki dua dimensi yaitu dimensi mengutamakan produksi (concern for production)
ditempatkan pada sumbu horizontal, dan dimensi mengutamakan karyawan (concern for
people) ditempatkan pada sumbu vertical. Tinggi rendahnya perilaku tersebut
dinyatakan dengan angka satu (1) sampai sembilan (9).
5) Empat Sistem Manajemen Likert
Menurut Rensis Likert di dalam Fred Luthans (1995, p. 377) menyusun teorinya
bertolak dari dua jenis perilaku kepemimpinan sebagaiman telah diuraikan terdahulu,
yakni perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada anggota organisasi. Likert
membagi perilaku dan gaya kepemimpinan menjadi empat sistem yaitu
Sistem I : exploitative autocratic, yaitu perilaku atau gaya kepemimpinan
ditunjukan oleh pemimpin sebagai pihak yang berhak menyelesaikan
masalah-masalah organisasi sebagai satu satunya pengambil keputusan dan
memberikan perintah dan pimpinan tidak menaruh kepercayaan dan
karenanya tidak melimpahkan sedikitpun wewenang pada bawahan
Sistem II : benovelent autaocratic, yaitu perilaku atau gaya kepemimpinan
ini ditunjukan dengan sudah memberikan kesempatan kepada
bawahan/anggota organisasi untuk menyampaikan komentar terhadap
keputusan dan perintah pimpinan sebagai atasan. Pendapat kadang kadang
diterima dan lebih banyak ditolak.
Sistem III : participative, yaitu perilaku atau gaya kepemimpinan ini
ditunjukan dengan memberikan kesempatan pada anggota
organisasi/bawahan ikut serta dalam menerapkan tujuan, membuat
keputusan dan mendiskusikan perintah – perintah.
Sistem IV : democratic, yaitu perilaku atau gaya kepemimpinan ini
ditunjukan dengan pemecahan masalah pekerjaan dan organisasi secara
bersama sama antara pimpinan sebagai atasan dengan anggota organisasi
sebagai bawahan. Sebelum membuat keputusan pimpinan selalu
mempertimbangkan pendapat bawahan.
d. Teori Kontigensi
Teori kontingensi adalah teori kesesuaian pimpinan ( Fiedler & Chemers, 1974),
yang berarti berusaha menyesuaikan pemimpin dengan situasi yang tepat. Hal ini disebut
sebagai kontingensi, karena teori ini menyatakan bahwa keefektifan pemimpin
tergantung pada seberapa sesuai gaya pemimpin dengan situasi sekitar. Untuk memahami
kinerja pemimpin, penting untuk memahami situasi dimana mereka memimpin.
Kepemimpinan yang efektif itu tergantung pada kesesuain gaya pemimpin dengan latar
yang tepat. Fiedler mengembangkan teori kontingensi dengan mempelajari gaya dari
banyak pemimpin yang berbeda yang bekerja di konteks yang berbeda, terutama di
organisasi militer. Dia menilai gaya pemimpin, situasi dimana mereka bekerja, dan
apakah mereka efektif atau tidak. Setelah menganalisis gaya ratusan pemimpin yang baik
dan buruk, Fiedler dan koleganya mampu membuat generalisasi yang secara empiris
benar tentang manakah gaya kepemimpinan yang terbaik dan yang terburuk, berdasarkan
konteks organisasi yang ada. Intinya, teori kontingensi terkait dengan gaya dan situasi.
Hal itu memberi kerangka kerja untuk menyesuaikan pemimpin dengan situasi secara
efektif.
Model kepemimpinan Kontingensi Fiedler, mengemukakan tiga variable utama
yang menentukan suatu situasi yang menguntungkan dan tidak menguntungkan bagi
pemimpin :
1. Hubungan pemimpin –anggota (baik atau buruk). Dikatakan baik apabila
pemimpin memiliki dukungan dan kesetiaan bawahan dan hubungan dengan para
bawahan bersahabat dan kooperatif.
2. Struktur tugas (terstruktur atau tak terstruktur). Dikatakan terstruktur apabila
terdapat standar prosedur operasi untuk menyelesaikan tugas, gambaran rinci dari
produk atau jasa yang telah jadi, dan indikator obyektif mengenai seberapa baik
tugas itu dilaksanakan.
3. Kekuasaan posisi (kuat atau lemah). Dikatakan kuat apabila pemimpin memiliki
kewenangan untuk mengevaluasi kinerja bawahan dan memberikan penghargaan
dan hukuman.
Ketiga variable situasi ini dikaitkan dengan teori yang berorientasi pada tugas, hal
ini tergantung pada situasi yang ada pada saat tertentu. Kombinasi antara situasi yang
dihadapi oleh pemimpin dengan perilaku kepemimpinan yang tepat akan menentukan
efektifitas kepemimpinan. Yang dimakud perilaku yang tepat adalah dalam situasi apa
perilaku pemimpin berorientasi pada tugas dan dalam situasi apa perilaku pemimpin
berorientasi pada hubungan.
Perilaku pemimpin yang berorientasi pada hubungan akan efektif dalam situasi
yang moderat misalnya pemimpin yang menghadapi situasi ketika derajat variabel situasi
hubungan pemimpin dan bawahan rendah, tetapi kedua variabel yang lain derajatnya
tinggi. Atau dalam situasi lain yaitu variable posisi kewenangan pemimpin derajatnya
rendah tetapi variabel yang lain derajatnya tinggi.
Dapat disimpulkan dari model kepemimpinan kontingensi, perilaku pemimpin yang
efektif tidak berpola dari satu gaya tertentu, melainkan dimulai dengan mempelajari
situasi tertentu pada satu saat tertentu. Yang dimaksud dengan situasi tertentu adalah
adanya tiga variabel yang dijadikan dasar sebagai perilaku kepemimpinan yang
berorientasi pada tugas dan hubungan, tetapi tidak berarti bahwa tugas tidak pernah
berorientasi pada hubungan.
DAFTAR PUSTAKA
Yukl, Gary. (2013). Leadership in Organization (8th ed.). New York: Pearson Education.
Northhouse, Peter G. 2013. Kepemimpinan (Teori dan Praktik), Edisi Keenam. Jakarta : PT. Indeks