Anda di halaman 1dari 7

Jum’at, 18 Oktober 2019

Nama : Fatkhur Rohmah


NIM : 17 222 047 / V
Makul : Perilaku Keorganisasian
Dosen : Mohammad Ega Nugraha, S.E., M.M

RESUME PENGAMBILAN KEPUTUSAN SECARA INDIVIDU

PENGAMBILAN KEPUTUSAN INDIVIDU


1. Pengertian Pengambilan Keputusan Individu
Sweeney & McFarlin (2002) mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai
proses dalam mengevaluasi satu atau lebih pilihan dengan tujuan untuk meraih hasil
terbaik yang diharapkan. Sementara itu, Kinicki & Kreitner (2003) mendefinisikan
pengambilan keputusan sebagai proses mengidentifikasi dan memilih solusi yang
mengarah pada hasil yang diinginkan
Pengambilan keputusan individu adalah pengambilan keputusan yang dilakukan
oleh perorangan dan biasanya diambil oleh pimpinan/manajer perorangan sesuai
dengan wewenangnya. Pengambilan keputusan merupakan hasil proses dari beberapa
pertimbangan alternatif untuk menyelesaikan masalah. Oleh sebab itu, maka
pengambilan keputusan sesungguhnya bukanlah hal yang sederhana.
Seorang filosof Prancis, Jean-Paul Sartre mengatakan bahwa manusia sebagai
makhluk yang berkesadaran “dikutuk untuk bebas”. Kutukan kebebasan ini
menempatkan manusia sebagai makhluk yang dapat menentukan jalannya sendiri.
Apapun jalan yang diambil, maka manusia itu sendiri yang harus bertanggung jawab
atas segala sesuatu yang terjadi dikemudian hari.
Di zaman modern ini manusia dihadapkan pada banyak pilihan, memilih
universitas, jurusan, pekerjaan, pacar dan lainnya yang menuntut kemampuan manusia
untuk dapat mengambil keputusan secara tepat.
2. Gaya Pengambilan Keputusan pada Individu
Ada dua dimensi dalam gaya pengambilan keputusan, yakni:
a. Orientasi nilai (values orientation), yaitu tipe pengambil keputusan yang
berorientasi pada nilai, fokus pada tugas (masalah teknis) dan fokus pada orang
(sosial).
b. Kompleksitas kognitif (cognitive complexity), yaitu mengindikasikan tingkat di
mana seseorang memiliki toleransi terhadap ambiguitas dan kebutuhan terhadap
struktur.
Menurut Rowe & Boulgarides (1994), dua dimensi di atas (orientasi nilai &
kompleksitas kognitif) apabila dikombinasikan menghasilkan 4 gaya pengambilan
keputusan, yakni:
1. Directive; Individu dengan gaya direktif, toleransinya rendah terhadap
ambiguitas. Ia mencari rasionalitas, efisien dan logis. Gaya directive cenderung
fokus pada hal-hal yang bersifat teknis, lebih menyukai hal-hal yang terstruktur,
seringkali agresif serta cenderung mendominasi orang lain.
2. Analytical; Individu dengan gaya analitis, toleransinya lebih besar terhadap
ambiguitas. Fokus terhadap keputusan yang bersifat teknis, berkeinginan mencari
informasi lebih lanjut dan mempertimbangkan lebih banyak alternatif. Dicirikan
sebagai pengambil keputusan yang terbaik dalam hal kehati-hatiannya dan
kemampuannya dalam beradaptasi, sehingga tidak cepat dalam mengambil
keputusan.
3. Conceptual; Individu dengan gaya konseptual, cenderung luas pandangannya
dalam mempertimbangkan berbagai alternatif. Fokus mereka adalah jangka
panjang dan mereka sangat baik dalam menemukan kreativitas pemecahan
masalah. Fokusnya pada jangka panjang dengan komitmen organisasi yang
tinggi. Berorientasi ke masa depan pada prestasi dan penghargaan, pengakuan,
dan kemandirian. Lebih sebagai “pemikir” daripada pelaksana.
4. Behavioral; Memiliki tingkat kompeksitas kognitif yang rendah, namun mereka
memiliki perhatian yang mendalam terhadap organisasi dan perkembangan orang
lain. Peduli dengan prestasi rekan – rekan dan bawahan, menerima saran dari
orang lain, serta mengandalkan pertemuan – pertemuan (meeting) untuk
berkomunikasi, memiliki keinginan untuk kompromi. Fokus pada jangka pendek,
menghindari konflik untuk mencari penerimaan, namun kadangkala merasa tidak
aman.
FAKTOR INDIVIDUAL DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Keputusan individu dalam organisasi biasanya dilakukan untuk permasalahan-
permasalahan yang tidak kompleks. Dalam pengambilan suatu keputusan individu
dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu nilai individu, kepribadian dan kecenderungan
dalam pengambilan resiko.

PENGARUH PERILAKU INDIVIDU DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN


Perilaku individu merupakan suatu perilaku seseorang dalam melakukan sesuatu atau
cara ia bertindak terhadap sesuatu kegitan dengan menggunakan keterampilan atau
otak mereka. Di dalam suatu organisasi, perilaku individu mencerminkan setiap
perilaku manajer terhadap bawahannya dimana jika ia memperlakukan
bawahannya dengan baik maka suatu hubungan antara bawahan dan atasan terjalin
dengan baik pula sehingga jalinan kerjasama didalam organisasi bisa berjalan dengan
baik.
Herbert A. Simon, ahli teori keputusan dan organisasi mengonseptualisasikan
tiga tahap utama dalam proses pengambilan keputusan, yaitu:
1. Aktivitas inteligensi, berasal dari pengertian militer “intelligence,” Simon
mendeskripsikan tahap awal ini sebagai penelusuran kondisi lingkungan yang
memerlukan pengambilan keputusan.
2. Aktivitas desain, tahap ini terjadi tindakan penemuan, pengembangan dan
analisis masalah.
3. Aktivitas memilih, tahap ini merupakan tindakan untuk memilih tindakan atau
alternatif tertentu dari yang
Teori pengambilan keputusan klasik berjalan dalam asumsi rasionalitas dan
kepastian, tetapi tidak begitu halnya dengan teori keputusan perilaku. Ahli teori
perilaku pengambilan keputusan berpendapat bahwa individu mempunyai keterbatasan
kognitif. Menurut Driscoll, partisipasi dalam pengambilan keputusan berhubungan
dengan efficacy. Efficacy sendiri didefinisikan sebagai perasaan atau anggapan bahwa
seseorang mampu untuk mempengaruhi pembuatan keputusan dalam organisasi.
Partisipasi seorang individu dalam proses pengambilan keputusan yang tinggi apabila
ia memiliki efficacy yang tinggi, ia memiliki keyakinan bahwa ia bisa ikut
mempengaruhi sistem, proses dan isi dari keputusan yang dibuat. Begitu pula
sebaliknya, apabila seorang individu memiliki efficacy yang rendah ia cenderung akan
kurang berpartisipasi. Hal ini disebabkan ia memiliki anggapan bahwa dirinya tidak
bisa mempengarui sistem, proses dan isi dari sebuah keputusan.

STUDI KASUS
Kasus yang menimpa Bibit dan Chandra pada saat itu menjadi sorotan publik.
Kasus ini melibatkan pihak – pihak yang berada pada posisi – posisi strategis dalam
ranah hukum di Indonesia yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), POLRI dan
Kejaksaan Agung. Kasus ini menuai banyak menuai pro dan kontra, banyak orang yang
menaruh simpati pada Bibit dan Chandra. Mereka menganggap bahwa kasus ini adalah
sebuah konspirasi untuk menjatuhkan atau upaya untuk melemahkan KPK yang selama
ini aktif memburu para koruptor di negeri ini.
Karena kasus tersebut tak kunjung selesai dan semakin berlarut – larut, membuat
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai kepala Negara pada saat itu, ikut
mencoba menyelesaikan masalah ini dengan menggunakan wewenangnya untuk
membentuk Tim Pencari Fakta (TPF). Selain karena wewenang yang dimilikinya,
presiden membentuk TPF pun berdasarkan fakta yang ada. Kemudian selain dua alasan
yang melatarbelakangi presiden membentuk TPF, terdapat alasan lainnya yakni
berdasarkan rasional yang ada dimana presiden berharap dengan dibentuknya TPF
dapat segera menyelesaikan kasus ini dengan transparan dan publik dapat mengetahui
fakta yang sesungguhnya.
RESUME SIKAP DAN KEPUASAN KERJA

1. SIKAP
Sikap adalah pernyataan/penilaian evaluatif menyangkut benda, orang atau
kejadian. Sikap bisa bertolakbelakang dengan nilai, karena lebih tidak stabil dan mudah
dipengaruhi dibandingkan dengan nilai.
Beberapa komponen sikap:
a. Kognitif (bagian dari sikap yang berupa pendapat atau kepercayaan)
b. Afektif (bagian dari sikap yang berupa perasaan atau emosional)
c. Perilaku (kemauan untuk berperilaku tertentu terhadap seseorang atau sesuatu)
Jenis – jenis sikap:
a. Job Satisfaction (sikap yang menentukan kepuasan seseorang terhadap
pekerjaannya).
b. Job Involvement (sikap yang menggambarkan sampai sejauh mana partisipasi aktif
karyawan terhadap pekerjaannya)
c. Organization Commitment (sikap yang menunjukkan sampai mana seseorang
melibatkan diri dalam organisasi beserta dengan tujuan-tujuannya dan ingin
menjaga keanggotaannya dalam organisasi)
Sikap Kerja Utama
1. Kepuasan Kerja: Perasaan Positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan
hasil evaluasi karakteristik-karakteristiknya.
2. Keterlibatan pekerjaan: Sejauh mana karyawan memiliki sikap memihak terhadap
pekerjaannya dan bertindak aktif.
3. Komitmen organisasional: Sejauh mana karyawan terlibat dalam pekerjaan serta
tujuan perusahaan untuk mempertahankan keanggotaannya disitu.
1. Komitmen afektif: karena jenis pekerjaan itu disukainya.
2. Komitmen berkelanjutan: karena nilai ekonomisnya.
3. Komitmen Normatif: karena moral dan etis. Sikap kerja lain:
1. Perceived Organisational Support (POS): Sejauh mana karyawan yakin
Perusahaan memperhatikan mereka.
2. Keterlibatan Karyawan: Keterlibatan karyawan, kepuasan & antusiasme
individu pada pekerjaan mereka.
Bagaimana Sikap Karyawan dapat diukur ?
1. Suatu Penerapan: Survei Sikap
Mencari respons dari karyawan dengan kuesioner. Perilaku Karyawan sangat
dipengaruhi oleh persepsi dan bukan realitas jadi suatu survey yang teratur sangat
penting bagi manajer.
2. Sikap dan Keanekaan Angkatan Kerja
Angkatan kerja yang berbeda menimbulkan penafsiran yang berbeda pula tentang
suatu hal. Karena itu perlu mengadakan pelatihan untuk membentuk ulang sikap
karyawan. Contoh adalah perbedaan ras, kelamin dan lainnya yang tidak
seharusnya seseorang dinilai atas sesuatu yang tidak dalam kendalinya.

KEPUASAN KERJA
Roobins dan Judge dalam Astadi memberikan definisi kepuasan kerja sebagai
perasaan psitif tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi dari karakteristiknya.
sedangkan McShane dan Von Glinow memandang kepuasan kerja sebagai evaluasi
seseorang atas pekerjaannya dan konteks pekerjaan. Merupakan penilaian terhadap
karakteristik pekerjaan, lingkungan kerja, dan pengalaman emosional di pekerjaan
yang dirasakan.
Dari beberapa pendapat para ahli disimpulkan bahwa kepuasan keja adalah
merupakan tingkat perasaan senang seseorang sebagai penilaian positif terhadap
pekerjaannya dan lingkungan tempat pekerjaannya
Mengukur Kepuasan Kerja
1. Angka – nilai global tunggal (single global rating). Dalam metode angka – nilai
global tunggal tidak lebih dari meminta individu – individu untuk menjawab satu
pertanyaan.
2. Skor penjumlahan (summation score). Dalam metode penjumlahan ini tersusun atas
sejumlah fase pekerjaan yang digunakan untuk mengenali unsur – unsur utama
dalam suatu pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan mengenal tiap unsur.
Faktor – faktor yang berfungsi mendorong kepuasaan kerja adalah :
1. Kerja yang secara mental menantang; menggunakan keterampilan dan kemampuan
mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai
betapa baik mereka bekerja.
2. Ganjaran yang pantas.
3. Kondisi kerja yang mendukung.
4. Rekan sekerja yang mendukung.
5. Jangan lupakan kesesuaian antara kepribadian – pekerjaan.
6. Ada dalam Gen.
Ada 3 Efek kepuasan kerja pada kinerja karyawan :
1. Kepuasan dan Produktivitas; Dengan tingkat kepuasan kerja yang terjamin maka
tingkat produktivitas dari seorang karyawan semakin bagus.
2. Kepuasan dan Kemangkiran; Misal suatu perusahaan harus memberikan tunjangan
cuti sakit kepada karyawan yang sakit supaya karyawan tersebut seperti
diperhatikan oleh perusahaan tersebut.
3. Kepuasan dan Tingkat keluar – masuknya karyawan
Ada 4 respon karyawan dalam mengungkapkan ketidakpuasan :
1. Exit: Ketidakpuasan yang diungkapkan lewat perilaku yang diarahkan
untuk meninggalkan organisasi.
2. Suara (voice): Ketidakpuasan yang diungkapkan dengan usaha aktif dan konstruktif
untuk memperbaiki kondisi.
3. Kesetiaan (loyalty): Ketidakpuasan yang diungkapkan secara pasif
menunggu membaiknya kondisi.
4. Pengabaian (neglect): Ketidakpuasan yang dinyatakan dengan membiarkan
kondisi memburuk

Anda mungkin juga menyukai