Anda di halaman 1dari 26

OBAT SUSUNAN SYARAF PUSAT DAN SYARAF OTONOM

Sistem saraf pusat merupakan pusat pengaturan informasi, dimana seluruh


aktivitastubuh dikendalikan oleh sistem saraf pusat. Sistem saraf pusat terdiri atas
otak dan sumsum tulang belakang. Otak dilingdungi oleh tengkorak dan sumsum
tulang belakang dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Otak dan sumsum tulang
belakang dibungkus oleh selaput meningis yang juga melindungi sistem saraf halus,
membawa pembuluh darah, dan dengan mensekresi sejenis cairan yang disebut
serebrospinal, selaput meningis dapat memperkecil benturan dan guncangan.
Meningis terdiri atas tiga lapisan, yaitu piamater, arachnoid, dan duramater.
Sistem saraf dapat dibagi menjadi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi
(SST). Pada sistem syaraf pusat, rangsang seperti sakit, panas, rasa, cahaya, dan
suara mula-mula diterima oleh reseptor, kemudian dilanjutkan ke otak dan sumsum
tulang belakang.Sistem saraf otonom adalah bagian sistem saraf tepi yang mengatur
fungsi viseral tubuh.
Stimulan sistem saraf pusat (SSP) adalah obat yang dapat merangsang
serebrum medula dan sumsum tulang belakang. Stimulasi daerah korteks otak depan
oleh senyawa stimulan SSP akanmeningkatkan kewaspadaan, pengurangan
kelelahan pikiran dan semangat bertambah. Contoh senyawa stimulan SSP yaitu
kafein dan amfetamin.
2.1 Klasifikasi Obat Sistem Saraf Pusat (SSP)

Obat Susunan Saraf Pusat (SSP) adalah semua obat yang berpengaruh
terhadap sistem saraf pusat. Obat tersebut bereaksi terhadap otak dan dapat
mempengaruhi pikiran seseorang yaitu perasaan atau tingkah laku. Obat yang dapat
merangsang SSP disebut analeptika.
 Penggolongan Obat Sistem Saraf Pusat :
a. Berdasarkan efek farmakodinamiknya obat dibagi atas dua golongan besar
yaitu:
1. Merangsang atau menstimulasi, yang secara langsung maupun tidak
langsung merangsang aktivitas otak, sumsum tulang belakang beserta
syarafnya.
2. Menghambat atau mendepresi, yang secara langsung maupun tidak
lansung memblokir proses-proses tertentu pada aktivitas otak,
sumsum tulang belakang dan saraf-sarafnya.
b. Berdasarkan kerja terhadap SSP,obat dapat dibagi dalam beberapa golongan
besar, yaitu:
1. Psikofarmaka (psikotropika), yang meliputi Psikoleptika (menekan
atau menghambat fungsi-fungsi tertentu dari SSP seperti hipnotika,
sedativa dan tranquillizers, dan antipsikotika), Psiko-analeptika
(menstimulasi seluruh SSP, yakni antidepresiva dan psikostimulansia
(wekamin).
2. Untuk gangguan neurologis, seperti antiepileptika, MS (multiple
sclerosis), dan penyakit Parkinson.
3. Jenis yang memblokir perasaan sakit: analgetika, anestetika umum,
dan lokal.
4. Jenis obat vertigo dan obat migrain

2
2.2 Jenis-jenis Obat Sistem Saraf Pusat (SSP)

a. Obat Anestetik
Obat Anestetik adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit
dalam bermacan-macam tindakan operasi.
 Sifat obat anestetika :
- Toksisitas rendah
- Mudah ditangani ahli anestesi
- Aliran pada tubuh dan keluar cepat
- Khasiat analgetik & narkotik baik
- Pengaruh terhadap pernafasan & sirkulasi kecil
- Tidak mengiritasi kulit & selaput mukosa
- Metabolit tidak toksik
- Sifat fisika & kimia menguntungkan (stabil, tidak mudah terbakar/
meledak)
 Penggolongan ObatAnestetik
1. Anestetik Lokal:obat lokal yang dapat menghilangkan rasa nyeri, gatal-
gatal, panas atau dingin.Penggunaan Anestetik lokal umumnya
digunakan secara parenteral misalnya pembedahan kecil dimana
pemakaian anestetik umum tidak dibutuhkan. Anestetik local dibagi
menjadi:
1) Anestetik permukaan, digunakan secara local untuk melawan rasa
nyeri dan gatal, misalnya larutan atau tablet hisap untuk
menghilangkan rasa nyeri di mulut atau leher, tetes mata untuk
mengukur tekanan okuler mataatau mengeluarkan benda asing di
mata, salep untuk menghilangkan rasa nyeri akibat luka bakar
dan suppositoria untuk penderita ambient/ wasir.
2) Anestetik filtrasi yaitu suntikan yang diberikan ditempat yang
dibius ujung-ujung sarafnya, misalnya padadaerah kulit dan gusi.
3) Anestetik blok atau penyaluran saraf yaitu dengan penyuntikan
disuatu tempat dimana banyak saraf terkumpul sehingga
mencapai daerah anestesi yang luas misalnya pada pergelangan
3
tangan ataukaki.

2. Anestetika Umum: Obat yang dapat menimbulkan suatu keadaan depresi


padapusat-pusat syaraf tertentu yang bersifat reversible, dimana seluruh
perasaan dan kesadaran ditiadakan.
Menurut penggunaannya, anestetik umum digolongkan menjadi:
1) Anestetik injeksi, contohnya : diazepam, barbital ultra short acting
(thiopental dan heksobarbital ).
2) Anestetik inhalasi diberikan sebagai uap melalui saluran pernafasan.
Contohnya : eter.
b. Hipnotik Sedatif
Hipnotik Sedatif adalah golongan obat depresi SSP. Efeknya bergantung
pada dosis, mulai dari yang ringan (menenangkan, menyebabkan kantuk,
menidurkan) hingga yang berat (menghilangkan kesadaran, keadaan anestesi,
koma dan mati). Sedatif adalah zat-zat yang dalam dosis terapi yang rendah dapat
menekan aktivitas mental, menurunkan respons terhadap rangsangan emosi
sehingga menenangkan.Hipnotik adalah Zat-zat dalam dosis terapi diperuntukkan
meningkatkan keinginan untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur.
 Penggolongan Hipnotik:
a) Golongan Barbiturat
Contoh sediaan obat:
- Fenobarbital
Merupakan senyawa 4reoper pertama yang digunakan dalam
pengobatan antikonvulsi. Memiliki kerja membatasi penjalaran aktivitas,
bangkitan, dan menaikkan ambang rangsang.Bioavailibilitas fenobarbital
adalah sekitar 90 %. Kadar lunaknya dalam plasma tercapai dalam 8 –12
jam per oral.
- Thiopental
Thiopental Berwarna kuning berupa serbuk, larut pada air dan
4reoper. Thiopental termasuk obat sedative hipnotik golongan
4reoperativ. Cara pemberian thiopental adalah intra vena dan sering
digunakan sebagai terapi insomnia, sedasi 4reoperative, dan status
epileptikus.
4
c. Antikonvulsan(Anti Epilepsi)
Antikonvulsan adalah sebuah obatyang mencegah atau mengurangi
kejang-kejang atau konvulsan atau obat yang dapat menghentikan penyakit
ayan,yaitu suatu penyakit gangguan syaraf yang timbul secara tiba-tiba dan
berkala, adakalanya disertai perubahan-perubahan kesadaran. Digunakan terutama
untuk mencegah dan mengobati epilepsi. Golongan obat ini lebih tepat dinamakan
Anti Epilepsi, sebab obat ini jarang digunakan untuk gejala konvulsi penyakit
lain.Epilepsi adalah nama umum untuk sekelompok gangguan atau penyakit
susunan saraf pusat yang timbul spontan dengan episode singkat (disebut
Bangkitan atau Seizure) dengan gejala utama kesadaran menurun sampai
hilang.Bangkitan ini biasanya disertai kejang (Konvulsi), hiperaktifitas otonomik.
 Jenis –Jenis Epilepsiyaitu:
- Grand mal (tonik-tonik umum )
Timbul serangan-serangan yang dimulai dengan kejang-
kejang otot hebat dengan pergerakan kaki tangan tak sadar yang
disertai jeritan, mulut berbusa,mata membeliak dan disusul dengan
pingsan dan sadar kembali.
- Petit mal
Serangannya hanya singkat sekali tanpa disertai kejang.
- Psikomotor (serangan parsial kompleks)
Kesadaran terganggu hanya sebagian tanpa hilangnya ingatan
dengan memperlihatkan perilaku otomatis seperti gerakan menelan
atau berjalan dalam lingkaran.
 Penggunaan Antiepilepsi (Anti Konvulsi)
Antiepilepsi umunya memiliki lebar terapi yang sempit, seperti
Fenitoin, harus dengan teratur dan kontinu, agar kadarobat dalam darah
terpelihara sekonstan mungkin. Umumnya pengobatan dilakukan dengan dosis
rendah dulu kemudian dinaikan secara berangsur sampai efek maksimal
tercapai dan kadar plasma menjadi tetap.Jangka waktu terapi umumnya
bertahun-tahun bahkan bisa seumur hidup. Bila dalam 2-3 tahun tidak terjadi
serangan maka dosis dapat diturunkan berangsur sehingga pengobatan dapat
dihentikan sama sekali.
5
 Penggolongan Antiepilepsi
Obat-obat ini dapat dibagi dalam beberapa kelompok yaitu :
- Barbital misalnya Fenobarbital, Mefobarbital, dan Heptobarbital.
Obat tidur ini bersifat menginduksi enzim, hingga biotransformasi
enzimatisnya dipercepat, juga penguraian zat-zat lain, antara lain
penguraian vitamin D sehingga menyebabkan rachitis, khususnya
pada anak kecil.
- Hidantoin, misalnya Fenitoin.
- Suksinimida,misalnya Metilfenilsuksinimida dan
Etosuksinimida.Obat ini terutama digunakan pada serangan
psikomotor.
- Oksazolidin oksazolidin, misalnya Etadion dan Trimetadion, tetapi
jarang digunakan mengingat efek sampingnya berbahaya terhadap
hati dan limpa.
- Serba serbi, misalnya Diazapam dan turunannya, Karbamazepin,
Asetazolamid, dan Asam Valproat.
 Contoh sediaan obat
- Fenitoin (Ditalin, Dilantin)
Zat hipnotik ini terutama efektif pada grand mal dan serangan
psikomotor, tidak untuk serangan-serangan kecil karena dapat
memprofokasi serangan.
DS: oral 1-2x sehari @ 100-300 mg.
Indikasi: semua jenis epilepsi kecuali petit mal,status epileptikus
Kontra indikasi: gangguan hati, wanita hamil dan menyusui
Efek samping: gangguan saluran cerna, pusing nyeri kepala
tremor,insomnia.
- Penobarbital
Zat hipnotik ini terutama digunakan pada serangan epilepsi
Grand mal / besar, biasanya dalam kombinasi dengan kafein atau efedrin
guna melawan efek hipnotisnya.
DS: oral 3 x sehari@ 25 –75 mg maksimal 400 mg (dalam 2 dosis).
Indikasi: semua jenis epilepsi kecuali petit mal, status epileptikus
Kontra indikasi: depresi pernafasan berat, porifiria
6
Efek samping: mengantuk, depresi mental.
- Karbamazepin
Indikasi: epilepsi semua jenis kecuali petit mal neuralgia trigeminus
Kontra indikasi: gangguan hati dan ginjal, riwayat depresi sumsum
tulang.
Efek samping: mual,muntah,pusing, mengantuk, ataksia,bingung
- Klobazam
Indikasi: terapi tambahan pada epilepsy penggunaan jangka pendek
ansietas.
Kontra indikasi: depresi pernafasan
Efek samping: mengantuk, pandangan kabur, bingung, amnesia
ketergantungan kadang-kadang nyeri kepala, vertigo,hipotensi.
- Diazepam (valium)
Selain bersifat sebagai anksiolitika, relaksan otot, hipnotik, juga
berkhasiat antikonvulsi, maka digunakan sebagai obat status epileptikus
dalam bentuk injeksi.
DS: oral 2 –3 x sehari @ 2 –5 mg
Indikasi: status epileptikus, konvulsi akibat keracunan
Kontra indikasi: depresi pernafasan
Efek samping: mengantuk, pandangan kabur, bingung, antaksia, amnesia,
ketergantungan, kadang nyeri kepala.
- Karbamazepin (Tegretol)
Efek sampingnya lebih ringan.
DS: Dimimun dengan dosis rendah dan dinaikan berangsur-angsur sampai
2-3 x sehari @ 200-400 mg.
d. Antiparkinson
Anti Parkinson adalah obat-obatan yang dapat mengurangi efek penyakit
Parkinson. Penyakit parkinson/penyakit gemetaran yang ditandai dengan gejala
tremor, kaku otot atau kekakuan anggota gerak, gangguan gaya berjalan (setapak
demi setapak) bahkan dapat terjadi gangguan persepsi dan daya ingat merupakan
penyakit yang tejadi akibat proses degenerasi yang progresif dari sel-sel otak
(substansia nigra) sehingga menyebabkan terjadinya defisiensi neurotransmiter
yaitu dopamin.
7
 Penggolongan obat anti Parkinson
- Obat Dopaminergik sentral:Levodopa, Bromokriptin, Carbidopa.
- Obat antikolinergik sentral: Triheksifenidi.
- Penghambat MAO : Selegiline
- Penghambat DOPA Decarboxylase : Bensarizide
- Obat Dopamino-antikolinergik; Pramipexole.
- Penghambat catechol-O-methyltransferase; Entacapone yang biasa
dikombinasi dengan Levodopa/Carbidopa dengan atau tidak.
e. Analeptika
Obat analeptik adalah kelompok stimulan SSP yang relatif nonselektif.
Dosis konvulsifnya berada dekat dengan dosis analeptik dari obat-obat ini.
Contohnya pikrotoksinin dan pentilenetetrazol. Sebagai obat, keduanya sudah
ditinggalkan pemakaiannya, tetapi masih digunakan dalam penelitian-penelitian
yang memprediksi bagaimana suatu obat bekerja. Obat-obat yang lebih baru,
modafinil dan doksapram, bekerja lebih selektif dan digunakan untuk kasus
narkolepsi serta sebagai stimulan pernafasan.
 Contoh obat analeptika
- Pikrotoksin
Menurut Jarboe et.al., cincin hidoksilaktonil bertanggungjawab
untuk aktivitas dari obat, didukung oleh gugus 2-propenil. Pikrotoksinin
bekerja denga cara mengganggu efek inhibisi dari asam γ-aminobutirat
(GABA) pada tingkat kanal Cl reseptor GABA. Obat ini sudah ditinggalkan
pemakaiannya secara medis. Namun, secara farmakologis, obat ini sangat
berguna dalam mendeterminasi mekanisme kerja obat-obat sedatif-hipnotik
dan antikonvulsan. Butirolakton terikat pada sisi/bagian pikrotoksinin.

2.3 Jenis-Jenis Obat Sistem Saraf Otonom


1. Agonis kolinergik
Agonis kolinergik meniru efek asetilkolin dengan cara berikatan
langsung pada kolinoseptor. Obat ini adalah ester sintetik kolin, seperti
karbakol dan betanekol, atau alkaloid alam seperti pilokarpin.

8
a) Agonis kolinergik langsung
Semua obat kolinergik yang bekerja langsung mempunyai masa
kerja lebih lama dibandingkan asetilkolin. Beberapa diantaranya yang
sangat bermanfaat dalam terapi (pilokarpin dan betanekol) lebih mudah
terikat pada reseptor muskarinik dan kadang-kadang dikenal sebagai obat
muskarinik. Contohnya :
 Asetilkolin
Adalah suatu senyawa amonium kuartener yang tidak mampu
menembus membran. Walaupun sebagai suatu neurotransmitter
sarafparasimpatis dan kolinergik, namun dalam terapi zat ini kurang
penting karena beragam kerjanya dan sangat cepat di-inaktifkan oleh
asetilkolinesterase. Aktivitasnya berupa muskarinik dan nikotinik.
Kerjanya termasuk :
- Menurunkan denyut jantung dan aliran darah di jantung
- Menurunkan tekanan darah
Asetilkolin juga mempunyai kerja lain seperti pada saluran cerna,
asetilkolin dapat meningkatkan sekresi saliva, memacu sekresi dan
gerakan usus. Sekresi bronkial juga dipacu. Pada saluran genitourinaus,
tonus otot detrusor urine juga ditingkatkan. Pada mata, asetilkolin
memacu kontraksi otot siliaris untuk melihat dekat dan menkontriksi otot
sfingter pupil sehingga timbul miosis.
 Betanekol
Mempunyai struktur yang berkaitan dengan asetilkolin; asetatnya
diganti dengan karbamat dan kolinnya dimetilasi.kerja nikotiniknya kecil
atau tidak ada sama sekali, tetapi kerja muskariniknya sangat kuat. Masa
kerjanya berlangsung sekitar 1 jam.
Kerja : memacu langsung reseptor muskarinik, sehingga tonus
dan motilitas usus meningkat, dan memacu pula otot detrusor kandung
kemih sementara trigonum dan sfingter kemih melemas, sehingga urin
terpencar keluar.
Aplikasi terapi : untuk pengobatan urologi, obat ini digunakan
untuk memacu knadung kemih yang mengalami atoni (atonis bladder)
terutama retensi urin pasca persalinan dan pasca bedah non-obstruksi.
9
Efek samping : dapat menimbulkan pacuan kolinergik umum.
Termasuk dalam pacuan ini adalah keringat, salivasi, kemerahan,
penurunan tekanan darah, mual, nyeri abdomen, diare dan
bronkospasme.
 Karbakol (karbamikolin)
Bekerja sebagai muskarinikmaupun nikotinik.
Kerja : berefek sangat kuat terhadap sistem kardiovaskuler dan
sistem pencernaan karena aktivitas pacu ganglion-nya dan mungkin
tahap awalnya memacu dan kemudian mendepresi sistem tersebut.
Penetesan lokal pada mata, dpat meniru efek asetilkolin yang
menimbulkan miosis.
Penggunaan terapi : karena potensi tinggi dan masa kerja yang
relatif lama, maka ibat ini jarang digunakan untuk maksud terapi, kecuali
pada mata sebagai obat miotikum untuk menyebabkan kontraksi pupil
dan turunnya tekanan dalam bola mata.
Efek samping : jika diberikan dalam dosis oftalmologi maka efek
sampingnya kecil atau tidak ada sama sekali.
 Pilokarpin
Menunjukkan aktivitas muskarinik dan terutama digunakan untuk
oftalmologi
Kerja : dapat menimbulkan miosis dengan cepat dan kontraksi
otot siliaris. Pada mata akan terjadi suatu spasme akomodasi, dan
penglihatan akan terpaku pada jarak tertentu, sehingga sulit untuk
memfokuskan suatu objek. Pilokarpin adalah salah satu pemacu sekresi
kelenjar keringat, air mata, dan saliva, tetapi obat ini tidak digunakan
untuk maksud demikian.
Penggunaanterapi : merupakan obat terpilih dalam keadaan
gawat yang dapat menurunkan tekanan bola matabaik glaukoma
bersudut sempit maupun bersudut lebar
Efeksamping : pilokarpin dapat mencapai otak dan menimbulkan
gangguan SSP. Obat ini merangsang keringat dan salivasi yang
berlebihan.

10
b) Inhibitor kolinesterase
Pada bagian sistem syaraf otonom terdapat suatu enzim yang
sangat penting yaitu Asetilkolin asetil hidrolase (AchE) atau biasa
disebut dengan asetilkolinesterase. Enzim ini ditemukan pada celah
syaraf kolinergik, neuromuscular junction, dan darah. Enzim ini sangat
penting karena berfungsi untuk memecah asetilkolin menjadi asetat dan
kolin. Obat dalam hal ini bereaksi dengan menghambat enzim
kolinesterase pada celah sinaptik. Sedangkan obat-obatannya beraksi
dengan 2 tipe, yaitu sebagai Inhibitor reversibel dan sebagai Inhibitor
Ireversibel.
 Fisotigmin
Merupakan substrat yang relatif stabil yang berfungsi meng-
inaktifkan secara reversible asetilkolinesterase. Akibatnya terjadi
potensiasi aktivasi kolinergik diseluruh tubuh.
Kerja : lama kerja sekitar 2-4 jam, dapat mencapai dan memacu SSP.
Penggunaanterapi : obat ini meningkatkan gerakan usus dan
kandung kemih, sehingga berkhasiat untuk mengobati kelumpuhan
kedua organ tersebut.digunakan pula untuk mengobati kerja
antikolinergik yang berlebihan seperti atropin dalam dosis
berlebihan, fenotiazin, dan obat antidepresi trisiklik.
Efeksamping : efek terhadap SSP menimbulkan kejang bila
diberikan dalam dosis besar. Dapat terjadi juga bradikardia. Efek
jarang ditemukan bila digunakan dalam dosis teraupetik.
 Neostigmin
Suatu senyawa sintetik yang dapat menghambat
asetilkolinesterase secara reversible seperti fisotigmin, tetapi lebih
polar dan oleh sebab itu tidak dapat masuk dalam SSP. Masa
kerjanya 2-4 jam. Neostigmin juga bermanfaat sebagai simtomatik
pada mistenia gravis, suatu penyakit autoimun yang disebabkan
oleh antiboditerhadap reseptor nikotinik yang terikat pada reseptol
asetilkolin dari sambungan neuromuskular. Efek samping berupa
salivasi, muka merah, dan pans, menurunnya tekanan darah, mual,
nyeri perut, diare dan bronkospasme.
11
 Piridogstimin
Penghambat kolinesterase lain yang digunakan untuk
pengobatan jangka panjang miastenia gravis. Masa kerjanya lebih
panjang (3-6 jam) dari neogstigmin (2-4 jam)
2. Antagonis Kolinergik
Antagonis kolinergik (disebut juga obat penyekat kolinergik atau
obat antikolinergik) mengikat kolinoreseptor tetapi tidak memicu efek
intraseluler diperntarai reseptor seperti lazimnya. Yang paling
bermanfaat dari obat golongan ini adalah menyekat sinaps muskarinik
pada saraf parasimpatis secara selektif.oleh karena itu, efek persarafan
parasimpatis menjadi terganggu, dan kerja pacu simpatis muncul tanpa
imbangan.
a) Obat antimuskarinik
Obat golongan ini seperti atropin dan skopolamin bekerja
menyekat reseptor muskarinik yang menyebabkan hambatan semua
fungsi muskarinik. Selain itu, obat ini menyekat sedikit perkeualian
neuron simpatis yang juga kolinergik, seperti saraf simpatis yang menuju
kelenjar keringat. Bertentangan dengan obat agonis kolinerik yang
kegunaan teraupetiknya tebatas, maka obat penyekat kolinergik ini
sangat menguntungkan dalam sejumlah besar situasi klinis. Karena obat
ini tidak menyekat nikotinik, maka obat antimuskarinik ini sedikit atau
tidak mempengaruhi smbungan saraf otot rangka atau ganglia otonom.
 Atropin
Atropin, alkaloid belladonna, memiliki afinitas kuat terhadap
reseptor muskarink, dimana obat ini terikat secara kompetitif, sehingga
mencegah asetilkolin terikat pada tempatnya di reseptor muskarinik.
Atropin menyekat reseptor muskarinik baik di snetral maupun saraf tepi.
Kerja obat ini secara umum berlangsung sekitar 4 jam kecuali bila
diteteskan kedalam mata, maka kerjanya sampai berhari-hari.
Kerja :
o Mata : atropin meyekat semua aktivitas kolinergik pada mata,
sehingg menimbulkan midriasis, mata menjadi tidak bereaksi

12
terhadap cahaya dan sikloplegia (ketidak mampuan untuk
memfokuskan penglihatan dekat). Pada pasien dengan glaukoma,
tekanan intraokular akan meninggi secara membahayakan.
o Gastrointestial : atropin digunakan sebagai obat antispsmodik untuk
mengurangi aktivitas saluran cerna.
o Sistem kemih : atropin digunakan pula untuk mengurangi keadaan
hipermotilitas kandung kemih. Obat ini kadang-kdang masih dipakai
untuk kasus enuresis (buang air seni tanpa disadari). Tetapi obat
agoni adrenergik alfa mungkin jauh lebih efektif dengan efek
samping yang sedikit.
o Kardiovaskuler : atropin menimbulkan efek divergen pada sistem
kardiovaskuler, tergantung pada dosisnya. Pada dosis rendah, efek yang
menonjol adalah penurunan denyut jantung (brakardia). Pada dosis tinggi,
reseptor jantung pada nodus SA disekat, dan denyut jantung sedikit
bertambah (takkikardia). Dosis sampai timbul efek ini sedikitnya 1 mg
atropin, yang berarti sudah termasuk dosis tinggi dan pemberian biasanya.
Tekanan darah arterial tidak dipengaruh tetapi padatingkat toksik, atropin
akan mendilatasi pembuluh darah di kulit.Sekresi : atropin menyekat
kelenjar saliva sehingga timbul efek pengeringan pada lapisan mukosa
mulut (serostomia). Kelenjar saliva sangat peka terhadap atropin. Kelenjar
keringat dan kelenjar air mata terganggu pula. Hambatan sekresi pada
kelenjar keringat menyebabkan suhu tubuh meninggi.
Penggunaan terapi :
o Oftalmik : pada mata, salep mata atropin menyebabkan efek midratik atau
siklopegik dan memunginkan untuk pengukuran kelainan refraksi tanpa
gangguan oleh kapasitas akomodasi mata. Atropin mungin menimbulkan
suatu serangan pada individu yang menderita glaukoma sudut sempit.
o Obat antipasmodik : atropin digunakan sebagai obat antiplasmodik untuk
melemaskan saluran cerna dan kandung kemih.
o Antidotum untuk aginis kolinergik : atropin digunakan untuk mengobati
kelebihan dosis organofosfat (yang megandung insektisida tertentu) dan
beberapa jenis keracunan jamur ( jamur tertentu yang megandung substansi
kolinergik). Kemampuan obat ini masuk kedalam SSP sangat penting
13
sekali. Atropin menyekat efek asetilkolin yang berlebihan akibat dari
hambatan terhadap asetilkolinesterase oleh obat-obatan seperti fisostigmin.
o Obat antisekretori : suatu obat kadang diperlukan sebagai antisekretori
guna menghentikan sekresi pada saluran napas atas dan bawah sebelum
dilakukan suatu operasi.
 Skopolamin
Skolapomin, alkaloid beladona lainnya, dapat menimbulkan efek
tepi yang sama dengan efek atropin. Tetapi efe skopolamin lebih
nyata pada SSP dan masa kerjanya lebih lama dibandingkan atropin.
Efek : skopolamin merupakan salah satu obat anti mbauk
perjalanan yang paling efektif. Obat ini menimbulkan pula efek
penumpulan daya ingat jangka pendek. Bertolak belakang dengan
atropin, obat ini menyebabkan sedasi, rasa megantuk, tetapi pada dosis
yang lebih tinggi bahkan menimbulkan kegelisahan/kegaduhan.
Penggunaan terapi : walaupun mirip dengan atropin, indikasi
obat ini terbatas pada pencegahan mabuk perjalanan (obat ini memang
sangat efektif) dan penumpulan daya ingat jangka pendek
 Ipratropium
Penyedotan Ipratropium, suatu turunan kuartener atropin,
bermanfaat untuk pengobatan asma dan penyakit paru obstruksi
menahun (PPOM) pada pasien yang tidak cocok menelan agonis
adrenergik.

b.) Penyekat ganglionik


Obat ini menunjukkan tidak adanya selektivitas terhadap ganglia
simpatis maupun parasimpatis dan tidak efektif sebagai antagonis
neuromuskular. Oleh karena itu, obat ini menghentikan semua keluaran
sistem saraf otonom pada reseptor nikotinikrespon yang teramati
memang kompleks dan sulit diduga, sehingga tidak mungkin meperoleh
kerja yang selektif. Obat penyekat ganglionik jarang digunakan untuk
maksud terapi saat ini. Tetapi obat ini sering digunakan sebagai alat
dalam eksperimen farmakologi.

14
 Nikotin
Satu komponen dalam roko sigaret, nikotin memiliki sejumlah
kerja yang kurang menyenangkan. Tergantung pada dosis, nikotin
mendepolarisasi ganglia, menimbulkan pertama kali gejala pacuan dan
kemudian diikuti oleh paralisis dari semua ganglia. Efek pacunya
kompleks, termasuk peningkatan tekanan darah, pertambahan denyut
jantung (akibat pelepasan transmitter dari ujung saraf adrenergik dan
medula adrenalis), serta peningkatan peristaltis dan sekresi. Pada dosis
lebih tinggi, teanan darah justru menurun karena penyekatan ganglionik,
dan aktivitas saluran cerna otot-otot kandung kemih terhent.
 Trimetafan
Trimetafan adalah obat penyekat ganglionik nikotinik bekerja
singkat dan bersifat kompetitif yang harus diberikan secara infus
intravena. Saat ini trimetafan digunakan untuk menurunkan tekanan
darah dalam keadaan darurat seperti hipertensi yang disebabkan oleh
edema paru atau pecahnya aneurisma aorta bila obat lain tidak dapat
digunakan.
 Mekamilamin
Mekamilamin menyekat kompetitif ganglia nikotinik.
Lamakerjanya berkisar 10 jam setelah pemberian tunggal. Ambilan obat
melalui penyerapan oral baik, berbeda dengan trimetafan.
c.) Obat penyekat neuromuskular
Penyekat neuromuskular bermanfaat secara klinik selama opersi
guna melemaskan otot secara sempurna tanpa memperbanyak obat
anastesi yang sebanding dalam melemaskan otot. Obat penyekat
neuromuskular ini strukturnya analog dengan asetilkolin dan bekerja
baik sebagai antagonis (tipe nondepolarisasi) maupun agonis (tipe
depolarisasi) terhadap reseptor yang terdapat cekungan sambungan
neuromuskular.
 Penyekat nondepolarisasi (kompetitif)
Obat pertama yang mampu menyekat sambungan neuromuskular
otot rangka adalah kurare, yang dipake oleh pemburu alam didaerah
amazon Amerika Selatan untuk melumpuhkan binatang buruannya.
15
Obat tubokuarin akhirnya dimurnikan dengan baikdan
dikenalkan dalam klinik pada awal tahun 1940-an. Obat penyekat
neuromuskilat jelas mempertinggi tinggkat keamanan anastesi yang
dibutuhkan untuk sampai ketingkat melemaskan otot tidak perlu terlalu
banyak.
Mekanisme kerja: pada dosis rendah obat penyekat
neuromuskular nondepolarisasi bergabung dengan reseptor nikotinik dan
mencegah pengikatan asetilkolin. Obat ini justru mencegah depolarisasi
membran sel otot yang menghambat kontraksi otot. Karena obat ini
bersaing dengan aetilkolin pada reseptor, maka disebut penyekat
kompetitif. Kerjanya dapat dimusnahkan dengan memperbanyak kadar
asetilkolin pada cela sinaptik, sebagai contoh pemberian obat
penghambat kolinesterase seperti neostigmin atau edrofonium. Ahli
anastesi sering menggunakan strategi ini untuk mempersingkat lama
penyekatan neuromuskular. Pada dosis tinggi penyekat nondepolarisasi
menghadang kanal ion pada cekungan. Keadaan ini menyebabkan
pelemahan transmisi neuromuskular lebih lanjut dan mengurangi
kemampuan obat penghambat asetilkolinesterase untuk menghilangkan
kerja obat pelemas otot nondepolarisasi.
Efek: tidak semua otot sama pekanya terhadap penyekatan oleh
obat penyekat kompetitif. Otot-otot kecil yang berkontraksi cepat pada
muka dan mata sangat peka sekali dan dilumpuhkan pertama kali,
kemudian diikuti oleh otot jari-jari. Setelah itu otot tungkai dan lengan,
lher, dan batang tutbuh dilumuhkan, kemudian otot sela iga terganggu
dan terakhir otot diafragma lumpuh.
Penggunaan terapi: obat penyekat ini digunakan dalam terapi
sebagai obat pelengkap dalam anastesi selama operasi guna melemaskan
otot rangka.
Farmakokinetik: obat ini sulit menembus membran dan tidak
mauk kedalam sel atau melintasi sawar darah otak. Kebanyakan obat ini
tidak dimetabolisme; kerjanya diakhiri dengan carapenyebaran kembali.
Sebagai contoh, tubokuarin, pankuronium, mivakurium, metokurin dan
doksakurium diekskresikan kedalam urin dalam bentuk utuh. Atrikurium
16
dihancurkan spontan didalam plasma dan dengan hidrolisis ester. Obat
aminosteroid (vekuronium dan rokuronium) di-deastilasi dalam hati, dan
bersihannya akan memanjang pada pasien dengan penyakit hepar. Obat
ini diekskresi dalam bentuk utuh kedalam empedu.
Interaksi obat: penghambat kolinesterase, anestesi hidrokarbon
berhalogen,antibiotika aminoglikosida, penyekat kanal kalsium.
 Obat depolarisasi
Mekanisme kerja: tidak seperti asetilkolin yang segera dirusak
oleh asetilkolinesterase, maka obat depolarisasi ini kadarnya teteap
tinggi dalam celah sinaptik dan tetap melekat pada reseptor dalam jangka
waktu yang relatif lama, dan terus menerus memacu reseptor.
Efek: urutan kelumpuhan ungkin sedikit berbeda, tetapi
sebagaimana yang terjadi pada penyekat kompetitif, otot-otot pernapasan
limpuh belakangan. Suksinilkolin mengawali efeknya dengan lumpuh
dalam beberapa menit. Obat ini tidak menyebabkan penyekatan
ganglion, kecuai pada dosis tinggi, walaupun sebenarnya obat ini
memacu secara lemah pelepasan histamin. Dalam keadaan normal, lama
kerja suksinilkolin sangat singkat, karena obat ini cepat sekali dirusak
oleh kolinesterase dalam plasma.
Penggunaan terapi: karena mula kerjanya cepat dan lama kerja
singkat, suksisnilkolin berguna sewaktu intubasi endotrakeal cepat
dibutuhkn selama induksi anastesi. Obat ini digunakan juga selama
terapi syok elektrokonvulsif (ECT).
Farmakokinetik: suksisnilkolin disuntikkan intravena. Kerjanya
yang sangat singkat (beberapa menit saja) disebabkan oleh hidrolisis
cepat kolinesterase dalam plasma. Oleh karena itu, obat ini biasanya
diberikan dalam bentuk nfus terus menerus.
Efek samping:
o Hipertermia: bila halotan digunakan sebagai anastesi, maka pemberian
suksinilkolin terkadang menyebabkan hipertemia sangat berat pada orang
yang dasar genetiknya peka.
o Apnea: pasien yang dasar genetiknya berkaitan dengan defisiensi
kolinesterase plasma atau adanya bentuk atipikal dari enzim tersebut sering
17
terjadi apnea (tidak dapat bernapas) karena kelumpuhan otot diafragma.

3. Agonis adrenergik
Agonis adrenergik merupakan obat yang memacu atau
meningkatkan syaraf adrenergik. Oleh karena itu obat-obat yang bekerja
secara agonis adrenergik ini beraksi menyerupai neurotransmitternya,
yaitu nor-adrenalin. Agonis adrenergik juga dinamakan dengan
Adrenomimetik. Obat-obat yang bekerja dengan cara ini bereaksi dengan
reseptor adrenergik, yaitu reseptor adrenergik α & reseptor adrenergik β.
Obat agonis adrenergi memiliki 3 mekanisme kerja yaitu:
a) Agonis bekerja langsung : yaitu obat-obat yang bekerja lngsung pada
reseptor α dan β dengan menimbulkan efek mirip pacuan saraf
simpatis atau pelepasan hormon epinefrin dari medula adrenalis,
contoh obat agonis yang bekerja langsung :
 Epinefrin : epinefrin berinteraksi terhadap reseptor α dan β. Pada dosis
rendah, efek β (vasodilatasi) pada sistem vaskular menonjol sekali,
sedangkan pada dosis tinggi, efek α (vasokontriksi) menjadi efek terkuat.
Kerja: kerja utama epinefrin adalah pada sistem kardiovaskuler.
Senyawa ini memperkuat daya kontraksi otot jantung (miokard)
(inotropik positif: kerja β1). Oleh sebab itu, curah jantung meningkat
pula. Akibat dar efek ini maka kebutuhan oksigen otot jantung
meningkat juga. Epinefrin mengkontriksi areriol dikulit, membran
mukosa dan visera (efek α) dan mendilatasi pembuluh darah kehati dan
otot rangka (efek β2). Aliran darah ke ginjal menurun. Oleh karena itu,
efek kumulatif epinefrin adalah peningkatan tekanan sistolik bersama
dengan sedikit penurunan tekanan diastolik yang akhirnya menimbulkan
refleks perlambatan jantung.
Respirasi: epinefrin menimbulkan bronkodilatasi kuat dengan
bekerja langsung pada otot polos bronus (kerja β2). Kerja ini sangat
membantu semua keadaan bronkokontriksi karena reaksi alergi atau pacu
histamin. Pada kasus syok anafilaksis, obat ini dapat menyelamatkan
nyawa.
Hiperglikemia: epinefrin mempunyai efek hiperglikemia yang
18
khas karena terjadinya glikogenolisis didalam hepar (efek β2)
peningkatan pelepasan glukogen (efek β2) dan menurunkan pelepasan
insulin (efek α2). Efek demikian diperantarai oleh AMP.
Lipolisis: epinefrin mengawali lipoisis melalui aktivitas
agonisnya pada reseptor beta jaringan lemak, yang pada stimulasi,
mengaktifkan adenili siklase untuk meningkatkan kadar cAMP. cAMP
ini kemudian memacu suatu lipase sensitif hormon yang selanjutnya
menghidrolisis triasilgliserol menjadi asam lemak bebas dan gliserol.
Biotransformasi: epinefrin seperti katekolamin lainnya,
dimetabolisme oleh 2 jalur enzimatik: COMT yang memiliki S-
adenosilmetionin sebagai kofaktor, dan MAO. Hasil metabolit kahir yang
dijumpai dalam urin adalah metanefrin dan asam vanilimendelat.
Penggunaan terapi:
o Bronkospasme: epinefrin merupakan obat utama yang digunakan untuk
pengobatan gawat setiap kondisi saluran napas yang ditandai oleh
bronkokontriksi dengan kesulitan bernapas.
o Glaukoma: pada oftalmologi, larutan epinefrin 2% dapat digunakan secara
topikal untuk mengurangi tekanan dalam bola matapada glaukoma sudut
terbuka. Obat ini mapu mengurangi produksi cairan humor dengan
memvasokontriksi pembuluh darah badan siliaris.
o Syok anafilatik: epinefrin merupakan obat pilihan untuk pengobatan reaksi
hipersensitif tipe 1 dan responnya terhadap alergen.
o Pada anastesi : larutan anastesi lokal biasanya megandung 1:100.000
bagian epinefrin. Efeknya nyata sekali dalam memperpanjang kerja
anastesi lokal.
Farmakokinetik: epinefrin mempunyai awitan cepat, tetapi
masa kerjanya singkat.
Efek samping:
o Gangguan SSP: akibat epinefrin termasuk kecemasan, ketakutan, tegang,
sakit kepala dan tremor.
o Pendarahan: obat ini dapat memacu pendarahan didalam otak akibat dari
naiknya tekanan darah secara nyata.
o Aritmia jantung : obat ini dapat pula memacu aritmia jantung, terutama
19
bagi pasien yang sedang mendapat digitalis
o Edema paru: epinefrin dapat menimbulkan edema baru.
Interaksi:
o Hipertiroidisme: epinefrin akan mempercepat kerja kardiovaskuler pada
pasien hipertiroidisme, bisa digunakan kecuali dosis obat dikurangi.
o Kokain: bila didalam tubuh terdapat kokain, maka epinefrin akan
menambah efek kardiovaskulernya.
 Norepinefrin
Obat ini akan memacu semua tipe reseptor adrenergik. Namun
dalam kenyataannya, bila obat ini diberikan pada manusia dalam dosis
terapi, maka reseptor adrenergik α saja yang paling dipengaruhi.
Kerja kardiovaskuler:
o Vasokontriksi: norepinefrin menyebabkan kenaikan tahanan perifer akibat
vasokontriksi kuat hampir semua lapangan vaskular, termasuk ginjal.
o Refleks baroreseptor: pada preparat jaringan jantung terpisah, norepinefrin
akan memacu kontraktilitas jantung; namun secara invivo, pacuan ini
hanya ringan sekali bila ada.ha in akibat dari peningkatan tekanan darah
yang emacu suatu refleks berkaitan dengan aktivitas vagal melalui pacuan
baroreseptor.
o Efek praterapi atropin: bila atropin diberikan sebelum norepinefrin, maka
pacuan norepinefrin jelas akan menimbulkan takikardia.
o Penggunaan terapi: norepinefrin digunakan untuk pengobatan syok karena
kemampuannya menaikkan tahanan tepi dan oleh karena itu menaikkan
tekanan darah; namun demikian dopamin ternyata lebih baik, karena tidak
mengurangi aliran darah keginjal seperti norepinefrin.
 Isoproterenol
Bekerja langsung yang terutama memacu reseptor β1 dan β2.
Kerja:
o Kardiovaskular: pacuan obat ini seaktif epinefrin sehingga bermanfaat pada
pengobatan blok antrioventrikular atau henti jantung. Isoproterenol
mendilatasi pula arteriol otot rangka (kerja β2.), sehingga mengurangi
tahanan perifer. Karena kerja pacu jantungnya, obat in mungkin enaikkan
sedikit tekanan sistol, tetapi sangat menurunkan tekanan arteri rerata dan
20
tekanan diastolik.
o Paru-paru: isoproterenol seaktif epinefrin dan cepat melegakkan seranan
asma akut, bila diberikan secara inhalasi/sedotan. Kerja ini berakhir sekitar
1 jam dan sesudah itu dosis dapat diulangi kembali.
o Efek lainnya: terhadap reseptor β, seperti peningkatan kadar gula darah dan
lipolisis dapat dibuktikan, tetapi secara klinik efek ini tidak jelas.
Penggunaan terapi: isoproterenol sekarang jarang digunakan sebagai
obat bronkodilator pada asma.
Farmakokinetik: diserap secara sistemik oleh mukosa sublingual tetapi
lebih nyata diserap secara parental atau sedotan aerosol.
Efek samping: mirip sekali dengan efek samping epinefrin.
- Dopamin
Dopamin dapat mengaktifkan reseptor adrenergik α dan β.
Sebagai contoh, pada dosis tinggi obat ini menimbulkan vasokontriksi
dengan mengaktifkan reseptor α, sebaliknya pada dosis rendah, obat
akan memacu reseptor jantung β.
- Dobutamin
Kerja: adalah suatu katekolamin sintetik, bekerja langsung
yang merupakan agonis reseptor β1. Obat ini tersedia dalam bentuk
campuraan resemik.
Penggunaan terapi: dobutamin digunakan untuk meningkatkan
curah jantung pada gagal jantung kongestif.
Efek samping: dobutamin perlu diperhatikan bila diberikan
pada pasien dengan fibrilasi atrial, karena obat ini meningkatkan
konduksi atrioventrikular. Efek samping lainnya mirip dengan efek
samping epinefrin.
- Fenilefrin
Fenilefterin adalah obat adrenergik sintetik langsung yang
terutama mengikat reseptor α2. Fenilefterin adalah suatu vasokontriktor
yang mampu meningkatkan tekanan sistolik maupun diastolik. Efeknya
terhadap jantung langsung tidak ada, tetapi memacu refleks bradikardia
bila diberikan parental. Obat ini digunakan untuk enaikkan tekanan
21
darah dan menghentikan serangan tarikardiasupraventrikular. Dosis
besar dapat menyebabkan sakit kepala hipertensif dan ketidakteraturan
jantung.
- Metoksamin
Metoksamin adalah obat adrenergik sintetik bekerja langsung
yang mengikat reseptor alpha, terlebih lagi reseptor α1 dan α2. Obat ini
digunakan juga untuk menanggulangi hipotensi selama operasi yang
memperoleh anastesi halotan. Obat ini cenderung tidak memacu aritmia
jantung pada pasien yang disensitisasi anastesi umum halotan. Efek
samping yang terjadi berupa sakit kepala hipertensif dan muntah-
muntah.
- Kionidin
Kionidin adalah agonis α2 yang digunakan pada hipertensi
esensial untuk menurunkan tekanan darah karena kerjanya pada SSP.
Obat ini dapat digunakan juga untuk mengurangi gejala yang timbul
akibat putus obat opiat atau benzodiazepin.
- Metaproterenol
Obat ini dapat idberikan peroral atau inhalasi. Obat ini bekerja
terutama pada reseptor β2, menimbulkan efek ringan pada jantung. Obat
ini menyebabkan dilatasi bronkiolus dan memperbaiki fungsi aliran
udara. Obat ini berfungsi sebagai bronkodilator pada pengobatan asma
dan melegakan bronkospasme.
- Terbutalin
Tetrabulin yang bersifat lebih selektif daripada metaproterenol
dan masa kerjanya lebih lama. Obat ini diberikan baik secara oral
ataupun subkutan. Digunakan sebagai bronkodilator dan mengurangi
kontraksi rahim pada persalinan prematur.
- Albuterol
Albuterol adalah agonis β2 selektif yang sifatnya mirip sekali
dengan tetrabutalin. Obat ini banyak dignakan sebagai inhalan untuk
mengatasi bronkospasme.

22
b.) Agonis adrenergik bekerja tidak langsung
Obat-obat ini memperkuat efek norepinefrin endogen, tetapi tidak
langsung mempengaruhi reseptor pasca sinaptik.
 Amfetamin
Amfetamin sering diduga hanya bekerja sebagai pacu sentral kuat
saja oleh pecandu penyaahgunaan obat. Sebenarnya obat ini dapat
menaikkan tekanan darah dengan jelas karena kerja agonis α-nya pada
pembuluh darah sebagaimana juga efek pacu β-nya pada jantung.
 Tiramin
Tiramin tidak digunakan dalam klinik, tetapi banyak ditemukan
dalam makanan fermentasi, seperti keju dan anggur chianti. Obat ini adalah
produk normal dari hasil metabolisme tirosin.

c.) Agonis adrenergik bekerja ganda


 Efedrin
Efedrin adalah alkaloid tumbuhan, tetapi sekarang dapat dibuat
secara sintetik. Obat ini adalah obat adrenergik bekerja ganda, berarti
tidak saja melepas simpanan norepinefrin dari ujung saraf, tetapi mampu
pula memacu langsung reseptor α dan β. Oleh karena itu, sejumlah besar
kerja adrenergik yang muncul sering sekali dengan efek epinefrin,
walaupun sedikit lebih lemah.
 Metaraminol
Metaraminol adalah obat adrenergik yang bekerja ganda dengan
kerja yang mirip norepinefrin. Obat ini digunakan pada pengobatan syok
dan untuk mengatasi hipotensi mendadak.

4. Antagonis adrenergik
Antagonis adrenergik mengikat adrenoseptor tetapi tidak menimbulkan
efek intraseluler yang diperantarai reseptor seperti lazimnya.
a.) Obat penyekat adrenergik α
Obat-obat yang menyekat adrenoseptor α sangat mempengaruhi tekanan
darah.

23
 Fenoksibenzamin
Kerja fenoksibenzamin ini berakhir sekitar 24 jam setelah pemberian
tunggal. Setelah obat disuntikkan,belum erjadi penyekatan beberapa jam
karena molekul harus dibiotransformasi lebih dulu menjadi bentuk aktif.
Kerja:
o Efek kardiovaskular: penurunan resistensi perifer ini menimbulkan refleks
takikardia. Lebih jauh kemampuan untuk menyekat reseptor α2 presinaptik
pada jantung justru menimbulkan peningkatan curah jantung.
o Reversal epinefrin: fenoksibenzamin tidak mempunyai efek terhadap kerja
isoproterenol yang murni sebagai agonis β.
Penggunaan terapi : fenoksibenzamin digunakan untuk
pengobatan feokromositoma, tumor pensekresi katekolamin sel-sel yang
berasal dari medulla adrenalis.
Efek samping : fenoksibenzamin dapat menyebabkan hipotensi
postural, sumbatan hidung, mual dan muntah.
 Fentolamin
Kebalikan dari fenoksibenzamin, fentolamin menimbulkan
penyekatan kompetitif terhadap reseptor α1 dan α2. Kerja obat ini berakhir
setelah 4 jam pemberian tunggal. Fentolamin digunakan juga untuk terapi
feokromositoma dan keadaan klinis lainnya ditandai dengan pelepasan
katekolamin berlebihan.
 Prazosin, terazosin, dan doksazosin
Efek kardiovaskuler : prazosin dan terazosin menurunkan
resistensi vaskular perifer dan menurunkan tekanan darah arterial dengan
melemaskan otot polos arteri dan vena.
Penggunaan terapi :dosis awal obt ini menimbulkan respons
hipotensi yang berlebihan bahkan menimbulkan sinkop(pingsan). Kerja
demikian disebut sebagai “efek dosis awal”, dapat dikurangi dengan
menyesuaikan dosis awal tersebut menjadi 1/3 atau ¼ dari dosis normal,
dan obat diberikan menjelang tidur.
Efek samping : parazosin dan terazosin mungkin menyebabkan
pusing, kehilangan tenaga, hidung tersumbat, sakit kepala, megantuk, dan
hipotensi ortostatik.
24
b) Obat penyekat adrenergik β
Semua obat penyekat β yang digunakan dalam klinik bersifat
antagonis kompetitif.
 Propranolol: suatu antagonis- β non-selektif
Kerja : kardiovaskular, vasokonstriksi perifer, bronkokonstriksi,
peningkatan retensi natrium, menghambat kerja isoproterenol.
Efek terapi : memberikan terapi pada hipertensi, glaukoma,
migren, hipertiroid, angina pektoris, infark miokardial.
Efek samping : bronkokonstriksi, aritmia, gangguan seksual,
gangguan metabolisme, interaksi obat.
 Timolol dan nadolol: antagonis- β non-selektif
Timolol menyekat juga adrenoseptor β1 dan β2 dan leih kuat dari
propranolol. Nadolol kerjanya sangat panjang. Nadolol mengurangi
produksi cairan humor mata dan digunakan secara topikal pada pengobatan
glaukoma sudut terbuka menahun, dan dapat pula sesekali digunakan untuk
pengobatan sistemik hipertensi.
 Asebutolol, atenolol, metoprolol, dan esmolol antagonis β selektif
Kerja : obat-obat penyekat – β menurunkan tekanan darah pada
hipertensi dan meningkatkan toleransi latihan fisik dan angina.
Penggunaan terapi dan hipertensi : karena obat-obat ini
mempunyai efek kecil sekali terhadap reseptor β2 vaskuler perifer, maka
kedinginan anggota tubuh, suatu efek samping yang sering muncul pada
terapi penyekat-β sangat jarang terjadi.

 Pindolol, dan asebutolol: antagonis dengan aktivitas agonis parsial


Kerja : pada kardiovaskular asebutolol dan pindolol bukan
penyekat murni; melainkan mempunyai kemampuan memacu dengan
lemah sekali reseptor β1 dan β2 dan oleh karena itu disebut memiliki
aktivitas simpatomimetik intrinsik. Serta pengurangan efek metabolik.
 Labetalol penyekat α dan β
Kerja : obat ini tidak mengganggu kadar lipid atau glukosa darah
alam serum.
Penggunaan terapi pada hipertensi : labetalol berguna untuk
25
pengobatan pasien hipertensi berusia tua. Labetalol dapat digunakan
sebagai obat alternatif terhadap hidralazin untuk pengobatan hipertensi
akibat kehamilan.
c) Obat-obat yang mempengaruhi pelepasan atau ambilan kembali
neurotransmitter
 Reserpin
Awal kerja obat ini lambat timbul tetapi masa kerjanya panjang.
Bila obat dihentikan kerjanya menetap selama beberapa hari.
 Guanetidin
Obat ini sekarang jarang digunakan untuk pengobatan hipertensi
karena sering menimbulkan hipotensi ortostatik dan mengganggu fungsi
seksual pada lelaki.
 Kokain
Kokain adalah unik diantara anastesi lokal yang mampu menyekat
enzim ATPase diaktifkan Na dan K melintas membran sel neuron
adrenergik. Akibatnya, norepinefrin menumpuk dalam ruang sinaptik,
menimbulkan bertambahnya aktivitas simpatetik dan memperkuat kerja
epinefrin dan norepinefrin. Oleh karena itu, dosis kecil katekolamin
mampu menimbulkan efek yang diperkuat pada pasien yang menelan
kokain dibanding yang tidak menelannya.

28

Anda mungkin juga menyukai