Anda di halaman 1dari 2

Rame-Rame Menyerang Ahok

Apa yang teringat saat kita mendengar nama seorang Ahok?

Ceplas-ceplos, kalo ngomong makjleb, kerjanya marah-marah dan paling gampang terucap pecat
pada bawahannya saat dirinya masih menjadi gubernur DKI Jakarta. Mungkin karena kultur, warga
DKI nggak siap dengan pembawaannya yang serba bledag-bledug kalo bersikap.

Namun dibalik kerja kerasnya, terutama dalam menjaga uang rakyat di DKI, inilah yang kemudian
memicu pihak-pihak yang selama ini lancar jaya dalam menggarong uang anggaran, menjadi mati
gaya. Saking gilanya sampai rencana APBD DKI dicorat-coret dengan catatan: Pemahaman Nenek
Lo!

Itulah Ahok.

Peristiwa video editan ala Buni Yani yang terjadi di Pulau Seribu-lah yang kemudian
menghantarkan seorang Ahok harus masuk ke jeruji besi, dengan dalih penistaan agama. Kasus ini
juga bukan berarti Ahok lepas komunikasi dengan Jokowi.

Kalo bicara fair, Ahok adalah tumbal politik yang dipakai untuk menghantam kepemimpinan Jokowi
saat itu lewat demo berjilid-jilid. Namun sayang beribu sayang. Niatan untuk mendongkel posisi
sang tukang kayu dari istana negara berakhir anti klimaks.

Spekulasi akan intervensi Jokowi pada kasus Ahok tidak terbukti. Ahok tetap masuk bui, namun bui
khusus di Mako Brimob, bukan di Cipinang.

Apa ini tanpa ada intervensi seorang Jokowi? Kini kita bisa sama-sama menjawabnya. Ada rasa
peduli sekaligus terima kasih seorang pakde pada kawannya itu.

Bayangkan kalo situasinya Ahok mengajukan PK pada putusan hakim saat itu? Tentu bola salju
gerombolan kampret nggak akan berhenti apalagi bisa dipretelin. Yang ada malah tambah
membesar. Dan Ahok tahu itu. Pengorbanan harus dibuat. Case closed.

Kini setelah menjalani masa penghukuman, nama Ahok tetap menjadi buah bibir. Bahkan saat
dirinya menikah kembali dengan seorang gadis belia yang lebih cocok dijadikan sebagai anaknya,
toh para pendukung setianya tetap eksis. Ada Ahok pasti ada Ahokers. Dan jumlahnya jutaan.

Sadar potensi dirinya yang akan terus menjadi bulan-bulanan kelompok kampret yang saat ini telah
bertransformasi menjadi kadal gurun, Ahok-pun bergabung dengan PDIP. Berapa kuatnya sih
seorang Ahok jika harus berjuang sendirian tanpa ditopang oleh mesin partai?

Dan PDIP pun membuka tangan lebar-lebar pada seorang Ahok. Harapannya, Suara Ahokers yang
jumlahnya jutaan kelak akan bisa diparkir ke partai berlambang banteng tersebut, dengan hadirnya
Ahok disitu. Disisi yang lain, sebagai kader PDIP, posisi apa yang akan didapuk oleh seorang Ahok
kelak?

Posisi menteri? Telah kandas oleh Undang-Undang.

Posisi Dewan Pengawas KPK? Juga tenggelam karena amanat Undang-Undang.


Padahal kalo dipikir, seorang mantan Napi saja bisa menjadi Wakil DPRD, kenapa hak politik yang
sama tidak bisa dimiliki oleh seorang Ahok? Apalagi kasusnya jelas rekayasa, bukan maling
anggaran alias penggarong uang rakyat.

Namun, seorang Jokowi jelas bukan tipe orang yang suka melabrak UU. Semua harus berjalan sesuai
aturan, tak terkecuali seorang Ahok sahabatnya.

Lantas apakah seorang Ahok akan disia-sia? Tentu tidak Rudolfo…

Lewat seorang Erick Thohir, rencananya Ahok akan diberikan posisi penting pada sebuah BUMN.
Pertamina namanya. Posisi apa? Entahlah. Yang pasti posisi Dirut atau Komut sangat cocok
untuknya. Dan Ahok konon sudah menyanggupinya.

Kok bisa tahu kalo ada intervensi Jokowi pada kasus penunjukkan Ahok?

Lha emang pemilihan boss Pertamina bisa sembarangan? Ada tahapan yang namanya Tim Penilai
Akhir (TPA) yang diketuai langsung oleh presiden, brayy. Aliasnya, nggak mungkin ujug-ujug nama
Ahok nongol tanpa ada restu dari pakde sebelumnya.

Bisa ditebak, siapa yang akan kebakaran jemb** dengan masuknya Ahok sebagai Dirut atau Komut
Pertamina?

Tepat sekali! Para kadal gurun and the gank.

Sudah rahasia umum kalo BUMN strategis sekelas Pertamina merupakan sarang para dalrun yang
selama ini berfungsi sebagai donatur (baca disini).

Kebayang apa yang terjadi kalo sekiranya Ahok mulai beraksi? “Bisa-bisa mati berjamaah dan
ujungnya para laskar bakalan makan angin karena nggak kebagian japrem,” demikian ungkap
seorang sumber.

Dan benar saja. Tak lama wacana mulai mengemuka, Ketua Umum PA 212 mulai menunjukkan
gelagat kek cacing kepanasan atas rencana ditunjuknya Ahok sebagai boss Pertamina. Ancamnya
kepada Jokowi, “Hati-hati pak. Jaga perasaan umat biar kondusif ini negara.” (14/11)

Dengan statement tersebut, mulai tergambar situasi yang bakal terjadi ke depannya. Akan ada aksi-
aksi seru dari mulai penolakkan yang bakal digelar hingga aksi konyol lainnya, dengan berdalih
utama penunjukkan Ahok telah menyakiti hati umat.

Padahal seyogyanya, periuk nasi kelompok kadal gurunlah yang jadi masalah dengan hadirnya
seorang Ahok. Kenapa harus bawa-bawa nama umat? Mengingat saat ini rakyat sudah nggak bego
lagi kek dulu.

Pertanyaannya, situ umat apa kumat?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)

Anda mungkin juga menyukai