Setiap perusahaan pasti memiliki budaya kerja unik yang berbeda satu sama lain. Budaya ini
diciptakan dengan maksud untuk membuat karyawan lebih produktif dan mencapai hasil yang
sejalan dengan visi perusahaan. Lebih dari sekadar aturan berpakaian atau desain interior kantor,
budaya kerja juga mencakup relasi antar karyawan dan gaya kepemimpinan di suatu organisasi.
Singkatnya, budaya kerja merupakan konsep yang mengatur perilaku serta mewakili nilai
kolektif, keyakinan, dan prinsip dari anggota organisasi.
“A pattern of shared basic assumption that the group learned as it solves its problems of
external adaptation and internal integration, that has worked well enough to be considered valid
and, therefor, to be taught to new members as the correct way to perceive, think, and feel in
relation to those problems. “
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa budaya kerja adalah kumpulan dari asumsi-
asumsi dasar yang dipelajari sebagai hasil dari memecahkan masalah yang ada di luar maupun di
dalam perusahaan dalam proses penyesuaian.
Budaya kerja timbul akibat hasil belajar bersama antar anggota yang dirasa merupakan jalan yang benar
untuk memahami, berpikir, dan merasakan satu sama lain agar bisa memecahkan masalah yang
ada. Schein sendiri membagi budaya kerja menjadi tiga tingkatan, yaitu:
Nilai-nilai
Berbeda dengan tingkat perilaku dan artifact, nilai-nilai tidak terlihat, hanya saja nilai-nilai bisa
terungkap melalui pola-pola tertentu. Misalnya saja nilai keterbukaan bisa terungkap dari perilaku yang
mau mendengarkan segala kritik dan saran. Atau misal nilai hemat bisa terungkap dari bekerja dengan
menggunakan kertas seminimal mungkin.
Keyakinan
Tingkat keyakinan ini memang tingkat yang paling dalam dibandingkan kedua nilai di atas. Di samping
tingkat ini tidak mudah dilihat, keyakinan juga terdiri dari berbagai asumsi dasar. Misalkan orang yang
punya nilai kepercayaan akan punya prioritas tinggi yang akan terungkap dalam perilakunya, yakni
seperti mudah percaya pada orang lain.
Budaya kerja positif akan menciptakan lingkungan yang nyaman dan juga kesempatan bagi karyawan
untuk berkembang. Tidak hanya mengutamakan kesuksesan organisasi, budaya kerja yang baik juga
seharusnya bisa membawa dampak positif bagi anggota di dalamnya. Berikut merupakan beberapa ciri
perusahaan dengan budaya kerja yang baik.
Organizational Culture Assessment Instrument (OCAI) mengklasifikasikan empat jenis budaya kerja
berdasarkan parameter spesifik. Dibagi berdasarkan tujuan dan fokus perusahaan, yaitu Clan Culture,
Adhocracy Culture, Market Culture, dan Hierarchy Culture.
Salah satu perusahaan yang diketahui mengadopsi clan culture yaitu Tom’s of Maine, perusahaan yang
memproduksi berbagai produk perawatan tubuh natural. Sang founder, Tom Chappell, berfokus untuk
membangun hubungan yang baik dengan karyawan, konsumen, pemasok, hingga lingkungan.
Facebook merupakan salah satu perusahaan yang menganut budaya adhocracy. Mark Zuckerberg sebagai
CEO terkenal dengan nasihatnya yang berbunyi “Move fast and break things – unless you are breaking
stuff, you are not moving fast enough.” (Bergerak cepat dan hancurkan hal lain – kamu belum bergerak
cepat sampai kamu merusak berbagai hal).
Penekanan pada performa ini sebenarnya diharapkan bisa menjadi motivasi bagi karyawan untuk
berprestasi. Namun, banyak kritik justru berpendapat bahwa hal ini bisa menimbulkan budaya yang tidak
sehat, seperti ketidakjujuran dan mengurangi produktivitas.
Setelah mendapatkan penjelasan mengenai budaya kerja, tentunya sekarang kamu tahu dong apakah
budaya kerja di lingkungan kantor kamu itu positif atau tidak? Nah, selain pengetahuan mengenai ini ada
satu hal lagi nih yang bisa mendukung budaya kerja positif kantor kamu. Apakah itu? Adalah aplikasi
HRIS (Human Resources Information System) yaitu software pembantu kinerja HRD di bidang
penggajian, manajemen pengeluaran dan absensi.