Anda di halaman 1dari 6

IV.

KONDISI LINGKUNGAN
IV.1. Kondisi Lingkungan Awal

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil

pengukuran parameter fisik kimia perairan sebagai berikut :

IV.1.1. Suhu
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan di hutan mangrove,

Tritih Kulon, Cilacap yang didapatkan dari ketiga stasiun, Pada stasiun satu,

diperoleh nilai parameter suhu sebesar 32℃. Stasiun dua diperoleh data

parameter suhu sebesar 34℃, sedangkan pada stasiun tiga didapatkan nilai

parameter suhu sebesar 37℃. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh

Wijaya (2007), menjelaskan bahwa suhu diperairan Tritih Kulon, Cilacap

berkisar antara 28-32℃. Maka dapat disimpulkan bahwa kondisi parameter

suhu diperairan mangrove, yang sesuai standar baku mutu yaitu terdapat pada

stasiun satu. Sedangkan hasil parameter suhu pada stasiun dua dan stasiun tiga

melebihi nilai standar baku. Tingginya nilai parameter suhu dapat dipengaruhi

juga oleh perbedaan waktu saat pengambilan nilai parameter suhu, kemudian

dipengaruhi juga oleh cuaca yang terjadi saat pengambilan data.


IV.1.2. Warna
Berdasarkan hasil pengukuran parameter warna di perairan mangrove

Tritih Kulon, Cilacap dari ketiga stasiun didapatkan warna perairan yaitu

coklat keruh. Hal tersebut dikarenakan substrat di ekosistem mangrove

berlumpur. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Muhammad et al., (2012), yang menjelaskan bahwa nilai baku mutu perairan

dengan parameter warna di ekosistem mangrove yaitu coklat keruh. Substrat

berlumpur menendakan bahwa banyaknya kandungan bahan organic pada

dasar perairan. Tipe substrat juga akan mempengaruhi warna peraian.


IV.1.3. Bau
Hasil parameter bau di perairan mangrove Tritih Kulon, Cilacap yaitu

tidak berbau. Sedangkan menurut Latifah (2018), menjelaskan bahwa

didapatkan bau perairan yang sangat menyengat di beberapa perairan

ekosistem mangrove. Hal tersebut diindikasikan karena adanya hasil

penguraian bahan organic dan bahan anorganik di sekitar ekosistem mangrove.

Dalam proses penguraian tersebut dilakukan oleh bekteri dengan memerlukan

banyak oksigen (O2). Proses tersebut dapat menyebabkan oksigen terlarut

dalam air bisa berkurang, hinga menyebabkan bau busuk. Kemudian juga

disebabkan karena adanya pembuangan limbah rumah tangga disekitar area

hutan mangrove yang bermuara di wilayah ekosistem mangrove.


IV.1.4. Kekeruhan
Hasil pengukuran parameter kekeruhan yang dilakukan di hutan

mangrove, Tritih kulon, didapatkan nilai kekeruhan pada stasiun satu ulangan

satu yaitu sebesar 48.09 NTU. Kemudian kekeruhan pada ulnagan dua

didapatkan nilai sebesar 13.84 NTU, dan pada ulangan tiga diperoleh nilai

kekeruhan sebesar 50 NTU. Pada stasiun dua, diperoleh nilai kekeruhan pada

ulangan satu sebesar 67 NTU, ulangan dua sebesar 66 NTU, dan pada ulangan

ketiga diperoleh nilai kekeruhan sebesar 31.16 NTU. Pada stasiun tiga,

diperoleh nilai kekeruhan pada ulangan sau sebesar 207 NTU, ulangan dua

sebesar 533 NTU, dan ulangan tiga sebesar 685 NTU. Sedangkan nilai

kekeruhan di Tritih Kulon, Cilacap menurut penelitian yang telah dlakukan

oleh Wijaya (2007), yaitu berkisar 10-60 NTU. Berdasakan hasil dari ketiga

stasiun diatas, maka nilai baku mutu perairan mangrove yang sesuai terdapat

pada stasiun satu dan dua. Tingginya nilai kekeruhan pada stasiun tiga, dapat

diindikasikan karena banyaknya aktivitas manusia di area pengukuran


parameter kualitas air. Sehingga dapat meningkatkan nilai kekeruhan di suatu

perairan.
IV.1.5. Salinitas
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, didapatkan nilai

salinitas dari masing-masing stasiun sebesar 25 ppt, rendahnya salinitas

diekosistem mangrove dikarenakan hutan mangrove termasuk daerah estuari.

Pada daerah estuari terjadi pencampuran massa air laut dengan massa air

tawar, sehingga perairan tersebut bersalinitas rendah. Sedangkan menurut

Wijaya (2007), menjelaskan bahwa nilai salinitas diperairan Tritih Kulon

berkisar 6-22‰. Tinggi rendahnya nilai suatu salinitas diperairan tidak hanya

dipengaruhi oleh massa air saja, namun juga dipengaruhi oleh penguapan yang

terjadi diperairan tersebut.


IV.2. Kondisi Lingkungan Sekarang

Berdasarkan kasus pendirian proyek di Desa Tritih Kulon tahun 2019,

tentunya akan berpengaruh juga terhadap kualitas fisik kimia perairan

diekosistem mangrove. Berikut merupakan kondisi lingkungan sekarang

diekosistem hutan mangrove :

IV.2.1. Suhu

Wilayah perairan Tritih Kulon, Cilacap tentunya akan mendapatkan

pengaruh langsung dari kawasan industri yang ada di daerah tersebut.

Tingginya nilai suhu yang didapatkan saat praktikum tentunya mendapatkan

pengaruh juga dari desa-desa yang memiliki kawasan industri. Pembuangan

limbah cair dari suatu kawasan industri akan mengalir ke sungai-sungai dan

akan bermuara di hutan payau, sehingga dapat meningkatkan suhu diperairan

hutan mangrove. Hal tersebut sesuai dengan refensi menurut Muammar et al.,

(2019), yang menjelaskan bahwa buangan limbah dari suatu industri akan

mempengaruhi tinggi rendahnya nilai suhu perairan.

IV.2.2. Warna

Tingginya nilai kekeruhan di perairan hutan mangrove tentunya juga

berdampak dari kawasan-kawasan industri yang ada didaerah Cilacap. Adanya

buangan limbah cair dari tiap-tiap industri yang ada didaerah Cilacap tidak

hanya mempengaruhi substr suatu perairan, namun juga dapat mempengaruhi

warna dari perairan itu sendiri.


IV.2.3. Bau

Adanya pengaruh industri terhadap kawasan ekosistem mangrove tidak

hanya berpengaruh terhadap warna suatu perairan, namun juga berpengaruh

terhadap bau diperairan tersebut. Industri rumah tangga disekitar hutan

mangrove juga berdampak terhadap bau suatu perairan, dimana sampah-

sampah bahan organik dan non organik menumpuk disekitar area hutan

mangrove akan membusuk. Kemudian dari pembusukan yang terjadi akan

mempengaruhi bau diperairan hutan mangrove tersebut.

IV.2.4. Kekeruhan

Kawasan industri yang ada di daerah Cilacap, tentunya akan

memberikan dampak negatif terhadap kualitas perairan. Buangan limbah dari

masing-masing industri akan menyebabkan tingginya nilai kekeruhan

diperaian hutan mangrove. Buangan limbah cair akan memberikan dampak

besar bagi kualitas perairan yang ada disekitarnya, terutama akan berdampak

besar bagi kekeruhan disuatu perairan.

IV.2.5. Salinitas

Pengaruh proyek-proyek industri yang ada di daerah Cilacap tentunya

akan menghasilkan limbah-limbah yang dapat mempengaruhi kualitas fisik

kimia perairan. Terutama limbah cair hasil industri akan sangat mempengaruhi

fisik perairan seperti salinitas. Limbah industri dapat mengakibatkan

penurunan salinitas yang ada diperairan. Jadi tidak hanya pengaruh antara

massa air laut dan massa air tawar saja, namun juga dapat dipengaruhi akibat

adanya buangan limbah dari kawasan industri sekitar perairan hutan

mangrove.
DAFTAR PUSTAKA

Latifah, H.P. 2018. Analisis Kualitas Air Sebagai Parameter Kesesuaian Wisata
Bahari Di Pantai Gemah Kabupaten Tulungagung. Skripsi. Fakultas Sains
dan Teknologi. Universitas slam Negeri Sunan Ampel, Surabaya.
Muammar., Rais, M., Patang. 2019. Pengaruh Limbah Industri Terhadap
Tingkat Pencemaran Timbal Di Perairan Sungai Tallo. Jurnal Pendidikan
Teknologi Pertanian, 5.
Muhammad, F., Basuni, S., Munandar, A., Purnomo, H. 2012. Kajian Daya

Dukung Ekowisata Hutan M angrove B lanakan, Subang, Jawa Barat.

BIOMA, 14(2): 64-72.

Wijaya, S.S. 2007. Kondisi Perairan Segara Anakan Cilacap Berdasarkan


Variabel Salinitas Dan Kekeruhan. Seminar Nasional Perikanan dan
Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai