Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Keselamatan dan kesehatan kerja tidak dapat dipisahkan dengan


prosesproduksi baik jasa maupun industri. Hal tersebut juga mengakibatkan
meningkatnyatuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya
kecelakaan yang beranekaragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Oleh
karena itu pemerintahberkepentingan dalam melindungi pekerja dari bahaya
kerja yang tertera di dalamUU No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja
pasal 3 ayat 1 yang mensyaratkanbahwa manajemen perusahaan harus
melaksanakan syarat-syarat keselamatan kerja.Dalam UU NO. 14 Tahun 1969
tentang ketentuan pokok mengenai tenaga kerja pasal9 dan 10 dinyatakan pula
bahwa pekerja berhak mendapatkan pembinaanperlindungan kerja (Yanri,
1999).
Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar
bagikelangsungan perusahaan. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa
kerugianmateri yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya
korban jiwa yangtidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia
ini merupakan kerugianyang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya
sumber daya yang tidak dapatdigantikan oleh teknologi apapun. Kerugian
langsung yang nampak dari timbulnyakecelakaan kerja adalah biaya
pengobatan dan kompensasi kecelakaan. Sedangkankerugian tak langsung
yang tidak nampak ialah kerusakan alat-alat produksi,penataan manajemen
keselamatan yang lebih baik, penghentian alat produksi danhilangnnya waktu
kerja.
Berbagai potensi bahaya di tempat kerja senantiasa dijumpai. Mengenai
potensibahaya industri merupakan langkah awal dalam upaya pencegahan
kecelakaan kerja,sedang tindakan represif berupa upaya menghindari
terulangnya kejadian kecelakaankerja perlu dilakukan melalui penyelidikan
dan analisis dalam kasus tersebut. Potensibahaya atau sering disebut juga
sebagai hazard merupakan sumber risiko yangpotensial mengakibatkan
kerugian baik material, lingkungan maupun manusia.
Bahaya merupakan kejadian yang tidak tentu yang dapat mengakibatkan
kerugian. Maka dari itu kelompok kami membahas upaya-upaya yang dapat
mencegah terjadinya bahaya tersebut menjadi kenyataan.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Jelaskan upaya pencegahan hazard fisik-radiasi


1.2.2 Jelaskan upaya pencegahan hazard kimia
1.2.3 Jelaskan upaya pencegahan hazard ergonomi (berbaring , berdiri , duduk ,
berjalan)
1.2.4 Jelaskan upaya pencegahan hazard psikososial

1.3 TUJUAN

1.3.1 Menjelaskan upaya pencegahan hazard fisik-radiasi


1.3.2 Menjelaskan upaya pencegahan hazard kimia
1.3.3 Menjelaskan upaya pencegahan hazard ergonomi (berbaring , berdiri ,
duduk , berjalan)
1.3.4 Menjelaskan upaya pencegahan hazard psikososial

1.4 MANFAAT

1.4.1 Bagi penulis sebagai sumber pengumpulan tugas dan nilai


1.4.2 Bagi pembaca sebagai sumber refresnsi untuk mendapatkan info

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Upaya Mencegah Hazard Fisik-Radiasi

Hazard fisik adalah potensi baya yang disebabkan oleh faktor fisikoleh
seseorang yang sedang melakukan pekerjaan .Hazard fisik erat sekali
hubungan nya dengan manusia , kita sendiripun terkadang adalah
sumbermasalah dari permasalahan yang terjadi . manajemen kegiatan adalah
salah satu untuk mengendalikan hazard yang muncul ini .

Faktor Fisik nya antara lain :

a. Pencahayaan
Kurang nya cahaya ditempat kerja mengakibatkan kelelahan pada
mata. Keluhan lainnya iritasi mata, sakit kepala, penglihatn terganggu
dst.
b. Panas
Suhu udara nyaman di Indonesia sekitar 26-28 C dan kelembaban 560-
70%. Efek panas pada ruangan dapat menyebabkan heat syncope.
c. Getaran
Akibat dari getaran yang berat dapat menimbulkan penyakit Raynaud
atau white Finger “ gejalanya rasa kesemutan pada jari tangan pada
waktu bekerja dan sesaat setelah berhenti bekerja.
d. Hewan
Bahayanya di gigit hewan, transmisi penyakit dan reaksi alergi
e. Radiasi
Radiasi ada dua radiasi pengion dan non pengion ( tanpa pelepasan
electron).

Radiasi adalah pemancaran /pengeluaran dan perambatan energi


menembus ruang atau sebuah substansi dalam bentuk gelombang atau partikel
partikel radiasi terdiri dari atom atau subatom dimana memiliki massa dan

3
bergerak, menyebar dengan kecepatan tinggi menggunakan energi kinetik.
Beberapa contoh dari partikel radiasi adalah elektron, beta, alpha, foton &
neutron.Sumber radiasi dapat teriadi secara alamiah maupun buatan. Sumber
radiasi alamiah contohnya radiasi dari sinar kosmis, radiasi dari unsur-unsur
kimia yang ada pada lapisan kerak bumi, radiasi yang terjadi pada atsmosfir
akibat pelepasan lintasan perputaran bola bumi. Sedangkan sumber radiasi
buatan contohnya radiasi sinar x , radiasi ninar alfa , radiasi sinar beta, radiasi
sinar gamma.

Secara umum bahaya radiasi ini di bedakan menjadi dua macam, yaitu
bahaya radiasi eksterna ( bahaya yang berasal dari luar tubuh) dan bahaya
interna ( bahaya yang berasal dari dalam tubuh) . Kedua bahaya radiasi ini
ditanggulangi dengan cara yang berbeda, yaitu:

a. Bahaya radiasi eksterna dapat ditanggulangi dengan mengatur waktu,


atau memasang perisai antara sumber radiasi dan tubuh. Dengan
melakukan pengaturan ini, dosis radiasi yang diterima oleh orang yang
zat radioaktif dapat ditekan serendah mungkin
b. Bahaya radiasi interna dapat ditanggulangi dengan masuknya zat masuk
radioaktif ke dalam tubuh melalui hidung, mulut, dan luka terbuka pada
kulit. jadi, jika tugas kita adalah zat radioaktif yang merupakan gas,
serbuk, atau cairan, kita harus mengusahakan untuk tidak makan atau
minum di tempat kerja dan menggunakan pakaian kerja khusus. Selain
itu, kita perlu usaha yang sedang dilakukan, siapkan yang sedang dan
sehat terselubung kontaminasi ke tempat lain.

2.2 Upaya Mencegah Hazard Kimia

Hazard kimia adalah potensi bahaya yang disebabkan oleh sifat dan
karakteristik kimia yang dimiliki bahan tersebut. Hazard kimia ini sangat
berbahaya jika tidak mengetahuinya secara detail seperti apa sifat dari bahan
tersebut.

4
2.2.1 Klasifikasi Umum Bahan-Bahan Kimia Berbahaya

Klasifikasi bahan kimia berbahaya diperlukan untuk memudahkan


pengenalan serta cara penanganan dan transportasi. secara umum bahan kimia
berbahaya diklasivikasikan menjadi beberapa golongan diantaranya :

1.Bahan Kimia Beracun (Toxic)

Adalah bahan kimia yang dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan


manusia atau menyebabkan kematian apabila terserap kedalam tubuh
karena tertelan, lewat pernafasan, atau kontak lewat kulit.

2. Bahan Kimia Korosif (Corrosives)

Adalah bahan kimia yang karena reaksi kimia dapat mengakibatkan


kerusakan apabila kontak dengan jaringan tubuh atau bahan lain.

3.Bahan Kimia Mudah Terbakar (Flammable)

Adalah bahan kimia yang mudah bereaksi dengan oksigen dan


menimbulkan kebakaran.Reaksi kebakaran yang sangat cepat dapat
menghasilkan ledakan.

5
4.Bahan Peledak (Explosives)

Adalah suatu zat padat atau cair atau campuran keduanyayang karena
suatu reaksi kimia dapat menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan
yang besar serta suhu yangtinggi, sehingga menimbulkan kerusakan
disekelilingnya.

5.Bahan Kimia Oksidator (Oksidation agents)

Adalah bahan kimia yang mungkin tidak mudah terbakar, tetapi


dapatmenghasilkan oksigenyang dapat menyebabkan kebakaran bahan-
bahan lainnya.

6.Bahan kimia yang Reaktif Terhadap Air (Water Sensitive Substances)

Adalah bahan kimia yang amat mudah bereaksi dengan air dengan
mengeluarkan panas dangas yang mudah terbakar.

7.Bahan Kimia Reaktif Terhadap Asam (Acid Sensitive Substances)

Adalah bahan kimia yang amat mudah bereaksi dengan asam yang
menghasilkan panas dan gas yang mudah terbakar atau gas beracun dan
korosif.

8.Gas Bertekanan (Compressed Gasses)

Adalah gas yang disimpan pada tekanan tinggi, baik gas yang ditekan,
maupun gas cair atau gas yang dilarutkan dengan pelarut pada tekanan
tinggi.

9.Bahan Kimia Radioaktif (Radioaktive Substances)

Adalah bahan kimia yang mempunyai kemampuan memancarkan sinar


radioaktif dangan aktivitas jenis lebih besar dari 0,002 microcuri per
gram.

Suatu bahan kimia dapat termasuk diantara satu atau lebih klasifikasi
diatas, karena memang mempunyai sifat ganda.Contoh : Benzena adalah zat

6
beracun, karsiogenik tetapi juga mudah terbakar, klor adalah zat beracun
yang juga bersifat korosif.

2.2.2 Upaya Pencegahan Hazard kimia

a. Bahan-bahaya kimia korosif-iritan

Bahaya bahaya kimia korosif iritan dapat dicegah dengan


menghindarkan kontak bahan-bahan kimia tersebut dengan tubuh. Kita
bisa menggunakan alat-alat pelindung untuk menghilangkan bahaya
yang bisa terjadi, antara lain jas praktikum, sarung tangan, kacamata
pelindung, atau sepatu karet yang sebenarnya cukup waktu untuk
menghilangkanbahan kimia korosif-iritan. bentuk padat dari permukaan
tubuh yang terbuka sebelum bahan tersebut penyebab peradangan yang
serius. Namun, bahan kimia korosifiritan bentuk padat,yang memiliki
sifat terbuka, dapat menimbulkannoda pada kulit dalam waktu
singkat.Penanganan bahan kimia korosif iritan bentuk padat dalam
jumlah besar perlu menggunakan pakaian pelindung dan sarung
tangan.Pelindung kulit juga diperlukan.Pelindung kulit juga bisa masuk
krim. Bila krim pelindung digunakan, harus diberi penjelasan tentang
cara pemakaian dan pembersihan krim dari kulit. Pertolongan pertama
dianjurkan untuk menyiram kulit atau mata yang terkena bahan tersebut
dengan air, kemudian dikonsultasi- kan dengan dokter. Bahan kimia
korosif iritan bentuk gas tidak kalah berbahayanya bentuk padat atau
bentuk cair.Sebagai contoh, gas amoniak dalam waktu yang singkat dan
konsentrasi yang cukup dapat menyebabkan bengkak pada saluran
napas bagian atas.Pada konsentrasi yang lebih tinggi dan waktu yang
lebih lama, akibat yang ditimbulkan gas amoniak lebih buruk
lagi.Perlindungan utama terhadap zat-zat korosif iritan bentuk
gas.Bahan kimia korosif tidak bisa bisa menimbulkan karat, tapi juga
bisa merusak beberapa alat laboatorium.Oleh karena itu, bahan kimia
ini tidak boleh disimpan di ruangan yang banyak banyak alat alatt
elektronik maupun alat-alat dari logam. Bahan-bahan kimia korosif
harus disimpan di ruang yang kering dan cukup berventilasi.

7
Penempatan bahan ini tidak boleh dicampur dengan bahan-bahan kimia
yang toksik, khususnya cairan yang korosif harus disimpan di tempat
yang dingin, namun diusahakan agar suhunya tidak lebih rendah dari
titik beku bahan-bahan korosif tersebut.

b. Bahan kimia mudah terbakar

Disetiap laboratorium seharusnya tersedia air. Jangan dekatkan atau


jangan meletakkan bahan yang mudah terbakar dekat dengan api
seperti bensin, spiritus. Hindari penempatan uap eter, aseton, benzene
pada tabung elemeyer yang terbuka karena uap tersebut akan keluar
dan bila ada api atau percikan dapat menimbulkan kebakaran .
Contohnya natrium, uranium, TNT,Strontium, eter, alcohol, benzene
dan lain lain. Bahan kimia spiritus pernah meledak di laboratorium
unpad.

c. Bahan kimia mudah meledak

Pada pekerjaan yang mengeluarkan panas jangan menggunakan


system tertutup pada saat penyulingan atau melakukan reaksi kimia.
Gunakan tata cara yang telah ditentukan oleh Standar Operasi
Prosedur untuk menghindari terjadinya ledakan/ pecah pada tabung
reaksi yang dapat menyebabkan bahaya pada pekerja .Contohya azida,
asam perklorat, asam pikrat dan lain-lain

d. Bahan kimia beracun

Usaha-usaha pencegahan secara preventif perlu dilakukan dalam


setiap industri yang memproduksi maupun menggunakan baik bahan
baku maupun bahan penolong yang bersifat racun agar tidak kerugian
ataupun keracunan yang setiap waktu dapat terjadi di lingkungan
pekerja yang menangani bahan kimia beracun. Pencegahan secara
preventif tersebut adalah sebagai-berikut:

1. Management program pengendalian sumber bahaya, yang


berupa perencanaan, organisasi, kontrol, peralatan, dan
sebagainya.
2. Penggunaan alat pelindung diri (masker, kaca mata, pakaiannya
khusus, krim kulit, sepatu, dsb)
3. Ventilasi yang baik.

8
4. Maintenance, yaitu pemeliharaan yang baik dalam proses
produksi, kontrol, dan sebagainya.
5. Membuat label dan tanda peringatan terhadap sumber bahaya.
6. Penyempurnaan produksi: Mengeliminasi sumber bahaya
dalam proses produksi, dan mendesain produksi berdasarkan
keselamatan dan kesehatan kerja.
7. Pengendalian/peniadaan debu, dengan memasang dust collector
di setiap tahap produksi yang menghasilkan debu.
8. Isolasi, yaitu proses kerja yang berbahaya disendirikan.
9. Operasional praktis: Inspeksi keselamatan dan kesehatan kerja,
serta analisis keselamatan dan kesehatan kerja.
10. Kontrol administrasi, berupa administrasi kerja yang sehat,
pengurangan jam pemaparan.
11. Pendidikan, yaitu pendidikan kesehatan, job training masalah
penanganan bahan kimia beracun.
12. Monitoring lingkungan kerja, yaitu melakukan surplus dan
analisis.
13. Pemeriksaan kesehatan awal, periodik, khusus, dan screening,
serta monitoring biologis (darah, tinja, urine, dan sebagainya).
14. House keeping, yaitu kerumahtanggaan yang baik, kebersihan,
kerapian, pengontrolan.
15. Sanitasi, yakni dalam hal hygiene perorangan, kamar mandi,
pakaian, fasilitas kesehatan, desinfektan, dan sebagainya.
16. Eliminasi, pemindahan sumber bahaya.

e. Bahan Kimia Reaktif Terhadap Air (Water Sensitive Substances)

Bahan ini bereaksi dengan air, uap panas atau larutan air yang
lambat laun mengeluarkan panas atau gas-gas yang mudah menyala.
Karena banyak dari bahan ini yang mudah terbakar maka tempat
penyimpanan bahan ini harus tahan air, berlokasi ditanah yang tinggi,
terpisah dari penyimpanan bahan lainnya, dan janganlah
menggunakan sprinkler otomatis di dalam ruang simpan.

9
f. Upaya Pencegahan Hazard Kimia Tabung Bertekanan

Memiliki berbagai macam tabung bertekanan kita harus


mengetahui prosedur keselamatan tiap tiap tabung tersebut.

1. Jangan pernah menempatkan tabung pada udara panas yang


dapat meningkatkan tekanan dalam tabung.

2. Siapkan troli khusus yang digunakan saat mengangkat tabung.


Jika tabung terlalu berat diangkat mintalah bantuan rekan untuk
mengangkatnya, jangan menyeret atau menariknya di atas tanah
/ lantai.

3. Tabung disimpan dengan aman agar tidak terjatuh / terbentur


dinding. Tabung mudah terbakar harus disimpan sejauh 6 meter
dari oksidator.

4. Simpan tabung kosong dengan tabung yang berisi.

5. Jangan pernah menyimpan / meletakkan tabung di area terbuka


yang terkena sinar matahari secara langsung atau sumber panas
lainnya.

6. Karena tabung terbuat dari logam, jangan pernah menyimpan


dekat sumber listrik / panel listrik.

g. Upaya Pencegahan Hazard Kimia Reaktif terhadap Asam

Untuk mengurangi resiko terjadinya bahaya terhadap bahan kimia


di lingkungan kerja, kita perlu memahami dan menerapkan tata cara
bagaimana perlakuan yang layak untuk bahan kimia jenis tertentu.
Dalam hal menangani dan menyimpan bahan kimia yang reaktif
terhadap asam, beberapa hal yang penting yang perlu dilakukan adalah
1. Jauh dari sumber panas , sumber nyala api, atau sinar matahari.
2. Hindarkan dari pengadukan yang menimbulkan panas.
3. Pisahkan dari logam reaktif: sodium, potassium, dan
magnesium.
4. Pisahkan asam pengoksidasi dengan asam organik dan bahan
yang flammable dan combustible.
5. Asam Nitrat dan HCl bisa ditaruh dalam tempat yang sama
tetapi pada rak yang berbeda. Dapat membentuk gas Cl2 dan
gas nitrosyl chloride yang toksik.

10
6. Pisahkan asam dengan bahan yang bisa menhasilkan toksik
atau gas mudah terbakar apabila terjadi kontak dengan asam
seperti: sodium sianida, besi sulfida dan kalsium karbida.
7. Pisahkan Asam dan Basa
8. Hindari Pengangkutan yang menimbulkan benturan.
9. Penanganan harus memakai alat pelindung, antara lain : kaca
mata, pelindung muka dan badan, sarung tangan.
10. Harus ada alat pemadam kebakaran.
11. Ruangan harus sejuk/dingin.
12. Ruangan harus memiliki ventilasi udara yang baik.

h. Upaya Pencegahan Hazard Kimia Oksidatif

1. Disetiap laboratorium seharusnya tersedia air. Jangan dekatkan


atau jangan meletakkan bahan yang mudah terbakar dekat
dengan api seperti bensin, spiritus. Hindari penempatan uap
eter, aseton, benzene pada tabung elemeyer yang terbuka
karena uap tersebut akan keluar dan bila ada api atau percikan
dapat menimbulkan kebakaran
2. Pada pekerjaan yang mengeluarkan panas jangan menggunakan
system tertutup pada saat penyulingan atau melakukan reaksi
kimia. Gunakan tata cara yang telah ditentukan oleh Standar
Operasi Prosedur untuk menghindari terjadinya ledakan/ pecah
pada tabung reaksi yang dapat menyebabkan bahaya pada
pekerja.

2.3 Upaya Mempertahankan Ergonomik

Ergonomic Hazard (bahaya ergonomi), yang termasuk didalam kategori ini


antara lain desaintempat kerja yang tidak sesuai, postur tubuh yang salah saat
melakukanaktifitas, desain pekerjaan yang dilakukan, pergerakan yang
berulang-ulang.

Tujuan utama dari ergonomi, sebagai berikut:

1. Memperbaiki performansi kerja manusia, seperti menambah ketepatan


kerja dan mengurangi energi yang berlebihan dan mengurangi.
2. Mengurangi waktu pelatihan dan biaya.

11
3. Memperbaiki pendayagunaan sumber daya manusia melalui peningkatan
keterampilan yang diperlukan.
4. Mengurangi waktu yang terbuang sia dan sia kerusakan peralatan yang
disebabkan human error. Memperbaiki kenyamanan manusia dalam
bekerja

Dengan demikian, tujuan ergonomi adalah penting dan efektif dari


lingkungan kerja yang dirancang khusus yang dilakukan dalam disiplin ilmu
ergonomi adalah aplikasi yang bersifat segala hal yang relevan dan
berhubungan dengan fitur perilaku manusia di dalam perancangan peralatan
asilitas, dan lingkungan kerja yang dipakai.Untuk itu, analisis penelitian
ergonomiberkaitan dengan halhal sebagai berikut. Anatomi struktur, fisiologi
cara kerja, dan antropometri (ukuran) dimensi tubuh manusia. Psikologi yang
fisiologis mengenai berfungsinya otak dan sistem saraf yang berperan dalam
tingkah laku manusia.Kondisi kondisi kerja yang bisa mencederai, baik dalam
waktu pendek maupun panjang.Begitu juga sebaliknya, kondisi kondisi kerja
yang bisa membuat nyaman kerja manusia.

Jenis pengukuran secara umum .

Secara umum pengukuran antropometri dapat dibedakan menjadi 2 jenis


yaitu :pengukuran antropometri statis dan antropometri dinamis . Dalam
tulisan ini hanya di sajikan jenis pengukutan antropometri statis . Pemilihan
mata ukur antropometri baik statis maupun dinamis dapat ditentukan
berdasarkan fungsi dan kegunaannya (sebagian atau keseluruhan mata ukur
antropometri). Alat ukur yang harus digunakan untuk mengukur antropometri
adalah antropometer. Pada ukuran posisi duduk harus diberikan bangku atau
kursi dengan ukuran 40 x 40 x 40 cm tanpa sandaran pinggang.

Pengukuran antropometri statis. Jenis pengukuran ini biasanya dilakukan


dalam dua posisi yaitu posisi berdiri dan duduk di kursi. Mata ukur
antropometri statis antara lain:

12
Posisi Berdiri:

1. Tinggi badan.

2. Tinggi mata

3. Tinggi bahu

4. Tinggi siku

5. Tinggi pinggang

6. Tinggi tulang pinggul

7. Tinggi kepalan tangan posisi siap

8. Tinggi Jangkauan atas Panjang


depa

10. Panjang lengan

11. Panjang lengan atas

12. Panjang lengan bawah

13 Lebar bahu

14. Lebar dada

Posisi Duduk:

1. Tinggi kepala

2. Tinggi mata.

3. Tinggi bahu

4. Tinggi siku

5. Tinggi pinggang

13
6. Tinggi tulang pinggul

7. Panjang butoock-lutut

8. Panjang pantat-popliteal (ekuk lutut)

9. telapak kaki tinggi-lutut

10. tinggi telapak kaki-popliteal (ekuk lutu )

11. Panjang kaki (tungkai ujung jari kaki

12, Tebal paha

2.3.1 Upaya Pencegahan Hazard Posisi duduk

Posisi tubuh dalam kerja sangat di tentukan oleh jenis pekerjaan yang
dilakukan. Masing-masing posisi kerja memiliki pengaruh yang berbeda-
beda terhadap tubuh. Grandjean (1993) berpendapat bahwa bekerja
dengan posisi duduk memiliki keuntungan antara lain pembebanan pada

14
kaki pemakaian energi dan keperluan untuk sirkulasi darah dapat
dikurangi.
Namun demikian kerja dengan sikap duduk terlalu lama dapat
menyebabkan otot perut melembek dan tulang belakang akan
melengkung sehingga cepat lelah. Sementara Clark (1996), dinyatakan
dengan desain stasiun kerja dengan posisi duduk yang memiliki derajat
stabilitas tubuh yang tinggi; mengurangi kelelahan dan kuluhan subjektif
bila bekerja lebih dari 2 jam. Di samping itu tenaga kerja juga bisa
mengendalikan kaki untuk melakukan gerakan. Contoh desain stasiun
kerja untuk sikap keja duduk dapat ilustrasikan seperti gambar .
Mengingat posisi duduk ada keuntungan atau kerugian, maka untuk
mendapatkan hasil kerja yang lebih baik tanpa pengaruh buruk pada
tubuh, perlu dipertimbangkan pada jenis pekerjaan apa saja yang sesuai
dengan posisi duduk. Untuk maksud tersebut, Pulat (1992) memberikan
pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan
posisi duduk adalah sebagai berikut :
1) pekerjaan yang membutuhkan kontrol dengan teliti pada kaki,
2) pekerjaan utama adalah menulis atau membutuhkan ketelitian pada
tangan;
3) tidak diperlukan tenaga dorong yang besar
4) objek yang dipegang tidak perlu bekerja pada ketinggian lebih dari 15
cm dari landasan kerja
5) diperlukan tingkat kestabilan tubuh yang tinggi;
6) pekerjaan dilakukan pada waktu yang lama, dan
7) seluruh objek yang diker atau disuplai masih dalam jangkauan dengan
posisi duduk.
Pada pekerjaan yang dilakukan dengan posisi duduk , tempat duduk
yang dipakai harus memungkinkan untuk melakukan variasi perubahan
posisi. Ukuran tempat disesuaikan dengan dimensi ukuran antropometri
pemakaiannya. Fleksi lutut dibangun sudut 90 ° dengan telapak kaki
bertumpu pada lantai atau injakan kaki menurut (Pheasant, 1988. Jika
landasan kerja terlalu rendah, tulang belakang akan membungkuk ke depan,

15
dan jika terlalu tinggi bahu akan terangkat dari posisi rileks, jadi penyebab
bahu dan leher menjadi tidak nyaman . Sanders dan McCOrmick (1987 )
memberikan pedoman untuk mengatur ketinggian landasan kerja pada
posisi duduk sebagai berikut :
1. jika memungkinkan menyediakan meja yang dapat di atur turun dan naik
2. landasan kerja harus memungkinkan lengan menggantung pada posisi
relaks dari bahu , dengan lengan bawah mendekati posisi horizontal atau
sedikit menurun (sloping down slightly )
3. ketinggian landasan kerja tidak membutuhkan fleksi tulang belakang yang
berlebihan

2.3.2 Upaya Pencegahan Hazard Ergonomik Posisi Berdiri

Selain posisi kerja duduk, posisi berdiri juga banyak ditemukan di


perusahaan. Seperti posisi duduk, posisi keria berdiri juga mempunyai
keuntungan atau kerugian. Menurut Sutalaksana 2000, bahwa sikap berdiri

16
merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga aktivitas kerja
yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Namun demikian mengubah
posisi duduk menuju berdiri dengan masih menggunakan alat kerja yang
sama akan melelahkan. Pada dasarnya berdiri itu sendiri lebih melelahkan
daripada duduk dan energi yang dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-
15% dibandingkan dengan duduk.
Pada desain stasiun kerja berdiri, apabila tenaga kerja harus bekerja
untuk periode yang lama, maka faktor kelelahan menjadi utama. Untuk
meminimalkan pengaruh kelelahan dan keluhan subjektif maka pekerjaan
harus didesain agar tidak terlalu banyak menjangkau, membungkuk, atau
melakukan gerakan dengan posisi kepala yang tidak alamiah. Untuk maksud
tersebut, Pulat (1992) dan Clark (1996) memberikan pertimbangan tentang
pekerjaan yang lebih baik dilakukan dengan posisi berdiri adalah sebagai
berikut :
1) tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut;
2) harus memuat benda yang berat (lebih dari 4,5 kg)
3) sering menjangkau ke atas, ke bawah, dan ke samping
4) sering dilakukan pekerjaan dengan menekan ke bawah
5) di perlukan mobilitas tinggi.
Dalam mendesain ketinggian landasan kerja untuk posisi berdiri, secara
prinsip tinggi landasan kriteria posisi duduk. Manuaba (1986; Sanders &
McCormick (1987); Grandjean (1993) memberikan rekomendasi ergonomis
tentang ketinggian landasan kerja posisi berdiri pada ketinggian siku berdiri
sebagai berikut :
1) Untuk pekerjaan memerlukan ketelitian dengan maksud untuk
mengurangi pembebanan staris pada otot bagian belakang, tinggi
landasan kerja adalah 5-10 cm di atas tinggi siku berdiri
2) Selama kerja manual, di mana pekerja sering membutuhkan ruangan
untuk peralatan, material dan kontainer dengan berbagai jenis, tinggi
landasan kerja adalah 10-15 cm di bawah tinggi siku berdiri.
3) Untuk pekerjaan yang membutuhkan penekanan dengan kuat, tinggi
landasan kerja adalah 15-40 cm di bawah tinggi siku berdiri.

17
Ketinggian landasan kerja untuk sikap kerja bisa dilustrasikan seperti
(gambar 2.5).

2.4 Upaya Mencegah Hazard Psikososial

Psychological Hazard (bahaya psikososial), yang termasuk kategori ini


adalah stress kerja yang diakibatkan oleh beberapahal seperti jam kerja yang
terlalu lama, pimpinanyang terlalu galak, lingkungan kerja yang tidak
nyaman, dan sebagainya.Psikososial Gangguan berupa stress, beban kerja
yang berlebihan atau kurang,tekanan waktu, konflik peran, hubungan kerja
dengan atasan atau temankerja yang kurang baik. Gejala stress berupa
depresi, anxietas, sakit kepala, kelelahan, perubahan perilaku.

Bahaya psikososial kerja dapat didefinisikan sebagai aspek dari desain


kerja, organisasi kerja dan manajemen kerja, serta segala aspek yang
behubungan dengan lingkungan sosial kerja yang berpotensi dapat
menyebabkan gangguan pada psikologi dan fisik – fisiologi pekerja (Cox &
Griffiths, 2002) dalam Research on Work – Related Stress 2002. Potensi
bahaya psikososial (psychosocial hazard) menurut definisi dari International
Labour Organization (ILO, 1986) mempunyai pengertian interaksi antara job
content, organisasi kerja dan manajemen, dan keadaan lingkungan serta
organisasi dari satu pihak dan kompetensi serta kebutuhan pekerja di pihak
lain. Interaksi itu terbukti mempunyai pengaruh yang berbahaya terhadap
kesehatan pekeja melaui persepsi dan pengalaman pekerja. Potensi bahaya
psikososial di tempat kerja antara lain sebagai berikut:

1. Job content

.Kurangnya variasi atau pendeknya siklus kerja, kerja yang dibagi


dalam bagian-bagian kecil atau kurang bermakna, kemampuan pekerja
lebih tinggi dibandingkan tugas yang diberikan kepadanya,
ketidakpastian status pekerjaan, pekerjaan yang secara rutin harus
berinteraksi dengan berbagai karakter manusia.

18
2. Beban kerja dan kecepatan kerja

Beban kerja berlebih atau kurang, kecepatan mesin (mechine


pacing), terus-menerus berhadapan dengan tenggat waktu yang singkat
(continually subject to deadlines).Jadwal kerja. Kerja gilir, kerja
malam , jadwal kerja yang tidak fleksibel, jam kerja yang tidak pasti,
jam kerja panjang, unsociable hours. Kontrol Pertisipasi rendah
dalam pengambilan keputusan, tidak ada pengendalian terhadap beban
kerja dan kecepatan kerja, dll.

3. Lingkungan dan peralatan

Ketersediaan peralatan yang tidak memadai, peralatan yang kurang


cocok, atau pemeliharaan peralatan yang tidak memadai, keadaan
lingkungan kerja yang penuh sesak, pencahayaan yang buruk, bising
berlebihan.

4. Budaya dan fungsi organisasi

Komunikasi yang buruk, kurangnya dukungan untuk pemecahan


masalah dan pengembangan diri.Hubungan antar pribadi di tempat
kerja.Isolasi social atau fisik, hubungan yang buruk dengan atasan,
konflik antarpribadi, kurangnya dukungan social,bullying, pelecehan.
Peran dalam organisasi.Ketidakjelasan peran (role ambiguity), konflik
peran (role conflict),dan adanya tanggung jawab terhadap orang-orang
(responsibility for people) . Pengembangan karirKarir yang tidak jelas
dan mandek, kurang promosi atau promosiberlebihan, bayaran yang
buruk, ketidakamanan pekerjaan (job insecurity).

2.4.1 Upaya pencegahan Hazard Psikososial

Upaya pencegahan hazard psikososial dapat di cegah dengan beberapa


hal berikut antara lain :Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE); kurasi
(penyembuhan) dan rehabilitasi yang lebihbaik; memanfaatkan sumber dana
dari JPS-BK; penciptaan Therpeutic Community (lingkunganyang
mendukung proses penyembuhan).

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun


pengusaha, kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat
menjadi upaya preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit
akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali
dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan
kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi
hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi
biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat
hubungan kerja.

Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja adalah


menjadi melalui pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan
kesehatan pekerja yang meliputi pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala dan
pemeriksaan khusus. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit pada
tempat kerja dapat dilakukan dengan penyuluhan tentang kesehatan dan
keselamatan kerja.

3.2 Saran

Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan


karena sakit dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost
benefit) suatu perusahaan atau negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan
kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi
seluruh masyarakat. “ PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA
MERUPAKAN TANGGUNG JAWAB KITA BERSAMA “

20
DAFTAR PUSTAKA

USU.2009. Dental Radiografi .Medan :USU Pres

Sumadjo Damin. 2009. pengantar Kimia . Jakarta : Buku Kedokteran

https://googleweblight.com/?lite_url=https://fendygoo.blogspot.com/2015/05/
makalah-keselematan-kerja.html?m%3D1&ei=JiheDquZ&lc=id-
ID&s=1&m=58&host=www.google.co.id&ts=1506011646&sig=ANTY_L0D
BkXu_ki6qkD78SgOlsZYaq3kCA. Diakses : 22 September 2017. (00.10)

https://belajark3.wordpress.com/category/ergonomi/. Diakses: 21 september


2017 (16.50)
http://esadayalestari.co.id/2015/11/27/potensi-bahaya-psikososial-
psychosocial-hazard/. Diakses : 21 September 2017 (16:44)

21

Anda mungkin juga menyukai