PENDAHULUAN
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN
1.4 MANFAAT
2
BAB II
PEMBAHASAN
Hazard fisik adalah potensi baya yang disebabkan oleh faktor fisikoleh
seseorang yang sedang melakukan pekerjaan .Hazard fisik erat sekali
hubungan nya dengan manusia , kita sendiripun terkadang adalah
sumbermasalah dari permasalahan yang terjadi . manajemen kegiatan adalah
salah satu untuk mengendalikan hazard yang muncul ini .
a. Pencahayaan
Kurang nya cahaya ditempat kerja mengakibatkan kelelahan pada
mata. Keluhan lainnya iritasi mata, sakit kepala, penglihatn terganggu
dst.
b. Panas
Suhu udara nyaman di Indonesia sekitar 26-28 C dan kelembaban 560-
70%. Efek panas pada ruangan dapat menyebabkan heat syncope.
c. Getaran
Akibat dari getaran yang berat dapat menimbulkan penyakit Raynaud
atau white Finger “ gejalanya rasa kesemutan pada jari tangan pada
waktu bekerja dan sesaat setelah berhenti bekerja.
d. Hewan
Bahayanya di gigit hewan, transmisi penyakit dan reaksi alergi
e. Radiasi
Radiasi ada dua radiasi pengion dan non pengion ( tanpa pelepasan
electron).
3
bergerak, menyebar dengan kecepatan tinggi menggunakan energi kinetik.
Beberapa contoh dari partikel radiasi adalah elektron, beta, alpha, foton &
neutron.Sumber radiasi dapat teriadi secara alamiah maupun buatan. Sumber
radiasi alamiah contohnya radiasi dari sinar kosmis, radiasi dari unsur-unsur
kimia yang ada pada lapisan kerak bumi, radiasi yang terjadi pada atsmosfir
akibat pelepasan lintasan perputaran bola bumi. Sedangkan sumber radiasi
buatan contohnya radiasi sinar x , radiasi ninar alfa , radiasi sinar beta, radiasi
sinar gamma.
Secara umum bahaya radiasi ini di bedakan menjadi dua macam, yaitu
bahaya radiasi eksterna ( bahaya yang berasal dari luar tubuh) dan bahaya
interna ( bahaya yang berasal dari dalam tubuh) . Kedua bahaya radiasi ini
ditanggulangi dengan cara yang berbeda, yaitu:
Hazard kimia adalah potensi bahaya yang disebabkan oleh sifat dan
karakteristik kimia yang dimiliki bahan tersebut. Hazard kimia ini sangat
berbahaya jika tidak mengetahuinya secara detail seperti apa sifat dari bahan
tersebut.
4
2.2.1 Klasifikasi Umum Bahan-Bahan Kimia Berbahaya
5
4.Bahan Peledak (Explosives)
Adalah suatu zat padat atau cair atau campuran keduanyayang karena
suatu reaksi kimia dapat menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan
yang besar serta suhu yangtinggi, sehingga menimbulkan kerusakan
disekelilingnya.
Adalah bahan kimia yang amat mudah bereaksi dengan air dengan
mengeluarkan panas dangas yang mudah terbakar.
Adalah bahan kimia yang amat mudah bereaksi dengan asam yang
menghasilkan panas dan gas yang mudah terbakar atau gas beracun dan
korosif.
Adalah gas yang disimpan pada tekanan tinggi, baik gas yang ditekan,
maupun gas cair atau gas yang dilarutkan dengan pelarut pada tekanan
tinggi.
Suatu bahan kimia dapat termasuk diantara satu atau lebih klasifikasi
diatas, karena memang mempunyai sifat ganda.Contoh : Benzena adalah zat
6
beracun, karsiogenik tetapi juga mudah terbakar, klor adalah zat beracun
yang juga bersifat korosif.
7
Penempatan bahan ini tidak boleh dicampur dengan bahan-bahan kimia
yang toksik, khususnya cairan yang korosif harus disimpan di tempat
yang dingin, namun diusahakan agar suhunya tidak lebih rendah dari
titik beku bahan-bahan korosif tersebut.
8
4. Maintenance, yaitu pemeliharaan yang baik dalam proses
produksi, kontrol, dan sebagainya.
5. Membuat label dan tanda peringatan terhadap sumber bahaya.
6. Penyempurnaan produksi: Mengeliminasi sumber bahaya
dalam proses produksi, dan mendesain produksi berdasarkan
keselamatan dan kesehatan kerja.
7. Pengendalian/peniadaan debu, dengan memasang dust collector
di setiap tahap produksi yang menghasilkan debu.
8. Isolasi, yaitu proses kerja yang berbahaya disendirikan.
9. Operasional praktis: Inspeksi keselamatan dan kesehatan kerja,
serta analisis keselamatan dan kesehatan kerja.
10. Kontrol administrasi, berupa administrasi kerja yang sehat,
pengurangan jam pemaparan.
11. Pendidikan, yaitu pendidikan kesehatan, job training masalah
penanganan bahan kimia beracun.
12. Monitoring lingkungan kerja, yaitu melakukan surplus dan
analisis.
13. Pemeriksaan kesehatan awal, periodik, khusus, dan screening,
serta monitoring biologis (darah, tinja, urine, dan sebagainya).
14. House keeping, yaitu kerumahtanggaan yang baik, kebersihan,
kerapian, pengontrolan.
15. Sanitasi, yakni dalam hal hygiene perorangan, kamar mandi,
pakaian, fasilitas kesehatan, desinfektan, dan sebagainya.
16. Eliminasi, pemindahan sumber bahaya.
Bahan ini bereaksi dengan air, uap panas atau larutan air yang
lambat laun mengeluarkan panas atau gas-gas yang mudah menyala.
Karena banyak dari bahan ini yang mudah terbakar maka tempat
penyimpanan bahan ini harus tahan air, berlokasi ditanah yang tinggi,
terpisah dari penyimpanan bahan lainnya, dan janganlah
menggunakan sprinkler otomatis di dalam ruang simpan.
9
f. Upaya Pencegahan Hazard Kimia Tabung Bertekanan
10
6. Pisahkan asam dengan bahan yang bisa menhasilkan toksik
atau gas mudah terbakar apabila terjadi kontak dengan asam
seperti: sodium sianida, besi sulfida dan kalsium karbida.
7. Pisahkan Asam dan Basa
8. Hindari Pengangkutan yang menimbulkan benturan.
9. Penanganan harus memakai alat pelindung, antara lain : kaca
mata, pelindung muka dan badan, sarung tangan.
10. Harus ada alat pemadam kebakaran.
11. Ruangan harus sejuk/dingin.
12. Ruangan harus memiliki ventilasi udara yang baik.
11
3. Memperbaiki pendayagunaan sumber daya manusia melalui peningkatan
keterampilan yang diperlukan.
4. Mengurangi waktu yang terbuang sia dan sia kerusakan peralatan yang
disebabkan human error. Memperbaiki kenyamanan manusia dalam
bekerja
12
Posisi Berdiri:
1. Tinggi badan.
2. Tinggi mata
3. Tinggi bahu
4. Tinggi siku
5. Tinggi pinggang
13 Lebar bahu
Posisi Duduk:
1. Tinggi kepala
2. Tinggi mata.
3. Tinggi bahu
4. Tinggi siku
5. Tinggi pinggang
13
6. Tinggi tulang pinggul
7. Panjang butoock-lutut
Posisi tubuh dalam kerja sangat di tentukan oleh jenis pekerjaan yang
dilakukan. Masing-masing posisi kerja memiliki pengaruh yang berbeda-
beda terhadap tubuh. Grandjean (1993) berpendapat bahwa bekerja
dengan posisi duduk memiliki keuntungan antara lain pembebanan pada
14
kaki pemakaian energi dan keperluan untuk sirkulasi darah dapat
dikurangi.
Namun demikian kerja dengan sikap duduk terlalu lama dapat
menyebabkan otot perut melembek dan tulang belakang akan
melengkung sehingga cepat lelah. Sementara Clark (1996), dinyatakan
dengan desain stasiun kerja dengan posisi duduk yang memiliki derajat
stabilitas tubuh yang tinggi; mengurangi kelelahan dan kuluhan subjektif
bila bekerja lebih dari 2 jam. Di samping itu tenaga kerja juga bisa
mengendalikan kaki untuk melakukan gerakan. Contoh desain stasiun
kerja untuk sikap keja duduk dapat ilustrasikan seperti gambar .
Mengingat posisi duduk ada keuntungan atau kerugian, maka untuk
mendapatkan hasil kerja yang lebih baik tanpa pengaruh buruk pada
tubuh, perlu dipertimbangkan pada jenis pekerjaan apa saja yang sesuai
dengan posisi duduk. Untuk maksud tersebut, Pulat (1992) memberikan
pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan
posisi duduk adalah sebagai berikut :
1) pekerjaan yang membutuhkan kontrol dengan teliti pada kaki,
2) pekerjaan utama adalah menulis atau membutuhkan ketelitian pada
tangan;
3) tidak diperlukan tenaga dorong yang besar
4) objek yang dipegang tidak perlu bekerja pada ketinggian lebih dari 15
cm dari landasan kerja
5) diperlukan tingkat kestabilan tubuh yang tinggi;
6) pekerjaan dilakukan pada waktu yang lama, dan
7) seluruh objek yang diker atau disuplai masih dalam jangkauan dengan
posisi duduk.
Pada pekerjaan yang dilakukan dengan posisi duduk , tempat duduk
yang dipakai harus memungkinkan untuk melakukan variasi perubahan
posisi. Ukuran tempat disesuaikan dengan dimensi ukuran antropometri
pemakaiannya. Fleksi lutut dibangun sudut 90 ° dengan telapak kaki
bertumpu pada lantai atau injakan kaki menurut (Pheasant, 1988. Jika
landasan kerja terlalu rendah, tulang belakang akan membungkuk ke depan,
15
dan jika terlalu tinggi bahu akan terangkat dari posisi rileks, jadi penyebab
bahu dan leher menjadi tidak nyaman . Sanders dan McCOrmick (1987 )
memberikan pedoman untuk mengatur ketinggian landasan kerja pada
posisi duduk sebagai berikut :
1. jika memungkinkan menyediakan meja yang dapat di atur turun dan naik
2. landasan kerja harus memungkinkan lengan menggantung pada posisi
relaks dari bahu , dengan lengan bawah mendekati posisi horizontal atau
sedikit menurun (sloping down slightly )
3. ketinggian landasan kerja tidak membutuhkan fleksi tulang belakang yang
berlebihan
16
merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga aktivitas kerja
yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Namun demikian mengubah
posisi duduk menuju berdiri dengan masih menggunakan alat kerja yang
sama akan melelahkan. Pada dasarnya berdiri itu sendiri lebih melelahkan
daripada duduk dan energi yang dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-
15% dibandingkan dengan duduk.
Pada desain stasiun kerja berdiri, apabila tenaga kerja harus bekerja
untuk periode yang lama, maka faktor kelelahan menjadi utama. Untuk
meminimalkan pengaruh kelelahan dan keluhan subjektif maka pekerjaan
harus didesain agar tidak terlalu banyak menjangkau, membungkuk, atau
melakukan gerakan dengan posisi kepala yang tidak alamiah. Untuk maksud
tersebut, Pulat (1992) dan Clark (1996) memberikan pertimbangan tentang
pekerjaan yang lebih baik dilakukan dengan posisi berdiri adalah sebagai
berikut :
1) tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut;
2) harus memuat benda yang berat (lebih dari 4,5 kg)
3) sering menjangkau ke atas, ke bawah, dan ke samping
4) sering dilakukan pekerjaan dengan menekan ke bawah
5) di perlukan mobilitas tinggi.
Dalam mendesain ketinggian landasan kerja untuk posisi berdiri, secara
prinsip tinggi landasan kriteria posisi duduk. Manuaba (1986; Sanders &
McCormick (1987); Grandjean (1993) memberikan rekomendasi ergonomis
tentang ketinggian landasan kerja posisi berdiri pada ketinggian siku berdiri
sebagai berikut :
1) Untuk pekerjaan memerlukan ketelitian dengan maksud untuk
mengurangi pembebanan staris pada otot bagian belakang, tinggi
landasan kerja adalah 5-10 cm di atas tinggi siku berdiri
2) Selama kerja manual, di mana pekerja sering membutuhkan ruangan
untuk peralatan, material dan kontainer dengan berbagai jenis, tinggi
landasan kerja adalah 10-15 cm di bawah tinggi siku berdiri.
3) Untuk pekerjaan yang membutuhkan penekanan dengan kuat, tinggi
landasan kerja adalah 15-40 cm di bawah tinggi siku berdiri.
17
Ketinggian landasan kerja untuk sikap kerja bisa dilustrasikan seperti
(gambar 2.5).
1. Job content
18
2. Beban kerja dan kecepatan kerja
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
https://googleweblight.com/?lite_url=https://fendygoo.blogspot.com/2015/05/
makalah-keselematan-kerja.html?m%3D1&ei=JiheDquZ&lc=id-
ID&s=1&m=58&host=www.google.co.id&ts=1506011646&sig=ANTY_L0D
BkXu_ki6qkD78SgOlsZYaq3kCA. Diakses : 22 September 2017. (00.10)
21