Anda di halaman 1dari 10

1 37 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.

1 Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan dalam pembuatan skripsi ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer bertujuan untuk membuktikan adanya masalah, dan untuk
mengukur kinerja saat ini (saat pengamatan dilakukan), data karakterisktik kualitas
produk yang didapat dari dokumen standar kualitas (QC) perusahaan atau voice of
customer, sementara data sekunder seperti data proses produksi, waktu siklus operasi,
kapasitas produksi,dan data lainnya yang didapat dari hasil wawancara atau diskusi
dengan kepala seksi dan kepala departemen yang bersangkutan. A. Data Primer 1)
Data rekap hasil produksi dan jumlah cacat dari yang dihasilkan yaitu produk
cylinder comp tipe KPH selama 4 bulan, yakni bulan November 2008 sampai dengan
bulan Februari ) Data-data karakteristik kualitas kunci produk atau voice of customer
yang didapat dari hasil wawancara dan diskusi dengan bagian quality control (QC) di
perusahaan.

2 38 B. Data Sekunder 1) Data flow process pada pembuatan part cylinder comp tipe
KPH dari proses melting sampai dengan finish produk. Hasil pengumpulan data ini
akan diperlihatkan langsung pada bagian selanjutnya dari bab ini pada analisa data.
4.2 Pengolahan Data Dalam pengolahan data terdapat lima tahapan untuk
mengumpulkan dan mengolah data, dan tahapan yang akan dilakukan sesuai dengan
strategi penerapan six sigma, yaitu Define-Measure-Analyze-Improve-Control
(DMAIC). Tahapan-tahapan ini merupakan tahapan yang berulang atau membentuk
siklus peningkatan kualitas dengan six sigma Define Merupakan tahap pertama dalam
model DMAIC menuju peningkatan secara terus-menerus menuju target six sigma.
Proses produksi merupakan suatu kegiatan utama dalam suatu industri. Pada tahap ini
akan didefinisikan keseluruhan proses produksi yang terkait di PT. Astra Honda
Motor (PT.AHM). dari tahapan ini akan diketahui bagaimana flow process yang ada,
input apa saja yang dibutuhkan dalam tahapan persiapan sehingga proses akan
berjalan dengan baik, sehingga akan menghasilkan output yang sesuai dengan
harapan perusahaan dan masuk ke dalam
3 39 voice of customer. Adapun tools yang dibutuhkan pada tahapan ini adalah
diagram flow process dan diagram Supplier-Input-Process-Output-Customer (SIPOC)
Pembuatan Diagram Flow Process Diagram flow process menggambarkan aktifitas-
aktifitas yang berlangsung dalam sebuah proses. Dalam pembuatan diagram flow
process ini dibuat berdasarkan urutan-urutan kerja yang berlangsung. Dengan
diagram flow process ini diharapkan pemahaman terhadap sebuah proses akan lebih
baik sehingga memudahkan untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Secara rinci
diagram flow process part cylinder comp tipe KPH dapat dilihat pada gambar 4.1 di
bawah ini.

4 40

5 Pembuatan Diagram SIPOC Sama dengan diagram flow process, diagram supplier-
input-process-outputcustomer (SIPOC) juga merupakan representasi visual dari
sebuah proses yang berlangsung. Perbedaannya adalah pada diagram SIPOC lebih
berfokus pada karakteristik input dan output dari sebuah proses. Hal yang harus
ditentukan pertama kali adalah output yang diinginkan dari proses yang diamati.
Karakteristik output tersebut diletakkan di sebelah kanan proses yang diamati.
Selanjutnya menentukan faktor-faktor yang harus dijadikan input agar dapat
menghasilkan output yang telah ditentukan. Biasanya jumlah input akan lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah output. Diagram SIPOC dari tahapan proses pembuatan
part cylinder comp dapat dilihat pada gambar 4.2.

6 42 Supplier Input Process Output Customer Warehouse 1) Material Ingot


Alumunium 2) Sleeve Blank Casting Cylinder Comp Machining Cylinder Comp
Critical to Quality (CTQ) : Tidak boleh retak sleeve area moved Melting Injection
Process Trimming Finishing

7 Measure Perusahaan-perusahaan yang mengukur kualitas dan efisiensi dari proses


mereka akan mampu menghasilkan produk dan pelayanan berkualitas tinggi. Dalam
program peningkatan kualitas Six Sigma menggunakan model DMAIC terdapat
tahapan Measure, yang bertujuan untuk melakukan pengukuran terhadap fakta-fakta
yang akan menghasilkan data, dan akan berguna sebagai pengetahuan bagi pihak
manajemen untuk meningkatkan kualitas. Hal-hal yang harus dilakukan dalam
tahapan pengukuran meliputi penentuan karakteristik kualitas dari tahapan proses
produksi, dan pengukuran Defect per Million Opportunities (DPMO) yang
selanjutnya digunakan untuk penetapan sigma level dari cacat tersebut Penentuan
Karakteristik Critical to Quality (CTQ) Voice of customer (keinginan pelanggan)
dalam hal ini adalah next process, yaitu adalah kesesuaian kualitas produk yang
dihasilkan terhadap karakteristik kualitas atau Critical to Quality (CTQ). Adapun
tujuan dari menentukan atau menentapkan karakteristik kualitas (Critical to Quality)
adalah untuk mengetahui karakteristik-karakteristik yang mempunyai kemungkinan
atau berpotensi menjadi defect atau cacat pada hasil akhir. Karakteristik kualitas yang
kritis dalam pembahasan ini adalah terjadinya cacat sleeve retak area moved pada
part cylinder comp tipe KPH. Sehingga jumlah CTQ yang

8 44 digunakan berjumlah satu karakteristik dan jumlah CTQ inilah yang akan
digunakan untuk menghitung nilai defect per million opportunities (DPMO)
Perhitungan Defect per Million Opportunities (DPMO) Perhitungan DPMO ini akan
menunjukkan level sigma suatu perusahaan, khususnya dalam hal ini adalah level
sigma dari cacat sleeve retak area moved pada seksi die casting di PT. Astra Honda
Motor. Tahap-tahap perhitungannya adalah sebagai berikut : Unit (U) Jumlah produk
cylinder comp tipe KPH yang diproduksi selama bulan November 2008 sampai
dengan bulan Februari 2009 adalah sebanyak unit. Opportunities (OP) Karakteristik
yang kritis (Critical to Quality) yang ditentukan dalam masalah ini adalah berjumlah
1 karakteristik, yakni tidak boleh terjadi sleeve retak area moved pada part cylinder
comp tipe KPH. Defect (D) Cacat sleeve retak area moved yang terjadi selama proses
produksi part cylinder comp tipe KPH bulan November 2008 sampai dengan bulan
Februari 2009 yaitu sebanyak 1935 cacat.

9 45 Defect Per Unit (DPU) DPU = D / U DPU = 1935 / = Total Opportunities (TOP)
TOP = U x OP TOP = x 1 = Defect Per Opportunities (DPO) DPO = D / TOP DPO =
1935 / = Defect per Million Opportunities (DPMO) DPMO = DPO x DPMO = x =
8852 Dari tabel konversi six sigma, yang tercantum dalam lampiran, nilai DPMO
sebesar 8852 berada di antara 8656 DPMO (3.88 sigma) dan 8894 DPMO (3.87
sigma). Dengan menggunakan interpolasi linier, maka didapatkan : y = ( ) y = y =
3.872

10 46 Dari perhitungan menggunakan interpolasi menunjukkan bahwa level sigma


berada pada tingkat dengan DPMO sebesar Apabila dilihat dari pencapaian level
sigma tersebut, maka dapat dikatakan bahwa tingkat pencapaian kualitas produk
cylinder comp tipe KPH masih perlu ditingkatkan. Karena untuk perusahaan yang
lebih kompetitif dan untuk menjadikan part tersebut lebih berkualitas maka angka
level sigma di atas masih harus ditingkatkan hingga mendekati level kesempurnaan 6
sigma (6σ) Analyze Setelah melakukan tahap Define serta Measure, tahap selanjutnya
adalah tahap Analisa atau Analyze. Tahap ini merupakan langkah untuk menentukan
faktorfaktor utama penyebab terjadinya cacat sleeve retak area moved yang terjadi
dalam bulan November 2008 sampai dengan bulan Februari 2009 dan membuat
prioritas cacat mana yang memiliki kontribusi dominan terhadap menurunnya kualitas
produk secara keseluruhan pada kategori reject next process atau reject yang
ditemukan di seksi machining cylinder comp. Dan menganalisa berbagai akar
penyebab masalah dari cacat sleeve retak area moved, ditinjau dari segi man, method,
material, dan machine, sehingga dapat meningkatkan tahapan proses yang sedang
berlangsung.

11 Pembuatan Diagram Pareto Langkah awal dalam membuat diagram pareto adalah
mencoba untuk mengidentifikasi secara kuantitatif jenis-jenis cacat yang paling
dominan atau paling sering terjadi dalam kurun waktu bulan November 2008 sampai
dengan bulan Februari Berikut adalah data rekap cacat atau reject next process
beserta diagram pareto untuk menunjukkan cacat apa yang paling dominan. Data
tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Data Reject Next Process (Nov Feb.
2009) untuk diagram pareto Nama Cacat Jumlah Cacat Sleeve retak area moved 2487
Missrun sirip 196 Sleeve gompal 82 Sirip gompal 69 Casting retak 62 Visual hitam
34 Undercut 8 Pengurutan serta perhitungan data pada tabel 4.1 ditunjukkan pada
table 4.2.

12 48 Tabel 4.2 Data Perhitungan Diagram Pareto Urutan Jenis Cacat Jumlah
Persentase % Kumulatif 1 Sleeve retak area moved Missrun sirip Sleeve gompal Sirip
gompal Casting retak Visual hitam Undercut Total Pareto Jenis Reject Next Process
(Nov Feb. 2009) Gambar 4.3 Diagram Pareto Jenis Reject Next Process (Nov Feb.
2009)

13 49 Pada diagram pareto memperlihatkan jenis cacat yang menempati urutan


pertama serta paling banyak terjadi selama bulan November 2008 sampai dengan
bulan Februari 2009 adalah cacat sleeve retak area moved, dengan total mencapai
2487 cacat. Cacat ini mencapai 84.65% dari keseluruhan total cacat yang terjadi.
Sedangkan jenis cacat yang paling sedikit terjadi pada kurun waktu yang sama adalah
cacat undercut, yang berjumlah 8 cacat (0.27% dari keseluruhan total cacat yang
terjadi). Untuk lebih jelas, diagram tersebut dapat dilihat pada gambar 4.3.
Berdasarkan persentase kumulatif, jenis cacat yang akan menjadi prioritas dalam
penanganan masalah adalah jenis cacat next process yang diakibatkan oleh cacat
sleeve retak area moved, karena presentase kumulatif dari cacat tersebut mencapai
84.65%. Agar dapat diketahui sumber-sumber penyebab terjadinya cacat sleeve retak
area moved, maka akan digunakan diagram Fishbone sebagai tools atau alat bantu
dalam proses analisa Pembuatan Diagram Fishbone (Sebab-Akibat) Dr. Kaoru
Ishikawa mengembangkan alat sederhana yang dinamakan diagram Fishbone, untuk
mengidentifikasi sebab-akibat terjadinya variasi dalam proses yang dalam hal ini
adalah untuk menganalisa sebab-akibat dari cacat sleeve retak area moved. Diagram
ini menyusun sebab-akibat variasi atau sebab-sebab permasalahan kualitas ke dalam
beberapa kategori. Hal ini membantu untuk menentukan fokus masalah yang diambil
dan membantu dalam usaha-usaha pengembangan proses.

14 50 Pembuatan diagram fishbone dilakukan untuk cacat sleeve retak area moved.
Cacat tersebutlah yang paling dominan serta menjadi prioritas dalam penanganan
masalah reject next process karena mencapai 84.65% dari total keseluruhan cacat
yang terjadi pada seksi machining cylinder comp selama bulan November 2008
sampai dengan bulan Februari Diagram fishbone untuk cacat sleeve retak area moved
dapat dilihat pada gambar 4.4. Gambar 4.4 Diagram fishbone untuk cacat sleeve retak
area moved

15 51 Gambar 4.4 menunjukkan sebab-sebab yang mengakibatkan terjadinya cacat


sleeve retak area moved. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut : Man Dari
analisa yang dilakukan pada cacat sleeve retak area moved, faktor manusia tidak
mempengaruhi terhadap terjadinya reject sleeve retak area moved. Method Faktor
metode pada saat pembuatan part cylinder comp tipe KPH di seksi die casting juga
tidak mempengaruhi terhadap terjadinya reject sleeve retak area moved. Material
Pada setiap part / produk pasti mempunyai karakteristik atau unsur dasar material
sebagai identik dari sifat material itu sendiri. Dalam hal ini, pada pengecekkan
karakteristik sleeve cylinder comp diketahui bahwa sleeve tersebut getas, sehingga
menyebabkan kemungkinan terjadinya reject sleeve retak area moved menjadi lebih
tinggi. Getasnya sleeve tersebut disebabkan karena unsur karbon pada sleeve tinggi,
sehingga hardness (kekerasan) dari sleeve tersebut juga meningkat.

16 52 Machine Ada 2 hal yang menjadi penyebab utama reject sleeve retak area
moved jika ditinjau dari segi mesin sebagai penyebab terjadinya masalah. Yang
pertama adalah pada sleeve terjadi tekanan yang berlebih saat proses injection pada
die casting sehingga menyebabkan sleeve tersebut retak pada area moved. Adapun
tekanan yang berlebih tersebut disebabkan oleh adanya gesekan pada saat proses die
close akibat dari diameter center pin dies yang besar. Penyebab kedua adalah
terjadinya over pressure pada chuck saat pencekaman sleeve di proses machining
sleeve sehingga mengakibatkan sleeve retak pada area moved Improve Improve
merupakan operasional keempat dalam program peningkatan kualitas six sigma.
Tahap ini akan membantu untuk memperbaiki atau meningkatkan proses. Alat six
sigma yang digunakan pada tahap ini adalah Failure Mode and Effect Analysis
(FMEA), untuk mengetahui penyebab-penyebab potensial dari masalah yang ada.
17 Pembuatan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) FMEA adalah suatu
prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode
kegagalan (failure modes). Pembuatan FMEA bertujuan untuk mengidentifikasi dan
menilai resiko-resiko yang berhubungan dengan potensi kegagalan. FMEA dapat
diterapkan dalam semua bidang, baik manufaktur maupun jasa, juga pada semua jenis
produk. Dalam FMEA akan dilakukan perhitungan Risk Priority Number (RPN),
yang merupakan perkalian dari Occurance (O), Severity (S), Detectability (D) dengan
memberikan nilai secara subyektif antara 1-10 sebagai kriterianya, kriteria-kriteria
yang dijadikan acuan dalam memberikan penilaian tersebut dijelaskan dalam bab 2
pada skripsi ini. Data yang dibutuhkan untuk membuat FMEA adalah faktor-faktor
sebabakibat dari fishbone yang telah dibuat sebelumnya Pembuatan FMEA Untuk
Jenis Cacat Sleeve Retak Area Moved Jenis cacat sleeve retak area moved merupakan
cacat pada proses produksi machining cylinder comp. Cacat ini menyebabkan part
terbentuk suatu retakan yang dapat menyebabkan sleeve pada part cylinder comp
tersebut menjadi pecah. Pembuatan cause failure effect untuk cacat sleeve retak area
moved dapat dilihat pada table 4.3.

18 54 Tabel 4.3 Cause Failure Mode Effect Jenis Cacat Sleeve Retak Area Moved
Efek Kegagalan Potensial Modus Kegagalan Potensial Penyebab Potensial
Pencekaman sleeve NG Over pressure pada chuck Regulator labil Tekanan pada
sleeve terlalu besar Sleeve getas Sleeve bersinggungan dengan center pin pada dies
Hardness sleeve tinggi Diameter center pin besar Unsur karbon pada sleeve tinggi
Hasil pembuatan CFME yang berupa urutan akar penyebab masalah-modus
kegagalan-efek dirangkum dalam tabel FMEA sebagai berikut :

19 55 Tabel 4.4 Failure Mode and Effect Analysis Untuk Jenis Cacat Sleeve Retak
Area Moved Efek Kegagalan Potensial Modus Kegagalan Potensial Penyebab
Potensial S O D RPN Rekomendasi Pencekaman sleeve NG Over pressure pada
chuck Regulator labil Penggantian regulator secara berkala Tekanan pada sleeve
terlalu besar Sleeve bersinggungan dengan center pin pada dies Diameter center pin
besar Perubahan standar diameter center pin Sleeve getas Hardness sleeve tinggi
Unsur karbon pada sleeve tinggi Standar unsur karbon pada sleeve diturunkan Dari
pembuatan FMEA untuk jenis cacat sleeve retak area moved, angka Risk Priority
Number (RPN) tertinggi sebesar 360, angka ini berada pada pencekaman yang NG
pada sleeve cylinder comp. Hal-hal yang harus dilakukan terhadap penanganan
masalah tersebut adalah, dilakukan penggantian regulator pressure untuk chuck
secara berkala dan dilakukan monitoring secara rutin. Diharapkan setelah

20 56 melakukan perbaikan terhadap modus kegagalan yang mempunyai nilai RPN


tertinggi, ketika dilakukan pembuatan FMEA kembali, nilai tersebut dapat berkurang
sehingga prioritas penanganan masalah dapat bergeser ke modus kegagalan lain
Control Setelah sumber-sumber dan akar penyebab dari masalah kualitas
teridentifikasi dari pembuatan diagram pareto, diagram fishbone, dan FMEA, maka
harus dilakukan perbaikan-perbaikan untuk menangani masalah, terutama masalah
yang menjadi prioritas yaitu cacat sleeve retak area moved. Pada tahap control, yang
merupakan langkah operational terakhir dalam program peningkatan kualitas six
sigma, perbaikan-perbaikan tersebut akan didokumentasikan dan dijadikan pedoman
standar kerja perusahaan. Sehingga target peningkatan sigma yang diharapkan dapat
terwujud. Perbaikan-perbaikan yang dibuat adalah berdasarkan faktor-faktor
penyebab terjadinya cacat sleeve retak area moved dari analisa yang dilakukan
dengan menggunakan diagram fishbone Pelaksanaan Perbaikan Berdasarkan diagram
fishbone yang telah dibuat sebelumnya, kesalahankesalahan yang terjadi selama
tahapan proses, disebabkan oleh faktor mesin dan material. Oleh karena itu,
perbaikan-perbaikan yang dilakukan berdasarkan dari kedua faktor tersebut.
Perbaikan-perbaikan ini merupakan bentuk usaha dalam

21 57 mengurangi cacat yang terjadi selama proses pembuatan part cylinder comp
tipe KPH, agar meningkatkan level sigma dari perusahaan tersebut. Mesin 1.
Perubahan standar diameter center pin menjadi lebih kecil untuk menghindari
gesekan pada saat die close pada proses injection die casting part cylinder comp. 2.
Dilakukan pengecekan rutin pada saat maintenance preventive dies pada point
diameter center pin. 3. Jika masih ditemukan diameter center pin yang besar, maka
harus segera dilakukan penggantian center pin. 4. Penggantian regulator pressure
untuk regulator yang sudah rusak atau labil. 5. Pengecekan total regulator mesin, jika
terdapat regulator yang labil maka langsung dilakukan penggantian. 6. Dilakukan
pengecekan rutin terhadap regulator di semua mesin per bulan. Material 1.
Menurunkan hardness material / part dengan menurunkan kandungan karbon pada
material tersebut 2. Dilakukan pengecekan berkala per shift untuk memantau
kandungan karbon pada part sleeve cylinder comp tipe KPH.

22 Analisa Data Pada tahapan produksi proses part cylinder comp tipe KPH di PT.
Astra Honda Motor, terdapat karakteristik kualitas kunci / CTQ yang harus dipenuhi
untuk mendapatkan kepuasan pada next process machining cylinder comp. Hal ini
merupakan permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan untuk dapat meningkatkan
kualitas produknya. Karakteristik kualitas tersebut adalah tidak boleh terdapat cacat
sleeve retak area moved pada part cylinder comp tipe KPH. Perhitungan Defect per
Million Opportunities (DPMO) menunjukkan bahwa level sigma berada pada tingkat
sigma dengan DPMO sebesar Apabila dilihat dari pencapaian level sigma tersebut,
maka dapat dikatakan bahwa tingkat pencapaian kualitas produk cylinder comp tipe
KPH masih perlu ditingkatkan. Peningkatan level sigma akan terjadi jika perusahaan
segera melakukan perbaikan secara terus menerus dari waktu ke waktu. Berdasarkan
diagram pareto yang telah dibuat menunjukkan cacat sleeve retak area moved
merupakan jenis cacat yang paling sering terjadi pada proses produksi selama bulan
November 2008 sampai dengan bulan Februari Cacat sleeve retak area moved
menjadi prioritas yang harus diatasi karena presentase kumulatif cacat tersebut
mencapai 84.65%.

23 59 Secara garis besar faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya cacat sleeve


retak area moved pada proses produksi part cylinder comp tipe KPH adalah : 1.
Labilnya regulator yang mengatur pressure chuck pada pencekaman sleeve cylinder
comp, sehingga mengakibatkan terjadinya over pressure yang menyebabkan reject
sleeve retak area moved. 2. Diameter center pin yang besar sehingga bersinggungan
dengan sleeve ketika proses die close saat injection part cylinder comp di die casting
yang mengakibatkan sleeve mendapat tekanan berlebih hingga terjadi crack atau retak
pada sleeve cylinder comp tersebut. 3. Kandugan unsur karbon yang tinggi pada
sleeve tersebut sehingga mengakibatkan hardness / kekerasan sleeve meningkat yang
menjadikan sleeve tersebut menjadi getas. Perbaikan dilakukan berdasarkan faktor-
faktor penyebab kesalahan pada tahapan proses, yaitu man, method, material,
machine, atau environment. Perbaikanperaikan ini merupakan bentuk usaha dalam
mengurangi defect yang terjadi selama proses produksi, agar meningkatkan level
sigma dari perusahaan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai