Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERCULOSIS PARU

A. Anatomi dan Fisiologi


System pernafasan terdiri dari hidung , faring , laring ,trakea , bronkus ,
sampai dengan alveoli dan paru-paru.
1 Anatomi
Hidung merupakan saluran pernafasan yang pertama , mempunyai dua
lubang/cavum nasi. Didalam terdapat bulu yang berguna untuk
menyaring udara , debu dan kotoran yang masuk dalam lubang hidung .
hidung dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa (Drs. H.
Syaifuddin. B . Ac ,1997)
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan
jalan makanan , faring terdapat dibawah dasar tengkorak , dibelakang
rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher . faring dibagi
atas tiga bagian yaitu sebelah atas yang sejajar dengan koana yaitu
nasofaring , bagian tengah dengan istimus fausium disebut orofaring ,
dan dibagian bawah sekali dinamakan laringofaring .(Drs .H.syafuddin.
B.Ac, 1997 )
Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (16-20cincin),
panjang 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi
oleh otot polos dan lapisan mukosa . trakea dipisahkan oleh karina
menjadi dua bronkus yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri (Drs .H .
Syaifuddin .B. Ac th 1997, hal 88-89)
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea yang membentuk bronkus utama
kanan dan kiri , bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada
bronkus kiri cabang bronkus yang lebih kecil disebut bronkiolus yang
pada ujung – ujung nya terdapat gelembung paru atau gelembung alveoli
(H.Syaifuddin B Ac th1997, hal 89-90).
Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung – gelembung .paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru
kanan tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus . Paru-paru terletak pada
rongga dada yang diantaranya menghadap ke tengah rongga dada /
kavum mediastinum. Paru-paru mendapatkan darah dari arteri bronkialis
yang kaya akan darah dibandingkan dengan darah arteri pulmonalis yang
berasal dari atrium kiri.besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4500
ml sampai 5000 ml udara. Hanya sebagian kecil udara ini, kira-kira 1/10
nya atau 500 ml adalah udara pasang surut . sedangkan kapasitas paru-
paru adalah volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar paru-
paru yang dalam keadaan normal kedua paru-paru dapat menampung
sebanyak kuranglebih 5 liter. (Drs. H. Syaifuddin . B.Ac .th 1997 hal 90
, EVELYN,C, PIERCE , 1995)
Pernafasan ( respirasi ) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen ke dalam tubuh (inspirasi) serta mengeluarkan
udara yang mengandung karbondioksida sisa oksidasi keluar tubuh
(ekspirasi) yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga
pleura dan paru-paru .proses pernafasan tersebut terdiri dari 3 bagian
yaitu:
1. Ventilasi pulmoner.
Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan
proses aktif dan pasif yang mana otot-otot interkosta interna
berkontraksi dan mendorong dinding dada sedikit ke arah luar,
akibatnya diafragma turun dan otot diafragma berkontraksi. Pada
ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta eksterna relaksasi dengan
demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara terdorong
keluar. (NI LUH GEDE.Y.A.SKp.1995.hal 124.
Drs.H.Syaifuddin.B.Ac.1997)
2. Difusi Gas.
Difusi Gas adalah bergeraknya gas CO2 dan CO3 atau partikel lain
dari area yang bertekanan tinggi kearah yang bertekanann rendah.
Difusi gas melalui membran pernafasan yang dipengaruhi oleh factor
ketebalan membran, luas permukaan membran, komposisi membran,
koefisien difusi O2 dan CO2 serta perbedaan tekanan gas O2 dan
CO2. Dalam Difusi gas ini pernfasan yang berperan penting yaitu
alveoli dan darah. (Ni Luh Gede.Y.A. SKP. Th 1995 hal 124, Drs. H.
Syaifuddin. B.Ac.1997 hal 93 .Hood .Alsegaff th 1995)
3. Transportasi Gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari
jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah). Masuknya O2
kedalam sel darah yang bergabung dengan hemoglobin yang
kemudian membentuk oksihemoglobin sebanyak 97% dan sisa 3 %
yang ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel .(Ni Luh Gede
Y. A. Skp th1995. Hood Alsegaff th 1995)
a. Patofisiologi
Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga
tempat yaitu saluran pernafasan , saluran pencernaan dan adanya luka
yang terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara (
airbone ) yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung
kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya .(Sylvia.A.Price.1995)
Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang
ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau
dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya , sehingga
basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman
terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian
terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta
berkembangbiak di paru-paru. ( dr.Hendrawan.N.1996)
Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang
bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar
melewati getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat
meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan menuju aliran darah
dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh yang
lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya
di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya
basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-
paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan
reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari pertama ini di
gantikan oleh makrofag.Pada alveoli yang terserang mengalami
konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini
juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening
regional, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi
lebih panjang dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel
epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit,proses tersebut membutuhkan
waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut
focus ghon dan bergabungnya serangan kelenjar getah bening regional
dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang
mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang
kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin.Beberapa respon lain
yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair
lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.Pada proses ini akan
dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun basil dapat
terbawa sampai ke laring ,telinga tengah atau usus.(Sylvia.A Price:1995)
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan
dan dapat meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda
lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang
terdapat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijauan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung,
sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip dengan
lesi berkapsul yang tidak lepas.Keadaan ini dapat tidak menimbulkan
gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus
dan menjadi tempat peradangan aktif.(Syilvia.A Price:1995)
Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena
penyumbatan trakea dan saluran nafas sehingga timbul sufokal yang
sering fatal. Ini terjadi pada batuk darah masif yaitu 600-1000cc/24
jam.Batuk darah pada penderita TB paru disebabkan oleh terjadinya
ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kapitas.(Hood
Al sagaff dkk:1995)
B. Definisi
Tuberculosis paru adalah : penyakit infeksius terutama menyerang
parenchim paru dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lain, termasuk
meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe. ( Brunner & Suddart . 2002 )
Tuberculosis paru adalah : penyakit infeksi Mycobacterium Tuberculosa
dengan gelajala yang sangat bervariasi. ( Arif Mansjoer. 1999)
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit
saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis
masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection. (Soedarsono,
2000)
Dari beberapa definisi dapat disimpulkan bahwa tuberculosis paru adalah
penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh basil mikrobacterium
tuberkolusis

C. Etiologi
Penyebab tuberculosis adalah mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/μm dan tebal 0,3-0,6/μm.
Spesies lain dari kuman ini yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia
adalah mycobacterium bovis, mycobacterium kansasii, mycobacterium
intracellulare.
Sebagian besar dari kuman ini terdari dari asam lemak (lipid). Lipid inilah
yang membuat kuman tahan lebih lama terhadap asam dan lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup pada udara
kering maupun dingin (dapat hidup bertahun-tahun dilemari es). Hal ini
terjadi karenakuman berada dalam sifat Dormant. Dari sifat dormant ini
kuman dapat bengkit lagi dan menjadikan tuberculosis aktif lagi.
Didalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam
sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah
kemudian disenangi karena mengandung lemak.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan oksigen pada bagian apical paru lebih tinggi daripada bagian lain.,
sehingga bagian apical merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis
(Bahar, 1998)

D. Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi kerena kuman keluar bersamaan dengen
droplet pada saat batuk atau bersin. Partikel infeksius ini dapat menetap
selama 1-2 jam di udara bebas, tergantung pada ada tidaknya sinar ultra
violet, ventilasiyang baik dan kelembaban. Dalam suasana yang lembab dan
gelap kumandapat bertahan berhari-hari, berminggu-minggu bahkan
berbulan-bulan.
Baila partikel infelsius ini terhisap oleh orang sehat, akan menmpel pada
jalan nafas atau paru. Kebanyakan pertikel ini kan mati atau dibersihkan
oleh makrofag dan keluar dari cabang tracheo bronchial beserta gerakan
sillia dengan sekretnya. Kuman dapat juga masuk melalui luka pada kulit
atau mukosa tapi hal ini jarang terjadi.
Bila kuman tetap dijaringanparu, kuman akan tumbuh dan berkembang biak
dalam sitoplasma makrofag. Disini kuman dapat terbawa masuk ke organ
tubuh lainnya. Kuman yang bersarang dijaringan paru akan membentuk
sarang tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek
primer. Sarang primer ini dapat terjadi dibagian mana saja dijaringan paru
(Bahar,1998).
1 Tuberculosis Primer
Tuberculosis primer adalah suatu penyakit yang berkembang mula-
mula pada orang yang tidak terpapar dan karenanya orang belun
tersensitasi. (Robbins dan Kumar, 1995)
Dari sarang primer akan timbul peradangan getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran kelenjar getah bening
(limfadenitis regional)
Komplek primer ini selanjutnya dapat terjadi :
a. Sembuh sekali tanpa menimbulkan cacat
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis
fibrotik, kalsifika di hilus atau kompleks (sarang) Ghon.
c. Berkomplikasi dan menyebar kesekitarnya secara :
1) Perkontuinuitatum, yakni menyebar kesekitarnya
2) Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru
yang disebelahnya. Dapat jugakumaqn tertelan bersama
sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus.
3) Secara hematogen, keorgan tubuh lainnya
4) Secara limfigen, ke organ tubuh lainnya (Bahar, 1998)
2 Tuberculosis Post Primer
Tuberculosis post primer adalah pola penyakit berkembang pada tuan
rumah yang dulunya sudah tersentisasi. Biasanya dihasilkan dari
reaktivasi lesi primer dormant setelah beberapa decade (Robbins dan
Kumar, 1995)
Kuman yang dorman ada tuberculosis primer akan muncul bertahun-
tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa
(tuberculosis post primer). Tuberculosis post primer dimulai sarang dini
yang berlokasi regio atas paru (bagian apical posterior lobus superior dan
inferior). Invasinya adalah ke parenkim paru dan tidak ke nodus hiler
paru.
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil.
Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yaitu suatu granuloma
yang terdiri dari sel-sel Datia Langhans (sel besar dengan banyak inti)
yang dikelilingi oleh sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat.
Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas penderita,
sarang dini dapt terjadi.
a. Diresorbsi kembali dan sembuh tnpa meninggalkan cacat
b. Sarang yang mula-mula meluas tetapi segera menyembuuh dengan
sebutan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi lebih
keras menimbulkan pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk
pengapuran
c. Sarang dini yang meluas dimna granuloma berkembang
menghancurkan jaringan sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami
nekrosis dan menjadi lembek membentuk keju. Bila jaringan keju
dibatukkan keluar, akan menjadi kavitas. Kavitas ini mula-mula
berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi
jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas
skletorik (Bahar,1998).

E. Manifestasi Klinis
Gejala umum dari Tuberkulosis Paru adalah batuk lebih dari 4 minggu
dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala flu ringan, nyeri dada, batuk
darah (hemoptoe ). ( Soeparman, 1990 )
Gejala yang dirasakan klien tersebut bermacam – macam atau malah tanpa
keluhan sama sekali, gejala yang terbanyak adalah :
1 Demam
Bisanya sub febril yang menyerupai influenza, tapi kadang – kadang
mencapai 41°- 40o C dipengaruhi daya tahan tubuh dan berat ringannya
infeksi kuman.
2 Batuk
Terjadi karena adanya infeksi paru ada setelah penyakit berkembang
dalam jaringan paru.
3 Sesak Nafas
Ditemukan padsa penyakit yang sudah lanjut, inflamasi sudah setengah
bagian paru – paru.
4 Malaise
Gejala yang sering ditemui berupa anoreksia, badan makin kurus, sakit
kepala, nyeri otot, dan keringat malam.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1 Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah (LED normal atau meningkat, limfositosis)
b. Sputum
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis tuberculosis paru.
Disamping itu juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan
yang diberikan. Kadang-kadang tidak mudah untuk mendapatkan
sputum terutama pada penderita yang tidak batuk maupun batuk tetapi
non produktif.
Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum,
penderita dianjurkan minum sebanyak ± 2 liter dan idanjurkan
melakukan batuk efektif. Dapat juga memberikan tambahan obat-
obatan mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam
hipertonik slama 20-30 menit. Bila masih sulit sputum dapat diperoleh
dengan bronchoscopy. Sputum yang sudah didapat harus mengandung
kuman BTA. Criteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-
kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTApada sediaan. Dengan kata
lain diperlukan 50000 kuman dalam 1 ml sputum. Pada pemeriksaan
dengan biakan, setelah 4-6 minggu penanaman sputum dalam medium
biakan, koloni kuman tuberculosis mulai tampak. Bila setelah 8
minggu pananaman, kolini tidak tampak, biakan dinyatakan negatif.
Medium biakan yang sering digunakan adalah Lowenstien Jensen dan
ATS.
c. Test Tubercolin
Biasanya memakai cara Mantaux yakni yakni dengan menyuntikan
0,1 cc Tuberculin PPD (Purified Protein Derivate) intra cutan 5
TU(intermediate strength). Setelah 48-72 jam tuberculin disuntukkan
akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari
infiltrat limfosit yakni persenyawaan antara anti bodi dan antigen
tuberculin.
Hasil Mantaux dibagi dalam :
1) Indurasi berdiameter 0-5 mm : hasil negatif
2) Indurasi berdiameter 6-9 mm : hasil meragukan
3) Indurasi berdiameter 10-15 mm : hasil mantaux positif
4) Indurasi berdiameter lebih dari 16 mm : hasil mantaux positif
kuat
Biasanya hampir seluruh penderita memberikan reaksi mantaux yang
positif (99,8%). Kelemahan test ini terdapat positif palsu yakni
pemberian BCG atau terinfekssi dengan mycobacterium lain. Negatif
palsu lebih banyak ditemukan daripada positih palsu.
Hal-hal yang menyebabkab reaksi tuberculin berkurang :
1) Penderita yang baru 2-10 minggu terpapar tuberculosis
2) Alergi, penyakit sistemik berat (sarcoidosis, L.E)
3) Penyakit Exanthe matous dengan panas yang akut : morbilli,
cacar air, cacar, poliomyelitis.
4) Reaksi hiper snesitifitas menurun pada penyakit limforetikuler
(Hodgin)
5) Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat
imunosupresi lainnya.
6) Usia tua, malnutrisi, uremia, keganasan (Bahar, 1998).
2 Pemeriksaan Radiologis
Foto thorax PA dan lateral, gambaran foto thorax yang menunjang
diagnosis tuberculosis adalah :
a. Bayangan lesi terletak pada bagian apex paru (segmen apical lobus
atas atau segmen apical lobus bawah)
b. Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular)
c. Adanya kavitas tunggal atau ganda
d. Kelainan bilateral, terutama lapang paru atas
e. Adanya klasifikasi
f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
g. Bayangan millier (Mansjoer, 1999)

G. Penatalaksanaan Medis
1 Obat Anti Tuberkulosa ( OAT )
Obat Anti Tuberkulosa harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya
dua obat yang bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga
Tujuan OAT :
a. Membuat konversi sputum Bakteri Tahan Asam positif menjadi
negatif secepat mungkin
b. Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan
dalam kegiatan sterilisasi.
c. Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan
daya tahan imunologi.
Obat Anti Tuberkulosa yang biasa diugunakan antara lain :
Rifampisin, Pirazinamid ( PZA ), Isoniazid ( INH ), Streptomisin ( S ),
Etambutol ( E ). Penilaian keberhasilan pengobatan tergantung dari hasil
pemeriksaan bakteriologi, radiologi klinis, kesembuhan Tuberkulosis
Paru yang baik.akan memperlihatkan sputum Bakteri Tahan Asam
negatif, adanya perbaikan radiologi dan menghilangnya gejala. (Arif
Mansjoer, 1999)

H. Pengkajian Keperawatan
1 Pola aktifitas dan istirahat :
Fatique, Aktivitas berat timbul sesak (nafas pendek), Sulit tidur,
Berkeringat pada malam hari
2 Pola Nutrisi :
Anorexia, Mual, tidak enak diperut, BB menurun
3 Respirasi :
Batuk produktif (pada tahap lanjut), sesak nafas, Nyeri dada.
4 Riwayat Keluarga :
Biasanya keluarga penderita ada yang mempunyai kesulitan yang sama
(penyakit yang sama)
5 Riwayat lingkungan :
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman padat, ventilasi
rumah yang kurang, jumlah anggauta keluarga yang banyak.
6 Aspek Psikososial :
a. Merasa dikucilkan
b. Tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri.
c. Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.
d. Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu
waktu yang lama dan biaya yang bayak.
e. Masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien.
f. Tidak bersemangat, putus harapan.
7 Riwayat Penyakit Sebelumnya :
a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh sembuh.
b. Pernah berobat, tetapi tidak sembuh.
c. Pernah berobat tetapi tidak teratur (drop out).

I. Diagnosa Keperawatan
1 Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan adanya faktor resiko :
a. Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis.
b. Kerusakan membran alveolar kapiler.
c. Sekret yang kental
d. Edema Bronchial.
2 Potensial infeksi dan penyebaran infeksi sehubungan dengan :
a. Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang
menetap.
b. Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar.
c. Daya tahan/ resistensi terhadap infeksi rendah
d. Malnutrisi
e. Terkontaminasi oleh lingkungan.
f. Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.
3 Gangguan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan kelelahan, batuk yang
sering, adanya produksi sputum, dyspnoe, anorexia, penurunan finansial
/biaya.
4 Pembersihan jalan nafas yang tidak efektif sehubungan dengan sekresi
yang kental, lengket dan berdarah, lelah dan usaha batuk yang kurang,
Edema trachea/larink.
5 Kurangnya pengetahuan (kebutuhan Hygiene), tentang kondisi,
pengobatan, pencegahan, sehubungan dengan tidak ada yang
menerangkan, interpretasi yang salah, terbatas pengetahuan/kognisi,
tidak akurat, tidak lengkap imformasi yang didapat.

J. Intervensi Keperawatan
1 Iefektif bersihan jalan nafasberhubungan dengan secret kental
(Doengoes, 1993 : 244)
Tujuan : mempertahankan jalan nafas pasien, mengeluarkan secret tanpa
bantuan
Intervensi :
a. Kaji funsi pernafasan, contoh : bunyi nafas, kecepatan, irama dan
kedalaman dan penggunaan otot tambahan
b. Catat kemampuan untuk batuk efektif dan mengeluarkan dahak, catat
karakter, jumlah sputum, adanya hemoptosis.
c. Berikan pasien posisi semi fowler dan bantu pasien untuk batuk
efektif dan latihan nafas dalam.
d. Bersihkan secret dari mulut dan trachea, penghisapan sesuai
kebutuhan.
e. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500ml/hari kecuali kontra
indikasi
2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan
efektif alveoli (Doengoes, 1993)
Tujuan : Tidak adanya penurunan nafas/dispnue, menunjukkan
perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat
Intervensi :
a. kaji dispnoe, takhipnoe, terbatasnye ekspansi dinding dada dan
kelemahan.
b. Evaluasi perubahan pada tingakat kesadaran dengan observasi,
sianosis, perubahan pada warna kulit, termasuk membrane mukosa
dan kuku.
c. Batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesaui keperluan.
d. Berikan tambahan oksigen yang sesuai.
3 Kerubahan nutrisi kurangdari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
(Tucker, 1992)
Tujaun : pasien mampu mempertahankan nutrisi yang adekuat dan
berat badan tetap stabil
Intervensi :
a. Pantau berat badan
b. Kaji nutrisi
c. Pantau albumin
d. Beringkan pasiendengan posisi fowler saat makan untuk mengurangi
dispnoe.
e. Beri makan dalam porsi kecil, tetapi sering.
f. Berikan dorongan pada orang terdekat untuk membawakan pasien
membawakan makanan kesukaannya
DAFTAR PUSTAKA

Bahar, Asril. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Penerbit FKUI : Jakarta, 1998
Brunner dan Sudadart. Buku Ajar Keperawatan m/edical Bedah, Edisi 8, Vol 1,
EGC : Jakarta, 2001
Doengoes, Marilynn E & Moorehouse, Mary Frances & Geissler, Alice. Nursing
Care Plans Guidelines for Planning and Documenting Patien Care. Edisi III.
F. A Davis Company: Philadelphia. (1993).

Drs. H. Syaifuddin, B.Ac. Anatomi dan Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Buku
Kedoktoran EGC : Jakarta, 1997
Mansjoer, Arief. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid 1. Penerbit Media
Aesculapius FKUI : Jakarta, 1999
Soedarsono (2000), Tuberkulosis Paru-Aspek Klinis, Diagnosis dan Terapi, Lab.
Ilmu Penyakit Paru FK Unair/RSUD Dr. Soetomo : Surabaya, 2000
Sylvia Anderson Price, Lorraine McCarty Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses - Proses Penyakit. EGC : Jakarta, 1995
Tucker dkk, Standart Perawatan Pasien , EGC : Jakarta , 1998.

Anda mungkin juga menyukai