Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMA

I. KONSEP DASAR MEDIK


A. Defenisi Hepatoma
Hepatoma adalah masa abnormal pada sel hati,tumor hati dapat berupa
bernigna atau manigna tumor dapat berupa tumor primer atau metastase
dari jaringan lain. Hepatocellular Carcinoma (HCC) atau disebut juga
hepatoma atau kanker hati primer atau Karsinoma Hepato Selular (KHS)
adalah satu dari jenis kanker yang berasal dari sel hati.
Hepatoma(karsitoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari
hepatosit (karsitoma hepatoseluler) atau dari duktus empedu(kolangio
karsinoma (Corwin,2009).
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah salah satu jenis
keganasan hati primer yang paling sering ditemukan dan banyak
menyebabkan kematian. Karsinoma hati primer dibedakan atas karsinoma
yang berasal dari sel-sel hati (KHS), karsinoma dari sel-sel saluran empedu
(karsinoma kolangioseluler), dan campurandari keduanya. Karsinoma juga
dapat berasal dari jaringan ikat hati seperti misalnya fibrosarkoma hati.
Secara makroskopis karsinoma hati dapat dijumpai dalam bentuk masif
yang biasanya di lobus kanan,berbatas tegas, dapat disertai nodul-nodul
kecil di sekitar masa tumor dan bisa dengan atau tanpa sirosis; noduler,
dengan noduldi seluruh hati, difus, seluruh hati terisisel tumor. Secara
mikroskopis, sel-sel tumorbiasanya lebih kecil dari sel hati yang
normal,berbentuk poligonal dengan sitoplasma granuler. Sering ditemukan
sel raksasa.
Hepatoma disebut juga kanker hati atau karsinoma hepatoseluler atau
karsinoma hepatoprimer. Hepatoma merupakan pertumbuhan sel hati
yang tidak normal yang ditandai dengan bertambahnya jumlah sel dalam
hati yang memiliki kemampuan membelah /mitosis disertai dengan
perubahan sel hati yang menjadi ganas.
B. Epidemiologi Hepatoma
Hepatitis C Virus (HCV) adalah pandemi global yang mempengaruhi
170 juta orang. Hasil infeksi HCV berada pada tingkatan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan infeksi tingkat yang lebih tinggi dibandingkan
dengan infeksi kronis infeksi Hepatitis B virus (Sekitar 80% dari subjek
yang terinfeksi) keadaan ini telah menjadi penyebab paling umum pada
hepatocellular carcinoma di jepang dan eropa,serta juga bertangggung
jawab aras insiden meningkat baru-baru ini di amerika serikat. Sekitar 2,7
juta orang amerika memiliki HCV kronis. Di amerika serikat hampir 30%
dari kasus hepatocellular carcinoma dianggap berkaitan dengan kaitan
dengan infeksi HCV sebesar 5-30% dari sekitar 30% berkembang menjadi
sironis dan dalam presentase tersebut, sekitar 1-2% per tahun berkembang
dengan HCV kira-kira sebesar 5% yang muncul 30 Tahun setelah terinfeksi
(ACS,2008).
C. Etiologi Hepatoma
1. Virus Hepatitis B
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma
terbukti kuat, baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental.
Sebagian besar wilayah yang hiperendemik HBV menunjukkan angka
kekerapan hepatoma yang tinggi.
Umur saat terjadinya infeksi merupakan faktor resiko penting
karena infeksi HBV pada usia dini berakibat akan terjadinya kronisitas.
Karsinogenitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui proses
inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV
DNA ke dalam DNA sel penjamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV
berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari
kondisi inaktif menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat
karsinogenesis hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung
akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang
berubah akibat HBV. Infeksi HBV dengan pajanan agen onkogenik
seperti aflatoksin dapat menyebabkan terjadinya hepatoma tanpa
melalui sirosis hati.
2. Virus Hepatitis C
Di wilayah dengan tingkat infeksi HBV rendah, HCV merupakan
faktor resiko penting dari hepatoma. Infeksi HCV telah menjadi
penyebab paling umum karsinoma hepatoseluler di Jepang dan Eropa,
dan juga bertanggung jawab atas meningkatnya insiden karsinoma
hepatoseluler di Amerika Serikat, 30% dari kasus karsinoma
hepatoseluler dianggap terkait dengan infeksi HCV. Sekitar 5-30%
orang dengan infeksi HCV akan berkembang menjadi
penyakit hati kronis.
Dalam kelompok ini, sekitar 30% berkembang menjadi sirosis, dan
sekitar 1-2% per tahun berkembang menjadi karsinoma hepatoseluler.
Resiko karsinoma hepatoseluler pada pasien dengan HCV sekitar 5%
dan muncul 30 tahun setelah infeksi. Penggunaan alkohol oleh pasien
dengan HCV kronis lebih beresiko terkena karsinoma hepatoseluler
dibandingkan dengan infeksi HCV saja. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa penggunaan antivirus pada infeksi HCV kronis
dapat mengurangi risiko karsinoma hepatoseluler secara signifikan.
3. Sirosis Hati
Sirosis hati merupakan faktor resiko utama hepatoma di dunia dan
melatarbelakangi lebih dari 80% kasus hepatoma. Penyebab utama
sirosis di Amerika Serikat dikaitkan dengan alkohol, infeksi hepatitis C,
dan infeksi hepatitis B. Setiap tahun, 3-5% dari pasien dengan sirosis
hati akan menderita hepatoma. Hepatoma merupakan penyebab utama
kematian pada sirosis hati. Pada otopsi pada pasien dengan sirosis hati ,
20-80% di antaranya telah menderita hepatoma.
4. Aflatoksin
Aflatoksin B1 (AFB1) meruapakan mikotoksin yang diproduksi
oleh jamur Aspergillus. Dari percobaan pada hewan diketahui bahwa
AFB1 bersifat karsinogen. Aflatoksin B1 ditemukan di seluruh dunia
dan terutama banyak berhubungan dengan makanan berjamur.
Pertumbuhan jamur yang menghasilkan aflatoksin berkembang subur
pada suhu 13°C, terutama pada makanan yang menghasilkan protein.
Di Indonesia terlihat berbagai makanan yang tercemar dengan
aflatoksin seperti kacang-kacangan, umbi-umbian (kentang rusak, umbi
rambat rusak,singkong, dan lain-lain), jamu, bihun, dan beras berjamur.
Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan
AFB1 menginduksi mutasi pada gen supresor tumor p53. Berbagai
penelitian dengan menggunakan biomarker menunjukkan ada korelasi
kuat antara pajanan aflatoksin dalam diet dengan morbiditas dan
mortalitas hepatoma.
5. Obesitas
Suatu penelitian pada lebih dari 900.000 individu di Amerika
Serikat diketahui bahwa terjadinya peningkatan angka mortalitas
sebesar 5x akibat kanker pada kelompok individu dengan berat badan
tertinggi (IMT 35-40 kg/m2) dibandingkan dengan kelompok individu
yang IMT-nya normal. Obesitas merupakan faktor resiko utama
untuk non-alcoholic fatty liver disesease (NAFLD), khususnya non-
alcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi
sirosis hati dan kemudian berlanjut menjadi hepatoma.
6. Diabetes Mellitus
Tidak lama ditengarai bahwa DM menjadi faktor resiko baik untuk
penyakit hati kronis maupun untuk hepatoma melalui terjadinya
perlemakan hati dan steatohepatitis non-alkoholik (NASH). Di samping
itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like
growth factors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk
kanker. Indikasi kuatnya aasosiasi antara DM dan hepatoma terlihat
dari banyak penelitian. Penelitian oleh El Serag dkk. yang
melibatkan173.643 pasien DM dan 650.620 pasien bukan DM
menunjukkan bahwa insidensi hepatoma pada kelompok DM lebih dari
dua kali lipat dibandingkan dengan insidensi hepatoma kelompok
bukan DM.
7. Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik,
peminum berat alkohol (>50-70 g/hari atau > 6-7 botol per hari) selama
lebih dari 10 tahun meningkatkan risiko karsinoma hepatoseluler 5 kali
lipat. Hanya sedikit bukti adanya efek karsinogenik langsung dari
alkohol. Alkoholisme juga meningkatkan resiko terjadinya sirosis hati
dan hepatoma pada pengidap infeksi HBV atau HVC. Sebaliknya, pada
sirosis alkoholik terjadinya HCC juga meningkat bermakna pada pasien
dengan HBsAg positif atau anti-HCV positif. Ini menunjukkan adanya
peran sinergistik alkohol terhadap infeksi HBV maupun infeksi HCV.
D. Patofisiologi Hepatoma
Hepatocellular carcinoma (HCC) adalah tumor ganas asal
hepatoseluler yang berkembang pada pasaien dengan factor resiko seperti
hepatitis virus, penyalahgunaan alkohol, dan penyakit hati metabolik.
Penyakit ini juga dapat terjadi (jarang) pada pasien dengan parenkim hari
normal.
HCC dapat mengalami perdarahan dan nekrosis karena kurangnya
stroma fibrosa. Invasi vascular, terutama dalam system portal. Invasi sistem
bilier kurang umum. Agresif HCC dapat menyebabkan rupture (pecah) dan
hemaperitoneum hepatika. Ada tiga pola pertumbuhan yang ditunjukan
oleh HCC:
1. Masa soliter.
2. Multifocal atau pola nodular.
3. Multiple difus dengan pola nodular.
Secara mikroskopis, sel-sel HCC menyerupai hepatosit normal dan
dapat membingungkan dengan adenoma sel hati. Tumor yang lebih berbeda
dapat menghasilkan empedu. HCC dapat menghasilkan alfa-fetoprotein
(AFP), serta protein serum lainnya.
Seperti halnya tumor yang menjadi kanker, beberapa jenis kanker
berasal dari dalam hati. Karsinoma hepatoseluler umumnya merupakan
perkembangan dari hepatitis kronis atau sirosis di mana ada mekanisme
peradangan terus menerus dan regenerasi dari sel hepatosit. Cedera hati
kronis yang disebabkan oleh HBV, HCV, konsumsi alkohol yang kronis,
steatohepatitis alkohol, hemokromatosis genetik, sirosis bilaris primer dan
adanya defisiensi α-1 antitrypsin menyebabkan kerusakan hepatosit
permanen yang diikuti dengan kompensasi besar-besaran oleh sel
proliferasi dan regenerasi dalam menanggapi stimulasi sitokin. Akhirnya,
fibrosis dan sirosis berkembang dalam pengaturan remodelling hati secara
permanen, terutama didorong oleh sintesis komponen matriks ekstraseluler
dari sel-sel stellata hati. Diagnosa HCC sulit ditentukan, sebab tumor
biasanya tidak diketahui sampai penyebaran tumor yang luas, sehingga
tidak dapat dilakukan reseksi lokal lagi.
Beberapa staging system yang dikenal saat ini adalah klasifikasi
TNM, Okuda Staging, The Chinese University Prognostic Index (CUPI),
Cancer of the Liver Italian Program (CLIP), French staging system, dan
The Barcelona-Clinic Liver Cancer (BCLC) staging . Sistem BCLC
merupakan sistem yang banyak dianut saat ini. Sistem BCLC ini telah
disahkan oleh beberapa kelompok di Eropa dan Amerika Serikat, dan
direkomendasikan sebagai klasifikasi yang terbaik sebagai pedoman
pengelolaan, khususnya untuk pasien dengan stadium awal yang bisa
mendapatkan terapi kuratif. Sistem ini menggunakan variabel-variabel yang
berhubungan dengan stadium tumor, status fungsional hati, status fisik
pasien, dan gejala-gejala yang berhubungan kanker. Hubungan antara
keempat variabel tersebut akan menggambarkan hubungannya dengan
algoritma pengelolaan.
Hepatoma 75 % berasal dari sirosis hati yang lama/menahun.
Khususnya yang disebabkan oleh alkoholik dan post nekrotik. Pedoman
diagnostik yang paling penting adalah terjadinya kerusakan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya. Pada penderita sirosis hati yang disertai
pembesaran hati mendadak. Matastase ke hati dapat terdeteksi pada lebih
dari 50 % kematian akibat kanker.
Diagnosa sulit ditentukan, sebab tumor biasanya tidak diketahui
sampai penyebaran tumor yang luas, sehingga tidak dapat dilakukan reseksi
lokal lagi.Stadium hepatoma :
1. Stadium I : Satu fokal tumor berdiameter < 3 cm
2. Stadium II : Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada
segment I atau multi-fokal tumor terbatas padlobus kanan atau lobus
kiri hati
3. Stadium III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV)
atau ke lobus kanan segment V dan VIII atau tumor dengan invasi
peripheral ke sistem pembuluh darah (vascular) atau pembuluh
empedu (biliary duct) tetapi hanya terbatas pada lobus kanan atau
lobus kiri hati
4. Stadium IV :Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus
kanan dan lobus kiri hati. atau tumor dengan invasi ke dalam
pembuluh darah hati (intra hepaticvaskuler ) ataupun pembuluh
empedu (biliary duct) atau tumor dengan invasi ke pembuluh darah di
luar hati (extra hepatic vessel) seperti pembuluh darah vena limpa
(vena lienalis) atau vena cava inferior-atau adanya metastase keluar
dari hati (extra hepatic metastase).
E. Manifestasi Klinis
1. Hepatoma fase subklinis
Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah
pasien yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya
ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. Caranya
adalah dengan gabungan pemeriksaan AFP dan pencitraan, teknik
pencitraan terutama dengan USG lebih dahulu, bila perlu dapat
digunakan CT atau MRI. Yang dimaksud kelompok risiko tinggi
hepatoma umumnya adalah: masyarakat di daerah insiden tinggi
hepatoma; pasien dengan riwayat hepatitis atau HBsAg positif; pasien
dengan riwayat keluarga hepatoma; pasien pasca reseksi hepatoma
primer.
2. Hepatoma fase klinis
Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut,
manifestasi utama yang sering ditemukan adalah:
a) Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut
sering datang berobat karena kembung dan tak nyamanatau nyeri
samar di abdomen kanan atas. Nyeri umumnya bersifat tumpul
(dullache) atau menusuk intermiten atau kontinu, sebagianmerasa
area hati terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat
hingga menambah regangan pada kapsul hati. Jika nyeri abdomen
bertambah hebat atau timbul akut abdomen harus pikirkan ruptur
hepatoma.
b) Massa abdomen atas: hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan
batas atas hati bergeser ke atas, pemeriksaan fisik menemukan
hepatomegali di bawah arkus kostae berbenjol benjol; hepatoma
segmen inferior lobus kanan sering dapat langsung teraba
massa di bawah arkus kostae kanan; hepatoma lobus kiri tampil
sebagai massa di bawah prosesus xifoideus atau massa di bawah
arkus kostae kiri.
c) Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, asites dan
gangguan fungsi hati.
d) Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak
saluran gastrointestinal, perut tidak bisa menerima makanan dalam
jumlah banyak karena terasa begah.
e) Letih, mengurus: dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas dan
berkurangnya masukan makanan dll, yang parah dapat sampai
kakeksia.
f) Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit
tumor, jika tanpa bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya
tidak disertai menggigil.
g) Ikterus: tampil sebagai kuningnya scler adan kulit, umumnya karena
gangguan fungsi hati, biasanya sudah stadium lanjut,juga dapat
karena sumbat kanker di saluran empedu atau tumor mendesak
saluran empedu hingga timbul ikterusobstruktif.
h) Asites: juga merupakan tanda stadium lanjut. Secara klinis
ditemukan perut membuncit dan pekak bergeser, seringdisertai udem
kedua tungkai.
i) Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare, nyeri
bahu belakang
kanan, udem kedua tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya, juga
manifestasi sirosis
hati seperti splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik, spider
nevi, venodilatasi
dinding abdomen dll. Pada stadium akhir hepatoma sering timbul
metastasis paru, tulang dan banyak organ lain.
F. Pemeriksaan Penunjang Hepatoma
1. Biopsi
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy)
terutama ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan
pada pemeriksaan radiologi imaging dan laboratorium AFP itu benar
pasti suatu hepatoma.
Cara melakukan biopsi dengan dituntun oleh USG ataupun
CTscann mudah, aman, dan dapat ditolerir oleh pasien dan tumor yang
akan dibiopsi dapat terlihat jelas pada layar televisi berikut dengan
jarum biopsi yang berjalan persis menuju tumor, sehingga jelaslah hasil
yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik dan akurasi yang tinggi
karena benar jaringan tumor ini yang diambil oleh jarum biopsi itu dan
bukanlah jaringan sehat di sekitar tumor.
2. Radiologi
Untuk mendeteksi kanker hati stadium dini dan berperan sangat
menentukan dalam pengobatannya. Kanker hepato selular ini bisa
dijumpai di dalam hati berupa benjolan berbentuk kebulatan (nodule)
satu buah,dua buah atau lebih atau bisa sangat banyak dan diffuse
(merata) pada seluruh hati atau berkelompok di dalam hati kanan atau
kiri membentuk benjolan besar yang bisa berkapsul.
3. Ultrasonografi
Dengan USG hitam putih (grey scale) yang sederhana
(conventional) hati yang normal tampak warna ke-abuan dan texture
merata (homogen).
USG conventional hanya dapat memperlihatkan benjolan kanker
hatidiameter 2 cm – 3 cm saja. Tapi bila USG conventional ini
dilengkapi dengan perangkat lunak harmonik sistem bisa mendeteksi
benjolan kanker diameter 1 cm – 2 cm13, namun nilai akurasi ketepatan
diagnosanya hanya 60%.
4. CT scan
CT scann sebagai pelengkap yang dapat menilai seluruh segmen
hati dalam satu potongan gambar yang dengan USG gambar hati itu
hanya bisa dibuat sebagian-sebagian saja. CTscann dapat membuat
gambar kanker dalam tiga dimensi dan empat dimensi dengan sangat
jelas dan dapat pula memperlihatkan hubungan kanker ini dengan
jaringan tubuh sekitarnya.
5. Angiografi
Angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya.
Kanker yang kita lihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai
dengan ukuran pada USG bisa saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali
lebih besar. Angigrafi bisa memperlihatkan ukuran kanker yang
sebenarnya.
6. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI yang dilengkapi dengan perangkat lunak Magnetic
ResonanceAngiography (MRA) sudah pula mampu menampilkan dan
membuat peta pembuluh darah kanker hati ini.
7. PET (Positron Emission Tomography)
Positron Emission Tomography (PET) yang merupakan alat
pendiagnosis kanker menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal
sebagai flourine18 atau Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu
mendiagnosa kanker dengan cepat dan dalam stadium dini.
Caranya, pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk
mendiagnosis sel-sel kanker di dalam tubuh. Cairan glukosa ini akan
bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap
sel-sel yang terkena kanker.
PET dapat menetapkan tingkat atau stadium kanker hati sehingga
tindakan lanjut penanganan kanker ini serta pengobatannya menjadi
lebih mudah. Di samping itu juga dapat melihat metastase
(penyebaran).
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pemilihan terapi kanker hati ini sangat tergantung pada hasil
pemeriksaan radiologi dan biopsi. Sebelum ditentukan pilihan terapi
hendaklah dipastikan besarnya ukuran kanker,lokasi kanker di bagian hati
yang mana, apakah lesinya tunggal (soliter) atau banyak (multiple), atau
merupakan satu kanker yang sangat besar berkapsul, atau kanker sudah
merata pada seluruh hati, serta ada tidaknya metastasis (penyebaran) ke
tempat lain di dalam tubuh penderita ataukah sudah ada tumor thrombus di
dalam vena porta dan apakah sudah ada sirrhosis hati. Tahap
penatalaksanaan dibagi menjadi dua yaitu tindakan non-bedah dan tindakan
bedah.
a. Tindakan Bedah Hati Digabung dengan Tindakan Radiologi
Terapi yang paling ideal untuk kanker hati stadium dini adalah
tindakan bedah yaitu reseksi (pemotongan) bahagian hati yang terkena
kanker dan juga reseksi daerah sekitarnya. Pada prinsipnya dokter ahli
bedah akan membuang seluruh kanker dan tidak akan menyisakan lagi
jaringan kanker pada penderita, karena bila tersisa tentu kankernya
akan tumbuh lagi jadi besar, untuk itu sebelum menyayat kanker
dokter ini harus tahu pasti batas antara kanker dan jaringan yang sehat.
Radiologilah satu-satunya cara untuk menentukan perkiraan pasti
batas itu yaitu dengan pemeriksaan CT angiography yang dapat
memperjelas batas kanker dan jaringan sehat sehingga ahli bedah tahu
menentukan di mana harus dibuat sayatan. Maka harus dilakukan CT
angiography terlebih dahulu sebelum dioperasi.
Dilakukan CT angiography sekaligus membuat peta pembuluh
darah kanker sehingga jelas terlihat pembuluh darah mana yang
bertanggung jawab memberikan makanan (feeding artery) yang
diperlukan kanker untuk dapat tumbuh subur. Sesudah itu barulah
dilakukan tindakan radiologi Trans Arterial Embolisasi (TAE) yaitu
suatu tindakan memasukkan suatu zat yang dapat menyumbat
pembuluh darah (feeding artery) itu sehingga menyetop suplai
makanan ke sel-sel kanker dan dengan demikian kemampua hidup
(viability) dari sel-sel kanker akan sangat menurun sampai
menghilang.
Sebelum dilakukan TAE dilakukan dulu tindakan Trans Arterial
Chemotherapy (TAC) dengan tujuan sebelum ditutup feeding artery
lebih dahulu kanker-nya disirami racun (chemotherapy) sehingga sel-
sel kanker yang sudah kena racun dan ditutup lagi suplai makanannya
maka sel-sel kanker benar-benar akan mati dan tak dapat berkembang
lagi dan bila sel-sel ini nanti terlepas pun saat operasi tak perlu
dikhawatirkan, karena sudah tak mampu lagi bertumbuh. Tindakan
TAE digabung dengan tindakan TAC yang dilakukan olehdokter
spesialis radiologi disebut tindakan Trans Arterial Chemoembolisation
(TACE). Selain itu TAE ini juga untuk tujuan supportif yaitu
mengurangi perdarahan pada saat operasi dan juga untuk mengecilkan
ukuran kanker dengan demikian memudahkan dokter ahli bedah.
Setelah kanker disayat, seluruh jaringan kanker itu harus
diperiksakan pada dokter ahli patologi yaitu satu-satunya dokter yang
berkompentensi dan yang dapat menentukan dan memberikan kata
pasti apakah benar pinggir sayatan sudah bebas kanker. Bila benar
pinggir sayatan bebas kanker artinya sudahlah pasti tidak ada lagi
jaringan kanker yang masih tertinggal di dalam hati penderita.
Kemudian diberikan chemotherapy (kemoterapi) yang bertujuan
meracuni sel-sel kanker agar tak mampu lagi tumbuh berkembang
biak.
Pemberian Kemoterapi dilakukan oleh dokter spesialis penyakit
dalam bahagian onkologi (medical oncologist) ini secara intra venous
(disuntikkan melalui pmbuluh darah vena) yaitu
epirubucin/dexorubicin 80 mg digabung dengan mitomycine C 10 mg.
Dengan cara pengobatan seperti ini usia harapan hidup penderita per
lima tahun 90% dan per 10 tahun 80%.
b. Tindakan Non-bedah Hati
Tindakan non-bedah merupakan pilihan untuk pasien yang datang
pada stadium lanjut.. Termasuk dalam tindakan non-bedah ini adalah:
1) Embolisasi Arteri Hepatika (Trans Arterial Embolisasi = TAE)
Pada prinsipnya sel yang hidup membutuhkan makanan dan
oksigen yang datangnyabersama aliran darah yang menyuplai sel
tersebut. Pada kanker timbul banyak sel-sel baru sehingga
diperlukan banyak makanan dan oksigen, dengan demikian terjadi
banyak pembuluh darah baru (neo-vascularisasi) yang merupakan
cabang-cabang dari pembuluh darah yang sudah ada disebut
pembuluh darah pemberi makanan (feeding artery) Tindakan TAE
ini menyumbat feeding artery.
Caranya dimasukkan kateter melalui pembuluh darah di paha
(arteri femoralis) yang seterusnya masuk ke pembuluh nadi besar
di perut (aorta abdominalis) dan seterusnya dimasukkan ke
pembuluh darah hati (artery hepatica) dan seterusnya masuk ke
dalam feeding artery. Lalu feeding artery ini disumbat (di-
embolisasi) dengan suatu bahan seperti gel foam sehingga aliran
darah ke kanker dihentikan dan dengan demikian suplai makanan
dan oksigen ke sel-sel kanker akan terhenti dan sel-sel kanker ini
akan mati. Apalagi sebelum dilakukan embolisasi dilakukan
tindakan trans arterial chemotherapy yaitu memberikan obat
kemoterapi melalui feeding artery itu maka sel-sel kanker jadi
diracuni dengan obat yang mematikan.
Bila kedua cara ini digabung maka sel-sel kanker benar-benar
terjamin mati dan tak berkembang lagi.Dengan dasar inilah
embolisasi dan injeksi kemoterapi intra-arterial dikembangkan dan
nampaknya memberi harapan yang lebih cerah pada penderita yang
terancam maut ini. Angka harapan hidup penderita dengan cara ini
per lima tahunnya bisa mencapai sampai 70% dan per sepuluh
tahunnya bisa mencapai 50%.
2) Infus Sitostatika Intra-arterial
Menurut literatur 70% nutrisi dan oksigenasi sel-sel hati yang
normal berasal dari vena porta dan 30% dari arteri hepatika,
sehingga sel-sel ganas mendapat nutrisi dan oksigenasi terutama
dari sistem arteri hepatika. Bila Vena porta tertutup oleh tumor
maka makanan dan oksigen ke sel-sel hati normal akan terhenti
dan sel-sel tersebut akan mati. Dapatlah dimengerti kenapa pasien
cepat meninggal bila sudah ada penyumbatan vena porta ini .
Infus sitostatika intra-arterial ini dikerjakan bila vena porta sampai
ke cabang besar tertutup oleh sel-sel tumor di dalamnya dan pada
pasien tidak dapat dilakukan tindakan transplantasi hati oleh
karena ketiadaan donor, atau karena pasien menolak atau karena
ketidakmampuan pasien. Sitostatika yang dipakai adalah
mitomycin C 10 – 20 Mg kombinasi dengan adriblastina 10-20 Mg
dicampur dengan NaCl (saline) 100 – 200 cc. Atau dapat juga
cisplatin dan 5FU (5 Fluoro Uracil).
Metoda ballon occluded intra arterial infusion adalah
modifikasi infus sitostatika intra-arterial, hanya kateter yang
dipakai adalah double lumen balloncatheter yang di-insert
(dimasukkan) ke dalam arteri hepatika. Setelah ballon
dikembangkan terjadi sumbatan aliran darah, sitostatika
diinjeksikan dalam keadaan ballon mengembang selama 10 – 30
menit, tujuannya adalah memperlama kontak sitostatika dengan
tumor. Dengan cara ini maka harapan hidup pasien per lima
tahunnya menjadi 40% dan per sepuluh tahunnya 30%
dibandingkan dengan tanpa pengobatan adalah20% dan 10%.
3) Injeksi Etanol Perkutan (Percutaneus Etanol Injeksi = PEI)
Pada kasus-kasus yang menolak untuk dibedah dan juga
menolak semua tindakan atau pasien tidak mampu membiayai
pembedahan dan tak mampu membiayai tindakan lainnya maka
tindakan PEI-lah yang menjadi pilihan satu-satunya.
Tindakan injeksi etanol perkutan ini mudah dikerjakan, aman,
efek samping ringan, biaya murah, dan hasilnya pun cukup
memberikan harapan. PEI hanya dikerjakan pada pasien stadium
dini saja dan tidak pada stadium lanjut. Sebagian besar peneliti
melakukan pengobatan dengan cara ini untuk kanker bergaris
tengah sampai 5 cm, walaupun pengobatan paling optimal
dikerjakan pada garis tengah kurang dari 3 cm. Pemeriksaan
histopatologi setelah tindakan membuktikan bahwa tumor
mengalami nekrosis yang lengkap.
Sebagian besar peneliti menyuntikkan etanol perkutan pada kasus
kanker ini dengan jumlah lesi tidak lebih dari3 buah nodule,
meskipun dilaporkan bahwa lesi tunggal merupakan kasus yang
paling optimal dalam pengobatan. Walaupun kelihatannya cara ini
mungkin dapat menolong tetapi tidak banyak penelitian yang
memadai dilakukan sehingga hanya dikatakan membawa tindakan
ini memberi hasil yang cukup baik.
4) Terapi Non-bedah Lanilla
Terapi non-bedah lainnya saat ini sudah dikembangkan dan
hanya dilakukan bila terapi bedah reseksi dan Trans Arterial
Embolisasi (TAE) ataupun Trans Arterial Chemoembolisation
ataupun Trans Arterial Chemotherapy tak mungkin dilakukan lagi.
Di antaranya yaitu terapi Radio Frequency Ablation Therapy
(RFA),Proton Beam Therapy, Three Dimentional Conformal
Radiotherapy (3DCRT), Cryosurgery yang kesemuanya ini bersifat
palliatif (membantu) bukan kuratif (menyembuhkan)
keseluruhannya.
5) Tindakan Transplantasi Hati
Bila kanker hati ini ditemukan pada pasien yang sudah ada
sirrhosis hati dan ditemukan kerusakan hati yang berkelanjutan
atau sudah hampir seluruh hati terkena kanker atau sudah ada sel-
sel kanker yang masuk ke vena porta (thrombus vena porta) maka
tidak ada jalan terapi yang lebih baik lagi dari transplantasi hati.
Transplantasi hati adalah tindakan pemasangan organ hati dari
orang lain ke dalam tubuh seseorang. Langkah ini ditempuh bila
langkah lain seperti operasi dan tindakan radiologi seperti yang
disebut di atas tidak mampu lagi menolong pasien.
Akan tetapi,langkah menuju transplantasi hati tidak mudah,
pasalnya ketersediaan hati untuk di-transplantasikan sangat sulit
diperoleh seiring kesepakatan global yang melarang jual beli organ
tubuh.
Selain itu, biaya transplantasi tergolong sangat mahal. Dan
pula sebelum proses transplantasi harus dilakukan serangkaian
pemeriksaan seperti tes jaringan tubuh dan darah yang tujuannya
memastikan adanya kesamaan/kecocokan tipe jaringan tubuh
pendonor dan pasien agar tidak terjadi penolakan terhadap hati
baru. Penolakan bisa berupa penggerogotan hati oleh zat-zat dalam
darah yang akan menimbulkan kerusakan permanen dan
mempercepat kematian penderita. Seiring keberhasilan tindakan
transplantasi hati, usia pasien setidaknya akan lebih panjang lima
tahun
H. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan
saluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal.
Sindrom hepatorenal adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis
kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan
gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi darah Sindrom ini mempunyai risiko
kematianyangtinggi. Terjadinya gangguan ginjal pada pasien dengan sirosis
hati ini baru dikenal pada akhir abad 19 dan pertamakali dideskripsikan
oleh Flint dan Frerichs. Penatalaksanaan sindrom hepatorenal masih belum
memuaskan; masih banyak kegagalan sehingga menimbulkan kematian.
Prognosis pasien dengan penyakit ini buruk.

Anda mungkin juga menyukai