Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

PREEKLAMSIA BERAT

Disusun Oleh :
Syifa Aulia Ahmad
2015730126

Dokter Pembimbing :
dr. Edy Purwanta, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK
STASE OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019

1
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum wr wb,
Dengan memanjatkan puja dan puji syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa
karena atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan
laporan kasus mengenai Preeclampsia Berat
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan pernghargaan dan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan arahan demi terselesaikannya
laporan kasus ini khususnya kepada dr. Edy Purwanta Sp.OG, selaku pembimbing.
Kami sangat menyadari dalam proses penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun metode penulisan. Namun demikian, kami telah
mengupayakan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki. Kami dengan rendah hati dan
dengan tangan terbuka menerima segala bentuk masukan, saran dan usulan guna
menyempurnakan laporan kasus ini.
Kami berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.
Wassalammu’alaikum wr wb.

Jakarta Agustus 2019

Penulis

2
BAB I

STATUS PASIEN

Identitas Pasien
- Nama : Ny. K
- Tanggal Lahir : Jakarta / 05 / 1991
- Jenis Kelamin : Perempuan
- Umur : 28 tahun
- Pendidikan : Diploma
- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
- Agama : Islam
- Alamat : Rawa Tengah RT 01/RW 07 NO 37
- Tanggal masuk RS :07/08/2019

Anamnesis

- Keluhan Utama
Pasien hamil 37 minggu dengan G2P1A0 datang mengeluhkan nyeri kepala hebat sejak 4
jam sebelum masuk rumah sakit.

- Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan nyeri kepala yang dirasakan
4 jam SMRS. Nyeri kepala dirasakan semakin lama semakin memberat. Keluhan disertai
adanya rasa nyeri pada bagian leher belakang. Pasien merasakan adanya mual namun
tidak sering. Selain itu pasien merasakan sedikit sesak nafas. Terdapat adanya bengkak
dikedua kaki. BAB dan BAK dalam batas normal. Kejang, demam disangkal.

- Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat Asma (+)
 Riwayat Hipertensi sebelum kehamilan (-)

3
 Riwayat DM (-)
 Riwayat Penyakit Jantung Disangkal
 Riwayat Penyakit Ginjal Disangkal
 Riwayat Diabetes Melitus disangkal

- Riwayat Penyakit Keluarga:


 Riwayat diabetes melitus pada keluarga disangkal
 Riwayat Hipertensi pada keluarga disangkal

- Riwayat Pengobatan dan Alergi:


OS mengaku sedang mengkonsumsi amlodipine untuk penurun tekanan darah, namun
baru dimium 1x. Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi obat maupun alergi
makanan.

- Riwayat Psikososial:

OS mengaku jarang olahraga hanya jalan pagi saja. Pola makan tidak teratur, sering
mengkonsumsi buah dan sayur. Selama hamil nafsu makan tidak menurun. Tidak
meminum minuman beralkohol, tidak merokok.

Riwayat Obstetri
- Riwayat Perkawinan:
Sudah menikah sejak tahun 2013

- Riwayat Haid:
Menarche usia 10 tahun, haid teratur, siklusnya 28 hari, lama haid kadang 7-10 hari, tidak
nyeri setiap haid

- HPHT:
2 November 2018

4
Pemeriksaan Fisik

- Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


- Kesadaran : Composmentis
- BB : 97 kg
- TB : 153 cm

Tanda Vital

- TD : 160/ 96 mmHg
- Nadi : 104x/menit reguler, isi cukup
- Suhu : 36.6⁰C
- RR : 18 x/menit

Status Generalis

 Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Pupil Isokor 3mm/3mm
Refleks cahaya (+/+).
Mulut : Mukosa bibir lembab
Leher : KGB tidak teraba membesar, massa (-)
 Thorax
Jantung
- Inspeksi : iktus kordis (-)
- Palpasi : iktus kordis teraba heave (-), lift (-), thrill (-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : Batas jantung normal (batas jantung atas ics 2 para sternal kiri, batas
jantung kanan ics 4 parasternal kanan, batas jantung kiri ics 4 midclavicula kiri)
- Auskultasi : suara jantung normal, murmur (-),
 Paru
- Inspeksi : Thorax mengembang baik simetris, nafastertinggal (-)
- Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus teraba sama
- Perkusi : sonor di kedua lapang paru.

5
- Auskultasi : suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

 Abdomen : Supel, nyeri tekan perut bagian bawah (-)


 Extremitas : Akral hangat (+/+), edema (+/+), CRT < 2 detik.

Status Obstetri

- TFU : 30 cm
- His :-
- DJJ : 140 xpm, teratur
- Inspeksi: Linea Nigra (+), Striae Gravidarum (+/+).
- Palpasi Abdomen

 Leopold I: Teraba bagian bulat lunak di perut atas, kesan bokong


 Leopold II: Teraba tahanan memanjang seperti papan di sebelah kanan, kesan
punggung janin
 Leopold III: Teraba bagian bulat keras di perut bagian bawah, kesan kepala
 Leopold IV: Kepala belum masuk PAP ( konvergen)

Pemeriksaan Laboratorium

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN


Hemoglobin 12,2 g/dl 11,7 – 15,5
Jumlah leukosit 11.78 103/цL 3.60 - 11.00
Hematokrit 34 % 35 – 47
Jumlah Trombosit 183.000 106/цL 150000-440000
Eritrosit 4.22 106/цL 3.80 - 5.20
HbsAg (-) Negatif
Kreatinin 0,8 U/L 0,5-0,9
Proteinuria (2+)

6
Resume

Pasien datang ke IGD RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan nyeri kepala yang
dirasakan 4 jam SMRS. Nyeri kepala dirasakan semakin lama semakin memberat. Keluhan
disertai adanya rasa nyeri pada bagian leher belakang. Pasien merasakan adanya mual namun
tidak sering. Selain itu pasien merasakan gejala sedikit sesak nafas. Terdapat adanya

bengkak dikedua kaki. BB 97 kg, TB 153, TD 160/96 mmHg, N 140 xpm, Suhu : 36.6⁰C,

RR 18 xpm. TFU: 30 cm, His: - , DJJ : 140 xpm, teratur, Linea Nigra (+), Striae Gravidarum
(+).

Diagnosa

Ibu : Ny. K G2P1A0 hamil 37 minggu + preekampsia berat


Anak : Janin Tunggal Hidup Intrauterin

Rencana Tindakan:

 Observasi KU, TTV, DJJ


 Protap PEB
 PRO SC

Laporan Hasil Pembedahan


8/08/2019
Telah dilakukan tindakan sectio caesarea pada pukul 00.40-01.40
Diagnosis Pra bedah : G2P1A0 hamil 37 minggu dengan PEB
Diagnosis Pasca Bedah: P2A0 post sc

Laporan Operasi:
 Prosedur operasi rutin.
 teknik SCTP
 pada pukul 00.52 dilahirkan dengan jenis kelamin laki-laki bayi: 4800
gr, Pb: 53 cm AS : 3/7/9

7
 Kontrol perdarahan, cuci cavum peritoneum dengan NaCl, SBR
dijahit, tidak ada perdarahan Reperitonealisasi visceral dan
reperitonealisasi parietale dan dinding abdomen dijahit lapis demi
lapis.
 Operasi selesai

8
1. Follow Up
Tanggal Perjalanan Penyakit
7/08/2019  S:
Jam 19.00 Keluhan nyeri kepala dirasakan sejak 4 jam SMRS, ada rasa
nyeri pada bagian leher belakang. Pasien merasakan adanya
sedikit mual dan pasien merasakan gejala sesak nafas
 O:
TD: 160/96 mmHg
HR: 104x/m
RR: 18x/m
T: 36.8C
DJJ : 140
 A : G2P1A0 h 37 mgg
 P:
Inf RL
Cek lab
DC
Diberikan MgSo4 4g dilanjut MgSO4 6 gr
Nifedipine
7/08/2019  S:
jam 22.00 Os mengatakan masih pusing dan nyeri pada bagian leher
belakang, disertai mual. Sesak nafas kadang-kadang
 O:
TD: 165/100 mmHg
HR: 78x/m
RR: 19x/m
T: 36.6C
DJJ : 143
Protein urine +2
 A : G2P0A1 dengan PEB

9
 P:
Pro SC Cito pukul 00.00
8/08/2019  S:
Jam 09.00 Nyeri post sc, pusing berkurang,
di HCU  O:
TD: 170/110
HR: 93x/m
RR: 20x/m
T: 36,8C
 A: nifas H1 d/SC
 P:
Vit. A
Nifedipine
Ceftriaxone IV
Tramadol IV
8/08/2019  S:
jam 17.00 Nyeri post sc, pusing berkurang, batuk kering dan sesak nafas,
sedikit mual
 O:
TD: 160/100
HR: 86x/m
RR: 20x/m
T: 36,6C
 A: nifas H1 d/SC
 P:
Nifedipine
OBH
Tramadol IV
Ranitidin IV
Combiven

10
9/08/2019  S:
Jam 09.00 Nyeri bekas sc , pusing berukurang, batuk kering, sesak napas
 O:
KU: baik
TD: 158/100 mmHg
HR: 86x/m
RR: 22x/m
T: 36.7 C
 A : nifas H2 d/SC
 P:
Nifedipine
Tramadol IV
Combiven
OBH
9/08/2019  S : nyeri bekas sc , pusing berukurang, batuk kering, sesak
jam 17.00  O:
KU: baik
TD: 150/92 mmHg
HR: 78x/m
RR: 20x/m
T: 36.5 C
 A : nifas H2 d/SC
 P:
Nifedipine
OBH
Ceftriaxone IV
Tramadol IV
Combiven
Pulmicort
BAB II

11
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi
Preeklampsia adalah penyakit yang ditandai dengan adanya hipertensi, proteinuria
dan edema yang timbul selama kehamilan atau sampai 48 jam postpartum. Umumnya
terjadi pada trimester III kehamilan. Preeklampsia dikenal juga dengan sebutan
Pregnancy Incduced Hipertension (PIH) gestosis atau toksemia kehamilan. Sedangkan
menurut Chapman (2006) preeklampsia adalah merupakan kondisi khusus dalam
kehamilan ditandai dengan peningkatan tekanan darah (TD) dan proteinuria. Bisa
berhubungan dengan kejang (eklampsia) dan gagal organ ganda pada ibu, sementara
komplikasi pada janin meliputi restriksi pertumbuhan dan abrapsio plasenta.
Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria
yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi pada triwulan Ke-3
kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa.
Preeklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat (Abdul, dkk, 2006).
Menurut Mansjoer, dkk (2007) preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera
setelah persalinan. Kemudian Preeklampsia menurut Achdiat (2004) adalah suatu
sindroma klinis dalam kehamilan (usia kehamilan > 20 minggu dan / atau berat janin 500
gram) yang ditandai dengan hipertensi, proteinuria dan edema. Gejala ini dapat timbul
sebelum usia kehamilan 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik. Menurut Skenna
dan Kappel (2001) dalam Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran (2006),
preeklampsia adalah kondisi khusus dalam kehamilan, ditandai dengan peningkatan
tekanan darah dan proteinuria. Bisa berhubung atau berlanjut menjadi kejang
(eklampsia), sementara komplikasi pada janin meliputi restriksi pertumbuhan dan
abrapsio plasenta / solusio plasenta. Preeklampsia didefenisikan sebagai gangguan yang
terjadi pada trimester kedua kehamilan dan mengalami regresi setelah kelahiran, ditandai
dengan kemunculan sedikitnya dua dari tiga tanda utama, yaitu hipertensi, edema, dan
proteinuria

12
1.2. Klasifikasi
Berdasarkan pedoman pengelolaan hipertensi dalam kehamilan di Indonesia (2005):
1. Hipertensi Gestasional
Didapatkan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg Untuk pertama kalinya setelah umur
kehamilan 20 minggu, tidak disertai dengan proteinuria dan tekanan darah kembali
normal < 12 minggu pasca persalinan.
2. Preeklampsia
Ringan
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu disertai dengan
proteinuria ≥ 300mg/24 jam atau dipstick ≥ 1+
Berat
Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg Setelah umur kehamilan 20 minggu, disertai
dengan proteinuria > 2gr/24 jam atau dipstick ≥ 2+ sampai 4+
3. Eklampsia
Kejang-kejang pada preeklampsia disertai koma
4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
Timbulnya proteinuria ≥ 300mg/24 jam pada wanita hamil yang sudah mengalami
hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya timbul setelah kehamilan 20 minggu.
5. Hipertensi Kronik
Ditemukannya tekanan darah ≥ 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum
kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang 12 minggu pasca persalinan.

1.3. Epidemiologi
Preeklampsia merupakan penyebab ketiga terbanyak yang menyebabkan kematian
selama kehamilan setelah perdarahan dan emboli. Preeklampsia merupakan penyebab
pada 790 kematian ibu/100.000 kelahiran hidup.
Morbiditas dan mortalitas terkait dengan disfungsi dari endothelial sistemik,
vasospasme, dan thrombosis pembuluh darah kecil yang akan mengakibatkan iskemi
jaringan dan organ. Wanita ras Afrika-Amerika memiliki mortalitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita ras kulit putih. Secara umur mortalitas dan morbiditas

13
semakin meningkat pada wanita hamil dengan umur muda (<20 tahun) dan wanita hamil
dengan umur > 35 tahun.

1.4. Etiologi
Penyebab timbulnya preeklampsia pada ibu hamil belum diketahui secara pasti,
tetapi pada umumnya disebabkan oleh (vasospasme arteriola). Faktor-faktor lain yang
diperkirakan akan mempengaruhi timbulnya preeklampsia antara lain: primigravida,
kehamilan ganda, hidramnion, molahidatidosa, multigravida, malnutrisi berat, usia ibu
kurang dari 18 tahun atau lebih dari 35 tahun serta anemia. sebab preeklampsia dan
eklampsia sampai sekarang belum diketahui. Telah banyak teori yang mencoba
menerangkan sebab musabab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang memberikan
jawaban yang memuaskan. Teori yang diterima harus dapat menerangkan hal-hal
berikut:
(1) primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion dan mola hidatidosa;
(2) semakin tuanya kehamilan;
(3) terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus; dan
(4) timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
Salah satu teori yang dikemukakan ialah bahwa eklampsia disebabkan ischaemia
rahim dan plasenta (ischemaemia uteroplacentae).Selama kehamilan uterus memerlukan
darah lebih banyak. Pada molahidatidosa, hydramnion, kehamilan ganda, pada akhir
kehamilan, pada persalinan, juga pada penyakit pembuluh darah ibu, diabetes ,
peredaran darah dalam dinding rahim kurang, maka keluarlah zat-zat dari plasenta atau
desidua yang menyebabkan vasospasmus dan hipertensi. Tetapi dengan teori ini tidak
dapat diterangakan semua hal yang berkaitan dengan penyakit tersebut. Ternyata tidak
hanya satu faktor yang menyebabkan pre-eklampsia dan eklampsia.
Dalam teori dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab preeclampsia adalah
iskemia plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang
berkaitan dengan penyakit itu.Ada banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia dan
eklampsia. Diantara faktor-faktor yang ditemukan sering kali sudah ditentukan mana
yang sebab dan mana yang akibat. Dan sampai saat ini, apa yang menjadi penyebab
preeklampsia dan eklampsia belum diketahui, telah banyak teori yang mencoba

14
menerangkan sebab-musabab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat
memberi jawaban yang memuaskan. Penyebab preeklampsia belum diketahui sampai
sekarang secara pasti, bukan hanya satu faktor melainkan beberapa faktor dan besarnya
kemungkinan preeklampsia akan menimbulkan komplikasi yang dapat berakhir dengan
kematian. Akan tetapi untuk mendeteksi preeklampsia sedini mungkin dengan melalui
antenatal secara teratur mulai trimester I sampai dengan trimester III dalam upaya
mencegah preeklampsia menjadi lebih berat. Sampai sekarang etiologi preeklampsia
belum diketahui. Membicarakan patofisiologinya tidak lebih dari “mengumpulkan”
temuan-temuan fenomena yang beragam. Namun pengetahuan tentang temuan yang
beragam inilah kunci utama suksesnya penanganan preeklampsia sehingga
preeklampsia/eklampsia disebut sebagai the disease of many theories in obstetrics.
Adapun teori-teori tersebut antara lain:
1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pengeluaran hormone ini memunculkan efek “perlawanan” pada tubuh.Pembuluh-
pembuluhdarah menciut, terutama pembuluh darah kecil, akibatnya tekanan darah
meningkat. Organ-organ pun akan kekurangan zat asam. Pada keadaan yang lebih
parah, bisa terjadi penimbunan zat pembeku darah yang ikut menyambut pembuluh
darah pada jaringan-jaringan vital.
2. Peran Faktor Immunologi
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada
kehamilan berikutnya.Hal ini dapat di bahwa pada kehamilan pertama pembentuk
blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin
sempurna pada kehamilan berikutnya.
3. Peran Faktor Genetik
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian Preeklampsia-
Eklampsia antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia
b. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeclampsia-eklampsia
pada anak-anak dari ibu yang menderita preeclampsia-eklampsia

15
c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia-eklampsia pada anak dan
cucu ibu hamil dengan riwayat preeklampsia-eklampsia dan bukan pada ipar
mereka
d. Peran Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS).
Penderita pada tahap preeklampsia hendaknya mau dirawat dirumah sakit untuk
memudahkan pemantauan kondisi ibu dan janin. Pemantauan meliputi fungsi ginjal
lewat protein urinenya dan juga fungsi hati. Menu makanan sehari-hari pun perlu
diperhatikan. Yang pasti konsumsi garam harus dikurangi, sedangkan buah-buahan dan
sayuran diperbanyak.

1.5. Faktor Risiko


Setiap wanita hamil memiliki risiko untuk mengalami penyakit akibat kehamilan,
sedangkan wanita yang tidak hamil tidak memiliki risiko tersebut. Menurut Sarwono
(2006), faktor yang berhubungan dengan terjadinya preeclampsia yaitu faktor usia dan
paritas. Beberapa faktor yang memiliki hubungan dengan terjadinya preeklampsia adalah
faktor pengetahuan, usia, paritas, riwayat preeklampsia, genetik dan pemeriksaan
kehamilan (ANC). Walaupun penyebab preeklampsia belum dapat dipastikan, namun
beberapa faktor berikut ini memiliki hubungan dengan terjadinya preeklampsia.
Faktor risiko preeklampsia adalah:
a. Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada
wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada wanita hamil
berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi yang menetap.
b. Paritas
Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua risiko
lebih tinggi untuk preeklampsia berat.
c. Faktor Genetik
Jika ada riwayat preeklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor risiko
meningkat sampai 25%. Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang
ditentukan genotip ibu dan janin. Terdapat bukti bahwa preeklampsia merupakan
penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu

16
penderita preeklampsia. Atau mempunyai riwayat preeklampsia/eklampsia dalam
keluarga.
d. Diet/gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu (WHO). Penelitian lain :
kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian yang tinggi. Angka kejadian
juga lebih tinggi pada ibu hamil yang obese/overweight.
e. Tingkah laku/sosioekonomi
Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok selama
hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat yang jauh lebih
tinggi. Aktifitas fisik selama hamil atau istirahat baring yang cukup selama hamil
mengurangi kemungkinan/insidens hipertensi dalam kehamilan.
f. Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar, dizigotik
lebih tinggi daripada monozigotik.
g. Mola hidatidosa
Degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan preeklampsia. Pada kasus
mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini/pada usia kehamilan muda, dan ternyata
hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada preeklampsia.
h. Obesitas
Hubungan antara berat badan wanita hamil dengan resiko terjadinya preeklampsia
jelas ada, dimana terjadi peningkatan insiden dari 4,3% pada wanita dengan Body Mass
Index (BMI) < 20 kg/m2 menjadi 13,3% pada wanita dengan Body Mass Index (BMI) >
35 kg/m2.
i. Kehamilan multiple
Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda dari 105
kasus kembar dua didapat 28,6% preeklampsia dan satu kematian ibu karena eklampsia.
Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor penyebabnya ialah dislensia uterus.
Dari penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa 8 (4%)
kasus preeklampsia berat mempunyai jumlah janin lebih dari satu, sedangkan pada
kelompok kontrol, 2 (1,2%) kasus mempunyai jumlah janin lebih dari satu.

17
A. Patofisiologi
1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang
arteri uterina dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa
arteri arkuarta dan arteri arkuarta memberi cabang arteria radialis. Arteria radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteria spiralis.

Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam
Iapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi
dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga
jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan
dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan
darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta.
Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga
dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan "remodeling arteri
spiralis".

Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot
arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan
keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi.
Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan "remodeling
arteri spiralis", sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia
plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat
menjelaskan patogenesis HDK selanjutnya.

Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada
preeklampsia rata-rata 2OO mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat
meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta.

18
2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel

o Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas


Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan
terjadi kegagalan "remodeling arteri spiralis", dengan akibat plasenta mengalami
iskemia.
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (disebut
juga radikal bebas).
Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima elektron atau
atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan.
Salah satu oksidan penting
yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap
membran sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu
proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal
hidroksil dalam darah mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah,
maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut "roxaemia".

Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak
tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membrane sel, juga
akan merusak nucleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh
yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi antioksidan.

Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan.
Pada hipertensi


dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya peroksida lemak meningkat,
sedangkan antioksidan, misal vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga
terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi.
Peroksida lemak sebagai
oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar di seluruh rubuh dalam aliran darah
dan akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan
oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangar rentan terhadap
oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.

o Disfungsi sel endotel

Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel,
yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran sel endotel
19
mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel.
Keadaan ini disebut "disfungsi endotel" (endothelial dysfunction). Pada waktu terjadi kerusakan
sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi:

-Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel, adalah memproduksi
prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2): suatu vasodilatator kuat. 


-Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi sel
trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) suatu vasokonstriktor
kuat.
Dalam keadaan normal perbandingan kadar prostasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar
prostasiklin (lebih tinggi vasodilatator). Pada preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi dari
kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, dengan terjadi kenaikan tekanan darah. 


-Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerular endotheliosis).

-Peningkatan permeabilitas kapilar. 


-Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO (vasodilatator)


menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat. 


-Peningkatan faktor koagulasi. 


3. Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin

Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan
terbukti dengan fakta sebagai berikut.

. Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika
dibandingkan dengan multigravida.

. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi
dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.

. Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Lamanya
periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini, makin kecil
20
terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya "hasil konsepsi"
yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G),
yang berperan penting dalam modulasi respons imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil
konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis
oleh sel Natural Killer (NK) ibu.

Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan
desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam
jaringan desidua ibu, di samping untuk menghadapi sel Natural Killer. Pada plasenta hipertensi
dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah
plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar
jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri
spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitikon, sehingga memudahkan terjadinya reaksi
inflamasi. Kemungkinan terjadi Immune Maladaption pada preeklampsia.

Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yarrg mempunyai kecenderungan


teriadi preeklampsia, ternyata mempunyai proporsi Helper Sel yang lebih rendah di- banding
pada normotensif.

4. Teori adaptasi kardiovaskular

Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopresor.


Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor, atau
dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menirnbulkan respons vasokonstriksi. Pada
kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat
dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini
dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin
sintesa inhibitor (bahan yang menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin ini di
kemudian hari ternyata adalah prostasiklin.

Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan

21
vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor.
Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh
darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan
bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan
sudah terjadi pada rrimester I (pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan
menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu.
Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

5. Teori Genetik

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu lebih me-
nentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan
genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26 % anak
perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu
mengalami preeclampsia.

6. Teori Defisiensi Gizi (Teori diet)

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan dalam
terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang
pengaruh diet pada preeklampsia beberapa waktu sebelum pecahnya Perang Dunia II. Suasana
serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang menimbulkan kenaikan insiden
hipertensi dalam kehamilan.

Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati
halibut, dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak
tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan
mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi minyak
ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah preeklampsia. Hasil
sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan mungkin dapat dipakai sebagai

22
alternatif pemberian aspirin.

Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil
mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia. Penelitian di Negara Equador Andes
dengan metode uji klinik, ganda tersamar, dengan membandingkan pemberian kalsium dan
plasebo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup,
kasus yang mengalami preeklampsia adalah 14 % sedang yang diberi glukosa 17 %.

7. Teori Stimulus Inflamasi

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal plasenta juga
melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat
reaksi stres oksidatif.

Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses
inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga
reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada
preeklampsia, di mana pada preeklampsia terjadi peningkatan stres oksidatif, sehingga produksi
debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta,
misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stres oksidatif akan sangat
meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini
menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi
inflamasi pada kehamilan normal. Respons inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-
sel makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang
menimbuikan gejala-gejala preeklampsia pada ibu.

Redman, menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklampsia akibat produksi debris
trofoblas plasenta berlebihan tersebut di atas, mengakibatkan "aktivitas leuko- sit yang sangat
tinggi" pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh Redman disebut sebagai "kekacauan adaptasi dari
proses inflamasi intravaskular pada kehamilan" yang biasanya berlangsung normal dan
menyeluruh.

23
B. Perubahan organ pada Preeklampsia
1. Otak
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak berfungsi. Pada saat
autoregulasi tidak berfungsi sebagaimana mestinya, jembatan penguat endotel akan terbuka dan
dapat menyebabkan plasma dan sel-sel darah merah keluar ke ruang ekstravaskular. Hal ini akan
menimbulkan perdarahan petekie atau perdarahan intrakranial yang sangat banyak. Pada
penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri.
Diaporkan bahwa resistensi pembuluh darah dalam otak pada pasien hipertensi dalam
kehamilan lebih meninggi pada eklampsia. Pada pasien preeklampsia, aliran darah ke otak dan
penggunaan oksigen otak masih dalam batas normal. Pemakaian oksigen pada otak menurun
pada pasien eklampsia.
2. Perubahan Kardiovaskuler.
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan
eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload
jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya
secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenic ditingkatkan oleh larutan
onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang
ektravaskular terutama paru.
3. Mata
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada satu
atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri retina yang nyata
dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi bukan berarti spasmus yang ringan
adalah preeklampsia yang ringan. Pada preeklampsia dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan
edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk dilakukannya terminasi kehamilan. Ablasio
retina ini biasanya disertai kehilangan penglihatan. Selama periode 14 tahun, ditemukan 15
wanita dengan preeklampsia berat dan eklampsia yang mengalami kebutaan yang dikemukakan
oleh Cunningham (1995).
Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan gejala yang
menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah
dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.
4. Paru

24
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat dan eklampsia dan merupakan
penyebab utama kematian. Edema paru bisa diakibatkan oleh kardiogenik ataupun non-
kardiogenik dan biasa terjadi setelah melahirkan. Pada beberapa kasus terjadinya edema paru
berhubungan dengan adanya peningkatan cairan yang sangat banyak. Hal ini juga dapat
berhubungan dengan penurunan tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria, penggunaan
kristaloid sebagai pengganti darah yang hilang, dan penurunan albumin yang dihasilkan oleh
hati.
5. Hati
Pada preeklampsia berat terkadang terdapat perubahan fungsi dan integritas hepar,
termasuk perlambatan ekskresi bromosulfoftalein dan peningkatan kadar aspartat
aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali serum disebabkan oleh
fosfatase alkali tahan panas yang berasal dari plasenta. Pada penelitian yang dilakukan Oosterhof
dkk (1994), dengan menggunakan sonografi Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat
resistensi arteri hepatika.
Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar kemungkinan besar penyebab
terjadinya peningkatan enzim hati dalam serum. Perdarahan pada lesi ini dapat menyebabkan
ruptur hepatika, atau dapat meluas di bawah kapsul hepar dan membentuk hematom subkapsular.
6. Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah dan laju filtrasi glomerulus meningkat cukup besar.
Dengan timbulnya preeklampsia, perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus menurun. Lesi
karakteristik dari preeklampsia, glomeruloendoteliosis, adalah pembengkakan dari kapiler
endotel glomerular yang menyebabkan penurunan perfusi dan laju filtrasi ginjal. Konsentrasi
asam urat plasma biasanya meningkat, terutama pada wanita dengan penyakit berat.
Pada sebagian besar wanita hamil dengan preeklampsia, penurunan ringan sampai sedang
laju filtrasi glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya volume plasma sehingga kadar
kreatinin plasma hampir dua kali lipat dibandingkan dengan kadar normal selama hamil (sekitar
0,5 ml/dl). Namun pada beberapa kasus preeklampsia berat, keterlibatan ginjal menonjol dan
kreatinin plasma dapat meningkat beberapa kali lipat dari nilai normal ibu tidak hamil atau
berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh perubahan intrinsik ginjal
yang ditimbulkan oleh vasospasme hebat yang dikemukakan oleh Pritchard (1984) dalam
Cunningham (2005).

25
Kelainan pada ginjal yang penting adalah dalam hubungan proteinuria dan retensi garam
dan air. Taufield (1987) dalam Cunningham (2005) melaporkan bahwa preeklampsia berkaitan
dengan penurunan ekskresi kalsium melalui urin karena meningkatnya reabsorpsi di tubulus.
Pada kehamilan normal, tingkat reabsorpsi meningkat sesuai dengan peningkatan filtrasi dari
glomerulus. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriol ginjal mengakibatkan filtrasi
natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan retensi garam dan juga retensi air.
Untuk mendiagnosis preeklampsia atau eklampsia harus terdapat proteinuria. Namun,
karena proteinuria muncul belakangan, sebagian wanita mungkin sudah melahirkan sebelum
gejala ini dijumpai. Meyer (1994) menekankan bahwa yang diukur adalah ekskresi urin 24 jam.
Mereka mendapatkan bahwa proteinuria +1 atau lebih dengan dipstick memperkirakan minimal
terdapat 300 mg protein per 24 jam pada 92% kasus. Sebaliknya, proteinuria yang samar (trace)
atau negatif memiliki nilai prediktif negatif hanya 34% pada wanita hipertensif. Kadar dipstick
urin +3 atau +4 hanya bersifat prediktif positif untuk preeklampsia berat pada 36% kasus.
Seperti pada glomerulopati lainnya, terjadi peningkatan permeabilitas terhadap sebagian
besar protein dengan berat molekul tinggi. Maka ekskresi Filtrasi yang menurun hingga 50% dari
normal dapat menyebabkan diuresis turun, bahkan pada keadaan yang berat dapat menyebabkan
oligouria ataupun anuria. Lee (1987) dalam Cunningham (2005) melaporkan tekanan pengisian
ventrikel normal pada tujuh wanita dengan preeklampsia berat yang mengalami oligouria dan
menyimpulkan bahwa hal ini konsisten dengan vasospasme intrarenal.
Protein albumin juga disertai protein-protein lainnya seperti hemoglobin, globulin dan
transferin. Biasanya molekul-molekul besar ini tidak difiltrasi oleh glomerulus dan kemunculan
zat-zat ini dalam urin mengisyaratkan terjadinya proses glomerulopati. Sebagian protein yang
lebih kecil yang biasa difiltrasi kemudian direabsorpsi juga terdeksi di dalam urin.
7. Darah
Kebanyakan pasien dengan preeklampsia memiliki pembekuan darah yang normal.
Perubahan tersamar yang mengarah ke koagulasi intravaskular dan destruksi eritrosit (lebih
jarang) sering dijumpai pada preeklampsia menurut Baker (1999) dalam Cunningham (2005).
Trombositopenia merupakan kelainan yang sangat sering, biasanya jumlahnya kurang dari
150.000/μl yang ditemukan pada 15-20% pasien. Level fibrinogen meningkat sangat aktual pada
pasien preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil dengan tekanan darah normal. Level

26
fibrinogen yang rendah pada pasien preeklampsia biasanya berhubungan dengan terlepasnya
plasenta sebelum waktunya (placental abruption).
Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsia menunjukan terjadinya
HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan
jumlah platelet rendah. Sindrom biasanya terjadi tidak jauh dengan waktu kelahiran (sekitar 31
minggu kehamilan) dan tanpa terjadi peningkatan tekanan darah. Kebanyakan abnormalitas
hematologik kembali ke normal dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran tetapi
trombositopenia bisa menetap selama seminggu.
8. Sistem Endokrin dan Metabolism Air dan Elektrolit
Selama kehamilan normal, kadar renin, angiotensin II dan aldosteron meningkat. Pada
preeklampsia menyebabkan kadar berbagai zat ini menurun ke kisaran normal pada ibu tidak
hamil. Pada retensi natrium dan atau hipertensi, sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus
berkurang sehingga proses penghasilan aldosteron pun terhambat dan menurunkan kadar
aldosteron dalam darah.
Pada ibu hamil dengan preeklampsia juga meningkat kadar peptida natriuretik atrium. Hal
ini terjadi akibat ekspansi volume dan dapat menyebabkan meningkatnya curah jantung dan
menurunnya resistensi vaskular perifer baik pada normotensif maupun preeklamptik. Hal ini
menjelaskan temuan turunnya resistensi vaskular perifer setelah ekspansi volume pada pasien
preeklampsia.
Pada pasien preeklampsia terjadi hemokonsentrasi yang masih belum diketahui
penyebabnya. Pasien ini mengalami pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang
interstisial. Kejadian ini diikuti dengan kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, edema
yang dapat menyebabkan berkurangnya volume plasma, viskositas darah meningkat dan waktu
peredaran darah tepi meningkat. Hal tersebut mengakibatkan aliran darah ke jaringan berkurang
dan terjadi hipoksia.
Pada pasien preeklampsia, jumlah natrium dan air dalam tubuh lebih banyak dibandingkan
pada ibu hamil normal. Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan air dan garam dengan
sempurna. Hal ini disebabkan terjadinya penurunan filtrasi glomerulus namun penyerapan
kembali oleh tubulus ginjal tidak mengalami perubahan.

27
9. Plasenta dan Uterus
Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada
hipertensi yang agak lama, pertumbuhan janin terganggu dan pada hipertensi yang singkat dapat
terjadi gawat janin hingga kematian janin akibat kurangnya oksigenisasi untuk janin.
Kenaikan tonus dari otot uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering terjadi pada
preeklampsia. Hal ini menyebabkan sering terjadinya partus prematurus pada pasien
preeklampsia. Pada pasien preeklampsia terjadi dua masalah, yaitu arteri spiralis di miometrium
gagal untuk tidak dapat mempertahankan struktur muskuloelastisitasnya dan atheroma akut
berkembang pada segmen miometrium dari arteri spiralis. Atheroma akut adalah nekrosis
arteriopati pada ujung-ujung plasenta yang mirip dengan lesi pada hipertensi malignan.
Atheroma akut juga dapat menyebabkan penyempitan kaliber dari lumen vaskular. Lesi ini dapat
menjadi pengangkatan lengkap dari pembuluh darah yang bertanggung jawab terhadap terjadinya
infark plasenta

E. Klasifikasi
Preeklampsia terbagi atas dua yaitu Preeklampsia Ringan dan Preeklampsia Berat
berdasarkan Klasifikasi menurut American College of Obstetricians and Gynecologists, yaitu:
1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
 Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan
sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah
normal.
 Proteinuria kuantitatif ≥ 300 mg perliter dalam 24 jam atau kualitatif 1+ dipstick
 Edema: edema lokal tidak dimasukkan ke dalam kriteria preeklampsia, kecuali edema pada
lengan, muka, dan perut, edema generalisata.
2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
 Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
 Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.
 Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam/kurang dari 0,5 cc/kgBB/jam.
 Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.
 Terdapat edema paru dan sianosis
 Hemolisis mikroangiopatik

28
 Trombositopeni (< 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat)
 Gangguan fungsi hati.
 Pertumbuhan janin terhambat.
 Sindrom HELLP.

F. Penatalaksanaan
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya preeklampsia berat
atau eklampsia, melahirkan janin hidup dan melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya,
mencegah perdarahan intrakranial serta mencegah gangguan fungsi organ vital.
1. Preeklampsia Ringan
Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan preeklampsia
ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan aliran darah ke plasenta dan
aliran darah ke ginjal meningkat, tekanan vena pada ekstrimitas bawah juga menurun dan
reabsorpsi cairan di daerah tersebut juga bertambah. Selain itu dengan istirahat di tempat tidur
mengurangi kebutuhan volume darah yang beredar dan juga dapat menurunkan tekanan darah
dan kejadian edema. Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi glomeruli
dan meningkatkan diuresis. Diuresis dengan sendirinya meningkatkan ekskresi natrium,
menurunkan reaktivitas kardiovaskuler, sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah
jantung akan meningkatkan pula aliran darah rahim, menambah oksigenasi plasenta, dan
memperbaiki kondisi janin dalam rahim.
Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi ginjal masih
normal. Pada preeklampsia ibu hamil umumnya masih muda, berarti fungsi ginjal masih
bagus, sehingga tidak perlu restriksi garam. Diet yang mengandung 2 gram natrium atau 4-6
gram NaCl (garam dapur) adalah cukup. Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam
lewat ginjal, tetapi pertumbuhan janin justru membutuhkan komsumsi lebih banyak garam.
Bila komsumsi garam hendak dibatasi, hendaknya diimbangi dengan komsumsi cairan yang
banyak, berupa susu atau air buah. Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak,
garam secukupnya dan roboransia prenatal. Tidak diberikan obat-obat diuretik antihipertensi,
dan sedative. Dilakukan pemeriksaan laboratorium HB, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap
dan fungsi ginjal. Apabila preeklampsia tersebut tidak membaik dengan penanganan

29
konservatif, maka dalam hal ini pengakhiran kehamilan dilakukan walaupun janin masih
prematur.

Rawat inap
Keadaan dimana ibu hamil dengan preeklampsia ringan perlu dirawat di rumah sakit
ialah a) Bila tidak ada perbaikan : tekanan darah, kadar proteinuria selama 2 minggu b)
adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat. Selama di rumah sakit
dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin
berupa pemeriksaan USG dan Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan
jumlah cairan amnion. Pemeriksaan nonstress test dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi
dengan bagian mata, jantung dan lain lain.
Perawatan obstetrik yaitu sikap terhadap kehamilannya
Menurut Williams, kehamilan preterm ialah kehamilan antara 22 minggu sampai ≤ 37
minggu. Pada kehamilan preterm (<37 minggu) bila tekanan darah mencapai normal, selama
perawatan, persalinannya ditunggu sampai aterm. Sementara itu, pada kehamilan aterm (>37
minggu), persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk
melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan
secara spontan, bila perlu memperpendek kala II.

2. Preeklampsia Berat
Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi sedativa yang kuat untuk mencegah
timbulnya kejang. Apabila sesudah 12-24 jam bahaya akut sudah diatasi, tindakan selanjutnya
adalah cara terbaik untuk menghentikan kehamilan.
Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi pada neonatus berupa
prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh insufisiensi plasenta baik akut maupun kronis.
Pada kasus berat dapat ditemui fetal distress baik pada saat kelahiran maupun sesudah
kelahiran.
Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang, pengobatan
hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan supportif terhadap penyulit organ yang terlibat, dan
saat yang tepat untuk persalinan. Pemeriksaan sangat teliti diikuti dengan observasi harian

30
tentang tanda tanda klinik berupa : nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium dan
kenaikan cepat berat badan. Selain itu perlu dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran
proteinuria, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan USG dan
NST.
Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan preeklampsia ringan,
dibagi menjadi dua unsur yakni sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau
terapi medisinalis dan sikap terhadap kehamilannya ialah manajemen agresif, kehamilan
diakhiri (terminasi) setiap saat bila keadaan hemodinamika sudah stabil.
Medikamentosa
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan
dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting pada preeklampsia
berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai
resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oligouria. Sebab terjadinya kedua keadaan
tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan
oligouria ialah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradient tekanan
onkotik koloid/pulmonary capillary wedge pressure. Oleh karena itu monitoring input cairan
(melalui oral ataupun infuse) dan output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting.
Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan
dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda tanda edema paru, segera dilakukan tindakan
koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa a) 5% ringer dextrose atau cairan garam faal
jumlah tetesan:<125cc/jam atau b) infuse dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan
infuse ringer laktat (60-125 cc/jam) 500 cc.
Di pasang foley kateter untuk mengukur pengeluaran urin. Oligouria terjadi bila
produksi urin < 30 cc/jam dalam ds2-3 jam atau < 500 cc/24 jam. Diberikan antasida untuk
menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari resiko aspirasi
asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan
garam.
Pemberian obat antikejang
MgSO4
Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif dibanding fenitoin,
berdasar Cochrane review terhadap enam uji klinik yang melibatkan 897 penderita eklampsia.

31
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan
serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular
membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan
menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition
antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat
menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan
pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau eklampsia.
Cara pemberian MgSO4
- Loading dose : initial dose 4 gram MgSO4: intravena, (40 % dalam 10 cc) selama 15 menit
- Maintenance dose : Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6 jam; atau diberikan 4
atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram im tiap 4-6 jam
Syarat-syarat pemberian MgSO4
- Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10% = 1
gram (10% dalam 10 cc) diberikan iv 3 menit
- Refleks patella (+) kuat
- Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda tanda distress nafas
Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
- Dosis terapeutik : 4-7 mEq/liter atau 4,8-8,4 mg/dl
- Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter atau 12 mg/dl
- Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter atau 18 mg/dl
- Terhentinya jantung >30 mEq/liter atau > 36 mg/dl
Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi atau setelah 24 jam
pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir. Pemberian magnesium sulfat dapat
menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50 % dari pemberiannya menimbulkan efek
flushes (rasa panas)
Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang yaitu diazepam atau fenitoin
(difenilhidantoin), thiopental sodium dan sodium amobarbital. Fenitoin sodium mempunyai
khasiat stabilisasi membrane neuron, cepat masuk jaringan otak dan efek antikejang terjadi 3
menit setelah injeksi intravena. Fenitoin sodium diberikan dalam dosis 15 mg/kg berat badan
dengan pemberian intravena 50 mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulfat.
Pengalaman pemakaian fenitoin di beberapa senter di dunia masih sedikit.

32
Diuretikum
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah
jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah furosemida. Pemberian
diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat hipovolemia, memperburuk perfusi
uteroplasenta, meningkatkan hemokonsentrasi, memnimbulkan dehidrasi pada janin, dan
menurunkan berat janin.
Antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas (cut off) tekanan
darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai
adalah ≥ 160/110 mmhg dan MAP ≥ 126 mmHg.
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian antihipertensi ialah
apabila tekanan sistolik ≥180 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan darah
diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah
diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP < 125. Jenis antihipertensi yang diberikan sangat
bervariasi. Obat antihipertensi yang harus dihindari secara mutlak yakni pemberian
diazokside, ketanserin dan nimodipin.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah hidralazin (apresoline)
injeksi (di Indonesia tidak ada), suatu vasodilator langsung pada arteriole yang menimbulkan
reflex takikardia, peningkatan cardiac output, sehingga memperbaiki perfusi uteroplasenta.
Obat antihipertensi lain adalah labetalol injeksi, suatu alfa 1 bocker, non selektif beta bloker.
Obat-obat antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah clonidin
(catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin 1 ampul dilarutkan dalam 10 cc
larutan garam faal atau larutan air untuk suntikan.
Antihipertensi lini pertama
- Nifedipin. Dosis 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24
jam
Antihipertensi lini kedua
- Sodium nitroprussida : 0,25µg iv/kg/menit, infuse ditingkatkan 0,25µg iv/kg/5 menit.
- Diazokside : 30-60 mg iv/5 menit; atau iv infuse 10 mg/menit/dititrasi.

33
Kortikosteroid
Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik (payah jantung
ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel
pembuluh darah paru). Prognosis preeclampsia berat menjadi buruk bila edema paru disertai
oligouria.
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu. Diberikan
pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada sindrom HELLP.
Sikap terhadap kehamilannya
Berdasar William obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-
gejala preeclampsia berat selama perawatan, maka sikap terhadap kehamilannya dibagi
menjadi:
1. Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian
medikamentosa.
2. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan
pemberian medikamentosa.
Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm ≤ 37 minggu tanpa disertai
tanda –tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik. Diberi pengobatan yang sama
dengan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan secara aktif. Selama perawatan
konservatif, sikap terhadap kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah
mencapai tanda-tanda preeclampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila
setelaah 24 jam tidak ada perbaikan keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan
medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh dipulangkan bila penderita kembali ke
gejala-gejala atau tanda tanda preeklampsia ringan.
Perawatan aktif
Indikasi perawatan aktif bila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah ini, yaitu:
Ibu
1. Umur kehamilan ≥ 37 minggu

34
2. Adanya tanda-tanda/gejala-gejala impending eklampsia
3. Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan klinik dan laboratorik
memburuk
4. Diduga terjadi solusio plasenta
5. Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan
Janin
1. Adanya tanda-tanda fetal distress
2. Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction
3. NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
4. Terjadinya oligohidramnion
Laboratorik
1. Adanya tanda-tanda “sindroma HELLP” khususnya menurunnya trombosit dengan cepat
G. Komplikasi
Komplikasi terberat kematian pada ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi
hidup dari ibu yang menderita preeklampsi. Komplikasi yang biasa terjadi :
1. Solutio plasenta, terjadi pada ibu yang menderita hipertensi
2. Hipofibrinogenemia, dianjurkan pemeriksaan fibrinogen secara berkala.
3. Nekrosis hati, akibat vasospasmus arteriol umum.
4. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis,elevated liver enzymes dan low platelet.
5. Kelainan ginjal
6. DIC.
7. Prematuritas, dismaturitas, kematian janin intra uterine

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta: PT


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
2. Witin, Anuncia Gertrudis. 2013. Penanganan Anemia dalam Kehamilan. FK
Universitas Hasanuddin, Bagian Obstetri dan Ginekologi.
3. Williams Obstetrics, Twenty-Fourth Edition Copyright © 2014 by McGraw-
Hill Education. ISBN 978-0-07-179893-8
4. PNPK Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia 2016
5. Pengurus besar POGI, Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi,
bagian 1, Balai penerbit FKUI, 2003, hal 70-71.
6. Rosa C. 2001. Postdate Pregnancy in: Obstetrics and Gyecology Principles
for Practice, McGraw-Hill. New York, America: 388-395
7. Rustam, Mochtar. 1998 Sinopsis Obstetri (Obstetri Fisiologi Obstertri Patologi).
Edisi 2. EGC. Jakarta.
8. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas kedokteran Universitas Padjajaran
Bandung. 1982. Obstetri Patologi,. Penerbit : Elstar Offset. Bandung

36

Anda mungkin juga menyukai