Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia para founding fatherstelah
menjatuhkan pilihannya pada prinsip pemencaran kekuasaan dalam penyelenggaraan
pemerintahan Negara.
Cita desentralisasi ini senantiasa menjadi bagian dalam praktek pemerintahan Negara
sejak berlakunya UUD 1945, terus memasuki era Konstitusi RIS, UUDS 1950 sampai pada
era kembali ke UUD 1945 yang dikukuhkan lewat Dekrit Presiden 5 juli 1959.
Garis perkembangan sejarah tersebut membuktikan bahwa cita desentralisasi senantiasa
dipegang teguh oleh Negara Republik Indonesia, sekalipun dari satu periode ke periode
lainnya terlihat adanya perbedaan dalam intensitasnya.
Sebagai perwujudan dari cita desentralisasi tersebut, maka langkah-langkah penting
sudah dilakukan oleh pemerintah. Lahirnya berbagai peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang pemerintahan daerah membuktikan bahwa keinginan untuk mewujudkan
cita-cita ini terus berlanjut. Sekalipun demikia, kenyataan membuktikan bahwa cita tersebut
masih jauh dalam realisasinya. Otonomi daerah masih lebih sebagai harapan ketimbang
sebagai kenyataan yang telah terjadi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Otonomi
Daerah belumlah terwujud sebagaimana yang diharapkan. Kita nampaknya baru menuju kea
rah Otonomi Daerah yang sebenarnya.

Beberapa faktor-faktor yang menetukan prospek otonomi daerah, diantaranya, yaitu :


Faktor Pertama adalah faktor manusia sebagai subyek penggerak (faktor dinamis) dalam
peenyelenggaraan otonomi daerah. Faktor manusia ini haruslah baik, dalam pengertian moral
maupun kapasitasnya. Faktor ini mencakup unsur pemerintah daerah yang terdiri dari Kepala
Daerah dan DPRD, aparatur daerah maupun masyarakat daerah yang merupakan lingkungan
tempat aktivitas pemerintahan daerah tersebut.
Faktor kedua adalah faktor keuangan yang merupakan tulang punggung bagi
terselenggaranya aktivitas pemerintahan Daerah. Salah stu cirri daerah otonom adalah
terletak pada kemampuan self supportingnya / mandiri dalam bidang keuangan. Karena itu,
kemampuan keuangan ini akan sangat memberikan pengaruh terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
Sumber keuangan daerah yang asli, misalnya pajak dan retribusi daerah, hasilm
perusahaan daerah dan dinas daerah, serta hasil daerah lainnya yang sah, haruslah mampu
memberikan kontribusinya bagi keuangan daerah.
Faktor ketiga adalah faktor peralatan yang merupakan sarana pendukung bagi
terselenggaranya aktivitas pemerintahan daerah. Peralatan yang ada haruslah cukup dari segi
jumlahnya, memadai dari segi kualitasnya dan praktis dari segi penggunaannya. Syarat-syarat
peralatan semacam inilah yang akan sangat berpengaruh terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
Faktor keempat adalah faktor organisasi dan manajemen. Tanpa kemampuan organisasi
dan manajemen yang memadai penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dilakukan dengan
baik, efisien, dan efektif.oleh sebab itu perhatian yang sungguh-sunggguh terhadap masalah
ini dituntut dari para penyelenggara pemerintahan daerah.
Sejarah perkembangan Otonomi Daerah membuktikan bahwa keempat faktor tersebut di
atas masih jauh dari yang diharapkan. Karenanya Otonomi Daerah masih menunjukkan
sosoknya yang kurang menggembirakan.oleh sebab itu apabila kita berkeinginan untuk
merealisasi cita-cita Otonomi Daerah maka pembenahan dan perhatian yang sungguh-
sungguh perlu diberikan kepada empat faktor di atas.

B. Rumusan Masalah
A. Menjelaskan pengertian otonomi daaerah.
B. Menjelaskan sejarah perkembangan otonomi daerah di Indonesia.
C. Menjelaskan dasar hukum dan landasan teori otonomi daerah.
D. Menjelaskan tujuan dan prinsip otonomi daerah.
E. Menjelaskan otonomi daerah dan demokratisasi.

C. Tujuan penulisan
Untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan juga agar kami khususnya dan semua
mahasiswa pada umumnya mampu memahami bagaimana otonomi daerah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian otonomi daerah


Otonomi Daerah berasal dari bahasa yunani yaitu authos yang berarti sendiri dan
namos yang berarti undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan
sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri (Bayu
Suryaninrat,1985).
Otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai “mandiri”. Sedangkan makna yang
lebih luas diartikan sebagai “berdaya”. Otonomi daerah dengan demikian berarti
kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai
kepentingan daerahnya sendiri. Jika daerah sudah mampu mencapai kondisi sesuai yang
dibutuhkan daerah maka dapat dikatakan bahwa daerah sudah berdaya (mampu) untuk
melakukan apa saja secara mandiri tanpa tekanan dan paksaan dari pihak luar dan tentunya
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah.1
Beberapa pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman (1997) mengemukakan bahwa :
1. F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan wewenang untuk
mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.
2. Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan atau
kemandirian tetapi bukan kemerdekaan (tidak terikat atau tidak bergantung kepada orang
lain atau pihak tertentu). Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian
kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.
3. Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah
daerah sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.
Pendapat lain dikemukakan oleh Benyamin Hoesein (1993) bahwa otonomi daerah
adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara
informal berada di luar pemerintah pusat. Sedangkan Philip Mahwood (1983)
mengemukakan bahwa otonomi daerah adalah suatu pemerintah daerah yang mempunyai
kewenangan sendiri yang keberadaannya terpisah dengan otoritas (kekuasaan atau
wewenang) yang diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber sumber
material yang substansial (sesunggguhnya atau yang inti) tentang fungsi-fungsi yang
berbeda.2
Berbagai definisi tentang Otonomi Daerah telah banyak dikemukakan oleh para pakar.
Dan dapat disimpulkan bahwa Otonomi Daerah yaitu kewenangan daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa (inisiatif)
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan daerah otonom itu sendiri adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai

1
Widarta. (2001). Cara Mudah Memahami Otonomi Daerah. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama.

2
Salam, D. (2004). Otonomi Daerah, Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan Sumber Daya. Bandung: Djambatan.
batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
B. Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia
Warisan Kolonial Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan staatsblaad No.
329 yang memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan
sendiri. Kemudian staatblaad ini deperkuat dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S.
181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah undang-undang S.
216/1922. Dalam ketentuan ini dibentuk sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente,
dan groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale ressort. Selain itu juga,
terdapat pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat setempat
(zelfbestuurende landschappen).3
Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial dengan sejumlah
kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa
pemerintahan kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi
pemerintahan.
1. Masa Pendudukan Jepang
Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur mulai Korea Utara
ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil menaklukkan
pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di
Daerah Hindia Belanda. Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun
berhasil melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam urusan
penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia Belanda. Pihak
penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire) No. 27/1942 yang
mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pada masa Jepang pemerintah daerah
hampir tidak memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di
daerah pada masa tersebut bersifat misleading.
2. Masa Kemerdekaan
a. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitik beratkan pada asas dekonsentrasi,
mengatur pembentukan KND (komite Nasional Daerah) di keresidenan, kabupaten, kota
berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap perlu oleh mendagri. Pembagian daerah
terdiri atas dua macam yang masing-masing dibagi dalam tiga tingkatan yakni:
1) Provinsi
2) Kabupaten/kota besar
3) Desa/kota kecil.

3
Marbun, B. (2005). Otonomi Daerah 1945‐2005 Proses dan Realita Perkembangan Otda Sejak Zaman Kolonial sampai Saat
Ini. Jakarta: Pustaka Sinar harapan
UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja.
Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki penjelasan.

b. Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948


Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah UU Nomor
22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 Juli 1948. Dalam UU
itu dinyatakan bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni:
1) Propinsi
2) Kabupaten/kota besar
3) Desa/kota kecil
4) Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.
c. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan istilah daerah swatantra.
Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangga
sendiri, dalam tiga tingkat, yaitu:
1) Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya.
2) Daerah swatantra tingkat II.
3) Daerah swatantra tingkat III.
UU No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah seluas-luasnya
sesuai Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.

d. Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959


Penpres No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7 November 1959 menitikberatkan
pada kestabilan dan efisiensi pemerintahan daerah, dengan memasukkan elemen-elemen
baru. Penyebutan daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dikenal dangan
daerah tingkat I, tingkat II, dan daerah tingkat III.
Dekonsentrasi sangat menonjol pada kebijakan otonomi daerah pada masa ini, bahwa
kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat, terutama dari kalangan pamong praja.

e. Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965


Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga tingkatan yakni:
1) Provinsi (tingkat I)
2) Kabupaten (tingkat II)
3) Kecamatan (tingkat III)
Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas memegang pimpinan
kebijaksanaan politik polisional di daerahnya, menyelenggarakan koordinasi
antarjawatan pemerintah pusat di daerah, melakukan pengawasasan, dan menjalankan
tugas-tugas lain yang diserahkan kepadanya oleh pemerintah pusat. Sebagai alat
pemerintah daerah, kepala daerah mempunyai tugas memimpin pelaksanaan kekuasaan
eksekutif pemerintahan daerah, menandatangani peraturan dan keputusan yang
ditetapkan DPRD, dan mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan.
f. Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan mengatur rumah tangganya
berdasar asas desentralisasi. Dalam UU ini dikenal dua tingkatan daerah, yaitu daerah
tingkat I dan daerah tingkat II. Daerah negara dibagi-bagi menurut tingkatannya
menjadi:
1) Provinsi/ibu kota negara.
2) Kabupaten/kotamadya.
3) Kecamatan.
Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah tingkat II
berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan memenuhi
aspirasi masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU ini adalah otonomi yang nyata dan
bertanggung jawab.

g. Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999


Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih
mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam penyusunan UU No. 22 tahun 1999
adalah sebagai berikut:4
1) Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian kewenangan
berdasarkan asas desentralisasi dalam kerangka NKRI.
2) Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah
provinsi sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah
daerah kabupaten dan daerah kota.
3) Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.
4) Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten.
Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan bagi daerah dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai perkembangan keinginan
masyarakat daerah, ternyata UU ini juga dirasakan belum memenuhi rasa keadilan dan
kesejahteraan bagi masyarakat.

h. Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

4
Marbun, B. (2005). Otonomi Daerah 1945‐2005 Proses dan Realita Perkembangan Otda Sejak Zaman Kolonial
sampai Saat Ini. Jakarta: Pustaka Sinar harapan.
Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah
yang dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan bahwa dengan berlakunya UU ini, UU
No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. UU baru
ini memperjelas dan mempertegas hubungan hierarki antara kabupaten dan provinsi,
antara provinsi dan pemerintah pusat berdasarkan asas kesatuan administrasi dan
kesatuan wilayah. Pemerintah pusat berhak melakukan kordinasi, supervisi, dan evaluasi
terhadap pemerintahan di bawahnya, demikian juga provinsi terhadap kabupaten/kota.
Di samping itu, hubungan kemitraan dan sejajar antara kepala daerah dan DPRD
semakin di pertegas dan di perjelas.

C. Dasar Hukum Dan Landasan Teori Otonomi Daerah


1. Dasar Hukum
Tidak hanya pengertian tentang otonomi daerah saja yang perlu kita bahas.Namun ada
dasar-dasar yang bisa menjadi landasan. Ada beberapa peraturan dasar tentang pelaksanaan
otonomi daerah,yaitu sebagai berikut:
1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
2) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan daerah.
3) Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber keuangan negara.
Selain berbagai dasar hukum yang mengatur tentang otonomi daerah,saya juga menulis
apa saja yang menjadi tujuan pelaksana otonomi daerah,yaitu otonomi daerah harus
bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat yang berada di wilayah
otonomi tersebut serta meningkatkan pula sumber daya yang di miliki oleh daerah agar
dapat bersain dengan daerah otonom lainnya.
2. Landasan Teori
Berikut ini ada beberapa yang menjadi landasan teori dalam otonomi daerah .5
a. Asas Otonomi
Berikut ini ada beberapa asas otonomi daerah yang kami tuliskan di sini. Asas-asas
tersebut sebagai berikut:
o Asas tertib penyelenggara negara
o Asas Kepentingan umum
o Asas Kepastian Hukum
o Asas keterbukaan
o Asas Profesionalitas
o Asas efisiensi
o Asas proporsionalitas
o Asas efektifitas
o Asas akuntabilitas

5
Sam, C. dkk. (2008). Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
b. Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan
aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan
adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.
Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di
definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem
pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem
pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan
pardigma pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai
pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll)
dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya
adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan
mereka yang merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan
dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara pelayanan
umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan
yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari segi sosial dan
ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan
sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya
pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.6
c. Sentralisasi
Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah persoalan
pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum tahun 1980-an
terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada pada pemerintah
pusat dan pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan “baik” dari perimbangan ini adalah
pelayanan negara terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang dianggap
tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan yang
meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh
pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak akibat
merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini mengecilkan kesempatan dikembangkannya
suatu diskusi yang sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi dikembangkan di Indonesia.
Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah “melepaskan diri sebesarnya dari pusat” bukan
“membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah”.

6
Sam, C. dkk. (2008). Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses satu arah
dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua “sasi” itu adalah masalah perimbangan.
Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu merupakan dua hal
yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain proses politik yang sukar
ditentukan, seharusnya ukuran yang paling sah adalah argumen mana yang terbaik bagi
masyarakat.7

D. Tujuan dan Prinsip Otonomi Daerah


1) Tujuan Otonomi Daerah
Dalam pelaksanaan bidang-bidang tugas tertentu sistem Sentralistik tidak dapat menjamin
kesesuaian tindakan-tindakan Pemerintah Pusat dengan keadaan di daerah-daerah. Maka
untuk mengatasi hal ini, pemerintah kita menganut sistem Desentralisasi atau Otonomi
Daerah. Hal ini disebabkan wilayah kita terdiri dari berbagai daerah yang masing-masing
memiliki sifat-sifat khusus tersendiri yang dipengaruhi oleh faktor geografis (keadaan alam,
iklim, flora-fauna, adat-istiadat, kehidupan ekonomi dan bahasa), tingkat pendidikan dan
lain sebagainya. Dengan sistem Desentralisasi diberikan kekuasaan kepada daerah untuk
melaksanakan kebijakan pemerintah sesuai dengan keadaan khusus di daerah kekuasaannya
masing-masing, dengan catatan tetap tidak boleh menyimpang dari garis-garis aturan yang
telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Jadi pada dasarnya, maksud dan tujuan
diadakannya pemerintahan di daerah adalah untuk mencapai efektivitas pemerintahan.8
Otonomi yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah ini bersifat mandiri dan
bebas. Pemerintah daerah bebas dan mandiri untuk membuat peraturan bagi wilayahnya.
Namun, harus tetap mempertanggungjawabkannya dihadapan Negara dan pemerintahan
pusat.
Selain tujuan diatas, masih terdapat beberapa point sebagai tujuan dari otonomi daerah.
Dibawah ini adalah beberapa tujuan dari otonomi daerah dilihat dari segi politik, ekonomi,
pemerintahan dan sosial budaya, yaitu sebagai berikut.
a. Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk mencegah
penumpukan kekuasaan dipusat dan membangun masyarakat yang demokratis, untuk
menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam menggunakan hak-
hak demokrasi.
b. Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk mencapai
pemerintahan yang efisien.
c. Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah diperlukan agar perhatian
lebih fokus kepada daerah.

7
Salam, D. (2004). Otonomi Daerah, Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan Sumber Daya. Bandung: Djambatan.
8
Widarta. (2001). Cara Mudah Memahami Otonomi Daerah. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama.
d. Dilihar dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat turut
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.
Untuk mencapai tujuan otonomi daerah tersebut, sebaiknya dimulai dari diri sendiri. Para
pejabat harus memiliki kesadaran penuh bahwa tugas yang diembannya merupakan sebuah
amanah yang harus dijalankan dan dipertanggungjawabkan. Selain itu, kita semua juga
memiliki kewajiban untuk berpartisipasi dalam rangka tercapainya tujuan otonomi daerah.
Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya bukan hal yang mudah karena tidak mungkin
dilakukan secara instan. Butuh proses dan berbagai upaya serta partisipasi dari banyak
pihak. Oleh karena itu, diperlukan kesungguhan serta kerjasama dari berbagai pihak untuk
mencapai tujuan ini.9
2) Prinsip Otonomi Daerah
Atas dasar pencapaian tujuan diatas, prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman dalam
pemberian Otonomi Daerah adalah sebagai berikut (Penjelasan UU No. 32 Tahun 2004):
a. Prinsip Otonomi Daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah
diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah diluar yang
menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-undang ini. Daerah memliki
kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran
serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan
kesejahteraan rakyat.
b. Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan
bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani
urusan pemerintah daerah dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban
yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai
dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap
daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya, adapun yang dimaksud dengan otonomi
yang bertanggunjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-
benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk
memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan
bagian utama dari tujuan nasional.

E. Otonomi daerah dan demokratisasi


Eksistensi kebijakan otonomi daerah kiranya sangat penting. Dipahami sebagai bagian
dari agenda demokratisasi kehidupan bangsa. Dengan kata lain, keberadaan kebijakan
otonomi daerah tidak boleh dipandang sebagai a final destination melainkan lebih sebagai
mekanisme dalam menciptakan demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan. Oleh
karenanya dapat dimengerti apabila Mawhood kemudian merumuskan tujuan utama daei
kebijakan otonomi daerah sebagai upaya untuk mewujudkan political equality, local

9
Sam, C. dkk. (2008). Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
accaountability, dan local responsiveness. Diantara prasyarat yang harus dipenuhi untuk
mencapai tujuan tersebut adalah pemerintah daerah harus memiliki teritorial kekuasaan
yang jelas (legal territorial of power); memiliki pendapatan daerah sendiri(local own
income); memiliki badan perwakilan (local representative body) yang mampu mengontrol
eksekutif daerah; dan adanya kepala daerah yang dipilih sediri oleh masyarakat daerah
melalui pemilu ( local leader axecutive by election).
Dengan rumusan dan tujuan otonomi daerah semacam ini, keberadaan kebijakan
otonomi daerah akan mampu menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis. Argumen
dasarnya adalah, dengan konsep tersebut diasumsikan masyarakat akan memiliki akses yang
lebih besar dalam mengontrol penyelenggarah pemerintahan di daerah. Sementara, pada sisi
lain, pemerintahan daerah sendiri, akan lebih responseif terhadap berbagai tuntutan yang
datang dari komunitasnya. Dengan demikian, agenda demokratisasi merupakan sesuatu
yang tidak boleh diabaikan dalam melaksanakan otonomi daerah apabila keadilan dan
kesejahteraan yang lebih baik bagi masyarakat daerah menjadi target pencapaian.
Keterkaitan otonomi daerah dengan demokratisasi pernah diungkapkan oleh mohammad
Hatta, proklamator RI, dalam suatu kesempatan,
... memberikan otonomi daerah tidak saja berati melaksanakan demokrasi, tetapi
mendorong berkembangnya auto-aktiviteit. Auto-aktiviteit Artinya tidak sendiri,
melaksanakan sendiri apa yang dianggap peting bagi lingkungannya sendiri. Dengan
berkembangnya auto-aktiviteit tercapailah apa yang dimaksud dengan demokrasi, y.i.
pemerintahan yang dilaksanakan oleh rakyat, untuk rakyat. Rakyat tidak saja menentukan
nasibnya sendiri, melainkan juga dan utama memperbaiki nasibnya sendiri.
Pentingnya agenda demokratisasi dalam rangka otonomi daerah antara lain bertolak dari
asumsi bahwa cita-cita demokrasi, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh unsur bangsa
tidak semata-mata ditentuka bentuk negara ( negara kesatuan dan negara federal), melainkan
melalui sistem politik yang menjamin berlakunya mekanisme check and balance, distribusi
kekuasaa secara sehat dan fair, adanya akuntabilitas pemerintahan, tegaknya supremasi
hukum dan hak asasi manusia ( HAM ). Serta struktur ekonomi yang adil dan berorientasi
kerakyatan. Kesemua itu jauh lebih dari “sekedar” bentuk negara.
Krisis multidimensi dan ancaman disentigrasi nasional dewasa ini tidak semata-mata
bersumber pada “kesalahan” bentuk negara, tetapi lebih pada format politik sentralistik-
outoriter dan struktur ekonomi kapitalistik – eksploitatif yang diwariskan rezim order baru.
Karena itu pemberian otonomi bagi daerah tidak dipandang sebagai agenda yang terpisah
dari agendaa besar demokratisasi kehidupan bangsa. Kesalahan aplikasi kebijakan
pemerintahan daerah melalui UU no.5 Tahun 1974 Dimasa orde baru antara lain karena
tujuan utama dari kebijakan tersebut lebih dititip beratkan pada upaya menciptakan efisiensi
dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembagunan di daerah ketimbanga
sebagai agenda yang menyatu dengan proses demokratisasi.
Konsekuensi logis dari cara pandang diatas adalah,pertama otonomi daerah harus
dipandang sebagai intsrumen desentralisasi/demokratisasi dalam rangka mempertahankan
keutuhan serta keberangaman bangsa. Dalam kaitan ini otonomi daerah bukan tujuan
melainkan cara demokratis untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan semua unsur
bangsa tanpa kecuali. Kedua, otonomi daerah harus didefinisikan sebagai otonomi bagi
rakyat daerah, bukan otonomi bagi “daerah” dalam pengertian suatu wilayah atau teritorial
tertentu ditingkat lokal. Kalaupun pada akhirnya implementasi otonomi daerah dilakukan
oleh pemda, kewenagan itu diperoleh karena pemda dipilih oleh pemilu yang adil, jujur dan
demokratis. Argumen yang medasari pemikiran ini adalah substansi demokrasi atau
demokratisasi itu sendiri ialah terwujudnya cita-cita kedaulatan rakyat. Dimana rakyat daat
menentukan kehendaknya melalui ruang partisipasi seluas mungkin alam proses
penyelenggara negara. Ketiga oronomi daerah merupakan hak rakyat daerah yang
seharusnya inheren didalam agenda demokrasi atau demokratisasi. Dengan begitu otonomi
daerah tidak bisa di distorsikan kepada bagian persoalan “ penyerahan urusan” atau
pelimpahan kewenagan dari pemerintah pusat dari pemerintah daerah. Penyerahan urusan
atau pelimpahan kewenangan hanyalah instrumen asministeratif bagi impelentasi bagi hak
daerah dalam mengurus rumah tangga daerahnya masing- masing.keempat daerah tidak bisa
dipandang bersifat komplementer bagi keduannya, dalam pengertian saling membutuhkan
secara timbal balik. Ini berarti bahwa kebijakan otonomi bagi setiap daerah harus dipandang
perjanjian atau “kontrak” antar pusat-daerah yang dicakupkannya hasil dialog dan
musyawarah pada pemerintah pusat dan pusat wakil-wakil rakyat.
Sebagai bagian dari demokratisasi otonomi daerah yang mesyaratkan pula adanya
struktur perwakilan politik, berlakunya akuntabilitas pemerintahan, tegaknya supremasi
hukum dan rasionalitas biokrasi, baik di tengkat pusat maupun di daerah. karena itu,
otonomi daerah sebgai pradikma baru mengahruskan perubahan strujtur lembaga ke
negaraan, sistem pemilu, restrukturisasi lembaga peradilan, dan perubahan biokrasi
patriomunial yang mengabdi pada kekuasaan- menjadi borakrasi nasional yang melayani
kepentingan masyarakat.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Otonomi Daerah berasal dari bahasa yunani yaitu authos yang berarti sendiri
dan namos yang berarti undang-undang atau aturan. Otonomi dalam makna sempit dapat
diartikan sebagai “mandiri”. Sedangkan makna yang lebih luas diartikan sebagai “berdaya”.
Otonomi daerah dengan demikian berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan
dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
Ada beberapa peraturan dasar tentang pelaksanaan otonomi daerah,yaitu sebagai berikut:
1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
2) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan daerah.
3) Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber keuangan negara.
Beberapa tujuan dari otonomi daerah dilihat dari segi politik, ekonomi, pemerintahan dan
sosial budaya, yaitu sebagai berikut.
a. Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk mencegah
penumpukan kekuasaan dipusat dan membangun masyarakat yang demokratis, untuk
menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam menggunakan
hak-hak demokrasi.
b. Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk mencapai
pemerintahan yang efisien.
c. Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah diperlukan agar
perhatian lebih fokus kepada daerah.
d. Dilihar dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat turut
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA

Marbun, B. (2005). Otonomi Daerah 1945‐2005 Proses dan Realita Perkembangan Otda Sejak
Zaman Kolonial sampai Saat Ini. Jakarta: Pustaka Sinar harapan.

Nazara, C.M. (2006). Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pemekaran Provinsi Banten.

Salam, D. (2004). Otonomi Daerah, Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan Sumber
Daya. Bandung: Djambatan.

Sam, C. dkk. (2008). Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

Widarta. (2001). Cara Mudah Memahami Otonomi Daerah. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai