Anda di halaman 1dari 73

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN LINGKUNGAN SOSIAL DAN STRESS BELAJAR DENGAN

PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK DI SD DEPOK 1 SLEMAN

YOGYAKARTA

Disusun Sebagai Acuan Untuk Melaksanakan Penelitian

Disusun oleh

Nama : Veronika Siska

Nim : 15130075

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 6- 12 tahun, memiliki

fisik lebih kuat, mempunyai sifat individual serta aktif tidak bergantung

dengan orang tua. Banyak ahli menganggap masa ini sebagai masa tenang

atau masa latent, dimana apa yang telah terjadi dan dipupuk pada masa-

masa sebelumnya akan berlangsung terus untuk masa- masa selanjutnya

Gunarsa (dalam Nurhaedar Jafar 2016).

. Periode anak sekolah dasar meliputi periode pra – remaja atau pra –

pubertas. Periode ini berakhir saat anak berusia kurang lebih 12 tahun

dengan awitan pubertas. Pada periode 6- 12 tahun secara umum

merupakan salah satu perubahan yang sangat cepat dengan dramatis

(Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2011).

Amaliyasri & Puspitasari (2008), mengatakan pola perkembangan

anak, usia yang paling rawan adalah usia anak sekolah dasar (SD) (10 – 12

tahun). Pada usia 10- 12 tahun, mereka dalam perkembangan pra- remaja,

yang mana secara fisik maupun psikologis pada masa ini sedang

menyongsong pubertas.
Proses perkembangan merupakan bagian penting dari masa anak-

anak. Perkembangan adalah perubahan yang sangat erat kaitannya dengan

psikis dan fisik. Perubahan seperti ini tentunya tidak lepas dari pengaruh

lingkungan, atau masyarakat di sekitarnya (Kartini, Kartono (1979) dalam

Musfirah, 2013). Proses perkembangan seseorang dapat mengalami

beberapa macam perkembangan, diantaranya adalah perkembangan fisik,

motorik, bahasa, emosi dan sosial (Musfirah, 2013).

Perkembangan sosial menjadi salah satu hal terpenting bagi proses

pertumbuhan anak itu sendiri. Pentingnya perkembangan sosial dimasa

kanak – kanak disebabkan karena masa kanak- kanak adalah masa

pertumbuhan kepribadian yang menjadi penentu sebuah pribadi seperti apa

setelah dewasa nanti. Masa perkembangan awal seseorang dapat berupa

hubungan dengan keluarga atau orang – orang di lingkungan sosialnya

(Musfirah, 2013).

Seorang anak yang tidak dapat menjalankan peranan sosialnya ia akan

sulit untuk diterima oleh kelompok dan kehilangan kesempatan untuk

belajar sosial, sehingga kemampuan sosialnya akan lebih rendah

dibandingkan dengan teman seusianya. Jika hal ini terjadi maka anak akan

memiliki penilaian kurang baik terhadap dirinya sendiri dan itu akan

berakibat pada ruginya penyesuaian pribadi dan kelompok serta menjadi

kurang baik pula konsep dirinya (Musfirah, 2013).

Perkembangan sosial merupakan suatu proses di mana individu

memiliki kemampuan berperilaku dan dapat diartikan sebagai proses


menyesuaikan diri dengan norma- norma kelompok, tradisi, dan norma

(keagamaan) (Wiji Hadayanti & Sri Purnami;hlm 135, 2008). Dalam

perkembangan sosial ini kemampuan yang dimiliki oleh individu itu

tergantung pada bagaimana dia bersikap, pengalaman yang dimilikinya,

dan seberapa baik mereka dalam bergaul dengan orang lain (Musfirah,

2013). Angka kejadian gangguan perkembangan anak di seluruh dunia

masih tergolong tinggi yaitu di Amerika Serikat bekisar 12 – 16%,

Thailand 24%, Argentina 22%, dan Indonesia 13- 18% (Hidayat, 2008).

perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan

sosialnya, baik orangtuanya, sanak saudaranya, orang dewasa lainnya atau

teman sebayanya. Apabila lingkungan sosial tersebut memfasilitasi atau

memberikan peluang terhadap perkembangan anak secara positif, maka

anak akan dapat mencapai perkembangan sosial secara matang( Syamsu,

2008 dalam Melin,2012).

Namun apabila lingkungan sosial itu kurang kondusif, seperti perilaku

orangtua yang kasar, sering memarahi, acuh tak acuh, tidak memberikan

bimbingan, teladan, pengajaran atau pembiasaan terhadap anak dalam

menerapkan norma- norma baik agama maupun tatakrama cenderung

menampilkan perilaku maladjustmen. Beberapa perilaku yang dapat

muncul seperti bersifat minder, senang mendominasi orang lain, bersifat

egois/selfish, senang mengisolasi diri/ menyendiri, kurang memiliki

perasaan tenang rasa, dan kurang mempedulikan norma dalam berperilaku

(Syamsu, 2008 dalam Melin, 2012). Apabila terjadi gangguan


perkembangan sosial pada masa sekolah dapat menyebabkan anak

mengalami kesulitan belajar, bermasalah dengan temannya, pasif dan

takut, inisiatif menjadi kurang dan terjadi neurosis (Depkes dalam Melin,

2012).

Masalah – masalah diatas dapat mempengaruhi psikologi anak. Anak

usia sekolah merupakan kelompok yang paling berisiko tinggi mengalami

masalah- masalah psikososial. Greenberg (2007) dalam Prawitasih (2017)

mengungkapkan bahwa salah satu stress yang ditimbulkan oleh anak

sekolah adalah stres akademik. Stres akademik adalah stres yang

bersumber dari proses belajar mengajar atau hal- hal yang berhubungan

dengan kegiatan belajar atau lebih dikenal dengan tekanan akademik dan

tekanan teman sebaya. Tekanan akademik berupa dengan tekanan yang

bersumberkan lama berada di sekolah, nilai kelas, lama belajar,

mencontek, banyak tugas mendapat nilai ulangan, birokrasi, mendapat

beasiswa, keputusan menentukan karir, serta kecemasan ujian dan

manajemen waktu (Prawitasih, 2017).

Belajar terus- menerus hanya akan berpusak pada kegiatan akademis

dan menimbulkan mental tinggi yang berkepanjangan. Dampaknya

membuat anak lelah, emosi terganggu, atensi konsentrasi yang kurang,

banyak keluhan fisik, seperti pusing, dadan pegal, sakit perut. Anak dalam

usia sekolah masih dalam tumbuh kembang sehingga tidak hanya belajar,

anak memerlukan bermain dan berinteraksi dengan lingkungan di luar

sekolah. Dengan bermain tidak hanya menimbulkan rasa senang, dan


mengurangi energi negatif sehingga mengurangi stres tetapi kegiatan

bermain dan berinteraksi dengan lingkungan luas menjadi sarana anak

untuk mengembangkan diri secara optimal dalam pertumbuhan dan

perkembangan (Prawitasih, 2017).

Biasanya keadaan ini akan membuat anak menjadi sulit untuk

mengatasi berbagai masalahnya dan sulitnya anak beradaptasi. Tekanan

psikologis dan sosial dalam bentuk kejadian atau situasi dapat menjadi

penyebab stres. Sebaiknya stres pada anak jangan diabaikan karena itu

akan menganggu anak untuk dapat berkembang lebih baik (Anggraini,

2018).

Hasil dari studi pendahuluan yang dilakukan peneliti dengan

mewawancarai 10 orang siswa SD Negri Depok 1 Sleman, Maguwoharjo,

Kabupaten Sleman Yogyakarta pada tanggal 14 januari didapatkan bahwa

dari 10 siswa terdapat 2 merasa takut dengan orang yang baru di kenal,

lebih suka menonton atau bermain game dari pada mengerjakan pekerjaan

rumah (PR), 2 orang siswa mudah takut atau berkeringat ketika disuruh

tampil ke depan kelas, sering ribut didalam kelas ketika guru tidak hadir. 3

orang siswa mengatakan cape dengan jadwal belajar yang terlalu padat dan

banyak kegiatan yang ingin dilakukan, namun waktu terbatas atau tidak

cukup, 1 orang anak mengatakan sakit kepala saat dimarahi orang tuanya

untuk rajin belajar dan tidak main terus, 2 orang siswa lebih memilih ikut

teman- teman bermain dari pada rajin membaca buku, jarang menyapa
tetangga apabila bertemu, dan setiap sore, tidak mengaji dimusolah sekitar

rumah.

Penelitian ini dilakukan di salah satu sekolah dasar diwilayah sleman

yaitu di SD Negri Depok 1 Sleman, Maguwoharjo, Kabupaten Sleman

Yogyakarta. SD Negri Depok 1 Sleman merupakan salah satu SD Negri

unggulan. Sekolah ini memiliki beragam prestasi baik dalam bidang

akademik maupun non akademik. Jumlah siswa pada tahun 2018/2019

adalah sebanyak 353 siswa dengan jumlah kelas sebanyak 12 kelas, yang

terdiri dari kelas 1 sebanyak dua kelas, kelas 2 sebanyak dua kelas, kelas 3

sebanyak dua kelas, kelas 4 sebanyak 2 kelas, kelas 5 sebanyak dua kelas,

kelas 6 sebanyak dua kelas. Sekolah ini juga menyediakan beragam

pilihan ekstrakulikuler untuk mengembangkan bakat para siswa. Terdapat

pula beberapa sarana untuk menambah kenyamanan siswa di dalam kelas

yaitu, kipas angin, pojok literasi, projektor dan sound siste.

Jumlah seluruh siswa kelas 4 sebanyak 57 dan siswa kelas 5 sebanyak

54 dan siswa kelas 6 sebanyak 64 siswa. Alasan peneliti memilih subjek di

sekolah ini karena sekolah ini memiliki beragam aktivitas akademik

maupun non akademik. Selain itu sekolah ini belum pernah dilakukan

penelitian dengan tema Hubungan Lingkungan Sosial dan Stres Akademik

dengan Perkembangan Sosial Anak. Jumlah kelas dan siswa yang

memadai untuk pengambilan sampel penelitian, serta mudahnya

pengurusan perizinan yang akan dilakukan dan akses yang mudah untuk

dijangkau. Selain itu juga atas dasar survey dan wawancara yang telah
dilakukan di SD tersebut mengenal lingkungan sosial, stres akademik dan

perkembangan sosialnya.

Berdasarkan fenomena dan studi pendahuluan yang peneliti lakukan

terhadap faktor lingkungan anak, stres akademik dan perkembangan sosial

anak terdapat masalah. Sehingga peneliti tertarik meneliti tentang

“Hubungan Lingkungan Sosial dan Stres Akademik dengan

Perkembangan sosial Anak SD Negri Depok 1 Sleman Yogyakarta”.

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka rumusan masalah penelitian ini

adalah “Apakah ada hubungan faktor lingkungan sosial dan stress akademik

dengan perkembangan sosial anak di SD Depok 1 Sleman Yogyakarta?”

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan sosial dan stress akademik

dengan perkembangan sosial anak SD Negri Depok 1 Sleman yogyakarta”.

Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui faktor lingkungan sosial anak SD Negri Depok 1 Sleman

yogyakarta”.

b. Diketahui stres akademik anak SD Negri Depok 1 Sleman

yogyakarta”.

c. Diketahui perkembangan sosial anak SD Negri Depok 1 Sleman

yogyakarta”.
d. Diketahui hubungan faktor lingkungan sosial dengan perkembangan

sosial anak SD Negri Depok 1 Sleman yogyakarta”.

e. Diketahui hubungan stress akademik dengan perkembangan sosial

anak SD Negri Depok 1 Sleman yogyakarta”.

C. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan menambah informasi, sumber pustaka

dan dapat memberi sumbangan pengetahuan berhubungan dengan

keperawatan anak dan keperawatan jiwa. Khususnya tentang faktor

lingkungan sosial dan stres akademik dengan perkembangan sosial.

2. Manfaat Praktisi

a. Bagi SD Negri Depok 1 sleman Yogyakarta.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah

pengetahuan siswa yang ada di SD Negri Depok 1 sleman Yogyakarta

terkait dengan hubungan faktor lingkungan sosial dan stres dengan

perkembangan sosial, serta menjadi pedoman bagi guru untuk melihat

faktor lingkungan sosial dan stres terhadap perkembangan sosial anak.

a. Bagi Universitas Respati Yogyakarta

Bagi salah satu universitas dengan fakultas ilmu kesehatan,

diharapkan hasil penelitian bermanfaat dalam menambah informasi

dan bahan bacaan di perpustakaan untuk mahasiswa dan dosen


tentang hubungan faktor lingkungan sosial dan stres perkembangan

sosial anak.

b. Bagi peneliti

Sebagai penerapan proses brfikir secara alamiah dalam menganalisa

suatu masalah, sebagai media latihan, menambah wawasan dan

pengetahuan peneliti dalam melakukan penelitian yang berkaitan

dengan hubungan faktor lingkungan sosial dan stres dengan

perkembangan sosial anak.

c. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian mengenai hubungan faktor lingkungan sosial dan

stress dengan perkembangan sosial anak di harapkan dapat bermanfaat

dan dapat dijadikan sebagai referensi atau acuan untuk melakukan

penelitian selanjutnya, agar meneliti variabel atau faktor lain yang

dapat mempengaruhi perkembangan sosial anak.

D. Keaslian Penelitian

1. Mamik Mahanani (2015) tentang Hubungan Perhatian Orangtua Dengan

Perkembangan Sosial Anak Usia 4-5 Tahun Di Desa Birit Kecamatan

Wedi Kabupaten Birit Tahun 2015. Penelitian ini menggunakan metode

kuantitatif dengan jenis korelasional. Subjek dalam penelitian ini adalah

orangtua di Desa Birit yang memiliki anak usia 4-5 tahun, jumlah 43

orang. Metode pengambilan subjek dalam penelitian ini dengan

menggunakan skala Likert. Teknik analisis terdiri dari uji prasyarat

analisis dan uji hipotesis. Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat


hubungan positif dan signifikan antara orangtua dengan perkembangan

sosial anak usia 4-5 tahun di Desa Dirit, Kecamatan Wedi, Kabupaten

Klaten tahun 2015. Persamaan pada penelitian ini terdapat pada variabe

dependen. Pada variabel dependen yaitu perkembangan sosial. Perbedaan

pada penelitian ini terdapat pada variabel independen yaitu perhatian

orang tua

2. Cholifah, Yanik Purwanti, Fitria Nur Laili (2016) tentang Hubungan

Faktor Lingkungan Keluarga Dengan Perkembangan Anak Usia Sekolah.

Desain penelitian adalah survey analitik dengan pendekatan Cross

Sectional. Jumlah sampel yang akan diambil 29 anak beserta orangtuanya

di TK Dhrama Wanita Grogol Desa Tulangan Sidoarjo. Hasil penelitian

ini ada hubungan antara lingkungan keluarga dengan perkembangan anak

di TK Dharma Wanita Grogol Desa Tulangan Sidoarjo. Persamaan pada

penelitian ini terdapat pada variabel independen dan dependen. Pada

variabel independen yaitu faktor lingkungan dan variabel dependen yaitu

perkembangan anak.

3. Diah Krisnatuti Pranadji, Nurlaela (2009) tentang faktor- faktor yang

mempengaruhi tingkat stres pada anak usia sekolah dasar yang sibuk dan

tidak sibuk. Metode penelitian ini menggunakan desain cross sectional

study, yang digunakan Diah Krisnatuti Pranadji, Nurlaela adalah metode

kuesioner. populasi sampel penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 5 SD

Bina Insasi, dengan jumlah 119 anak. Hasil penelitian menunjukan bahwa
alokasi waktu berhubungan negatif dengan persepsi anak. Persamaan pada

penelitian ini terdapat pada variabel stres pada anak usia sekolah
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Anak

a. Definisi anak

Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai

kebutuhan sesuai dengan tahap perkembangan. Anak adalah

individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan

yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2012).

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa,

yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia

seutuhnya dan bahwa anak adalah tunas, potensi dan generasi

muda penerus cita- cita perjuangan bangsa, memiliki peran

strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin

kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.

Undang- undang Nomor 36 tahun 2009 tentang keselamatan

menegaskan bahwa seorang anak berhak untuk hidup, tumbuh dan

berkembang secara optimal. Setiap anak berhak untuk hidup,

tumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap anak berhak

memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan

kebuthan fisik, mental, spiritual dan sosial (UU Nomor 23 Tahun


2002 BAB Pasal 8), Kepmenkes Nomor 284/Menkes/SK/III/2004

tentang Buku Kesehatan ibu dan Anak(KIA).

Undang –undang Repoblik Indonesia, No 23 Tahun 2002

tentang perlindungan Anak menyatakan” anak adalah seseorang

yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam

kandungan”.

Jadi berdasarkan pengertian diatas, anak adalah individu

yang unik yang berada dalam satu rentang perubahan

perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja yang belum

berusia 18 tahun, dan merupakan tunas, potensi dan generasi muda

penerus cita- cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan

mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan

eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.

b. Klasifikasi Umur Anak

Periode pertumbuhan anak terbagi atas tahap pra natal

(dimulai dari konsepsi sampai 40 minggu), periode bayi (0-12

bulan sejak neonatus), periode kanak- kanak awal (1-3 tahun),

masa kanak- kanak pertengahan (6-12 tahun), dan masa kanak-

kanak akhir (12- 18 tahun)(Wong, 2009). Rentang ini berada antara

satu dengan yang lain mengingat latar belakang anak berbeda

(Potter & Perry, 2013).


2. Anak usia sekolah

a. Definisi Anak Usia Sekolah Dasar

Sekolah Dasar (SD) merupakan jenjang paling dasar pada

pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar ditempuh dalam

waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Dalam undang-

undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Nomor 20 Tahun 2001)

Pasal 17 mendefinisikan pendidikan dasar sebagai berikut: (1)

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi

jenjang pendidikan menengah, (2) Pendidikan dasar berbentuk

sekolah dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain

yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan

Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat (

kemendiknas, 2015).

Anak sekolah dasar adalah anak memiliki fisik lebih kuat,

mempunyai sifat individual serta aktif tidak bergantung dengan

orang tua. Banyak ahli menganggap masa ini sebagai masa tenang

atau masa latent, dimana apa yang telah terjadi dan dipupuk pada

masa- masa sebelumnya akan berlangsung terus untuk masa- masa

selanjutnya Gunarsa (dalam Nurhaedar Jafar 2016).Periode sekolah

dimulai saat anak berusia kurang lebih 6 tahun. Periode tersebut

meliputi periode pra- remaja atau pra- pubertas. Periode ini

berakhir saat anak berusia kurang lebih 12 tahun dengan awitan

pubertas. Pada peroide 6-12 tahun secara umum merupakan salah


satu perubahan yang sangat cepat dan dramatis (Kozier, Berman &

Snyder, 2011)

BUKU Data penduduk yang diterbitkan oleh Kementrian

Kesehatan Indonesia (2011), anak usia sekolah adalah anak- anak

dengan usia 7-12 tahun (Kemenkes RI 2011). Usia 12 tahun

merupakan periode pubertas sebagai tanda akhir masa kanak-

kanak pertengahan (Potter, P., & Perry 2005). Periode praremaja

atau prapubertas berlangsung pada fase perkembangan usia

sekolah, peroide praremaja atau prapubertas menandakan

berakhirnya periode usia sekolah pad usia kurang lebih 12 tahun,

ditandai dengan awitan tanda- tanda pubertas (Kozier, Erb 2011).

b. Tahap- tahap Anak SD

Tahap usia ini disebut juga sebagai usia k elompok

(gangage), dimana anak mulai mengalikan perhatian dan hubungan

intim dalam keluarga kerjasama antara teman dan sikap- sikap

terhadap kerja atau belajar. Dengan memasuki SD salah satu hal

penting yaitu perlu dimiliki anak dalam kematangan sekolah, tidak

saja meliputi kecerdasan dan keterampilan motorik, bahasa, tetapi

hal ini seperti dapat menerima otoritas tokoh lain di luar orang

tuanya. Kesadaran akan tugas, patuh pada peraturan dan dapat

mengendalikkan emosi- emosinya. Pada masa anak sekolah ini,

anak- anak membandingkan dirinya dengan teman- temannya

dimana ia mudah sekali dihadapi ketakutan akan kegagalan dan


ejekan teman. Bila pada masa ini ia sering gagal dan merasa

cemas, akan tumbuh rasa rendah diri, sebaliknya bila ia tahu

tentang bagaimana dan apa yang perlu dikerjakan dalam

menghadapi tuntutan masyarakatnya dan ia berhasil mengatasi

masalah dalam hubungan teman dan prestasi sekolahnya, akan

timbul motivasi yang tinggi terhadap karya dengan lain perkataan

terpupuklah “industry”(Jafar, 2016).

c. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak usia sekolah (6-12 tahun)

1. Pertumbuhan anak usia sekolah

Pertumbuhan (growth) mempunyai dampak terhadap aspek

fisik. Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan pada

besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun

individu, yang dapat diukur dengan ukuran berat (gram, pound,

kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dengan

keseimbangan metabolik (retensi kalium dan nitrogen)

(Soetjiningsih,2012).

2. Perkembangan pada anak usia sekolah

Perkembangan (development) adalah perubahan yang

bersifat kuantitatif dan kualitatif. Perkembangan merupakan

bertambahnya kemampuan (skil/ keterampilan) dalam struktur

dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur

sebagai hasil dari proses pematangan/maturitas. Perkembangan

juga bersifat progesif, terarah, dan terpadu/ koheren.


Perkembangan menyangkut proses diferensiasi sel tubuh,

jaringan tubuh, organ, dan sistem organ yang berkembang

sedemikian rupa sehingga masing- masing dapat memenuhi

fungsinya termasuk juga perkembangan kognitif, bahasa,

motorik, emosi,dan perkembangan perilaku sebagai hasil dari

interaksi dengan lingkungannya(Soerjiningsih, 2013).

Periode anak sekolah dasar meliputi periode pra – remaja

atau pra – pubertas. Periode ini berakhir saat anak berusia

kurang lebih 12 tahun dengan awitan pubertas. Pada periode 6-

12 tahun secara umum merupakan salah satu perubahan yang

sangat cepat dengan dramatis (Kozier, Erb, Berman & Snyder,

2011). Amaliyasri & Puspitasari (2008), mengatakan pola

perkembangan anak, usia yang paling rawan adalah usia anak

sekolah dasar (SD) (10 – 12 tahun). Pada usia 10- 12 tahun,

mereka dalam perkembangan pra- remaja, yang mana secara

fisik maupun psikologis pada masa ini sedang menyongsong

pubertas.

d. Tahap Tumbuh – Kembang Anak usia sekolah (6-12 tahun)

1. Pertumbuhan fisik

Pertumbuhan selama periode ini rata- rata 3-3.5 kg dan 6

cm pertahunnya. Lingkar kepala tumbuh hanya 2-3 cm selama

periode ini, menandakan pertumbuhan otak yang melambat

karena proses meilinisasi sudah sempurna pada uasia 7 tahun.


Anak laki- laki usia 6 tahun, cenderung memiliki berat badan

sekitar 21 kh, kurang lebih 1 kh lebih berat dari pada anak

perempuan. Periode ini, perbedaan individu pada kenaikan

berat badan disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan.

Tinggi badan anak usia 6 tahun, baik laki- laki maupun

perempuan memiliki tinggi badan yang sama, yaitu kurang

lebih 115 cm. Setelah usia 12 tahun tinggi badang kurang lebih

150 cm (Kozier, Berman & Snyder, 2011).

Habitus tubuh (endomorfil, mesomorfil atau ektomorfil)

cenderung secara relatif tetap stabil selama masa anak

pertengahan. Pertumbuhan wajah bagian tengan dan bawah

terjadi secara nertahap. Kehilangan gigi desidua (bayi)

merupakan tanda maturasi yang lebih dramatis, mulai sejitar 6

tahun setelah tumbunhya gigi-gigi molar pertama. Penggantian

dengan gigi dewasa terjadi pada kecepatan sekitar 4/tahun.

Jaringan limfoid hipertrofi, sering timbul tonsil adenoid yang

mengesankan membutuhkan penanganan pembedahan (Kozier,

Berman & Snyder, 2011).

2. Perkembangan Kognitif

Perubahan kongnitif pada anak usia sekolah adalah pada

kemampuan untuk berpikir dengan cara logis tentang disini dan

saat ini, bukan tentang hal yang bersifat abstraksi. Pemikiran

anak usia sekolah tidak lagi didominisasi oleh persepsinya dan


sekaligus kemampuan untuk memahami dunia secara luas.

Perkembangan kognitif Piaget terdiri dari beberapa tahapan,

yaitu, Tahap sensoris-motorik (0-2 tahun), Praoperasional (2-7

tahun), Concrete operational (7-11 tahun), dan Formal

operational (11-15 tahun). (Piaget, J., 1996; Kozier, Erb,

Berman,& Snyder, 2011).

3. Perkembangan Moral

Perkembangan moral anak menurut Kohlberg didasarkan pada

perkembangan kognitif anak dan terdiri atas tiga tahapan

utama, yaitu preconventional, conventional, postcenventional.

Menurut Kohlberg, beberapa anak usia sekolah masuk pada

tahap 1 tingkat pra konvensional Kholberg (Hukuman dan

Kepatuhan), yaitu mereka berupaya untuk menghindari

hukuman, akan tetapi beberapa anak usia sekolah berada pada

tahap 2 (Instrumental- Relativist orientation). Anak – anak

tersebut melakukan berbagai hal untuk menguntungkan diri

mereka. (Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2011).

4. Perkembangan Spiritual

Menurut Flower, anak usia sekolah berada pada tahap 2

perkembangan spiritual, yaitu pada tahapan mitos- faktual.

Anak- anak belajar untuk membedakan khayalan dan

kenyataan. Kenyataan (fakta) spiritual adalah keyakinan yang

diterima oleh suatu kelompok keagamaan, sedangkan khayalan


adalah pemikiran dan gambaran yang terbentuk dalam pikiran

anak. Orang tua dan tokoh agama membantu anak

membedakan antara kenyataan dan khayalan. Orangtua dan

tokoh agama lebih memiliki pengaruh daripada teman sebaya

dalam hal spiritual (Flowler, J. W.,1981; Kozier, Erb, Berman

& Snyder, 2011).

5. Perkembangan Psikoseksual

Freud menggambarkan anak- anak kelompok usia sekolah

(6-12 tahun) masuk dalam tahapan fase laten. Selama fase ini,

fokus perkembangan adalah pada aktivitas fisik dan intelektual,

sementara kecendrungan seksual seolah ditekan (Kozier, Erb,

Berman & Snyder, 2011). Teori perkembangan psikoseksual

anak menurut freud terdiri atas fase oral (0-11 bulan), fase anak

(1-3 tahun), fase falik (3-6 tahun), dan fase genital (6-12 tahun)

6. Perkembangan sosial

Hurlock (1993: 250) dalam Lovena (2013)

mengutarakan bahwa perkembangan sosial merupakan

perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntunan

sosial, yaitu bertingkah laku sesuai dengan norma, nilai atau

harapan sosial. Perkembangan sosial berarti perolehan

kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial

untuk menjadi individu yang mampu bermasyarakat, belajar


hidup bermasyarakat sekurang- kurangnya memerlukan tiga (3)

proses yaitu sebagai berikut:

a. Belajar berperilaku yang dapat diterima dimasyarakat.

b. Mampu memainkan peran sosial yang dapat diterima dalam

satu ruang lingkup sosialisasi.

c. Perkembangan sikap sosial anak (mampu bersikap sosial

antara individu satu dengan individu lainnya).

e. Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah

Pada masa ini anak memasuki masa belajar di dalam dan

diluar sekolah. Anak belajar di sekolah, tetapi membuat latihan

pekerjaan rumah yang mendukung hasil belajar disekolah. Aspek

perilaku banyak dibentuk melalui penguatan (reinforcement)

verbal, keteladanan, dan identifikasi. Anak- anak pada masa ini

harus menjalani tugas- tugas perkembangan, yaitu:

1. Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk

permainan yang umum.

2. Membentuk sikap sehat mengenai dirinya sendiri.

3. Belajar bergaul dan menyesuaikan diri dengan teman- teman

seusianya

4. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang

tepat.

5. Mengembangkan keterampilan dasar seperti membaca,

menulis, dan berhitung.


6. Mengembangkan pengertian atau konsep yang diperlukan

untuk keehidupan sehari- hari.

7. Mengembangkan hati nuraini, nilai moral, tata dan tingkatan

nilai sosial.

8. Memperoleh kebebasan pribadi.

9. Mengembangkan sikap terhadap kelompok- kelompok sosial

dan lembaga- lembaga (Gunarsa, S. 2010).

f. Faktor yang mempengaruhi perkembangan anak

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan

seorang individu. Syamsu Yusuf, dan Juntika (2010:172-195)

menyebutkan setidaknya ada 3 hal yang mempengaruhi

perkembangan individu, yaitu hereditas, lingkungan, dan

kematangan.

1. Hereditas ( keturunan)

Hereditas merupakan faktor pertama yang

mempengaruhi perkembangan individu. Dalam hal ini hereditas

diartikan sebagai “totalitas karakteristik individu yang

diwariskan orang tua kepada anaknya, atau segala potensi, bail

fisik maupun psikis yang dimiliki individu sejak masa konsepsi

(masa pembuahan ovum dan sperma) sebagai pewarisan dari

pihak orang tua melalui gen- gen”.Yang diturunkan orang tua

kepada anaknya adalah sifat strukturnya, bukan tingkah laku

yang diperoleh (hasil belajar atau pengalaman).


2. Lingkungan

Lingkungan adalah segala hal yang mempengaruhi

induvidu, sehingga individu itu terlibat/ terpengaruh karenanya.

Semenjak masa konsepsi dan masa – masa selanjutnya,

temperatur udara sekitarnya, suasana dalam keluarga, sikap-

sikap orang sekitar, hubungan dengan sekitarnya, suasana

pendidikan(formal, informal, nonformal). Dengan kata lain,

individu akan menerima pengaruh dari lingkungan, memberi

respon kepada lingkungan, mencontoh atau belajar tentang

berbagai hal dari lingkungan.

Urie Bronfrenbrenner & Ann Crouter (Sigelman &

Shaffer, 1995:86) dalam Syamsu Yusuf (2010) mengemukakan

bah wa lingkungan perkembangan merupakan “berbagai

peristiwa, situasi atau kondisi diluar organisme yang diduga

mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perkembangan individu”.

Lingkungan ini terdiri atas:

a. Lingkungan fisik

Meliputi segala sesuatu dari molekul yang ada disekitar

janin sampai sesudah lahir.

b. Lingkungan sosial

Meliputi seluruh manusia yang secara potensial

mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perkembangan

individu.
Selanjutnya Urie Bronfrenbrenner (Sigelman & Shaffer,

1995: 87- 88; Vasta, Haith & Miller, 1992: 54- 56) dalam

Syamsu Yusuf (2010) mengemukakan tentang lapisan

lingkungan, yaitu sebagai berikut:

1. Microsystem

Merupakan lingkungan yang paling dekat kepada individu,

seperti keluarga, sekolah, dan kelompok teman sebaya.

Lapisan ini terdiri dari lingkungan fisik dan orang ( seperti

menyangkut status sosial ekonomi dan latar belakang

pendidikan orang tua).

2. Mesosystem

Merujuk kepada hubungan antar microsystem, seperti

hubungan orang tua dengan guru, dan hubungan saudara

dengan teman tetangga.

3. Exosystem

Seperti tempat kerja orang tua, dan lembaga- lembaga

kemasyarakatan.

4. Macrosystem

Yaitu lingkungan dalam konteks kebudayaan yang lebih

luas, seperti menyangkut keyakinan atau sistem

kepercayaan, sikap- sikap, dan tradisi.

3. Kematangan
Faktor ketiga yang paling mempengaruhi

perkembangan individu adalah kematangan. Yang dimaksud

dengan kematangan ini adalah”siapnya suatu fungsi kehidupan,

baik fisik maupun psikis untuk berkembang dan melakukan

tugasnnya”.

3. Perkembangan sosial Anak Usia Sekolah

a. Definisi Perkembangan sosial.

Hurlock (1993: 250) dalam Lovena (2013)

mengutarakan bahwa perkembangan sosial merupakan

perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntunan

sosial, yaitu bertingkah laku sesuai dengan norma, nilai atau

harapan sosial. Perkembangan sosial berarti perolehan

kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial

untuk menjadi individu yang mampu bermasyarakat, belajar

hidup bermasyarakat.

b. Faktor- faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial

Perkembangan sosial anak dipengaruhi oleh beberapa faktor

sebagai berikut:

1. Pola asuh

Orang tua mempunyai peranan penting dalam perkembangan

sosial anak. peranan orang tua yang dimaksud adalah pola asuh

yang diberikan orang tua kepada anak berhubungan dengan

pembentukan perkembangan anak termasuk pemberian


stimulasi. Stimulasi adalah perangsangan perkembangan yang

datangnya dari lingkungan luar anak dan salah satu aspek

kebutuhan dasar anak (ASAH)(Soetjiningsih & Gide Ranuh

2012).

2. Genetika

Faktor genetik dapat mempengaruhi perkembangan anak yaitu

perbedaan ras,etnis atau bangsa dan kelainan kromosom.

Kelainan kromosom dapat mengakibatkan gangguan

pencapaian perkembangan bagi anak (Soetjiningsih & Gide

Ranuh 2012).

3. Lingkungan

Lingkungan memiliki peran penting dalam perkembangan

sosial anak. faktor lingkungan yang berpengaruh dalam

perkembangan sosial anak adalah musim, iklim, kehidupan

sehari- hari dan status sosial ekonomi. Lingkungan yang

jondusif akan menciptakan keadaan yang aman dan nyaman

bagi anak untuk mengeksplorasi perkembangan sosial (Potter,

P., & Perry 2005 dalam Anjar.,A 2017)

4. Status kesehatan

Kondisi tubuh anak yang sehat akan mengalami percepatan

perkembangan, sebaliknya anak dengan kondisi sakit akan

mengalami perlambatan perkembangan. Status kesehatan juga

dipengaruhi oleh status anak. Gizi merupakan sumber utama


yang sangat dibutuhkan anak untuk memberikan kesempatan

lebih besar bagi anak dalam melakukan aktivitas dengan

lingkungannya. Anak dengan keadaan gizi yang kurang akan

cenderung terganggu dalam perkembangan sosial (Trisnawati

2013). Pola konsumsi sayur dan buah berhubungan dengan

risiko obesitas pada anak usia sekolah karena mengandung

serat yang dapat membantu menjaga berat badan. Sekolah

diharapkan dapat memasok buah dan sayur melalui penjualan

makanan dan minuman di kantin. Perawat dapat memberi peran

untuk memantai status gizi secara rutin melalui unit kesehatan

disekolah dan memberikan edukasi kepada siswa serta orang

tua tentang rekomendasi konsumsi buah dan sayur (Anggraeni

et al. 2017)

5. Kelompok teman sebaya

Proses sosialisasi anak dengan lingkungan membutuhkan

teman sebaya, akan tetapi perhatian orang tua tetap menjadi

kebutuhan utama untuk memantau dengan siapa saja anak

bergaul. Teman sebaya adalah dunia untuk bermain sehingga

kemampuan dalam pembentukan kebutuhan pribadi dan

perilaku sosial dapat terstimulus dengan otimal (Soetjiningsih

& Gide Ranuh 2012).


Faktor- faktor yang mempengaruhi proses belajar dalam

perkembangan sosial anak menurut Hurlock (1990:251) :

1. Kesempatan untuk bersosialisasi

Kesempatan bersosialisasi merupakan kesempatan untuk

belajar hidup dan bergaul terutama dengan anak yang memiliki

umur dan tingkat perkembangannya sama.

2. Kemampuan berkomunikasi

Proses komunikasi dapat berjalan secara baik apabila

penyampaian pesan menggunakan kata- kata yang dapat

dimengerti orang lain

3. Motivasi

Perkembangan sosial anak akan semakin meningkat apabila

anak memiliki motivasi untuk belajar bersosialisasi

4. Bimbingan

Anak akan belajar lebih cepat dengan hasil yang lebih baik jika

mendapat bimbingan dan pengarahan orangtua dan keluarga.

Menurut Achmad (2013:46) perkembangan sosial dipengaruhi oleh

lingkungan sosialnya, baik orangtua, sanak keluarga, orang dewasa

lainnya atau teman sebaya. Apabila lingkungan sosial tersebut

memberikan peluang terhadap perkembangan sosial yang

positif,maka anak dapat mencapai perkembangan sosialnya secara

matang.

c. Proses perkembangan sosial


Dalam perkembangan sosial seorang anak untuk dapat

memiliki kemampuan berprilaku yang sesuai dengan norma yang

berlaku dalam masyarakat, memerlukan tiga proses. Masing-

masing proses tersebut terpisah dan berbeda antara satu dengan

lainnya, tetapi saling berkaitan sehingga kegagalan dalam satu

proses akan mempengaruhi kadar sosialisasi anak. ketiga proses

perkembangan sosial tersebut adalah (Hurlock, 1990:250) :

1. Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial.

Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi anggotanya

tentang perilaku yang dapat diterima. Oleh karena itu untuk

dapat bermasyarakat, seorang anak tidak hanya harus

mengetahui perilaku yang dapat diterima, tetapi juga harus

menyesuaikan perilaku dengan patokan yang dapat diterima.

2. Mainkan peran sosial yang dapat diterima.

Dalam masyarakat terdapat pola kebiasaaan yang telah

ditentukan. Seorang anak perlu mematuhi tuntutan masyarakat

yang berupa kebiasaan yang berlaku dilingkungannya.

3. Perkembangan sikap sosial

Agar dapat bergaul dan bermasyarakat secara baik, seorang anak

harus mulai belajar menyukai orang dan aktivitas sosial. Jika

anak dapat melakukannya sesuai dengan tingkatan umur, maka

anak akan diterima sebagai anggota kelompok sosial tempatnya

menggabungkan diri.
d. Pengukuran perkembangan sosial anak

Pengukuran perkembangan sosial peneliti modifikasi dari

Mamik Mahanani (2015). Uji validitas dan reliabelitasnya

menggunakan teknik statistik Cronbach Alpha. Uji signifikan

untuk menentukan valid atau tidaknya suatu item dengan

membandingkan r hitung dengan r tabelnya. Diperoleh koefisien

reabilitas sebesar 0,887 dan diketahui r tabelnya 0,3008. Hasilnya

terdapat 24 item pertanyaan dikatakan valid dan digunakan untuk

mengungkapkan perkembangan sosial anak. dengan diketahuinya

jumlah item yang digunakan untuk mengungkapkan perkembangan

sosial anak, maka dapat diketahui nilai terendah hipotektiknya

yaitu 1×24 = 24 nilai tertingginya adalah 4x24 = 96. Hasil ini

kemudian dibagi dalam tiga kategori dengan interprestasi hasil

perkembangan sosial anak <48 (Rendah), 48-72 (Sedang), > 72

(Tinggi). Kuesioner tersebut dibuat dengan mengacu pada

perkembangan sosial anak yaitu mau berbagi, bekerjasama,

menolong, bertindak jujur, kepedulian terhadap orang lain.

4. Stres Akademik

a. Definisi Stres

Konsep stres pertama kali dicetuskan oleh Cannon pada

tahun 1930, yang memandang stres sebagai sebuah reaksi

psikologis yang mana individu menyiapkan tindakan berupa fight

of flight (Khan, 2016). Sarafini dan Smith (2012) mendefinisikan


stres sebagai keadaan dimana seseorang merasakan adanya

ketidaksesuaian antara tuntutan fisik atau psikologis dalam suatu

situasi dan sumber pada biologis, psikologis, atau sistem sosial.

Bernstein ( Sonia & Sarita, 2015) memandang stres sebagai proses

negatif emosional, kognitif, perilaku, dan fisiologi s yang terjadi

saat seseorang mencoba menyesuaikan diri dengan atau mengatasi

stresor.

Philips mengklasifikasikan stresor di sekolah kedalam dua

kategori mayor yaitu stresor pencapaian prestasi ( seperti mendapat

nilai yang tidak sesuai ekspektasi, ekspektasi guru, dan

perbandingan siswa dengan siswa lain) dan stresor sosial ( seperti

teman sebaya yang tidak bersahabat atau diejek dan diintimidasi

oleh teman sebaya) (Agrawal, Garg & Urajnik, 2010). Stres

didefinisikan sebagai beban, tanggungan, tekanan, kecmasan serta

kekhawatiran ( Harsha, 2017). Stres menurut Cohen, Kesser, dan

Gordon (dalam Harsha,2017) merupakan sebuah proses yang mana

terdapat tuntutan dari lingkungan yang melebihi kapasitas

beradaptasi individu, menghasilkan perubahan secara psikolohis

dan biologis yang memungkinkan seseorang beresiko mengalami

gangguan, seperti rasa cemas, depresi, dan burnout.

b. Definisi Stres Akademik

Menurut Nurmalasari, Yustlana, dan Ilflanda (2016), stres

akademik merupakan salah satu bagian distres yang disebabkan


oleh pokiran negatif siswa terhadap tuntutan- tuntutan akademik di

sekolah. Stres akademik menurut Gupta dan Khan (Sonia &

Sarita,2015) adalah suatu distres mental dengan menindahkan

frustasi maupun kegagalan akademik atau bahkan kesadaran dalam

mengalami kegagalan. Definisi stres akademik lainnya dijelaskan

oleh Oktaniati dan Putri (2013) merupakan stres yang bersumber

dari proses belajar atau hal- hal lainnya yang berkaitan dengan

aktivitas belajar yang dikenal dengan tekanan akademik dan

tekanan teman sebaya. Banerjee (Harsha, 2017) menyebutkan stres

akademik muncul karena faktor akademik seperti, jadwal sekolah

yang padat, harapan dan tuntutan dari guru serta orang tua yang

tidak realitis, rendanya prestasi akademik, kebiasaan belajar yang

bururk, dan tidak memiliki waktu yang cukup untuk membagi

beberapaprioritas sekolah.

Definisi stres akademik dijelaskan oleh Deesmita (2009)

yaitu merupakan kondisi atau perasaan tidak nyaman yang siswa

rasakan akibat tuntutan sekolah yang diangap menekan, sehingga

memicu terjadinya kegagalan fisik, psikologis, serta perubahan

tingkah laku yang mempengaruhi prestasi belajar siswa disekolah

yang mengakibatkan terjadinya distorsi pada pikiran siswa,

mempengaruhi fisik, emosi, dan tingkah laku.

c. Jenis – jenis stres


Selye dalam Anggraini (2018), mengkategorikan jenis stres menjadi

dua, yaitu:

1. Distres ( stres negatif )

Distres merupakan stres yang bersifat tidak menyenangkan.

Stres dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu

mengalami rasa cemas, gelisah, ketakutan dan khawatir,

sehingga individu mengalami keadaan psikologis yang negatif,

menyakitkan atau timbul keinginan untuk menghindarinya.

2. Eustres ( stres positif)

Eustres bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman

yang memuaskan. Eustres dapat meningkatkan kewaspadaan,

kognisi, dan performansi individu. Eustres juga dapat

meningkatkan motivasi individu untuk menciptakan sesuatu..

d. Aspek-Aspek stres Akademik

Adapun aspek- aspek stres yang dikemukakan oleh Sarafino dan

Smith (2012) terdiri dari dua aspek, yaitu:

1. Aspek Biologis

Setiap orang menghadapi suatu kondisi tertentu yang

mengancam dan membahayakan bagi dirinya dapat

memunculkan reaksi fisiologis pada tubuh terhadap stres,

misalnya detak jantung yang menjadi lebih cepat (Sarafino &

Smith, 2011).reaksi fisiologis lainnya menurut Yumba (2008)

ditandai dari dari perilaku seseorang seperti tangan dan kakinya


terasa dingin, berkeringat, perut terasa tidak karuan. Stres

akademik berhubungan kuat dengan simptom psikosomatis,

seperti sakit kepala dan sakit pada bagian perut, dirasakan

setidaknya satu minggu sekali yang dapat menganggu

kesehatan dan kesejahteraan mereka untuk kedepannya

(Hesketh, Zhen, Dong, Jun & Xing, 2010).

Serangkaian reaksi fisiologis disebut dengan General Adaption

Syndrom (GAS), yang terdiri atas tiga tahap, yaitu

1. Alarm reaction

Merupakan tahap pertama respon tubuh (fight or flight)

bahaya yang berguna untuk memobilisasi sumber daya

tubuh.

2. Stages of resistance,

Merupakan tahap dimana tubuh mulai beradaptasi dengan

stresor, namun pada tahap ini individu dapat rentan

terhadap masalah kesehatan.

3. Stages of exhaustion

Merupakan ketegangan fisiologis dimana tubuh tidak

mampu bertahan melawan stressor sehingga membuat

kekebalan tubuh menjadi menurun dan menyebabkan stres.

2. Aspek Psikologis

Stres dapat menghasilkan perubahan- perubahan psikologis

serta sosial dari individu, perubahan tersebut antara lain:


a. Kognitif

Stres dapat menganggu fungsi kongitif dengan

mengalihkan perhatian individu. Putwain (Sarafino &

Smith, 2011) menjelaskan bahwa kognitif berkaitan dengan

ingatan, kesulitan dalam berkonsentrasi, mudah lupa, dan

ketidakmampuan dalam pemecahan masalah. Selama stres

mencerminkan bahwa stres dapat mengalih fungsikan

sumber daya kognitif.

b. Emosi

Emosi cenderung membarengi stres dan orang

sering menggunakan keadaan emosional mereka untuk

menilai kondisi strs yang dialami. Stres menimbulkan

perasaan takut sebagai reaksi emosi umum yang sering

dialami oleh individu, merasa cemas, merasa sedih merasa

marah karena frustasi yang dapat menyebabkan perilaku

agresif sehingga merasa depresi.

c. Perilaku Sosial

Stres dapat mengubah perilaku seseorang terhadap

orang lain. Seseorang yang merasa berada dalam situasi

stres menjadi kurang ramah dan tidak peka terhadap

kebutuhan orang lain (Cohein & Spacapan, dalam Sarafino

& Smith, 2011). Ketika stres dan rasa marah disatukan

dapat meningkatkan perilaku sosial yang negatif seperti


perilaku agresif dan cenderung bermusuhan dengan orang

lain.

e. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Stres Akademik

Faktor- faktor yang mempengaruhi stres akademik, menurut

(Puspitasari, W. 2013; Gunawati, R., Hartati., & Listiara, A. 2010)

yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

1. Faktor internal yang menyebabkan stres akademik yaitu:

a. Pola pikir

Individu yang berfikir tidak dapat mengendalikan

situasi, cenderung mengalami stres lebih besar. Semakin

besar kendali bahwa ia dapat melakukan sesuatu, semakin

kecil kemungkinan stres yang akan dialami siswa.

b. Kepribadian

Kepribadian seorang siswa dapat menentukan

tingkat toleransi terhadap stres. Tingkat stres yang optimis

biasanya lebih kecil dibandingkan dengan siswa yang

sifatnya pesimis.

c. Keyakinan

Penyebab internal selanjutnya yang menentukan

tingkat stres pada siswa adalah keyakinan atau pemikiran

terhadap diri. Keyakinan terhadap diri memainkan peranan

penting dalam menginterprestasikan situasi- situasi

disekitar individu. Penilaian yang diyakini siswa dapat


mengubah cara berfikirnya terhadap suatu hal bahkan

dalam jangka panjang dapat membawa stres secara

psikologis.

2. Faktor eksternal yang menyebabkan stres akademik

a. Pelajaran lebih padat.

Kurikulum dan sistem pendidikan telah ditambah

bobotnya dengan standar yang lebih tinggi. Akibatnya

persaingan semakin ketat, waktu belajar bertambah dan

beban belajar semakin berlipat. Walaupun beberapa alasan

tersebut penting bagi perkembangan pendidikan dalam

negara, tetapi tidak dapat menutup mata bahwa hal tersebut

menjadikan tingkat stres yang dihadapi siswa meningkat

pula.

b. Banyaknya kegiatan yang ingin dilakukan tetapi waktu

terbatas

Dengan berlimpahnya produk dan mainan, media

yang inovatif, peralatan elektronik canggih dan internet,

orang dewasa dan anak- anak di hujani dengan beraneka

ragam barang. Hal ini menimbulkan keinginan untuk

memilikinya. Ditambah lagi, kehidupan saat ini banyak

sekali wahana reaksi yang semakin berkembang. Anak-

anak menjadi stres jika keinginannya tidak dapat dipenuhi

orang tuanya.komponen ini juga menguraikan bagaimana


anak- anak ingin melakukan kegiatan yang mereka sukai

seperti olahraga, menggambar, dan berimajinasi dengan

teman – teman sebayanya sambil bermain. Akan tetapi,

waktu yang mereka miliki terbatas karena kegiatan

pelajaran tambahan setelah jam belajar di sekolah. Ketika

mereka kembali dari kegiatan tersebut, anak- anak merasa

lelah. Terkadang mereka masih harus mengulang dirumah

hingga belajar dengan terpaksa.

c. Tekanan untuk berprestasi tinggi

Anak- anak sangat ditekan untuk berprestasi tinggi

dalam ujian – ujian mereka. Tekanan ini dapat datang dari

sekolah, guru, teman sebaya dan terutama dari orang tua.

Secara tidak sadar, orang tua melontarkan ungkapan-

ungkapan dan perlakuan yang mengarah anak untuk

berprestasi tinggi.

f. Gejala stres

Menurut Hardjna dalam Anggraini (2018), gejala stres dibagi

menjadi empat bagian antara lainnya:

1. Gejala fisik

Sakit kepala, tidur tidak teratur, sakit pingang, sulit buang air

besar, gatal- gatal pada kulit, urat tegang terutama paa leher dan

bahu, tekanan darah, sering berkeringat, berubah selera makan,

lelah atau kehilangan daya energi.


2. Gejala emosional

Gelisah atau cemas, sedih, mudah menangis, mood berubah-

ubah, mudah panas atau marah, gugup, merasa tidak aman,

mudah tersinggung, gampang menyerang atau bermusuhan.

3. Gejala Intelektual

Susah berkonsentrasi, sulit membuat keputusan, mudah lupa,

pikirang kacau, daya ingat menurun, melamun secara

berlebihan,

hilang rasa humor, prestasi kerja menurun, pikirandipengaruhi

olheh satu pikiran saja, dalam kerja bertambah jumlah

kekeliruan yang dibuat.

4. Gejala Interpersonal

Kehilangan kepercayaan kepada orang lain, mudah

mempermasalahkan orang lain, mudah membatalkan janji, suka

mencari- cari kesalahan orang lain, mengambil sikap untuk

membentengi diri, mendiamkan orang lain, menyerang orang

lain dengan kata- kata.

g. Pengukuran stres Akademik

Pada penelitian mengenai stres akademik, terdapat

beberapa peneliti yang merancang dan mengembangkan instrumen

untuk mengukur stres akademik berdasarkan jenjang pendidikan.

Di negara- negara barat terdapat beberapa instrumen yang sering

digunakan. Untuk mengukur stres akademik secara umum


dikalangan pelajar terdapat Academic Stress Scale (ASS; Khon &

Frazer, 1986), Student Stress Inventory (SSI; Zeidner, 1992), dan

The Academic Stress Questionnaire (ASQ; Abouserie, 1994).

Semantara untuk mengukur stres akademik di kalangan siswa SMP

dan SMA terdapat Schol Stressor Inventory for Adolescent (SSIA;

Fanshawe & Burnett, 1991) dan High School Stressor Scale

(HSSS; Burnett & Fanshawe, 1997).

Dinegara – negara timur sendiri terdapat juga beberapa

penelitian yang mengembangkan instrumen stres akademik. Ang

dan Huan (2006) mengembangkan Academic Expectation stress

Inventory (AESI) yang berfokus kepada ekspektasi diri sendiri dan

ekspektasi dari guru dan orang tua yang menjadi aspek utama stres

akademik siswa SMP dan SMA di Asia.kemudia terdapat Scale for

Assessing Academic Stress (SAAS; Sinha, Sharma & Mahendra,

2001). Kemudian Busari (2011) mengembangkan Student

Academic Stress Scale (SASS) khusus untuk mengukur strespada

siswa.

Berdasarkan beberapa penjelasan mengenai pengukuran

stres akademik di atas, peneliti memilih untuk menggunakan skala

Student Academic Stres Scale (SASS) yang disusun oleh Busari

(2011). Student Academic Stres Scale (SASS) adalah ukuran dan

respon stres yang dikembangkan khusus untuk mengukur stres

pada siswa dalam domain respon stres, fisiologis, perilaku, kognitif


dan afektif. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek maka

semakin tinggi stres akademik yang dialami subjek, begitupun

sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek semakin

rendah pula stres akademik yang dialami subjek (Dewi Wulandari,

2018).

5. Lingkungan Sosial

a. Definisi Lingkungan Sosial

Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar

kita, yang ada hubungannya dan berpengaruh terhadap diri kita.

Dalam arti yang lebih spesifik, lingkungan adalah hal- hal atau

sesuatu yang berpengaruh terhadap perkembangan manusia.

Lingkungan menurut pengertian inilah yang sering disebut dengan

“lingkungan pendidikan “. Berpengaruh artinya bermakna,

berfungsi, dan berperanan terhadap pertumbuhan dan

perkembangan peserta didik. Lingkungan sosial meliputi

lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat desa, lingkungan

kota, dan lembaga- lembaga atau badan – badan sosial lainnya

(Tabrani, 2000:148 dalam Parjiono, 2009).

Lingkungan sosial ialah semua orang/manusia yang

mempengaruhi individu. Hertati (2009:21) mengatakan bahwa

lingkungan sosial merupakan lingkungan pergaulan antar manusia,

pergaulan antar pendidik dengan peserta didik serta orang- orang

lainnya yang terlibat dalam interaksi pendidikan. Pengaruh


lingkungan sosial ada yang diterima secara langsung dan ada yang

tidak langsung. Pengaruh langsung seperti dalah pergaulan sehari-

hari, seperti keluarga, teman- teman, kawan sekolah dan seperjaan

dan sebagainya (Dalyono, 2010).

Menurut Dwi Prasetia Danarjati, dkk, lingkungan sosial

merupakan lingkungan masyarakat dimana terdapat interaksi

individu antar individu satu dengan individu lain. Keadaan

masyarakat pun memberikan pengaruh terhadap perkembangan

individu ( Dwi Prasetia Danarjati, 2013).

Lingkungan sosial merupakan lingkungan pergaulan antar

manusia, pergaulan antara pendidik dengan peserta didik serta

orang- orang lain yang terlinbat dalam interaksi pendidikan.

Interaksi pendidikan dipengaruhi karakteristik peribadi dan corak

pergaulan antar orang- orang yang terlibat dalam interaksi tersebut,

baik pihak peserta didik (siswa) maupun para pendidik ( guru) dan

pihak lainya. Tiap orang memiliki karakteristik pribadi masing-

masing, sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok.

Karakteristik ini meliputi karakteristik fisik seperti tinggi dan besar

badan, nada suara, roman muka, gerak- gerak dan karakteristik

psikis seperti sifat sabar, pasrah (temperemen , sifat jujur, setia

(watak),kemampuan psikomotor, seperti cekatan dan terampil

(Sukmadinata 2007:5) dalam Parjiono(2008).


Menurut Dwi Prasetia Danarjati, dkk, lingkungan sosial

dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Lingkungan sosial Primer

Lingkungan sosial dimana terdapat hubungan yang erat antara

anggota satu dengan anggota lain, anggota satu saling kenal

mengenal dengan baik dengan anggota lainnya. Contohnya

lingkungan ini yaitu keluarga, teman sebaya, guru.

2. Lingkungan sosial sekunder

Lingkungan sosial yang hubungan anggota satu dengan anggota

lain agak longgar. Pada umumnya anggota satu dengan lain

kurang atau tidak saling kenal. Contohnya lingkungan ini seperti

masyarakat tempat tinggal maupun sekitarnya ( Dwi Prasetia

Danarjati, 2013).

Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh para ahli,

maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan sosial adalah suatu

lingkungan yang terdapat interaksi antara manusia atau individu

dengan individu lainnya yang dapat mempengaruhi suatu individu

dengan cara dipengaruhi secara langsung oleh keluarga, teman

sebaya atau pendidikan, maupun masyarakat. Sedangkan yang

secara tidak langsung dapat mempengaruhi individu yaitu dengan

melalui media informasi/elektronik, budaya, maupun karya- karya

dari hasil buatan manusia.


b. Faktor lingkungan sosial yang dapat mempengaruhi perkembangan

anak

Menurut Syah (2002) dalam Gunadi, A. A.(2017) menjelaskan

faktor- faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan

anak yaitu :

1. Lingkungan sosial Sekolah

Seperti pendidik, tenaga administrasi dan teman- teman sekelas.

Hubungan yang harmonis diantara ketiganya dapat mewujudkan

motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah

2. Lingkungan sosial masyarakat.

Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal akan

mempengaruhi perkembangan anak. Lingkungan yang kumuh,

banyak pengangguran, dan anak terlantar, juga dapat

mempengaruhi aktivitas anak, paling tidak anak akan kesulitan

ketika memerlukan t eman belajar, diskusi atau meminjam alat-

alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.

3. Lingkungan Sosial Keluarga

Lingkungan ini sangat mempengaruhi kegiatan anak.

Keteganggan lingkungan, sifat- sifat orangtua, demografi rumah

(letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi

dampak terhadap aktivitas anak. Hubungan antara anggota

keluarga, orangtua, kakak, adik yang harmonis akan membantu

anak melakukan aktifitas dengan baik


c. Pengukuran Lingkungan Sosial Anak

Pengukuran lingkungan sosial peneliti modifikasi dari

Lailatul’Izzah (2016). Uji validitas dan reliabelitasnya

menggunakan teknik statistik Cronbach Alpha. Uji signifikan

untuk menentukan valid atau tidaknya suatu item dengan

membandingkan r hitung dengan r tabelnya. Dari 26 subjek

diketahui r tabelnya 0,368. Hasilnya terdapat 20 item pertanyaan

dikatakan valid dan digunakan untuk mengungkapkan lingkungan

sosial anak. dengan diketahuinya jumlah item yang digunakan

untuk mengungkapkan lingkungan sosial anak, maka dapat

diketahui nilai terendah hipotektiknya yaitu 1×20 = 20 nilai

tertingginya adalah 4 x 20 = 80. Hasil ini kemudian dibagi dalam

tiga kategori dengan interprestasi hasil Lingkungan sosial anak 20-

39 (Rendah), 40-59 (Sedang), 60-80 (Tinggi). Kuesioner tersebut

dibuat dengan mengacu pada Lingkungan sosial anak yaitu (1)

mempengaruhi sifat, karakter, dan perilaku anak (2) menggunakan

teknologi (3)menganut kepercayaan setempat (4) melestarikan adat

istiadat dan kebiasaan yang ada dilingkungan (5)melakukan

kerjasama dilingkungan (6) melakukan persaingan antar sesama.


A. Kerangka Teori
Faktor- faktor yang
mempengaruhi
Anak perkembangan anak
1. Hereditas
Pertumbuhan dan 2. Lingkungan
perkembangan anak usia Faktor- faktor yang
3. Kematangan mempengaruhi Lingkungan
sekolah
sosial
Lingkungan Sosial 1. Teman bergaul
Pertumbuhan perkembangan 2. Lingkungan tetangga
fisik Stres akademik 3. Aktivitas dalam
masyarakat
4. Lingkungan sekolah

sosial
Faktor – faktor yang Faktor- faktor yang
mempengaruhi perkembangan mempengaruhi stres
Moral sosial anak akademik
1. Pola asuh 1. Faktor internal
Spiritual 2. Genetik a. Pola pikir
3. Status kesehatan
Piskoseksual b. Kepribadian
4. Lingkungan
5. Kelompok teman c. keyakinan
Kognitif sebaya 2. Faktor ekstermal
a. Pelajaran Lebih padat
b. Banyaknya kegiatan
yang ingin dilakukan
tetapi waktu terbatas
c. Tekanan untuk
berprestasi tinggi

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber: Yusuf & Juntika (2010:172-195), Soetjiningsih & Gide Ranuh 2012),

Kozier, dkk(2011), Syah (2002) dalam Gunadi, A. A.(2017)


B. Kerangka Konsep

Variabel Bebas

Faktor lingkungan sosial

Variabel terikat

Variabel Bebas Perkembangan soaial Anak

stres Akademik

Variabel Luar

Faktor – faktor yang mempengaruhi


perkembangan sosial anak

1. Pola asuh
2. Genetik
3. Status kesehatan
4. Kelompok teman sebaya

Keterangan:

Diteliti

Tidak diteliti

Gambar 2.2 Kerangka Konsep


Sumber: Soetjiningsih & Gide Ranuh( 2012).
Hipotesis :

Ha1 :Ada hubungan lingkungan sosial dengan perkembangan

sosial anak SD Negri Depok 1 Sleman yogyakarta

Ho1 :Tidak ada hubungan faktor lingkungan sosial dengan

perkembangan sosial anak SD Negri Depok 1 Sleman

yogyakarta

Ha2 :Ada hubungan stress akademik dengan perkembangan sosial

anak SD Negri Depok 1 Sleman yogyakarta

Ho2 :Tidak ada hubungan stress akademik dengan perkembangan

sosial anak SD Negri Depok 1 Sleman yogyakarta


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

asosiatif analitik dengan pendekatan secara cross sectional. Penelitian

asosiatif bertujuan untuk menganalisa hubungan antara beberapa variabel

yang diteliti (variabel independen dan variabel dependen), baik itu

kekuatan hubungan, arah hubungan atau memperbaiki besaran perubahan

yang terjadi pada variabel jika variabel bebas berubah. Analitik adalahan

penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan desain penelitian

analitik yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel

dimana variabel independen dan variabel dependen diidentifikasi pada

satuan waktu (Dharma, 2011,halm 79)

Dalam penelitian ini peneliti akan menganalisa tiga variabel, yaitu

variabell idependen lingkungan sosial dan stres akademik dengan variabel

dependen perkembangan sosial anak di SD Negri Depok 1 sleman

yogyakarta yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara ketiga

variabel tersebut yang akan diidentifikasi pada satu waktu yang sama di

tiap-tiap responden.

B. Tempat dan Waktu Pengambilan data

Pengambilan data atau informasi pada penelitian ini dilaksanakan pada

bulan maret 2019 di SD Negri Depok 1 sleman yogyakarta.

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/ subjek

yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari, kemudian ditarik kesimpulan (Dharma,

2011; Sugiyono, 2011). Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 4,5

dan 6 SD Negri Depok 1 Sleman Yogyakarta yang berjumlah 175

siswa (TU SD Negri 1 Depok Sleman Yogyakarta).

Tabel 3.1
Data anak sekolah di SD Negri 1 Depok Sleman Yogyakarta.

Kelas Jumlah
4 57
5 54
6 64

Sumber : Tata Usaha SD Negri 1 Depok (2019)

2. Sampel

Sampel adalah unit yang lebih kecil lagi dari bagian populasi

penelitian (Dharma, 2011). Sampel pada penelitian ini adalah anak SD

usia 10- 12 tahun di SD Negri Depok 1 Sleman. Karena populasi dari

kelas 4,5 dan 6 yang berusia 10-12 tahun, maka teknik sampel dalam

penelitian ini adalah probability sampling dengan menggunakan

sampling acak sederhana (Simple Random Sampling). Karena populasi

dalam penelitian ini diketahui maka dalam pengambilan jumlah sampel

penulis menggunakan Slovin (Wiratna Sujawerni, 2014), yaitu:

N
𝑛 = 1+N(b)2
Keterangan:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
d = kererangan relatif yang ditetapkan oleh penelitian
( ditetapkan 10 %).
Jadi, sampel dalam penelitian ini adalah :
N= 175
d= 0,1

N
Maka 𝑛 = 1+N(b)2

175
𝑛 = 1+175(0,1)2

175
𝑛=
1+175(0,01)

175
𝑛 = 1+1,75

175
𝑛 = 2,75

𝑛 = 63.63 (dibulatkan menjadi 64)


Jadi jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 64 orang

siswa.

3. Teknik sampling

Teknik sampling atau metode sampling adalah suatu cara yang

didapatkan peneliti untuk menentukan atau memilih sejumlah sampel

dari populasinya (Dharma, 2012). Teknik sampling yang digunakan

adalah probabylity sampling: systematic random sampling. Teknik


probabylity sampling atau sering disebut random sampling sampel

(secara acak), digunakan apabila setiap unit atau anggota populasi itu

bersifat homogen atau diasumsikan homogeny. Hal ini berarti setiap

anggota populasi itu mempunyai kesempatan yang sama untuk

diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2018, hlm 120). systematic

random sampling atau pengambilan sampel secara acak sistematis

(Notoatmodjo, 2018, hlm 121). Penelitian ini dilakukan dengan cara

peneliti mengumpulkan anak yang memenuhi kriteria inklusi dan

eklusi. Peneliti kemudian membagikan undian yang dibuat dari kertas

dan diberi nomor. Responden yang mendapatkan nomor dengan

kelipatan 3 akan dijadikan sebagai sampel, sampel memenuhi jumlah

sampel yang diinginkan.

Dalam pengambilan sampel peneliti harus menentukan kriteria

yang layak diteliti yang disebut dengan kriteria inklusi. Kriteria

inklusi dalam penelitian ini adalah anak- anak kelas 4,5 dan 6 di SD

Negri 1 Depok Sleman Yogyakarta. Sampel yang sesuai dengan fokus

penelitian ini, peneliti menentukan responden dengan kriteria sebagai

berikut:

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri- ciri yang perlu

dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat di ambil

sebagai sampel (Notoatmodjo, 2018)

1. Bersedia menjadi responden


2. Hadir saat penelitian

3. Berusia 10- 12 tahun

b. Kriteria ekslusi

Kriteria eksklusi adalah ciri- ciri anggota populasi yang tidak

dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2018)

1. Siswa yang sakit

D. Variabel dan Definisi Operasional

1) Variabel penelitian

Variabel adalah karakteristik yang melekat pada populasi, bervariasi

antara satu orang dengan yang lainnya dan diteliti dalam suatu

penelitian. Variabel dikembangkan dari konsep atau teori dan hasil

penelitian terdahulu sesuai dengan fenomena atau masalah penelitian

(Dharma, 2011). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Variabel independen

Variabel bebas (independent variable) disebut juga variabel sebab

akibat yaitu karakteristik dari subjek yang dengan keberadaannya

menyebabkan perubahan pada variabel lainnya (Dharma,2011).

Variabel independen pada penelitian ini adalah faktor lingkungan

sosial dan stres akademik.

b. Variabel dependen

Variabel terikat (dependent variable) adalah variabel akibat atau

variabel yang akan berubah akibat pengaruh atau perubahan yang


terjadi pada variabel independent (Dharma, 2011). Variabel

dependent pada penelitian ini adalah perkembangan sosial anak.

c. Variabel luar

Variabel luar adalah variabel yang tidak diteliti namun

secara substansi dapat mempengaruhi variabel dependen atau

variabel independen (Dharma, 2011). Variabel luar dalam

penelitian ini adalah Pola asuh, Genetik, Status kesehatan,

Kelompok teman sebaya pada penelitian ini tidak diteliti oleh

peneliti.

2) Definisi Operasional

Tabel 3.2. definisi Operasional

NO Variabel Definisi Alat ukur Parameter Skala


Operasional ukur
1 Perkembang Dalam tes ini terdapat poin- Kuesioner Rendah Ordinal
an sosial poin yang dapat perkembang
anak usia mengungkapkan tentang an sosial Sedang
sekolah indikator perkembangan anak
dasar sosial seperti mau berbagi, Tinggi
bekerjasama, menolong,
bertindak jujur, kepedulian
terhadap orang lain.

2 Stres Stres akademik merupakan School- Sanggat Ordinal


akademik kondisi psikologis berupa Based
distres mental yang mana Stressor rendah
siswa mengalami distoris (SBS)
pikiran yang diakibatkan . Rendah
dari faktor akademik seperti
jadwal sekolah yang terlalu Sedang
padat, banyak tugas sekolah,
tuntutan yang berlebihan Tinggi
dari guru dan orang tua
terkait orestasi akademik, Sanggat tinggi
dan lain- lain, sehingga
menimbulkan ketegangan
emosi, tekanan, dan
perubahan pada emosional,
kognitif, perilaku, dan
fisiologis siswa.
3 Lingkungan Dalam tes ini terdapat poin- Kuesioner Rendah Ordinal
Sosial poin yang dapat lingkungan
mengungkapkan tentang sosial Sedang
indikator lingkungan sosial
seperti (1) mempengaruhi Tinggi
sifat, karakter, dan perilaku
anak (2)menggunakan
teknologi (3)menganut
kepercayaan setempat (4)
melestarikan adat istiadat
dan kebiasaan yang ada
dilingkungan (5)melakukan
kerjasama dilingkungan (6)
melakukan

E. Teknik Pengumpulan Data

1) Jenis Data Yang Dikumpulkan

Jenis data yang di kumpulkan adalah primer dan sekunder

a. Data Primer

Menurut Riwidikdo (2012), data promer adalah data yang

diambil langsung dari objek/ subjek penelitian oleh peneliti

perorangan maupun organisasi. Daata primer dalam penelitian ini

adalah data tentang lingkungan sosial, stres akademik dan

perkembangan sosial , diambil menggunakan kuesioner yang

dibagikan langsung kepada siswa SD Negri 1 Depok Sleman

yogyakarta yang memenuhi kriteria inklusi eksklusi.

b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari tempat

penelitian (Dahlan, 2014). Data sekunder pada penelitian yang

akan dilakukan adalah jumlah siswa SD Negri Depok 1 Sleman.

Data siswa diambil di bagian TU SD Negri 1 Depok Sleman

Yogyakarta.

2) Cara Pengumpulan Data

a. Data primer

Cara pengumpulan data primer peneliti terlebih dahulu

meminta izin dari pihak sekolah untuk melakukan penelitian.

Setelah itu peneliti bertemu dengan kepala sekolah SD Negri

Depok 1 Sleman. Setelah mendapat izin pada saat jam istirahat

sebelum responden masuk ke kelas peneliti memberikan kuesioner

dan wawancara pada responden. Sebelum responden mengisi

kuesioner penelitian, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan dari

pengisian kuesioner tersebut, data yang terdapat dalam kuesioner

tersebut tentang karakteristik responden yang meliputi: (Nama,

jenis kelamin, umur,dan kelas), faktor lingkungan sosial, stres

akademik dan perkembangan sosialnya.

Pengumpulan data dibantu dengan satu asisten peneliti. Asisten

yang dipilih adalah mahasiswi S-1 keperawatan semester 8,

peneliti memilih mahasiswi keperawatan semester 8 karena sudah

mendapatkan mata kuliah penelitian dan sudah mendapatkan mata

kuliah maternitas. Tugas asisten dalam penelitian ini adalah


membantu peneliti membagikan kuesioner dan memgumpulkan

kuesioner yang sebelumnya asisten dilakukan apersepsi tentang

tugas yang harus dilakukan dan bagaimana pelaksanaannya.

Skoring dilakukan dengan cara menjumlahkan jawaban

responden pada masing- masing item. Demikian dapat diketahui

apakah ada hubungan faktor lingkungan sosial dan stres akademik

dengan perkembangan sosial pada subjek penelitian ini.

b. Data sekunder

Cara pengambilan data sekunder adalah dengan cara mengambil

data di SD Negri Depok 1 Sleman dibagian kesiswaan untuk

mengetahui jumlah siswa di SD Negri Depok 1 Sleman.

Berdasarkan data tersebut didapatkan 353 siswa.

F. Instrumen Penelitian

1) Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan oleh peneliti

untuk mengobservasi, mengukur atau menilai suatu fenomena

(Dharma, 2011). Pada penelitian ini instrumen yang digunakan adalah

kuesioner. Kuesioner merupakan suatu bentuk atau dokumen yang

berisi beberapa item pertanyaan atau pertanyaan yang dibuat

berdasarkan indikator-indikator suatu variabel (Dharma, 2011).

Kuesioner yang berisi pertanyaan yang diberikan kepada responden

dan responden mengisi sendiri kuesioner tersebut. Kuesioner ini dibagi

menjadi 3 bagian yaitu, mencakup lingkungan sosial, stres akademik


dan perkembangan sosial. Kuesioner terdiri dari dua bagian yaitu data

demografi dan kuesioner ( perkembangan sosial,faktor lingkungan

sosial dan stres akademik).

a. Data Demografi

Pada bagian awal instrumen penelitian berisi data demografi

responden terdiri dari inisial, umur, kelas, dan jenis kelamin.

b. Kuesioner Perkembangan sosial anak

Kuesioner untuk mengetahui perkembangan sosial berupa

pernyataan tertutup terdiri dari 24 pernyataan yang peneliti

modifikasi dari Mamik Mahanani (2015) terdiri dari mau berbagi,

bekerjasama, menolong, bertindak jujur, kepedulian terhadap

orang lain. Penilaian disajikan dalam bentuk angket dengan skala

Likert Likert. Skala ini menggunakan sejumlah item yang terdiri

dari pernyataan yang bersifat favorable dan unfavorable dengan

menggunakan 4 (empat) alternatif jawaban yaitu Selalu (SL),

Sering (SR), Jarang (JR) dan Tidak Pernah (TP). Jawaban

pernyataan positif (favorable) Selalu (SL) mendapat skor 4.,

Sering (SR) mendapat skor 3. Jarang (JR) mendapat skor 2 dan

Tidak Pernah (TP) mendapat skor 1 dan untuk pernyataan negatif

(unfavorable) skornya adalah Selalu (SL) mendapat skor 1., Sering

(SR) mendapat skor 2. Jarang (JR) mendapat skor 3 dan Tidak

Pernah (TP) mendapat skor 4


Tabel 3.5
Kisi- kisi instrumen perkembangan sosial anak
No item

No Sub Variabel Indikator (+) (-)

1 Mau berbagi a. Mau berbagi makanan 1 18 2


miliknya
b. Berbagi mainan 2 19 2
dengan temannya
2 Bekerjasama a. Menunjukan antusias 3 20 2
dalam melakukan
permainan bersama
teman
b. Bekerjasama 4,5 21 3
membersihkan rumah
c. Bekerjasama
merapikan alat yang
digunakan 6,7 22 3

3 Menolong a. Menolong teman jatuh 8 *23 2

b. Menghibur teman 9 24 2
yang menangis

4 Bertindak jujur a. Mengikuti aturan 10,1 *25 3


permainan
1

b. Berbicara jujur 12,1 *26 3

5 Kepedulian a. Menghargai orang 14,1 *27, 4


yang lebih tua
5 28

terhadap orang b. Mau mengalah 16,1 *29, 4


terhadap teman yang
lain menginginkan sesuatu 7 *30
miliknya
Jumlah 17 13 30

Keterangan :
Tanpa tanda * merupakan nomor item valid

Dengan tanda * merupakan item gugur

Dengan diketahuinya jumlah item yang digunakan untuk

mengungkap lingkungan sosial anak, maka diketahui nilai

terendah 1x24 = 24 nilai tertingginya adalah 4x 24 = 96.

Kemudian dibagi dalam tiga kategori yaitu, tinggi, sedang, rendah

dengan interprestasi hasil sebagai berikut:

Tabel 3.4 interprestasi hasil perkembangan sosial anak

Interval Kategori
<48 Rendah
48-72 Sedang
> 72 Tinggi

c. Kuesioner stres akademik

Kuesioner stres akademik diadopsi dari (Agrawal, Garg,

& Urajnik, 2010) berupa skala SBS (School- Based Stressors)

Domain academic terdiri dari sembilan aitem, domain peer

interation terdiri dari 11 aitem, domain teacher terdiri dari

empat aitem. Domain dicipline terdiri dari tujuh aitem. Internal

consistency (cronbach alpha) skala ini yaitu 0,83. Pengukuran

pada skala ini disusun dengan menggunakan skala likert dengan

(tiga ) alternatif jawaban, yaitu 1 ( tidak menganggu ), 2 (sedikit


menganggu ), dan 3 ( banyak menganggu). Semakin tinggi skor,

maka semakin tinggi pula stres siswa. Sebaliknya semakin

rendah skor maka semakin rendah stress akademik siswa.

Tabel 3.3

Blu Print School- Based Stressors

Aspek Favorable Jumlah


Academic 1,2,3,4,5,6,7,8,9 9
Perr interaction 10,11,12,13,14,15,16,1 11
7,18,19,20
Teacher 21,22,23,24 4
Dicipline 25,26,27,28,29,30,31 7
Total 31

Tabel 3.4
Kategorisasi subjek pada skor skala Atres Akademik

Kategirisasi Rentang skor


Sangat rendah X<46
Rendah 46 < X <49
Sedang 49 < X <51,80
Tinggi 51,80 < X <54,40
Sangat tinggi X>46

d. Kuesioner Lingkungan sosial

Kuesioner untuk mengetahui lingkungan sosial berupa

pernyataan tertutup terdiri dari 20 pernyataan yang peneliti

modifikasi dari Lailatul’Izzah (2016) terdiri dari (1)

mempengaruhi sifat, karakter, dan perilaku anak (2) menggunakan

teknologi (3)menganut kepercayaan setempat (4) melestarikan

adat istiadat dan kebiasaan yang ada dilingkungan (5)melakukan

kerjasama dilingkungan (6) melakukan persaingan antar sesama.


Penilaian disajikan dalam bentuk angket dengan skala Likert

Likert dengan menggunakan empat pilihan jawaban yaitu sangat

setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju

(TST). Skala disajikan dalam pernyataan yang positif (favorable)

dan negatif (unfavorable) dengan jawaban pernyataan positif

(favorable) (SS) mendapat skor 4, setuju (S) mendapat skor 3,

tidak setuju (TS) mendapat skor 2, dan sangat tidak setuju (TST)

mendapat skor 1 dan untuk pernyataan negatif (unfavorable)

skornya adalah (SS) mendapat skor 1, setuju (S) mendapat skor 2,

tidak setuju (TS) mendapat skor 3, dan sangat tidak setuju (TST)

mendapat skor 4..

Tabel 3.5
Kisi- kisi instrumen lingkungan sosial

Aspek Indikator Item


1. Mempengaruhi a. Menghormati orang tua Positif 1,2
sifat, karakter, b. Berbagi cerita dengan orang ,4,
dan perilaku tua 5,6
anak c. Bergaul dengan orang yang
lebih tua
d. Sopan terhadap tetangga Negatif 3
e. Melakukan jabat tanggan
jika bertemu
f. Senang membaca buku
1. Menggunakan a. Anak suka bermain game Positif 7,8
teknologi b. Tersedia peralatan modern ,9,
2. Menganut c. Menggunakan teknologi 11,
kepercayaan misalnya telepon, radio dan 12,
setempat lain- lain 14,
3. Melestarikan d. Memberikan jadwaal 16,
adat istiadatbelajar agama di lingkungan 17
dan kebiasaane. Terpengaruh oleh pola pikir
yang adaorang lain
dilingkungan f. Percaya dengan pendapat
yang dikemukakan oleh
sesepuh
Negatif 10,
g. Memberikan kesempatan
13,
orang lain berpendapat
15
h. Tidak mudah putus asa
dalam belajar
i. Tidak berkata jujur
j. Bersemangat dalam
menuntut ilmu
k. Tidak tergantung kepada
orang lain
l. Melestarikan ajaran- ajaran
sesepuh
1. Melakukan a. Mengikuti kegiatan gotong Positif 18,
kerja sama royong di lingkungan 20
dilingkungan b. Membantu teman yang
2. Melakukan membutuhkan bantuan
persaingan c. Bersaing untuk
antar sesama mendapatkan perhatian Negatif 19
orang

Total 20

Dengan diketahuinya jumlah item yang digunakan untuk

mengungkap lingkungan sosial anak, maka diketahui nilai

terendah 1x20 = 20 nilai tertingginya adalah 4x 20 = 80.


Kemudian dibagi dalam tiga kategori yaitu, tinggi, sedang, rendah

dengan interprestasi hasil sebagai berikut:

Tabel 3.4 interprestasi hasil lingkungan sosial anak

Interval Kategori
20 – 39 Rendah
40- 59 Sedang
60- 80 Tinggi

G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Validitas data adalah syarat untuk mutlak bagi suatu alat ukur agar

dapat digunakan dalam suatu pengukuran. Suatu instrumen dikatakan valid

apabila instrumen tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur

(Dharma, 2011). Penelitian ini mengunakan tipe validitas content validity

(validitas isi) menunjukan kemampuan item pertanyaan dalam instrumen

mewakili semua unsur dimensi konsep yang sedang diteliti. Uji reliabilitas

adalah tingkat konsisten dari suatu pengukuran reliabilitas menunjukkan

apakah pengukuran menghasilkan data konsisten jika instrumen digunakan

kembali secara berulang (Dharma, 2011).

Dalam penelitian ini yang akan diuji validitas adalah variabel

lingkungan sosial dan perkembangan sosial menggunakan uji validitas

content validity (validitas isi) dan pada penelitian ini metode untuk

menentukan reliabilitas yaitu , homogenitas (homogenity). Homogenitas

suatu instrumen dapat diuji menggunakan metode cronbach alpa uji ini

dilakukan untuk mengukur rata- rata konsistensi internal diantara item-


item pernyataan. Menunjukan reliabilitas yang sempurna. Berikut ini

rumus uji cronbach alpa:

𝑘 ∑σ2 b
𝑛=[ ] [1 − 2
(𝑘 − 1) σ
t

Keterangan :

r = koefisin reliabilitas instrumen (cronbach alpa)

k = banyaknya butir pernyataan atau banyaknya soal

∑σ2 b = total varians butir

2
σ = total varians
t

Dalam penelitian ini instrumen stres akademik tidak dilakukan uji

validitas karna merupakan instrumen yang baku dan telah memiliki nilai

validitas sebesar 0,83 dengan olahan cronbach alpa.

H. Pengolahan dan Analisis Data

1) Teknik Pengolahan Data

Dalam melakukan analisis data terlebih dahulu data harus doilah


dengan tujuan mengubah data menjadi informasi, langkah- langkah
proses pengelolaan data, dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran

data yang diperoleh atau dikumpulkan (Hidayat, hlm 114), pada

penelitian ini peneliti melakukan pemeriksaan kembali

kelengkapan data pada pengisian kuesioner seperti pernyataan dan

jawaban yang jelas saat dibaca dan mudah dipahami.


b. Skoring

Dalam melakukan skoring tidak ada pedoman baku, namun

perlu diperhatikan dengan saksama terhadap pernyataan dalam

kuesioner yang bersifat negatif dan skoring diberikan dengan

konsisten (Suyanto, 2011). Skoring dilakukan pada kuesioner

lingkungan sosial dengan pernyataan positif (favorable) (SS)

mendapat skor 4, setuju (S) mendapat skor 3, tidak setuju (TS)

mendapat skor 2, dan sangat tidak setuju (TST) mendapat skor 1

dan untuk pernyataan negatif (unfavorable) skornya adalah (SS)

mendapat skor 1, setuju (S) mendapat skor 2, tidak setuju (TS)

mendapat skor 3, dan sangat tidak setuju (TST) mendapat skor 4

sedangkan untuk perkembangan sosial Jawaban pernyataan positif

(favorable) Selalu (SL) mendapat skor 4, Sering (SR) mendapat

skor 3. Jarang (JR) mendapat skor 2 dan Tidak Pernah (TP)

mendapat skor 1 dan untuk pernyataan negatif (unfavorable)

skornya adalah Selalu (SL) mendapat skor 1., Sering (SR)

mendapat skor 2. Jarang (JR) mendapat skor 3 dan Tidak Pernah

(TP) mendapat skor 4. Dan untuk stres akademik skornya adalah

yaitu 1 ( tidak menganggu ), 2 (sedikit menganggu ), dan 3 (

banyak menganggu).

c. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)

terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori (Hidayat,hlm


114). Dalam penelitian ini Coding dilakukan adalah 1 untuk jenis

kelamin laki-laki, 2 untuk jenis kelamin perempuan, 1 untuk umur,

2 kelas,.lingkungan sosial adalah kurang (1-6) untuk Coding 1,

sedangkan cukup (7-12) untuk Coding 2 dan (13-20) untuk Coding

3. Stres akademik adalah kurang (1-10) untuk Coding 1, sedangkan

cukup (11-20) untuk Coding 2 dan kurang (21-31) untuk Coding 3.

Perkembangan sosial adalah <48 (Rendah) Coding, 148-72

(Sedang) Coding 2, > 72 (Tinggi) Coding 3.

d. Data entry

Data entry adalah kegiatan memasukan data yang telah

dikumpulkan kedalam master tabel atau database komputer,

krmudian membuat distribusi frekuesni sederhana atau dengan

membuat tabel kontigensi (Hydayat, hlm 114). Pada tahap ini

peneliti kemudian memasukan data- data ke dalam komputer dan

mengunakan uji statistik yang sesuai dengan data.

e. Melakukan teknik analisis

Dalam melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitian

akan menggunakan ilmu statistik terapan yang diselesaikan dengan

tujuan yang hendak dianalisis( Hidayat, hlm 115). Pada penelitian

ini peneliti menggunakan analisis dengan menggunakan statistik

inferensial (menarik kesimpulan) atau menyimpulkan dari data

yang sudh diolah. Kemudian memilih jenis penyajian data yang

sesuai.
2) Teknik Analisis Data

Ada beberapa teknik analisa data menurut (Saryono & Anggraeni,

2017) yaitu:

a. Univariat (analisis deskritif)

Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisa univariate

tergantung dari jenis datanya ( Notoatmodjo, 2018, hlm 182). Data

yang sudah diperoleh dapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi dan ukuran tendasi sentral atau grafik. Variabel yang

akan diukur dalam penelitian ini adalah stres akademik,

perkembangan sosial, dan lingkungan sosial anak. setelah data

dikumpulkan, data dianalisa menggunakan alat bantu komputer

kemudian disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi. Hasil yang

akan didapatkan berupa gambaran berbentuk tabel yang

menunjukan data stres akademik, lingkungan sosial dan

perkembangan sosial anak di SD Negri Depok 1 Sleman

Yogyakarta.

b. Bivariat

Apabila telah dilakukan analisa univariate tersebut di atas, hasilnya

akan diketahui karakteristik atau distribusi setiap vatriabel, dan

dapat dilanjutkan analisa bivariad. Analisa bivariate yang

dilakukan terhadap tiga variabel yang diduga berhubungan atau

berkorelasi ( Notoadmodjo, 2018,hlm183). Analisa bivariate dalam


penelitian ini untuk mengetahui hub ungan lingkungan sosial

dengan perkembangan sosial dan hubungan stres akademik dengan

perkembangan sosial anak di SD Negri Depok1 sleman

Yogyakarta. Uji statistik yang digunakan adalah uji spearman rank

correlation / Kendall Tau .

I. Rencana Jalannya Penelitian

Tahapan penelitian ini dimulai dari persiapan sampai penelitian, terdapat

beberapa tahap yaitu sebagai berikut:

1. Tahap persiapan

Tahap persiapan yang dilakukan antara lain:

a. Peneliti menyiapkan beberapa judul penelitian yang dijadikan

acuan dalam melakukan penelitian

b. Peneliti mengajukan judul penelitian dengan melakukan bimbingan

kepada dosen

c. Peneliti memberikan surat izin studi pendahuluan dari Universitas

Respati Yogyakarta kepada SD Negri Depok 1 Sleman

d. Peneliti melakukan studi pendahuan pada siswa SD Negri Depok 1

Sleman

e. Peneliti mengidentifikasi masalah yang ada SD Negri Depok 1

Sleman

f. Peneliti menentukan jumlah sampel yang dijadikan respoden

penelitian sesuai dengan rumus penentuan jumlah sampel


g. Peneliti menyusun proposal dengan petunjuk dari pembimbing I

dan pembimbing II

h. Peneliti melakukan sidang proposal

2. Pelaksanaan

Kegiatan yang dilakukan peneliti pada tahap pelaksanaan antara lain:

a. Peneliti mengurus surat izin penelitian di Universitas Respati

Yogyakarta

b. Peneliti melakukan pengambilan data untuk dijadikan responden

penelitian

c. Peneliti membagikan kuesionar kepada responden

3. Tahap Akhir penelitian

Kegiatan akhir penelitian:

a. Peneliti memeriksa data hasil kuesioner

b. Peneliti melakukan pengolahan data dengan SPSS

c. Peneliti berkonsultasi tentang hasil penelitian dengan pembimbing

I dan pembimbing II

d. Peneliti melakukan seminar hasil penelitian

e. Peneliti melakukan revisi hasil penelitian yang telah diseminarkan

f. Peneliti mengumpulkan skiripsi yang telah jadi

J. Etika Penelitian

Dharma (2011) menyatakan bahwa secara umum prinsip utama dalam

etika penelitian keperawatan adalah sebagai berikut:

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)


Penelitian harus dilaksanakan dengan menjunjung tinggi harkat dan

martabat manusia. Subjek memiliki asal asasi dan kebebasan untuk

menerima atau menolak penelitian. Tidak boleh ada paksaan atau

penekanan tertentu agar subjek bersedia menerima penelitian. Subjek

dalam penelitian juga berhak mendapatkan informasi yang terbuka dan

lengkap tentang pelaksanaan penelitian, prosedur penelitian, resiko

penelitian, keuntungan yang mungkin didapatkan dan kerahasiaan

informasi (Dharma, 2011

Pada tahap ini peneliti menjelaskan kepada siswi kelas IX SMP untuk

dijadikan responden dengan menjelaskan tujuan, prosedur dan

pelaksanaan penelitian, dan kerahasiaan informasi ketika menjadi

responden tanpa ada paksaan dari berbagai pihak.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaa subjek (respect for privacy and

confidentiality)

Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi.

Sehingga peneliti perlu merahasiakan berbagai informasi yang

menyangkut privasi subjek yang tidak ingin identitas dan segala

informasi tentang dirinya diketahui oleh orang lain (Dharma, 2011).

Pada tahap ini, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada

kuesioner dan diganti dengan inisial.

3. Menghormati keadilan dan inklusivitas (respect for justice

inclusivesness)
Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung makna bahwa

penelitian dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan

secara profesional (Dharma, 2011). Pada penelitian ini, peneliti

memberikan kuesioner secara adil dengan tidak membeda-bedakan.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harm and benifits)

Prinsip ini mengandung makna bahwa setiap penelitian harus

mempetimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi subjek

penelitian dan populasi dimana hasil penelitian akan diterapkan.

Kemudian menimalisir rsesiko/dampak yang merugikan bagi subjek

(Dharma, 2011)

Anda mungkin juga menyukai