Anda di halaman 1dari 2

1.

Kehalusan Butir (Fineness)


Kehalusan butir semen akan mempengaruhi proses hidrasi. Semakin halus butiran semen maka
luas permukaan butir untuk suatu jumlah berat semen tertentu menjadi lebih besar sehingga
jumlah air yang dibutuhkan juga banyak. Semakin halus butiran semen maka proses hidrasinya
semakin cepat sehingga semen mempunyai kekuatan awal tinggi. Selain itu butiran semen yang
halus akan mengurangi bleeding, tetapi semen cenderung terjadi penyusutan yang besar dan
mempermudah terjadinya retak susut pada beton.

ASTM mensyaratkan tingkat kehalusan butiran semen adalah pada ayakan no. 200 butiran semen
yang lolos sebesar lebih dari 78 %. Tingkat kehalusan semen diuji dengan alat Blaine.
Contoh semen non hidraulis (hydraulic binder) adalah lime dimana lime ini merupakan
perekat klasik dalam bangunan yang dibuat dengan memanaskan limestone pada suhu 850oC.
CaCO3 dari limestone akan melepaskan CO2 dan menghasilkan burn lime atau quick lime
(CaO).

Dalam proses hidrasi dan pengerasan semen, kapur dan silica akan menjadi penyumbang
kekuatan yang terbesar. Sedangkan alumina dan oksida besi akan lebih berfungsi untuk
mengatur kecepatan proses hidrasi. Namun dalam proses produksi semen, terutama dalam proses
pembakarannya, alumina dan oksida besi akan bertindak sebagai suatu media pembakaran yang
bisa berfungsi untuk mengurangi tingkat suhu pembakaran semen. Kandungan minimum dari
alumina dan oksida besi seringkali lebih ditentukan oleh kebutuhan untuk menghindari kesulitan
produksi klinker pada suhu tinggi, dan bukan oleh kebutuhan komposisi kimianya.

Alkali pada semen akan menimbulkan keretakan pada beton maupun pada mortar, apabila
dipakai agregat yang mengandung silkat reaktif terhadap alkali. Apabila agregatnya tidak
mengandung silikat yang reaktif terhadap alkali, maka kandungan alkali dalam semen tidak
menimbulkan kerugian apapun. Oleh karena itu tidak semua standard mensyaratkannya.

Magnesium Oksida (MgO). Kadar MgO dalam semen mak 5 %, bila lebih dari nilai ini
menyebabkan semen bersifat tidak kekal bentuknya (berubah bentuknya) karena volumenya
mengembang setelah pengerasan terjadi.Perubahan bentuk ini terjadi setelah beberapa lama
(sekian bulan atau tahun. Hal ini disebabkan oleh terjadinya reaksi antara MgO dan air
membentuk magnesium hidroksida yang disertai dengan membesarnya volume. MgO + H2O
→ Mg(OH)2 + kalori.

Produksi bahan beton pada awalnya hanya memakai bahan batu, semen, pasir dan
beberapa senyawa pengikat lapisan material. Saat ini, pengembangan belerang juga digunakan
untuk campuran pembuatan beton. Manfaat belerang (Sulfur) yang sudah dibentuk dalam sulfat
akan dimasukkan dalam pengolahan beton saat memasuki proses panas khusus. Lapisan beton
yang mengandung belerang terbukti sangat aman untuk lingkungan, tahan terhadap berbagai
jenis cuaca, memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi dan tahan lama.

Anda mungkin juga menyukai