Oleh :
Wahyu Sonya P 145130101111065
Hartati Citra Uli C 145130101111066
Risalia Elite D 145130101111067
Rifkytri Aditia 145130101111069
Kelas 2014 D
B 0,517 0,529 0,518 0,416 0,473 0,528 0,612 0,448 0,380 0,059 0,481 6400
C 0,474 0,456 0,483 0,448 0,499 0,486 0,426 0,430 0,214 0,039 0,490 3200
D 0,286 0,287 0,457 0,447 0,494 0,399 0,484 0,386 0,328 0,052 0,425 1600
E 0,385 0,286 0,502 0,425 0,458 0,393 0,373 0,302 0,218 0,046 0,444 800
F 0,311 0,240 0,289 0,440 0,325 0,350 0,630 0,293 0,192 0,041 0,418 400
G 0,251 0,335 0,293 0,421 0,333 0,240 0,545 0,343 0,151 0,035 0,283 200
H 0,302 0,298 0,368 0,343 0,191 0,244 0,490 0,225 0,028 0,127 0,273 100
𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 1+2+3+4+5+6+7+8+9+10
COV =
10
0,302+0,298+0,368+0,343+0,191+0,244+0,490+0,225+0,028+0,127
=
10
2,616
=
10
= 0,2616
1.2.2 Titer Ab
𝑂𝐷 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Titer Ab = 𝑂𝐷 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑡 x Titer Ab standart
0,303
A : 0,283 x 200 = 214
0,416
B : 0,418 x 400 = 398
0,448
C : 0,444 x 800 = 807
0,447
D : 0,444 x 800 = 805
0,425
E : 0,425 x 1600 = 1600
0,440
F : 0,444 x 800 = 793
0,421
G : 0,425 x 1600 = 1585
0,343
H : 0,283 x 400 = 485
Pada praktikum uji ELISA ini langkah pertama yang dilakukan ialah proses coating
yang merupakan pelapisan antigen atau antibodi pada fase padat. Jika antigen yang dilapiskan
pada fase padat pada praktikum ini adalah pletmikro maka uji ELISA bertujuan untuk
mendeteksi dan menetukan titer antibody. Sedangkan, jika antibody yang dilapiskan pada
pletmikro maka ELISA bertujuan untuk mendeteksi dan menetukan titer antigen. Coating
buffer dapat menggunakan PBS, buffer karbonat atau TrisHCl. Coating yang digunakan
dalam praktikum ini yaitu coating antigen.
Setelah itu dilakukan blocking yang bertujuan untuk memblokade tempat ikatan yang
kosong setelah antigen atau antibody terikat pada pletmikro. Untuk proses blocking pada
praktikum kali ini menggunakan creamer 4% sebanyak 100 µl. Kemudian diinkubasi selama
30 menit dengan suhu 37˚C, kemudian dibuang dan dilanjutkan washing kembali dengan
PBS tween sebanyak 100 µl sebanyak 3 kali, lalu ditambahkan creamer 1% sebanyak100 µl
pada semua sumuran (A-H). Kemudian setelah dilakukan inkubasi selama 30 menit dengan
suhu 37˚C, dibuang dan ditambahkan antibody sebanyak 100 µl dari sumuran A-G dengan
cara pengenceran berseri, sumuran H dikosongkan sebagai control.
Konjugat yang sering digunakan pada uji ELISA yaitu HRP ( Horse Radish
Peroxidase ), β galaktosidase, urease, oksidase glucose, AP ( Alkaline Phosphatase ), dan
POD ( Proxidase ). Dilakukan washing kembali dengan tujuan untuk membuang kelebihan
konjugat enzim-antibodi yang tidak terikat, dan yang terakhir ditambahkan substrat yang
akan diubah oleh enzim untuk mendapatkan sinyal kromogenik/ fluorogenik/ elektrokimia.
Apabila digunakan enzim AP, biasanya substrat yang digunakan adalah ρ-NPP (
paranitrophenyl phosphate ) yang memberikan produk warna kuning, dan jika digunakan
enzim HRP maka substratnya OPD (ortho-phenylendiamine) dan akan menunjukkan warna
oranye, sedangkan substrat ABTS menunjukkan warna hijau. Kemudian diinkubasi pada suhu
kamar selama 30 menit di ruang gelap. Penambahan Stopper NAOH bertujuan untuk
menghentikan reaksi enzimatis agar tidak terbentuk false positive. Hasil dibaca mengunakan
ELISA reader. (Walker, JM,1994 )
2.2 Analisa Hasil
Prinsip uji Elisa mereaksikan antibodi dan antigen secara spesifik, perbedaannya ada
pada substrat ( zat yang digunakan untuk mendeteksi suatu hasil reaksi ) yang digunakan.
Pada ELISA, hasil reaksi akan memunculkan warna yang bisa diukur dengan alat yang
disebut Colorimetri. Pada Fluorescence, hasil reaksi berupa pendaran cahaya yang terbaca
oleh fluoresensi, sedangkan pada Chemiluminescence hasil reaksi berupa pendaran kimiawi
yang terbaca oleh Chemiluminescent.
Sebuah solusi buffer dari antigen yang akan diuji untuk ditambahkan ke setiap sumur
dari lempeng mikro, di mana ia diberi waktu untuk mematuhi plastik melalui interaksi
biaya.Sebuah solusi non-protein bereaksi, seperti bovine serum albumin atau kasein ,
ditambahkan untuk memblokirsetiap permukaan plastik di sumur yang masih dilapisi oleh
antigen. Selanjutnya antibodi primer ditambahkan, yang mengikat secara khusus terhadap
antigen lapisan tes yang baik. Antibodi primer ini juga bisa dalam serum donor akan diuji
untuk reaktivitas terhadap antigen. Setelah itu, sebuah antibodi sekunder yang ditambahkan,
yang akan mengikat antibodi primer. Antibodi sekunder ini sering memiliki enzim yang
melekat padanya, yang memiliki efek yang dapat diabaikan pada sifat pengikatan
antibodi.Sebuah substrat untuk enzim ini kemudian ditambahkan. Seringkali, perubahan
warna substrat ini pada reaksi dengan enzim.
Perubahan warna menunjukkan bahwa antibodi sekunder telah terikat antibodi primer,
yang sangat menyiratkan bahwa donor memiliki reaksi kekebalan terhadap antigen uji. Hal
ini dapat membantu dalam pengaturan klinis, dan dalam R & D.Semakin tinggi konsentrasi
antibodi primer yang hadir dalam serum, semakin kuat perubahan warna. Seringkali
spektrometer digunakan untuk memberikan nilai kuantitatif untuk kekuatan warna.
Enzim bertindak sebagai penguat, bahkan jika hanya sedikit enzyme-linked tetap
terikat antibodi, molekul enzim akan menghasilkan banyak molekul sinyal. Dalam
keterbatasan akal sehat, enzim dapat terus menghasilkan warna tanpa batas waktu, tetapi yang
lebih utama antibodi hadir dalam serum antibodi donor lebih sekunder + enzim akan
mengikat, dan warna lebih cepat akan berkembang. (Haussman, 2007)
2.2.2 Variasi Nilai Titer Antibodi
Terjadinya variasi nilai titer antibodi yang dihasilkan kemungkinan karena adanya
perbedaan jumlah sampel dalam tiap-tiap sumur, nilai deviasi yang besar dapat juga
disebabkan karena penambahan assay diluent, konjugat, substrat solution, zat pewarna, dan
stop solution yang tidak sama, serta juga bisa disebabkan karena pengenceran pada masing-
masing well yang mendapatkan perlakuan tidak sama. Namun kemungkinan ini sangat kecil,
sebab penambahan komponen diatas dilakukan dengan micropipet otomatik. Dalam
pengertian lain, terjadinya variasi atau ketidak akuratan standart bisa karena kekuatan
pipetting dan akurasi tiap mahasiswa yang tidak sama. Ada yang benar saat pippeting, dan
mungkin saja ada yang kurang benar saat melaksanakannya (Nugraha, 2012).
0,303
A : 0,283 x 200 = 214
0,416
B : 0,418 x 400 = 398
0,448
C : 0,444 x 800 = 807
0,447
D : 0,444 x 800 = 805
0,425
E : 0,425 x 1600 = 1600
0,440
F : 0,444 x 800 = 793
0,421
G : 0,425 x 1600 = 1585
0,343
H : 0,283 x 400 = 485
Dari hasil pengamatan uji ELISA diatas dapat disimpulkan bahwa pada sumuran E
dan G positif mengandung antibody NDV, sedangkan pada sumuran lain negative atau tidak
mengandung antibodi NDV. (Walker, 1994)
2.2.4 Perbedaan kontrol negatif dan kontrol positif
Pada dasarnya, perbedaan antara control negative dengan control positif terletak pada
fungsinya. Pada control negatif, reagen berupa serum yang bebas pathogen spesifik
sedangkan control positif bersifat spesifik terhadap antibodi Newcastle Disease Virus.
Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat sensitivitas dari hasil pengujian dalam ELISA
antara lain:
Banyaknya molekul antibodi penangkap yang berhasil menempel pada dinding lubang
microtiter.
Afinitas dari antibodi penangkap dan antibodi detektor terhadap antigen.
Semakin banyak antibody dan antigen yang berikatan, menjadikan uji Elisa semakin
akurat keefektivitasannya.
ELISA merupakan teknik pengujian serologi yang didasarkan pada prinsip interaksi
antara antibodi dan antigen. Pada awalnya,teknik ELISA hanya digunakan dalam bidang
imunologi untuk mendeteksi keberadaan antigen maupun antibodi dalam suatu sampel seperti
dalam pendeteksian antibodi IgM, IgG dan IgA pada saat terjadi infeksi (pada tubuh manusia
khususnya). Prinsip uji Elisa mereaksikan antibodi dan antigen secara spesifik, perbedaannya
ada pada substrat ( zat yang digunakan untuk mendeteksi suatu hasil reaksi ) yang digunakan.
Pada dasarnya, perbedaan antara control negative dengan control positif terletak pada
fungsinya. Pada control negatif, reagen berupa serum yang bebas pathogen spesifik
sedangkan control positif bersifat spesifik terhadap antibodi Newcastle Disease Virus. Dari
hasil pengamatan uji ELISA diatas dapat disimpulkan bahwa pada sumuran E dan G positif
mengandung antibody NDV, sedangkan pada sumuran lain negative atau tidak mengandung
antibodi NDV.
‘
DAFTAR PUSTAKA
Walker, JM. 1994. Basic Protein and Peptide Protocols, Volume 32. New Jersey: Humana
Press Inc.