Anda di halaman 1dari 86

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN


KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN
PADA KLIEN DENGAN DIABETES MELITUS
DI RUANG PERAWATAN UMUM LT. 6
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT
GATOT SOEBROTO JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR

ROHMAD WIDIYANTO
1006823513

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PROFESI NERS
DEPOK
JULI 2013

Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013


UIVERSITAS IDOESIA

AALISIS PRAKTIK PROFESI KEPERAWATA


KESEHATA MASYARAKAT PERKOTAA
PADA KLIE DEGA DIABETES MELITUS
DI RUAG PERAWATA UMUM LT. 6
RUMAH SAKIT PUSAT AGKATA DARAT
GATOT SOEBROTO JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

ROHMAD WIDIYATO
1006823513

FAKULTAS ILMU KEPERAWATA


PROGRAM PROFESI ERS
DEPOK
JULI 2013

ii

Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013


iii

Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013


iv

Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. karya ilmiah akhir ini berjudul
Analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada klien
dengan Diabetes Melitus di ruang Perawatan Umum Lt. 6 Rumah Sakit Pusat
Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta

Penulisan karya ilmiah akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah syarat
untuk mencapai gelar Ners pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa praktik profesi sampai pada penyusunan karya ilimiah akhir ini,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan laporan karya ilmiah akhir ini. Oleh
karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1) Agung Waluyo, SKp., MSc., PhD., selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan karya ilmiah akhir ini;
2) Riri Maria, SKp., MANP., selaku koordinator praktik profesi Keperawatan
Kesehatan Masyarakat Perkotaan;
3) Dewi Irawaty, MA., PhD., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia;
4) Direktur Utama Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta;
5) Ns. Siti Anisah, SKep., ETN., selaku instruktur klinik dan kepala ruang
Perawatan Umum Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta
yang telah memberikan bimbingan selama penulis melakukan praktik profesi
dan penulisan karya ilmiah ini;
6) Istriku Efi dan anakku Dzaki tercinta yang selalu memberi dukungan, doa, dan
pengorbanan dalam menyelesaikan skripsi ini. Mohon maaf karena waktu
untuk Bunda dan Dzaki banyak tersita;

iv

Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013


7) Orang tua dan semua keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral.
8) Rekan-rekan Profesi Ekstensi yang telah memberikan semangat dan bantuan
dalam praktik profesi serta penyusunan karya ilmiah akhir ini;
9) Rekan-rekan mahasiswa program Reguler 2008;
10) Rekan-rekan perawat Cathlab Pelayanan Jantung Terpadu Rumah Sakit DR.
Cipto Mangunkusumo Jakarta;
11) Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan karya ilmiah
akhir ini;

Akhir kata saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga skrisi ini mambawa manfaat bagi
pengembangan ilmu keperawatan.

Depok, Juli 2013

Penulis

Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013


vii

Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013


ABSTRAK

Nama : Rohmad Widiyanto


Fakultas : Ilmu Keperawatan
Judul : Analisis praktik profesi Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan pada klien dengan Diabetes Melitus di Ruang
Perawatan Umum Lt. 6 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat
Gatot Soebroto Jakarta

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang sering terjadi pada
masyarakat perkotaan. Ulkus kaki merupakan salah satu komplikasi yang terjadi
pada DM, dan mempunyai dampak yang signifikan terhadap kualitas hidup,
kecacatan dan kematian. Karya ilmiah ini bertujuan untuk memberikan gambaran
asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada klien DM yang menjalani
perawatan di rumah sakit dan melakukan analisis intervensi keperawatan pada
ulkus kaki DM. Balutan konvensional masih digunakan pada perawatan ulkus
kaki DM dan pencegahan dilakukan dengan latihan rentang gerak sendi. Perawat
perlu mempertimbangkan berbagai aspek dalam pemilihan jenis balutan luka dan
melakukan pencegahan ulkus kaki DM.

Kata kunci : Balutan; Diabetes Melitus; Rentang gerak sendi; Ulkus kaki DM

viii

Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013


ABSTRACT

Name : Rohmad Widiyanto


Study Program : Nursing Science
Judul : Analysis of Urban Health Nursing Practice to Diabetic Patient
at Gatot Soebroto Hospital Jakarta

Diabetes mellitus (DM) is a degenerative disease that often occurs in urban


communities. Diabetic foot ulcers is one of the complications that occur in
diabetes, and have a significant impact on the quality of life, morbidity and even
mortality. This paper aims to describe of nursing care in DM patient in hospital
setting and analyze of nursing interventions on diabetic foot ulcers. Conventional
dressings are still used in the treatment of diabetic foot ulcers. Prevention of
diabetic foot ulcers with range of motion exercises. Nurses need to consider
various aspects of the choice of wound dressing and prevention of complications
of diabetes foot ulcers

Keyword: Diabetic foot ulcer; Diabetes Mellitus; Dressing; Range of motion

Keyword: Diabetic foot ulcer; Diabetes Mellitus; Dressing; Range of motion

ix

Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................. ...................... i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii
KATA PENGANTAR................................................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN ........................................ vi
ABSTRAK................................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi

BAB 1. PEDAHULUA
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................ 6

BAB 2. TIJAUA PUSTAKA


2.1 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan .................................... 8
2.2 Diabetes Melitus................................................................................... 12

BAB 3. TIJAUA KASUS


3.1 Pengkajian............................................................................................ 25
3.2 Analisis Data ........................................................................................ 30
3.3 Prioritas Masalah Keperawatan ............................................................ 31
3.4 Rencana Asuhan Keperawatan.............................................................. 32
3.5 Catatan Perkembangan ......................................................................... 39

Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013


BAB 4. AALISIS SITUASI
4.1 Profil lahan praktik ............................................................................... 54
4.2 Analisis masalah keperawatan .............................................................. 55
4.3 Analisis intervensi keperawatan............................................................ 60
4.4 Alternatif pemecahan masalah .............................................................. 63

BAB 5. PEUTUP
5.1 Simpulan .............................................................................................. 68
5.2 Saran .................................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 70

xi

Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013


DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kriteria diagnosis DM ................................................................... 16


Tabel 2 Konsentrasi gula darah sewaktu ..................................................... 17
Tabel 3 Hasil pemeriksaan laboratorium..................................................... 29
Tabel 4 Hasil pemeriksaan gula darah ........................................................ 30
Tabel 5 Analisis data .................................................................................. 30

xii

Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013


Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
BAB 1
PENDAHULUAN

Bab ini membahas tentang latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan, dan
manfaat penulisan. Latar belakang yang mendasari penulisan karya ilmiah ini
dilakukan ditinjau dari sudut pandang penulis dan kajian literatur.

1.1 Latar Belakang


Perkembangan teknologi dan pertumbuhan ekonomi menjadi daya tarik tersendiri
bagi masyarakat untuk melakukan urbanisasi. Pada tahun 2009, untuk pertama
kalinya dalam sejarah manusia, lebih dari setengah populasi dunia tinggal di
wilayah perkotaan. Di 33 negara secara global, 80% atau lebih dari populasi
tinggal di daerah perkotaan (WHO, 2013). Di Indonesia, pada tahun 2009, lebih
dari 43 % penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan, dan menurut prediksi
pada tahun 2025 lebih dari 60% populasi akan tinggal di pusat kota (Kemenkes,
2010). Kota menjadi tempat berpusatnya kegiatan masyarakat, memiliki tingkat
kepadatan tinggi dan sosial ekonomi yang bervariasi serta terus berkembang
seiring dengan meningkatnya urbanisasi dan peningkatan pembangunan.

Urbanisasi dan pertumbuhan kota-kota dikaitkan dengan peningkatan


kemakmuran dan kesehatan. Urbanisasi meningkatkan pertumbuhan dan populasi
perkotaan mengakibatkan semakin banyak masyarakat yang tinggal di kawasan
pemukiman padat dan kumuh yang mengancam kesehatan. Di negara-negara
berpenghasilan rendah, kesenjangan akan meningkat sebagai dampak migrasi,
pertumbuhan alami dan kelangkaan sumber daya di kota-kota yang
mengakibatkan pemerintah kota yang tidak mampu memberikan layanan yang
dibutuhkan oleh masyarakat (WHO, 2013).

Peningkatan kepadatan lingkungan akibat urbanisasi dan perkembangan


pembangunan dapat berdampak pada meningkatnya risiko terjadinya masalah
kesehatan dan keamanan masyarakat perkotaan. Secara umum masalah kesehatan
yang sering terjadi di perkotaan meliputi: 1) penyakit tidak menular seperti

1
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
2

penyakit jantung, tekanan darah tinggi, diabetes dan obesitas terkait dengan gaya
hidup di perkotaan, 2) Penyakit menular seperti diare yang disebabkan oleh
makanan yang tidak aman dan air atau tuberkulosis akibat kondisi hidup yang
penuh sesak, 3) meningkatnya risiko kecelakaan lalu lintas jalan, cedera dan
kekerasan, 4) gangguan kesehatan mental dan penyalahgunaan zat, dan 5) paparan
polusi udara dan asap (WHO, 2013).

Munculnya masalah kesehatan di perkotaan merupakan akumulasi dari berbagai


faktor. Peningkatan pembangunan, tingginya jumlah penduduk yang kurang
memiliki akses kesehatan karena kemiskinan dan pengangguran dapat
menimbulkan masalah ekonomi dan sosial, serta perubahan lingkungan akibat dari
adanya arus urbanisasi. Transformasi komunikasi dan informasi yang terjadi di
perkotaan juga berdampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya. Komunikasi
yang lebih baik dengan masyarakat barat serta adopsi cara kehidupan barat,
penyakit-penyakit degeneratif seperti hipertensi, penyakit kardiovaskuler, dan DM
meningkat (Alwi, Simadibrata, Setiati, Setiyohadi, & Sudoyo, 2010).

Perubahan pola penyakit diduga ada hubungannya dengan cara hidup yang
berubah (Alwi, Simadibrata, Setiati, Setiyohadi, & Sudoyo, 2010). Perubahan
perilaku dan pola hidup masyarakat perkotaan yang menjadi kurang sehat
menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Perubahan gaya hidup terutama di
kota-kota besar berakibat pada pergeseran pola makan masyarakat dari pola
makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat dan serat dari sayuran
menjadi pola makan barat dengan komposisi makanan yang terlalu banyak
mengandung protein, lemak, gula, garam, dan mengandung sedikit serat.
Perubahan cara hidup lain adalah sibuknya individu dalam bekerja yang
menyebabkan minimnya kesempatan untuk rekreasi dan olahraga. Pola hidup
yang berisiko tersebut menyebabkan peningkatan penyakit-penyakit degeneratif
seperti hipertensi, penyakit kardiovaskuler dan Diabetes Melitus (DM).

DM merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat perkotaan. Berdasarkan


studi epidemiologi terbaru. Di seluruh dunia terdapat 347 juta penderita DM dan

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
3

pada tahun 2004 diperkirakan 3,4 juta orang meninggal akibat DM serta
diprediksi bahwa DM akan menjadi penyebab kematian ke-7 pada tahun 2030 dan
lebih dari 80% kematian akibat diabetes terjadi di negara dengan penduduk
berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2013).

Indonesia telah memasuki epidemi DM Tipe 2. Perubahan gaya hidup dan


urbanisasi nampaknya merupakan penyebab penting masalah ini, dan terus
menerus meningkat pada milenium baru ini (Perkeni, 2011). World Health
Organization (WHO) memprediksi memprediksi kenaikan jumlah penyandang
DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada
tahun 2030 (Perkeni, 2011). Kondisi ini akan menjadikan Indonesia menduduki
peringkat ke-4 setelah Amerika Serikat, China, dan India di antara negara-negara
yang memiliki penyandang diabetes terbanyak, dengan populasi penduduk
terbesar di dunia (Kemenkes, 2012)

Prevalensi DM daerah urban di Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data


Badan Pusat Statistik Indonesia berdasarkan pola pertambahan penduduk,
diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di
atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural
(7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang diabetes di daerah urban
dan 8,1 juta di daerah rural (Perkeni, 2011). Hasil Riset kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan bahwa proporsi penyebab kematian akibat
DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-
2 yaitu 14,7% dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%. Di
ruang Perawatan Umum Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot
Soebroto Jakara, pasien DM menempati peringkat pertama jumlah pasien yang
dirawat selama periode bulan Februari sampai April 2013 (Data penyakit unit
Perawatan Umum, 2013).

DM merupakan penyakit degeneratif yang diderita seumur hidup dan


memberikan dampak terhadap kehidupan. Komplikasi DM dapat dibagi menjadi
dua kategori yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskuler jangka

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
4

panjang (Price & Wilson, 2006). Ulkus kaki DM merupakan salah satu
komplikasi DM. Luka DM merupakan suatu kondisi kerusakan jaringan kulit
yang dimulai dari epidermis, dermis, jaringan subkutan dan dapat menyebar ke
jaringan yang lebih dalam, seperti tulang dan otot (Kristianto, 2010). Terjadinya
masalah pada kaki diawali dengan hiperglikemia yang menyebabkan neuropati
dan kelainan pada pembuluh darah (Alwi, Simadibrata, Setiati, Setiyohadi, &
Sudoyo, 2010).

Ulkus kaki DM menyebabkan lebih dari 40% amputasi, dan 5%-10% akan
meninggal meskipun sudah dilakukan amputasi pada area ulkus (Black & Hawks,
2009). Lipsky (2005) dalam Ariyanti (2012) menjelaskan efek yang ditimbulkan
bagi klien DM yang mengalami ulkus kaki yaitu terganggunya kondisi fisik,
emosional, produktifitas, dan financial. Oleh karena itu perlu disusun strategi
dalam penanganan ulkus dimulai dari deteksi dini kelainan kaki diabetik, kontrol
mekanik, kontrol metabolik, kontrol vaskuler, kontrol luka, kontrol infeksi, dan
kontrol edukasi (Perkeni, 2009 dalam Alwi, Simadibrata, Setiati, Setiyohadi, &
Sudoyo, 2010).

Pencegahan merupakan bagian penting dari penanganan ulkus kaki DM.


Penanganan dengan kontrol vaskuler dilakukan dengan memodifikasi faktor
risiko, terapi farmakologis, dan revaskularisasi (Alwi, Simadibrata, Setiati,
Setiyohadi, & Sudoyo, 2010). Salah satu pencegahan yang dapat dilakukan adalah
dengan memodofikasi faktor risiko dan program latihan kaki. Hasil penelitian
Goldsmith & Lidtke (2002) menunjukkan bahwa latihan range of motion tanpa
pengawasan dapat menurunkan tekanan puncak kaki, dimana tingginya tekanan
kaki berhubungan dengan ulserasi neuropati DM. Latihan juga dapat memperbaiki
aliran sirkulasi darah dan tonus otot. Sirkulasi ekstremitas bawah yang buruk turut
menyebabkan lamanya kesembuhan luka dan terjadinya gangren (Smeltzer &
Bare, 2003).

Upaya penanganan lain yang dapat dilakukan perawat dalam manajemen ulkus
kaki DM adalah perawatan luka. Berbagai teknik telah dikembangkan dalam

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
5

perawatan luka pada klien DM, yaitu teknik konvensional dan modern.
Pengembangan teknik perawatan luka tersebut akan berdampak terhadap proses
regenerasi jaringan sebagai dampak membuka balutan, membersihkan luka,
tindakan debridemen, dan jenis balutan yang diberikan (Kristianto, 2010).

Pemilihan jenis balutan merupakan bagian dari manajemen ulkus kaki DM.
Pemilihan balutan untuk ulkus kaki DM harus mempertimbangkan beberapa
faktor, yaitu kenyamanan klien, mempercepat proses penyembuhan, mengurangi
nyeri, dan dapat digunakan dalam pengendalian infeksi (Hillton, Williams,
Beuker, Miller, & Harding, 2004). Lingkungan luka lembab telah diakui sebagai
yang optimal untuk penyembuhan. Balutan telah didesain untuk menjaga
kelembaban, mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme, memungkinkan
pertukaran gas, insulasi termal pada luka, dan atraumatik (Hilton, Williams,
Beuker, Miller, Harding, 2004). Aplikasi balutan lembab bertujuan untuk
menjaga kelembaban luka, melindungi luka dari cidera, menjaga suhu permukaan
luka, dan mencegah balutan kering sehingga proses regenerasi jaringan berjalan
maksimal (Kristianto, 2010).

Berdasarkan uraian di atas, peran perawat sebagai ujung tombak pelayanan


kesehatan masyarakat dalam usaha penatalaksanaan DM sangat penting.
Intervensi mandiri keperawatan, kolaborasi dan kerjasama lintas sektor dan lintas
program merupakan salah satu langkah strategi dalam penanganan DM. Perawat
klinik pada daerah perkotaan juga dapat melakukan asuhan keperawatan pada
klien DM terutama yang menjalani perawatan di rumah sakit. Oleh karena itu
penulis tertarik untuk melakukan analisis masalah kesehatan perkotaan pada klien
DM yang menjalani perawatan di rumah sakit.

1.2 Rumusan masalah


DM merupakan salah satu penyakit degeneratif yang terjadi pada masyarakat
perkotaan. Perubahan pola hidup dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat
modern semakin meningkatkan angka kejadian DM. Ulkus kaki DM merupakan
salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada klien DM. Penanganan dan

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
6

perawatan yang tepat dapat mencegah akibat lanjut dari ulkus kaki DM sehingga
dapat meningkatkan kualitas hidup klien DM. Adapun rumusan masalah pada
penulisan karya ilmiah akhir ini adalah analisis perawatan luka dan intervensi
untuk menangani komplikasi kaki DM dalam asuhan keperawatan pada klien DM
di perkotaan yang menjalani perawatan di rumah sakit.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum karya ilmiah akhir ini adalah memberikan gambaran asuhan
keperawatan pada individu yang mengalami masalah kesehatan masyarkat
perkotaan khususnya DM yang menjalani perawatan di rumah sakit.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan
perkotaan khususnya DM yang menjalani perawatan di rumah sakit
2. Melakukan analisis intervensi keperawatan pada klien dengan masalah
kesehatan perkotaan khususnya DM yang menjalani perawatan di
rumah sakit
3. Merumuskan alternatif pemecahan masalah pada klien dengan masalah
kesehatan perkotaan khususnya DM yang menjalani perawatan di
rumah sakit

1.4 Manfaat Penulisan


Hasil karya ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat:
1.4.1 Bagi Rumah Sakit
Hasil penulisan karya ilmiah ini diharapkan memberikan informasi dan
bahan pertimbangan bagi perawat, dokter, dan petugas kesehatan lain
dalam upaya peningkatan pelayanan keperawatan pada pasien dengan
masalah kesehatan masyarakat perkotaan khususnya DM.

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
7

1.4.2 Bagi Penelitian


Hasil penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi rujukan dalam
penulisan selanjutnya dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien
dengan masalah kesehatan masyarakat perkotaan khususnya DM.
1.4.3 Bagi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkuat konsep asuhan
keperawatan pada pasien dengan masalah kesehatan masyarakat perkotaan
khususnya DM.

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini membahas teori dan konsep keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan
dan diabetes melitus. Studi kepustakaan yang dilakukan berdasarkan hasil
penelitian sebelumnya dan sumber bacaan yang dijadikan sebagai bahan rujukan
penulisan.

2.1 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP)


2.1.1 Definisi
Kawasan perkotaan (urban) adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi. Kota dapat diartikan yang lain sebagai suatu daerah
yang memiliki gejala pemusatan penduduk yang merupakan suat perwujudan
geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis sosial, ekonomi, kultur,
yang terdapat di daerah tersebut dengan adanya pengaruh timbal balik dengan
daerah-daerah lainnya (Bintarto, 1997).

Masyarakat perkotaan merupakan komunitas yang tinggal di daerah perkotaan


dengan semua keadaan dan kondisi yang ada di lingkungan kota. Jumlah
masyarakat perkotaan bertambah setiap tahunnya dipengaruhi oleh urbanisasi.
Keperawatan masyarakat perkotaan memiliki 8 karakteristik dan merupakan hal
yang penting dalam melakukan praktik (Allender, Ann, Spradley, & Barbara,
2001) yaitu merupakan lahan keperawatan, kombinasi antara keperawatan publik
dan keperawatan klinik, berfokus pada populasi, menekankan terhadap
pencegahan akan penyakit serta adanya promosi kesehatan dan kesejahteraan diri,
mempromosikan tanggung jawab klien dan self care, menggunakan
pengesahan/pengukuran dan analisa, menggunakan prinsip teori organisasi dan
melibatkan kolaborasi interprofesional. Perawat kesehatan masyarakat memiliki
peran dalam mengelola perawatan kesehatan dalam daerah tersebut serta menjadi
pendidik kesehatan dalam masyarakat tersebut.

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
9

Masalah kesehatan di perkotaan yang terjadi pada umumnya berkaitan dengan


faktor lingkungan, perilaku dan akses pelayanan kesehatan serta kependudukan.
Masalah di perkotaan menjadi kompleks karena masyarakat perkotaan memiliki
ciri-ciri yang khusus antara lain individualistik, materialistik, heterogen, kritis,
pendidikan yang tinggi dan mempunyai tuntutan yang tinggi. Pertumbuhan kota
biasanya diikuti oleh industrialisasi, munculnya kawasan industri menimbulkan
derajat pencemaran dan berakibat buruk lingkungan kehidupan masyarakat
perkotaan. Bertentangan dengan perubahan kota yang amat pesat, sistem
pelayanan kesehatan kota di banyak negara berkembang termasuk indonesia
kurang dinamis dan pendekatannya masih sama dengan pedesaan (Kemenkes,
2006).

Model keperawatan kesehatan perkotaan digunakan sebagai acuan perawat dalam


melakukan dan memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah
kesehatan perkotaan. Teori dalam keperawatan kesehatan perkotaan terdiri dari
beberapa teori keperawatan komunitas (Stanhope & Lancaster, 2004), yaitu:
1. Teori Nightingale
Teori Nightingale difokuskan pada lingkungan, baik lingkungan eksternal
maupun hal yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan organisme
serta kemampuan dalam pencegahan atau hal-hal yang dapat menyebabkan
terjadinya penyakit, kecelakaan atau kematian. Nightingale mendefinisikan
konsep secara tepat dan tidak memisahkan lingkungan pasien dalam hal
kondisi fisik, emosional dan aspek-aspek sosial. Nightingale mengungkapkan
enam komponen penting kesehatan lingkungan yaitu pertama ventilasi, yang
mengindikasikanhubungannya dengan komponen lingkungan yang menjadi
sumber penyakit dan dapat juga sebagai pemulihan penyakit. Kedua yaitu
pencahayaan, yang merupakan kebutuhan pasien. Perawat diinstruksikan
untuk mengkondisikan agar pasien terpapar dengan sinar matahari. Ketiga
yaitu kebersihan, yang merupakan bagian dari transport bakteri apabila tidak
dilakukan kebersihan. Perawat perlu mengingatkan agar masyarakat
senantiasa menjaga kebersihan. Keempat yaitu suhu, dideskripsikan

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
10

pengukuran temperatur tubuh melalui palpasi ekstremitas dilakukan untuk


mengkaji kehilangan panas, kemudian perawat menginstruksikan
memanipulasi lingkungan untuk memelihara ventilasi dan suhu tubuh pasien
dengan cara penghangatan, membuka jendela dan penempatan posisi pasien di
ruangan. Kelima yaitu makanan (diet), perawat tidak hanya mengkaji asupan
makanan tetapi juga mengkaji jadwal makan dan pengaruh makanan terhadap
pasien. Keenam yaitu kebisingan, ditimbulkan oleh aktivitas fisik di
lingkungan atau ruangan.
2. Millio’s Framework of Prevention
Teori ini dasarnya adalah bahwa pola-pola perilaku populasi dan individu
yang membentuk populasi adalah hasil seleksi kebiasaan dari pilihan yang
terbatas. Peran perawat kesehatan masyarakat adalah meneliti faktor-faktor
penentu kesehatan masyarakat dan mencoba untuk mempengaruhi penentu
melalui kebijakan publik.
3. Salmon White’s Construct for Public Health Nursing
Mark Salmon White (1982) menjelaskan bahwa kesehatan masyarakat
merupakan upaya masyarakat yang terorganisir untuk melindungi,
mempromosikan dan memulihkan kesehatan masyarakat dan keperawatan
kesehatan masyarakat fokus untuk mencapai dan mempertahankan kesehatan
masyarakat. 3 kategori umum intervensi keperawatan juga dikemukakan, yaitu
pendidikan kesehatan yang mengarah terhadap perubahan sukarela dalam
sikap dan perilaku individu. Individu diarahkan pada variabel untuk mengelola
risiko terkait. Individu diarahkan pada peraturan wajib untuk mencapai
kesehatan yang lebih baik. Lingkup pencegahan mencakup individu, keluarga,
masyarakat dan perawatan global.
4. Block and Josten’s Ethical Theory of Population Focused Nursing
Derryl Block dan Lavohn Jostenmengusulkan teori ini berdasarkan
pemotongan antara bidang kesehatan masyarakat dan keperawatan. Mereka
telah memberikan tiga unsur penting dari keperawatan masyarakat terfokus
yang berasal dari dua bidang, yaitu kewajiban untuk populasi, keunggulan
pencegahan, dan sentralitas yang berdasarkan hubungan perawatan (bina
hubungan baik antara perawat dan masyarakat).

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
11

2.1.2 Peran Perawat dalam KKMP


Ruang lingkup praktik keperawatan masyarakat meliputi: upaya-upaya
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), pemeliharaan
kesehatan dan pengobatan (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif) dan
mengembalikan serta memfungsikan kembali baik individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat ke lingkungan sosial dan masyarakatnya (resosialisasi). Kegiatan
praktik keperawatan komunitas yang dilakukan perawat mempunyai lahan yang
luas dan tetap menyesuaikan dengan tingkat pelayanan kesehatan wilayah kerja
perawat, tetapi secara umum kegiatan praktik keperawatan komunitas adalah
sebagai berikut:
1. Memberikan asuhan keperawatan langsung kepada individu, keluarga,
kelompok khusus baik di rumah (home nursing), di sekolah (school health
nursing), di perusahaan, di posyandu, di polindes dan di daerah binaan
kesehatan masyarakat.
2. Penyuluhan/pendidikan kesehatan masyarakat dalam rangka merubah perilaku
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (Stanhope & Lancaster, 2004).
3. Konsultasi dan pemecahan masalah kesehatan yang dihadapi.
4. Bimbingan dan pembinaan sesuai dengan masalah yang mereka hadapi.
5. Melaksanakan rujukan terhadap kasus-kasus yang memerlukan penanganan
lebih lanjut.
6. Penemuan kasus pada tingakat individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
7. Penghubung antara masyarakat dengan unit pelayanan kesehatan.
8. Melaksanakan asuhan keperawatan komunitas, melalui pengenalan masalah
kesehatan masyarakat, perencanaan kesehatan, pelaksanaan dan penilaian
kegiatan dengan menggunakan proses keperawatan sebagai suatu usaha
pendekatan ilmiah keperawatan.
9. Mengadakan koordinasi di berbagai kegiatan asuhan keperawatan komunitas.
10. Mengadakan kerjasama lintas program dan lintas sektoral dengan instansi
terkait dan terakhir memberikan ketauladanan yang dapat dijadikan panutan
oleh individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang berkaitan dengan
keperawatan dan kesehatan (Stanhope & Lancaster, 2004).

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
12

2.2 Diabetes Melitus


2.2.1 Definisi
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis sistemik yang
dikarakteristikkan dengan adanya defisiensi insulin atau penurunan kemampuan
tubuh untuk menggunakan insulin (Black & Hawks, 2009). DM juga didefinisikan
sebagai suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya
(Alwi, Simadibrata, Setiati, Setiyohadi, & Sudoyo, 2010). Sedangkan menurut
Smetlzer & Bare (2003) DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.

2.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi DM menurut American Diabetes Association (2009) dalam Alwi,
Simadibrata, Setiati, Setiyohadi & Sudoyo (2010):
1. DM Tipe 1
Destruksi sel beta yang dapat memicu terjadinya defisiensi insulin absolut
2. DM Tipe 2
Bervariasi mulai dari predominan resistensi insulin dengan defisiensi insulin
relatif predominan gangguan sekresi insulin dengan resistensi insulin.
3. DM Tipe lain.
a. Defek genetik fungsi sel beta
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas: pankreatitis, trauma/pankreatektomi,
neoplasma, fibrosis kistik hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus,
dan lainnya.
d. Endokrinopati: akromegali, sindrom cushing, feokromositoma,
hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma dan lainnya.
e. Kondisi yang diinduksi kimia atau obat/zat kimia.
f. Infeksi: rubella kongenital.
g. Imunologi (jarang): sindrom “stiffman”, antibodi anti reseptor insulin.

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
13

h. Sindrom genetik lain: sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom


Turner, Huntington, dan lainnya.
4. Diabetes kehamilan

2.2.3 Etiologi
DM Tipe 1 terjadi karena kombinasi faktor imunologi, genetik dan mungkin pula
lingkungan (misalnya, infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan kerusakan
sel-sel beta. Pada DM tipe 1 ditandai dengan kerusakan sel-sel beta pulau
Langerhans (pankreas) disebabkan oleh reaksi autoimun yang merupakan respon
abnormal dimana antibodi terarah dan bereaksi pada jaringan normal tubuh
seolah-olah jaringan tersebut merupakan benda asing (Smeltzer & Bare, 2003).
Individu yang peka secara genetik memberikan respon terhadap kejadian pemicu
yang diduga berupa infeksi virus dengan memproduksi antibodi terhadap sel-sel
beta yang mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin (Price & Wilson, 2006).
Kecenderungan genetik tersebut ditemukan pada individu yang memiliki tipe
antigen HLA tertentu (Human Leucocyte Antigen) yang bertanggung jawab atas
antigen transplantasi dan proses imun lainnya. Penelitian juga sedang dilakukan
terhadap kemungkinan faktor-faktor eksternal yang dapat memicu kerusakan sel-
sel beta. Sebagai contoh, hasil penelitian yang menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan kerusakan sel-
sel beta.

DM Tipe 2 ditandai dengan gangguan sekresi insulin, yang menyebabkan


pankreas hanya mampu memproduksi insulin dalam jumlah terbatas (defisiensi
insulin), maupun kerja insulin (resistensi insulin). Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut maka akan terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin juga disertai dengan penurunan
reaksi intrasel tsb (Smeltzer & Bare, 2003). Faktor genetik, lingkungan, dan usia
memiliki pengaruh cukup besar, antara lain obesitas, diet tinggi lemak rendah
serat, kurang gerak badan, dan usia lebih dari 30 tahun. Obesitas merupakan
faktor risiko yang utama karena berkaitan dengan resistensi insulin akibat

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
14

gangguan pengikatan insulin dengan reseptor yang disebabkan berkurangnya


jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel.

2.2.4 Patofisiologi
Pada DM tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-
sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Tidak adanya insulin
menyebabkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan tetap beredar dalam
pembuluh darah sehingga menyebabkan hiperglikemia. Jika konsentrasi glukosa
dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa
yang tersaring keluar akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria).
Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan pula. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori, gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan. Bila DM tipe 1 tidak ditangani dengan baik
bisa menyebabkan lipolisis yang menghasilkan badan keton dan membuat terjadi
asidosis metabolik.

Dua masalah utama pada DM tipe 2 yang berhubungan dengan insulin, yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Pada keadaan normal insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel sehingga terjadi rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin yang disertai
penurunan reaksi intrasel mengakibatkan insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
15

Namun untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar


glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipe 2.

2.2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Klien
dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma
puasa yang normal atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Manifestasi
klinis diabetes melitus yang paling umum adalah hiperglikemia (peningkatan
kadar glukosa dalam darah) (Black & Hawks, 2009). Jika hiperglikeminya berat
dan melebihi ambang ginjal, maka timbul glikosuria. Glikosuria merupakan akibat
dari diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan rasa
haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urin maka klien mengalami
keseimbangan kalori negative dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang
semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori.
Klien juga mengeluh lelah dan mengantuk (Price & Wilson, 2006).

Penderita DM tipe 1 sering memeperlihatkan awitan gejala yang eksploratif


dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah, somnolen
yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu. Klien dapat menjadi
sakit berat dan timbul ketoasidosis serta dapat meninggal kalau tidak
mendapatkan pengobatan segera. Penderita DM tipe 2 mungkin sama sekali tidak
memperlihatkan gejala apapun dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan
pemeriksaan darah di laboratorium. Pada hiperglikemi yang lebih berat klien
mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen, namun klien tidak
mengalami ketoasidosis karena tidak defisiensi insulin secara absolute hanya
relatif (Price & Wilson, 2006).

2.2.6 Diagnosis
Penegakan diagnosis DM didasarkan pada pemeriksaan konsentrasi glukosa
darah. Pemeriksaan yang dianjurkan untuk diagnosis adalah pemeriksaan glukosa
secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Pemeriksaan glukosa darah

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
16

dapat juga dilakukan menggunakan bahan darah utuh (whole blood), Vena
ataupun kapiler dengan memperhatikan kriteria diagnostik yang sesuai WHO.

Terdapat perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji


diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan tanda gejala DM,
sedangkan pemeriksaan penyaringbertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang
tidak mempunyai tanda gejala, namun mempunyai risiko DM.

Berbagai tanda gejala dapat ditemukan pada penderita DM. Gejala khas/klasik
DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya. Sedangkan gejala tidak khas dapat berupa lemah
badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus
vulva pada wanita (Perkeni, 2011).

Tabel 1 Kriteria Diagnosis DM (Perkeni, 2011)

No Kriteria
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L) Glukosa plasma
sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu
makan terakhir
Atau

2. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0 mmol/L) Puasa diartikan
pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Atau

3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO yang dilakukan
dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa
anhidrus yang dilarutkan ke dalam air

Catatan: Pemeriksaan HbA1C (≥) oleh American Diabetes Association (ADA) 2011 sudah
dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana
laboratorium yang telah terstandarisasi dengan baik.

Pemeriksaan penyaring bertujuan menemukan individu dengan DM, toleransi


glukosa terganggu (TGT), maupun glukosa darah puasa terganggu (GDPT),
sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pemeriksaan penyaring dilakukan
pada semua individu dewasa dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) > 25 kg/m2
dengan faktor risiko lain seperti: 1) aktifitas fisik kurang, 2) riwayat keluarga
mengidap DM pada turunan pertama (first degree relative), 3) kelompok etnik

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
17

risiko tinggi (African American, Latino, Native American, Asian American,


Pasific Islander), 4) wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat > 4000
gram atau riwayat DM gestasional, 5) Hipertensi (tekanan darah >140/90 mmHg
atau sedang dalam terapi anti hipertensi), 6) Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan/atau
trigliserida > 250 mg/dl, 7) wanita dengan sindrom polikistik ovarium, 8) riwayat
TGT atau GDPT , 9) keadaan lain yang berhubungan dengan resistensi insulin
(obesitas, akantosis nigrikans), dan 10) riwayat penyakit kardiovaskular (Alwi,
Simadibrata, Setiati, Setiyohadi, & Sudoyo, 2010).

Tabel 2 Konsentrasi Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan


Penyaring dan Diagnosis DM (Perkeni, 2011)

Bukan DM Belum pasti DM DM


Konsentrasi Plasma vena <100 100-199 >200
glukosa darah
sewaktu (mg/dl) Darah kapiler <90 90-199 >200
Konsentrasi Plasma vena <100 100-125 >126
glukosa darah
puasa (mg/dl) Darah kapiler <90 90-99 > 100

2.2.7 Komplikasi
Diabetes mellitus menyebabkan berbagai komplikasi yang dibagi menjadi
komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut dapat mengancam
kehidupan dan memerlukan penanganan yang segera. Sedangkan komplikasi
kronis muncul karena hiperglikemia yang berkepanjangan.
1. Komplikasi Akut
a. Hiperglikemia
Hiperglikemia terjadi ketika glukosa tidak dapat ditransfer ke sel sebagai
akibat dari kekurangan insulin. Tanpa adanya cadangan karbohidrat
sebagai bahan bakar sel yang cukup, hati mengubah glikogen menjadi
glukosa (glikogenolisis) dan peningkatan biosintesis glukosa
(glukoneogenesis).

Hiperglikemia menyebabkan beberapa manifestasi fisiologi. Kadar


glukosa yang lebih tinggi dari kemampuan ginjal dalam mereabsorbsi
membuat terjadinya glukosuria. Ini menyebabkan terjadinya diuresis

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
18

osmotik bersamaan dengan kehilangan cairan dan elektrolit yang


ditunjukkan dengan poliuria dan nokturia. Selanjutnya kehilangan banyak
cairan menstimulasi rasa haus sehingga terjadi polidipsia. Hiperglikemia
juga meningkatkan osmolalitas plasma yang mendorong perubahan cairan
pada lensa mata dan menyebabkan pandangan menjadi kabur.

b. Diabetik ketoasidosis
Diabetik ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin. Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Tiga gambaran klinis yang
penting pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit,
dan asidosis.

Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel


akan berkurang pula. Di samping itu produksi gula oleh hati juga menjadi
tidak terkendali. Kedua faktor ini menimbulkan hiperglikemia. Dalam
upaya menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal
akan mengekskresikan glukosa bersama dengan air dan elektrolit. Diuresis
osmotik yang ditandai dari urinasi berlebihan ini akan menyebabkan
dehidrasi dan kehilangan elektrolit.

Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis)


menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan
diubah menjadi badan keton oleh hati. Badan keton berakumulasi dalam
darah (ketosis) dan dieksresikan melalui urin (ketonuria). Badan keton
bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah badan keton akan
menimbulkan asidosis metabolik.

c. Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketosis (HHNK)


HHNK merupakan varian dari diabetik ketoasidosis yang dikarakteristikan
dengan adanya hiperglikemia ekstrim (glukosa darah 200-600 mg/dl),

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
19

dehidrasi, ketonuria ringan atau tidak terdeteksi, dan tidak adanya asidosis
(Black & Hawks, 2009).

HHNK didominasi oleh keadaan hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan


disertai perubahan tingkat kesadaran (sense of awareness). Keadaan
hiperglikemia persisten menyebabkan dieresis osmotik sehingga terjadi
kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan
osmotik, cairan akan berpindah dari ruang intrasel ke dalam ruang
ekstrasel. Dengan keadaan glukosuria dan dehidrasi akan dijumpai
keadaan hipernatremia dan peningkatan osmolaritas.

Pada HHNK, meskipun jumlah insulin tidak cukup untuk menjaga


keseimbangan glukosa, tapi mencukupi untuk mencegah perkembangan
ketosis. Jaringan adipose sangat sensitif pada insulin sehingga hanya
sejumlah kecil insulin yang dibutuhkan untuk mencegah lipolisis dan asam
lemak tidak digunakan sebagai sumber energi alternatif.

d. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi jika kadar glukosa darah turun di bawah 50 mg/dl
hingga 60 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat pemberian insulin
yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit, atau karena
aktivitas fisik yang berat (Smeltzer & Bare, 2003). Hipoglikemia adalah
gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda
rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing.

2. Komplikasi Kronis
a. Penyakit mikrovaskular: Perubahan mikrovaskuler merupakan komplikasi
unik yang hanya terjadi pada DM yang mempengaruhi pembuluh darah
terkecil dan kapiler. Komplikasi mikrocaskuler pada struktur dan fungsi
pembuluh darah memicu terjadinya nefropati (disfungsi ginjal), neuropati
(disfungsi saraf), dan retinopati (gangguan penglihatan) (Ignatavicius
&Workman, 2006).

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
20

1) Retinopati diabetik
Penyebab pasti retinopati belum diketahui, namun kemungkinan
disebabkan oleh banyak faktor dan berhubungan dengan glikosilasi
protein, iskemia, dan mekanisme hemodinamik. Viskositas darah
menyebabkan mekanisme hemodinamik yang meningkatkan
permeabilitas dan menurunkan elastisitas kapiler (Black & Hawks,
2009). Ada 3 stadium utama retinopati, yaitu nonproliferatif,
preproliferatif, dan proliferatif.
2) Nefropati
Bukti menunjukkan bahwa segera sesudah terjadi diabetes, khususnya
bila kadar glukosa darah meninggi, maka mekanisme filtrasi ginjal
akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah ke
dalam urin. Akibatnya, tekanan dalam pembuluh darah ginjal
meningkat. Kenaikan tekanan tersebut diperkirakan berperan sebagai
stimulus untuk terjadinya nefropati.
3) Neuropati
Neuropati pada DM mengacu pada sekelompok penyakit yang
menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf perifer (sensorimotor),
otonom, dan spinal. Kelainan tersebut beragam secara klinis dan
bergantung pada lokasi sel saraf yang terkena (Smeltzer & Bare,
2003).

b. Penyakit makrovaskular: Merupakan kerusakan pada pembuluh darah


besar yang menyediakan sirkulasi ke otak, jantung, dan ekstremitas. Jika
mengenai arteri-arteri perifer dapat mengakibatkan insufisiensi vaskular
perifer dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi serebral dan stroke.
Jika yang terkena adalah arteri koroner dan aorta, maka dapat
mengakibatkan angina dan infark miokard.

2.2.8 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan DM yaitu mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
21

vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM dapat mencapai
kadar glukosa darah yang normal tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan
serius pada pola aktifitas klien (Smeltzer & Bare, 2002). Penanganan DM
dilakukan secara komprehensif. Komponen dalam penatalaksanaan DM menurut
Smeltzer & Bare (2003) adalah: diet, latihan, pemantauan, terapi jika diperlukan,
dan pendidikan.
1. Diet
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita DM diarahkan untuk mencapai tujuan
memberikan semuan untuk memberikan semua unsur makanan esensial,
mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai, memenuhi kebutuhan
energi, mencegah fluktuasi kadara glukosa darah, dan menurunkan kadar
lemak jika meningkat (Smeltzer & Bare, 2003). Perencanaan makan
merupakan bagian dari penalataksanaan diet pada penderita DM. Perencanaan
makan harus mempertimbangkan kegemaran pasien terhadap makanan
tertentu, gaya hidup, jam makan yang bisa diikutinya, dan latar belakang etnik
serta budaya (Smeltzer & Bare, 2003).
2. Latihan
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah (Perkeni, 2011). Latihan sangat penting dalam
penatalaksanaan DM, latihan menurunkan kadar glukosa darah dan menurangi
risiko faktor risiko kardiovaskuler (Smeltzer & Bare, 2003). Namun, penderita
DM dengan kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dl dan adanya keton dalam
urin tidak boleh melakukan latihan. Latihan dengan kadar glukosa yang tinggi
akan menigkatkan sekresi glukagon, growth hormone, dan katekolamin yang
membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga meningkatkan kadara
glukosa darah (Smeltzer & Bare, 2003).
Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik
seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani
sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani (Perkeni,
2011).

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
22

3. Pemantauan
Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri. Pengaturan
mandiri memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta
hiperglikemia, dan berperan dalam mencapai kadar glukosa normal yang dapat
mengurangi komplikasi jangka panjang (Smeltzer & Bare, 2003). Pemantauan
lain yang dilakukan pada penderita DM adalah pemeriksaan glukosa dan keton
dalam urin.
4. Terapi farmakologi
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan suntik (Perkeni, 2011).
Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi
farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin.
Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau
langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik
berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan
cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.
a. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Obat antidiabetik oral bermanfaat bagi penderita DM tipe 2 yang tidak
dapat diatasi hanya dengan diet dan latihan (Smeltzer & Bare, 2003).
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan (Perkeni,
2011) yaitu pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue), peningkat
sensitivitas terhadap insulin, penghambat glukoneogenesis, penghambat
absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa, dan DPP-IV inhibitor.
b. Insulin
Insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk
mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral
tidak berhasil mengontrolnya (Smeltzer & Bare, 2003). Insulin dapat
menurunkan kadar glukosa darah postprandial dengan mempermudah
pengambilan serta penggunaan glukosa oleh sel otot, lemak, dan hati.
Selama periode puasa, insulin menghambat pemecahan simpanan glukosa,
protein, dan lemak. Pada pasien DM tipe 2 kadang membutuhkan insulin

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
23

secara temporer selama mengalami sakit,infeksi, kehamilan, pembedahan,


atau beberapa kejadian stres lainnya (Smeltzer & Bare, 2003).

Insulin diperlukan pada keadaan penurunan berat badan yang cepat,


hiperglikemia berat yang disertai ketosis, ketoasidosis diabetik,
hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal
dengan kombinasi OHO dosis optimal, stres berat (infeksi sistemik,
operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/diabetes melitus
gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan
fungsi ginjal atau hati yang berat, kontraindikasi dan atau alergi terhadap
OHO (Perkeni, 2011). Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi lima
(Perkeni, 2011), yaitu:
1) Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
2) Insulin kerja pendek (short acting insulin)
3) Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
4) Insulin kerja panjang (long acting insulin)
5) Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed
insulin).

5. Edukasi
DM tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penderita DM memerlukan
partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Edukasi dengan tujuan
promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya
pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM
secara holistik (Perkeni, 2011).

Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes (Perkeni, 2011)
adalah:
a. Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari terjadinya
kecemasan

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
24

b. Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal hal yang


sederhana
c. Melakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan melakukan
simulasi
d. Mendiskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan keinginan
pasien. Berikan penjelasan secara sederhana dan lengkap tentang program
pengobatan yang diperlukan oleh pasien dan diskusikan hasil pemeriksaan
laboratorium
e. Melakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat
diterima
f. Memberikan motivasi dengan memberikan penghargaan
g. Melibatkan keluarga/pendamping dalam proses edukasi
h. Memperhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan
pasien dan keluarganya
i. Menggunakan alat bantu audio visual

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
BAB 3
TINJAUAN KASUS

Bab ini berisi tinjauan kasus pada klien DM. Tinjauan kasus terdiri dari
pengkajian klien, analisis data, rumusan masalah keperawatan, rencana intervensi,
dan catatan perkembangan klien yang berisi implementasi dan evaluasi.

3.1 Pengkajian
3.1.1 Informasi Umum
Nama : Tn W
Tanggal lahir : 27 Juli 1963
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Betawi
Tanggal masuk RS : 10 Mei 2013
Tanggal pengkajian : 13 Mei 2013
Sumber informasi : Klien, keluarga, dan catatan medis klien

3.1.2 Keluhan Utama


Luka di kaki kanan, lemas, dan agak mual

3.1.3 Alasan masuk Rumah Sakit


Kaki kanan tertusuk paku sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Terdapat
luka yang sulit sembuh, dan luka berbau. Klien mengeluh demam sampai
menggigil sekitar 3 hari sebelum masuk rumah sakit, suhu tidak diukur.

3.1.4 Riwayat penyakit sebelumnya


Klien diketahui menderita DM sejak tahun 2005. Klien sebelumnya mendapatkan
terapi insulin 3 x 10 unit, namun berhenti menggunakannya sejak 1 tahun yang
lalu. Klien mempunyai riwayat perawatan di rumah sakit tahun 2005 dan tahun
2011 karena DM. Klien juga mempunyai riwayat obesitas, dan penurunan berat
badan yang drastis tahun 2005. Klien tidak mempunyai riwayat penyakit
hipertensi dan stroke.

39

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
26

3.1.5 Riwayat penyakit keluarga


Klien mengatakan tidak mengetahui apakah dalam keluarga mempunyai penyakit
serupa atau tidak.

3.1.6 Aktivitas/Istirahat
Subyektif:
Klien mengeluh lemas, aktifitas keseharian di rumah dilakukan secara mandiri.
Aktifitas keseharian selama di rumah sakit, misal buang air kecil dan besar
dibantu keluarga. Klien mengatakan tidur 6-8 jam sehari, jarang tidur siang, dan
tidak mempunyai gangguan dalam istirahat dan tidur. Saat ini klien kadang
terganggu tidur dan istirahat karena terasa nyeri di kaki kanan.
Obyektif:
Klien tampak lemah, orientasi terhadap waktu, tempat baik. Rentang gerak tidak
ada hambatan dan tidak terdapat penurunan kekuatan otot. Klien berdiri dan
berpindah tempat tidur dibantu keluarga.

3.1.7 Sirkulasi
Subyektif:
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit hipertensi maupun penyakit
jantung lainnya. Klien sering mengalami kesemutan di kaki dan mempunyai
riwayat penyembuhan luka yang lama.
Obyektif:
Tekanan darah 120/70 mmHg, Frekuensi nadi 84 kali permenit, irama teratur dan
kontraksi kuat. Pulsasi dorsalis pedis kiri dan kanan teraba kuat, akral hangat,
waktu pengisian kapiler ≤ 3 detik. Kaki kanan bagian atas luka (dorsalis) tampak
edema, pitting edema derajat 1. Bunyi jantung S1 dan S2 normal, tidak ada
murmur maupun gallops. Mukosa bibir lembab, konjungtiva tidak anemis, dan
sklera tidak ikterik.

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
27

3.1.8 Integritas Ego


Subyektif:
Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan pulang. Klien merasa pasrah terhadap
kondisi yang dialami.
Obyektif:
Klien tampak tenang.

3.1.9 Eliminasi
Subyektif:
Klien mengatakan frekuensi berkemih 6-7 kali sehari, tidak terdapat keluhan nyeri
atau terasa panas saat berkemih. Frekuensi defekasi 1 kali sehari, tidak terdapat
keluhan selama defekasi, misal diare atau konstipasi.
Obyektif:
Abdomen teraba lunak, bising usus 6 kali permenit, tidak terdapat nyeri tekan
abdomen.

3.1.10 Makanan/Cairan
Subyektif:
Klien mengatakan agak mual dan nafsu makan menurun sejak luka di kaki
memburuk. Klien mengatakan merasa ingin muntah saat sedang makan dan
makan hanya ½ porsi dari porsi yang disediakan. Klien tidak mempunyai alergi
pada makanan tertentu, dan saat ini tidak mengalami penurunan berat badan yang
signifikan.
Obyektif:
Turgor kulit baik dan membran mukosa lembab. Klien mendapat terapi diet 1900
kkal. Tidak terdapat distensi abdomen. Berat badan 60 kg, Tinggi badan 167 cm,
Indeks Massa Tubuh (IMT): 21,50 kg/m2

3.1.11 Neurosensori
Subyektif:
Klien mengatakan kadang terasa kesemutan pada kaki. Tidak terasa lemah pada
kedua kaki. Tidak terdapat pusing dan tidak terdapat gangguan penglihatan.

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
28

Obyektif:
Kesadaran compos mentis, orientasi terhadap tempat, waktu dan orang baik.

3.1.12 Nyeri/kenyamanan
Subyektif:
Klien mengatakan kadang terasa nyeri pada kaki yang luka. Skala nyeri 4, nyeri
muncul dan lama nyeri tidak menentu, terasa seperti ditusuk dan hilang dengan
sendirinya.
Obyektif:
Tampak hati-hati dan ekspresi wajah klien meringis menahan nyeri ketika
menggeser kaki yang luka atau ketika berpindah posisi.

3.1.13 Pernafasan
Subyektif:
Klien mengatakan tidak mengalami sesak nafas.
Obyektif:
Frekuensi napas 20 kali permenit, pengembangan dada simetris. Tidak terdapat
penggunaan otot bantu nafas dan tidak terdapat nafas cuping hidung.

3.1.14 Keamanan
Obyektif:
Terdapat luka diabetes pada kaki kanan (plantaris), ukuran 3x4x1 cm. Keadaan
luka tampak jaringan nekrotik, terdapat pus warna kuning keruh, dan berbau.
Mobilisasi klien terhambat. Suhu 36,7oC dan tidak terdapat diaphoresis.

3.1.15 Seksualitas
Subyektif:
Klien mengatakan mempunyai seorang anak dan tidak ada masalah yang
berhubungan dengan seksualitas.

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
29

3.1.16 Penyuluhan/Pembelajaran
Subyektif:
Klien mengatakan DM adalah peningkatan gula dalam tubuh. Makanan yang tidak
boleh dikonsumsi adalah makanan manis dan berlemak.

3.1.17 Diagnosis medis


Diagnosis medis pada Tn. W adalah:
1. Ulkus diabetikum pedis dextra
2. DM tipe 2 dengan ketosis DM, gula darah belum terkontrol

3.1.18 Terapi
Terapi yang diberikan pada Tn. W adalah: Novorapid 3 x 10 unit, IUFD NaCl
0,9% 500 ml per 12 jam, Ceftriaxon 1 x 2 gram, Metronidazol 3 x 500 gram, Diet
DM 1900 kkal/hari.

3.1.19 Hasil Pemeriksaan laboratorium


Tabel 3
Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal


Jenis Pemeriksaan
10 Mei 2013 13 Mei 2013 14 Mei 2013 15 Mei 2013 16 Mei 2013
Hematologi
Hemoglobin (gr/dl) 12,3 10,8 - 10,5 10,3
Hematokrit (%) 36 31 - 30 29
Eritrosit (juta/µl) 4,3 3,6 - 3,5 3,5
Trombosit (/µl) 312000 343000 - 400000 425000
Leukosit (/µl) 12500 14130 - 9600 10000
Kimia Klinik
Ureum (mg/dl) 39 - - 22 -
Kreatinin (mg/dl) 1,1 - - 1,1 -
Natrium (mmol/l) 130 - - 133 -
Kalium (mmol/l) 4,8 - - 4,1 -
Klorida (mmol/l) 94 - - 103 -
Bilirubin total (mg/dl) - 0,36 - - -
SGOT (u/l) - 17 - - -
SGPT (u/l) - 19 - - -
Protein total (gr/dl) - 6,1 - - -
Albumin (gr/dl) - 2,6 - - -
Globulin (gr/dl) - 3,5 - - -
Kolesteror total (mg/dl) - 117 - - -
Trigliserida (mg/dl) - 81 - - -
HDL (mg/dl) - 22 - - -
LDL (mg/dl) - 79 - - -

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
30

Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal


Jenis Pemeriksaan
10 Mei 2013 13 Mei 2013 14 Mei 2013 15 Mei 2013 16 Mei 2013
HbA1C (%) - 13,1 - - -
Aseton Positif (+) - Negatif (-) - -
Faal Hemostasis
PT/kontrol - 11,8/11,9 - - -
APTT/kontrol - 34,5/40,8 - - -
Analisa Gas Darah
pH 7,414 - 7,432 - -
pCO2 (mmHg) 29,8 - 26,4 - -
pO2 (mmHg) 86,7 - 95,4 - -
HCO3 (mmol/l) 19,2 - 17,8 - -
BE (mmol/l) -3,9 - -4,7 - -
SaO2 (%) 96,9 - 97,6 - -

Tabel 4
Hasil Pemeriksaan Glukosa Darah (mg/dl)

Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal


jam 13 Mei 2013 14 Mei 2013 15 Mei 2013 16 Mei 2013 17 Mei 2013 18 Mei 2013
Pkl 06.30 563 426 358 292 390 457
Pkl 11.00 614 346 245 151 460 380
Pkl 17.00 476 425 99 231 256 363

3.2 Analisis Data


Tabel 5
Analisis Data

No Data Masalah
1. Data Subyektif:
- Klien mengatakan kaki kanan terkena paku 2
minggu sebelum masuk Rumah Sakit
- Klien mengatakan badan demam sampai
menggigil sekitar 3 hari sebelum masuk rumah
sakit
Data Obyektif: Risiko infeksi berhubungan dengan
- Terdapat ulkus diabetes pada kaki kanan adanya ulkus diabetik dan
(plantaris), ukuran 3x4x1 cm. Keadaan luka peningkatan kadar glukosa darah
tampak jaringan nekrotik, terdapat pus warna
kuning keruh, dan berbau.
- Kaki kanan bagian atas luka (dorsalis) tampak
edema, pitting edema derajat 1
- Pemeriksaan laboratorium (10 Mei 2013):
Leukosit 12500/µL, Gula Darah Sewaktu
(GDS) 703 gr/dl, Aseton positif (+)

2. Data Subyektif: Risiko ketidakseimbangan nutrisi


- Klien mengatakan agak mual dan nafsu makan kurang dari kebutuhan
menurun berhubungan dengan penurunan
- Klien mengatakan merasa ingin muntah saat masukan oral dan ketidakcukupan
makan insulin

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
31

No Data Masalah
- Klien mengatakan makan hanya ½ porsi dari
porsi yang disediakan
Data Obyektif:
- Klien tampak lemah
- Makanan yang disediakan tersisa ½ porsi
- Berat badan 60 kg, Tinggi badan 167 cm, IMT:
21,50 kg/m2
- Pemeriksaan laboratorium (13 Mei 2013):
Hb 10,3 gr/dl, albumin 2,6 gr/dl

3. Data subyektif:
- Klien mengatakan kadang terasa nyeri pada
kaki yang luka.
- Skala nyeri 4, nyeri muncul dan lama nyeri Nyeri akut berhubungan
tidak menentu, terasa seperti ditusuk dan hilang dengan proses infeksi,
dengan sendirinya neuropati sekunder akibat
Data Obyektif: peningkatan kadar glukosa
- Tampak hati-hati dan ekspresi wajah klien darah
meringis menahan nyeri ketika menggeser kaki
yang luka atau ketika berpindah posisi

4. Data subyektif:
- Klien mengeluh lemas
- Klien mengatakan aktifitas keseharian dibantu
oleh keluarga
Data obyektif:
- Klien tampak lemah Hambatan mobilitas fisik
- Klien berdiri dan berpindah tempat tidur berhubungan dengan kelemahan
dibantu keluarga ulkus diabetik sekunder akibat
- Aktifitas keseharian, misal buang air kecil dan peningkatan kadar glukosa darah
besar dibantu keluarga
- Terdapat luka diabetes pada kaki kanan
(plantaris)

5. Data Subyektif:
- Klien mengatakan kaki kanan terkena paku 2
minggu sebelum masuk Rumah Sakit
Kerusakan integritas kulit
Data Obyektif:
berhubungan dengan ulkus
- Terdapat ulkus diabetes pada kaki kanan
diabetik sekunder akibat
(plantaris), ukuran 3x4x1 cm. Keadaan luka
trauma dan peningkatan kadar
tampak jaringan nekrotik, terdapat pus warna
glokusa darah
kuning keruh, dan berbau
- Kaki kanan bagian atas luka (dorsalis) tampak
edema, pitting edema derajat 1

3.3 Prioritas Masalah Keperawatan:


Dari pengkajian dan analisis data didapatkan prioritas masalah keperawatan pada
Tn. W adalah sebagai berikut:
1. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
penurunan masukan oral dan ketidakcukupan insulin

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
32

2. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya luka ulkus diabetik dan


peningkatan kadar glukosa darah
3. Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi, neuropati sekunder akibat
peningkatan kadar glukosa darah
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ulkus diabetik sekunder akibat
trauma dan peningkatan kadar glokusa darah
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, ulkus diabetik
sekunder akibat peningkatan kadar glukosa darah

3.4 Rencana Asuhan Keperawatan


Rencana asuhan keperawatan yang disusun untuk mengatasi masalah keperawatan
pada Tn. W adalah sebagai berikut:
1. Masalah Keperawatan: Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral dan ketidakcukupan
insulin
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 6x24 jam klien akan
menerima/mencerna jumlah kalori yang tepat, dengan kriteria hasil:
a. Klien menghabiskan makan sesuai porsi yang disediakan
b. Klien mematuhi terapi sesuai kebutuhan diet
c. Berat badan stabil atau bertambah ke arah normal
d. Glukosa darah < 200 mg/dl
Rencana intervensi:
a. Intervensi mandiri
1) Timbang BB setiap hari atau sesuai indikasi
Rasional: Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
2) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan pasien
Rasional: Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari
kebutuhan terapeutik

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
33

3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/ perut kembung,


mual, muntah, pertahankan keadaan puasa sesuai indikasi
Rasional: Hiperglikemi dan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit dapat menurunkan motilitas/ fungsi lambung yang akan
mempengaruhi pilihan intervensi.
4) Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan
etnik dan kultur
Rasional: Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam
perencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
5) Libatkan keluarga pada perencanaan makan ini sesuai indikasi
Rasional: Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberi informasi pada
keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
6) Observasi tanda-tanda hipoglikemi, seperti: perubahan tingkat
kesadaran, kulit dingin, nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit
kepala, pusing, sempoyongan
Rasional: Karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi dan
sementara tetap diberikan insulin maka hipoglikemi dapat terjadi.
b. Intervensi kolaborasi
1) Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti: gula darah
Rasional: Gula darah akan menurun perlahan dengan pergantian cairan
dan terapi insulin terkontrol.
2) Berikan pengobatan insulin secara teratur
Rasional: Insulin reguler mempunyai awitan cepat dan karenanya
dengan cepat pula dapat membantu pemindahan glukosa kedalam sel.
3) Lakukan konsultasi dengan ahli diet
Rasional: Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
34

2. Masalah Keperawatan: Risiko infeksi berhubungan dengan adanya luka ulkus


diabetik dan peningkatan kadar glukosa darah
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 6x24 jam tidak terjadi
infeksi pada klien dengan kriteria hasil:
a. Tanda-tanda vital normal (tekanan darah 100-120/70-80 mmHg. Frekuensi
nadi 60-100 kali permenit, frekuensi nafas 16-22 kali permenit, suhu 36-
37,5oC)
b. Penyembuhan luka yang baik: berkurangnya edema sekitar luka, pus dan
jaringan nekrotik berkurang, adanya jaringan granulasi, tidak bau.
c. Nilai leukosit normal (5000-10000/µl)
d. Glukosa darah < 200 mg/dl
Rencana intervensi
a. Intervensi mandiri
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan, seperti: demam,
kemerahan, adanya pus pada luka.
Rasional: Pasien mungkin dengan infeksi yang biasanya telah
mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi
nasokomial.
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang
baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk
pasiennya sendiri
Rasional: Mencegah timbulnya infeksi silang.
3) Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan
diri selama perawatan
Rasional: Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk
mencegah infeksi kuman
4) Lakukan perawatan luka secara aseptik
Rasional: Untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi
5) Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang
ditetapkan.
Rasional: Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat
meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
35

penyembuhan sehingga memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran


infeksi.
b. Intervensi Kolaborasi
1) Beri antibiotik dan insulin serta lakukan pemeriksaan kadar gula darah.
Rasional: Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan
menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan
berjalan baik.
2) Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitivitas sesuai indikasi
Rasional: Untuuk mengidentifikasi organisme sehingga dapat
memilih/memberikan terapi antibiotik terbaik.

3. Masalah Keperawatan: Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi,


neuropati sekunder akibat peningkatan kadar glukosa darah
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam nyeri
berkurang atau hilang kriteria hasil:
a. Skala nyeri 1-2 (rentang 0-10)
b. Ekspresi wajah tenang
c. Tanda-tanda vital normal (tekanan darah 100-120/70-80 mmHg. Frekuensi
nadi 60-100 kali permenit, frekuensi nafas 16-22 kali permenit, suhu 36-
37,5oC)
Rencana intervensi:
a. Intervensi mandiri
1) Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat
lokasi, intensitas (skala 0-10), dan lama nyeri.
Rasional: Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan
intervensi, dan menentukan efektifitas terapi.
2) Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional: pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan
mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak
bekerjasama dalam melakukan tindakan.
3) Ciptakan lingkungan yang tenang.

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
36

Rasional: Rangasang yang berlebihan dari lingkungan akan


memperberat rasa nyeri.
4) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
Rasional: Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri
yang dirasakan pasien.
5) Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional: Posisi yang nyaman akan membantu memberikan
kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6) Lakukan massage saat merawat luka.
Rasional: Massase dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran
pus.
b. Intervensi kolaborasi
Beri analgesik sesuai program.
Rasional: Obat-obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.

d. Masalah Keperawatan: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ulkus


diabetik sekunder akibat trauma dan peningkatan kadar glokusa darah
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 6x24 jam akan
mengalami peningkatan penyembuhan luka dengan kriteria hasil:
Penyembuhan luka yang baik: berkurangnya edema sekitar luka, pus dan
jaringan nekrotik berkurang, adanya jaringan granulasi, tidak bau.
Rencana intervensi:
a. Intervensi mandiri
1) Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan
Rasional: Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses
penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya
2) Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara aseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang
menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati
Rasional: Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga
kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
37

granulasi yang timbul, sisa jaringan nekrosis dapat menghambat proses


granulasi
b. Intervensi kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur
pus, pemeriksaan gula darah, dan pemberian anti biotik
Rasional: Insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur
pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk
pengobatan, pemeriksaan kadar gula darah untuk mengetahui
perkembangan penyakit

e. Masalah Keperawatan: Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan


kelemahan, ulkus diabetik sekunder akibat defisiensi insulin
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam klien dapat
mengungkapkan peningkatan energi dengan kriteria hasil:
a. Mengungkapkan peningkatan energi: lemah berkurang
b. Menunjukkan teknik/perilaku yang memampukan melakukan aktivitas:
dapat berdiri dan berpindah ke kursi roda secara mandiri
Rencana intervensi:
a. Intervensi mandiri
1) Pertahankan posisi tubuh tepat dengan dukungan atau belat, khususnya
untuk daerah luka
Rasional: Meningkatkan posisi fungsional pada ekstremitas dan
mencegah kontraktur, yang lebih mungkin di atas sendi
2) Perhatikan sirkulasi, gerakan, dan sensasi jari secara berkala
Rasional: Edema dapat mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas
mempotensialkan nekrosis jaringan
3) Lakukan rehabilitasi pada penerimaan
Rasional: Akan lebih mudah untuk membuat partisipasi bila pasien
menyadari kemungkinan adanya penyembuhan.
4) Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali dengan pasif
kemudian aktif.

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
38

Rasional: Mencegah secara progresif mengencangkan jaringan parut


dan kontraktur, meningkatkan pemeliharaan fungsi otot/sendi dan
menurunkan kehilangna kalsium dari tulang.
5) Instruksikan dan bantu dalam mobilitas, contoh: tongkat, walker secara
tepat.
Rasional: Meningkatkan keamanan ambulasi.
6) Dorong dukungan dan bantuan keluarga/orang terdekat pada latihan
rentang gerak
Rasional: Memampukan keluarga/orang terdekat untuk aktif dalam
perawatan pasien dan memberikan terapi lebih konstan/konsisten.
7) Dorong partisipasi pasien dalam semua aktivitas sesuai kemampuan
individual
Rasional: Meningkatkan kemandirian, meningkatkan harga diri, dan
membantu proses perbaikan.

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
3.5 Catatan perkembangan

Tanggal Diagnosis
Tujuan dan Kriteria Hasil Implementasi Evaluasi
Jam Keperawatan
13 Mei Risiko Setelah dilakukan asuhan 1. Mengauskultasi bising usus, mencatat Subyektif (O):
2013 ketidakseimbangan keperawatan selama 6x24 adanya nyeri abdomen atau perut - Klien mengatakan lemas, nafsu makan kurang
nutrisi kurang dari jam klien akan kembung, mual, muntah - Klien mengatakan agak mual dan ingin
kebutuhan berhubungan menerima/mencerna jumlah 2. Mengidentifikasi makanan yang muntah jika makan
dengan penurunan kalori yang tepat disukai/dikehendaki termasuk Obyektif (S):
masukan oral dan Kriteria hasil: kebutuhan etnik dan kultur jika ada - Klien terlihat lemah
ketidakcukupan insulin - Klien menghabiskan 3. Memotivasi klien untuk menghabiskan - Kulit klien teraba kering
makan sesuai porsi yang porsi makan yang disediakan - Tidak ada tanda-tanda hipoglikemi
disediakan 4. Kolaborasi: pemeriksaan glukosa - Tidak terdapat nyeri tekan abdomen, tidak
- Klien mematuhi terapi darah (Kurva Gula Darah Harian kembung, bising usus (+)
sesuai kebutuhan diet [KGDH]) - Klien makan ½ dari porsi makan yang
- Berat badan stabil atau 5. Kolaborasi: memberikan diet oral (Diet disediakan
bertambah ke arah normal DM 1900 kkal + protein 1,5 - BB 60 kg, TB 167 cm
- Glukosa darah < 200 gr/kgBB/hari) - KGDH pukul 06.30 WIB: 563 mg/dl
mg/dl Analisis(A): Masalah belum teratasi
Plan(P):
- Lanjutkan intervensi
- Jelaskan kepada klien pentingnya asupan
makanan pada klien yang mendapat terapi
insulin
- Memotivasi klien untuk mematuhi program
terapi agar gula darah terkontrol

13 Mei Risiko infeksi Setelah dilakukan asuhan 1. Mengobservasi tanda-tanda vital S:


2013 berhubungan dengan keperawatan selama 6x24 2. Mengkaji luas dan keadaan ulkus - Klien mengatakan agak nyeri ketika
adanya ulkus diabetik jam tidak terjadi infeksi dan diabetik serta proses penyembuhan dilakukan perawatan ulkus, skala nyeri 4
dan peningkatan kadar terjadi peningkatan 3. Melakukan perawatan ulkus diabetik - Klien mengatakan tidak mengkonsumsi
glukosa darah. penyembuhan luka pada a. Membersihkan ulkus dekubitus makanan dari luar Rumah Sakit
klien. secara aseptik dengan menggunakan O:
Kerusakan integritas Kriteria hasil: larutan NaCl 0,9% - Tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi

39

Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia
40

kulit berhubungan - Tanda-tanda vital normal b. Menutup ulkus diabetik dengan 78 kali permenit, Frekuensi nafas 20 kali
dengan ulkus diabetik (tekanan darah 100- balutan lembab-kering permenit, suhu 36,7oC.
sekunder akibat trauma 120/70-80 mmHg. 4. Menganjurkan klien untuk mematuhi - Terdapat luka diabetes pada kaki kanan
dan peningkatan kadar Frekuensi nadi 60-100 kali program diet (Diet DM 1900 kkal) (plantaris), ukuran 3x4x1 cm. Keadaan luka
glokusa darah permenit, frekuensi nafas termasuk menghindari konsumsi tampak jaringan nekrotik kehitaman, terdapat
16-22 kali permenit, suhu makanan dari luar Rumah Sakit pus warna kuning keruh, dan berbau.
36-37,5oC) 5. Mengobservasi hasil pemeriksaan - Pitting edema derajat 1, Akral hangat.
- Penyembuhan luka yang laboratorium - Klien makan ½ dari porsi makan yang
baik: berkurangnya edema 6. Kolaborasi: memberikan terapi disediakan
sekitar luka, pus dan antibiotik Ceftriaxone 2 gr dan - Pemeriksaan laboratorium (10 Mei 2013):
jaringan nekrotik Metronidazole 500 mg (intra vena) Leukosit 12500/µL
berkurang, adanya A: Masalah belum teratasi
jaringan granulasi, tidak P:
bau. - Lanjutkan intervensi
- Nilai leukosit normal - Kaji keadaan ulkus diabetik secara berkala
(5000-10000/µl) - Lakukan perawatan luka secara rutin
- Kolaborasi: pemeriksaan glukosa darah
berkala

13 Mei Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Mengkaji tanda-tanda adanya nyeri S:
2013 dengan proses infeksi, keperawatan selama 3x24 2. Menjelaskan pada pasien tentang - Klien mengatakan agak nyeri ketika
neuropati sekunder jam nyeri berkurang atau sebab-sebab timbulnya nyeri. dilakukan perawatan ulkus, skala nyeri 4,
akibat peningkatan hilang 3. Mengajarkan teknik relaksasi untuk nyeri seperti tertusuk, tidak menentu, dan
kadar glukosa darah Kriteria hasil: mengontrol nyeri hilang dengan sendirinya
- Skala nyeri 1-2 (rentang 0- 4. Mengatur posisi pasien senyaman O:
10) mungkin saat dilakukan perawatan - Tampak hati-hati dan ekspresi wajah klien
- Ekspresi wajah tenang lukaLakukan massage saat merawat meringis menahan nyeri ketika menggeser
- Tanda-tanda vital normal luka. kaki yang luka
(tekanan darah 100- - Klien mempraktikkan latihan tarik nafas
120/70-80 mmHg. dalam 1 kali
Frekuensi nadi 60-100 kali - Klien tampak meringis saat dilakukan
permenit, frekuensi nafas perawatan luka
16-22 kali permenit, suhu A: Masalah belum teratasi
36-37,5oC)

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
41

P:
- Lanjutkan intervensi
- Kaji nyeri secara berkala
- Kolaborasi: pemberian terapi analgetik

13 Mei Hambatan mobilitas Setelah dilakukan asuhan 1. Membantu klien duduk di tempat tidur S: Klien mengatakan masih lemas
2013 fisik berhubungan keperawatan selama 3x24 2. Mengobservasi sirkulasi, gerakan, dan O:
dengan kelemahan ulkus jam klien dapat sensasi - Klien terlihat lemah
diabetik sekunder akibat mengungkaapkan 3. Menganjurkan klien untuk member - Klien dapat duduk di tempat tidur dengan
defisiensi insulin peningkatan energi jeda istirahat pada setiap aktifitas yang bantuan
Kriteria hasil: dilakukan - Klien mampu melakukan gerakan secara
- Mengungkapkan 4. Mendorong keluarga untuk membantu mandiri
peningkatan energi: mobilisasi klien - Akral hangat, pulsasi dorsalis pedis teraba
Lemah berkurang 5. Mendorong partisipasi klien untuk kuat
- Menunjukkan beraktivitas sesuai kemampuan A: Masalah belum teratasi
teknik/perilaku yang P:
memampukan melakukan - Lanjutkan intervensi
aktivitas: dapat berdiri dan - Bantu klien dalam aktifitas keseharian
berpindah ke kursi roda
secara mandiri

14 Mei Risiko Setelah dilakukan asuhan 1. Mengauskultasi bising usus, mencatat S:


2013 ketidakseimbangan keperawatan selama 6x24 adanya nyeri abdomen atau perut - Klien mengatakan lemas, nafsu makan sudah
nutrisi kurang dari jam klien akan kembung, mual, muntah mulai membaik
kebutuhan berhubungan menerima/mencerna jumlah 2. Memotivasi klien untuk - Klien mengatakan mual sudah mulai
dengan penurunan kalori yang tepat menghabiskan porsi makan yang berkurang
masukan oral dan Kriteria hasil: disediakan O:
ketidakcukupan insulin - Klien menghabiskan 3. Berdiskusi dengan klien dan keluarga - Klien terlihat lemah
makan sesuai porsi yang makanan yang boleh dikonsumsi dan - Tidak terdapat nyeri tekan abdomen, tidak
disediakan yang tidak boleh dikonsumsi kembung, bising usus (+)
- Klien mematuhi terapi 4. Kolaborasi: pemeriksaan KGDH - Klien makan ¾ dari porsi makan yang
sesuai kebutuhan diet 5. Kolaborasi: Memberikan diet oral disediakan
- Berat badan stabil atau (Diet DM 1900 kkal + protein 1,5 - KGDH pukul 06.30 WIB: 426 mg/dl

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
42

bertambah ke arah normal gr/kgBB/hari) A: Masalah belum teratasi


- Glukosa darah < 200 6. Kolaborasi: memberikan terapi P:
mg/dl insulin Novorapid 10 unit (sub cutan) - Lanjutkan intervensi
- Jelaskan kepada klien pentingnya asupan
makanan pada klien yang mendapat terapi
insulin
- Memotivasi klien untuk mematuhi program
terapi agar gula darah terkontrol

14 Mei Risiko infeksi Setelah dilakukan asuhan 1. Mengobservasi tanda-tanda vital S:


2013 berhubungan dengan keperawatan selama 6x24 2. Mengkaji luas dan keadaan ulkus - Klien mengatakan agak nyeri ketika
adanya ulkus diabetik jam tidak terjadi infeksi dan diabetik serta proses penyembuhan dilakukan perawatan luka, skala nyeri 4,
dan peningkatan terjadi peningkatan 3. Melakukan perawatan ulkus diabetik nyeri seperti ditusuk, mucul tidak menentu
glukosa darah. penyembuhan luka pada a. Membersihkan ulkus dekubitus waktunya, nyeri hilang dengan sendirinya
klien. secara aseptik dengan O:
Kerusakan integritas Kriteria hasil: menggunakan larutan NaCl 0,9% - Tekanan darah 110/80 mmHg, frekuensi
kulit berhubungan - Tanda-tanda vital normal b. Melakukan nekrotomi pada nadi 84kali permenit, Frekuensi nafas 20 kali
dengan ulkus diabetik (tekanan darah 100- jaringan nekrotik luka permenit, suhu 36,7oC.
sekunder akibat trauma 120/70-80 mmHg. c. Menutup ulkus diabetik dengan - Terdapat luka diabetes pada kaki kanan
dan peningkatan kadar Frekuensi nadi 60-100 kali balutan lembab-kering (plantaris), ukuran 3x4x1 cm. Keadaan luka
glokusa darah permenit, frekuensi nafas 4. Menganjurkan klien untuk mematuhi tampak jaringan nekrotik kehitaman,
16-22 kali permenit, suhu program diet (Diet DM 1900 kkal + terdapat pus warna kuning keruh, dan
36-37,5oC) protein 1,5 gr/kgBB/hari) termasuk berbau.
- Penyembuhan luka yang menghindari konsumsi makanan dari - Terdapat edema sekitar luka, pitting derajat 1
baik: berkurangnya edema luar rumah sakit. - Klien makan ¾ dari porsi makan yang
sekitar luka, pus dan 5. Kolaborasi: memberikan terapi disediakan
jaringan nekrotik antibiotik Ceftriaxone 1 gr intra vena - Pemeriksaan laboratorium (13 Mei 2013)
berkurang, adanya 6. Kolaborasi: pemeriksaan kultur pus Leukosit 14130 µ/l
jaringan granulasi, tidak A: Masalah belum teratasi
bau. P : Lanjutkan intervensi
- Nilai leukosit normal - Kaji keadaan ulkus diabetik secara berkala
(5000-10000/µl) - Kolaborasi: Tindakan debridemen luka (16
Mei 2013)

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
43

14 Mei Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Mengkaji tanda-tanda adanya nyeri S:
2013 dengan proses infeksi, keperawatan selama 3x24 2. Menjelaskan pada pasien tentang - Klien mengatakan agak nyeri ketika
neuropati sekunder jam nyeri berkurang atau sebab-sebab timbulnya nyeri. dilakukan perawatan ulkus, skala nyeri 4
akibat peningkatan hilang 3. Menganjurkan klien untuk tarik nafas - Klien mengatakan kadang merasa nyeri tiba-
kadar glukosa darah Kriteria hasil: dalam saat dilakukan perawatan luka tiba, terasa nyut-nyutan, nyeri seperti
- Skala nyeri 1-2 (rentang 0- 4. Mengatur posisi pasien senyaman tertusuk, tidak menentu, dan hilang dengan
10) mungkin saat dilakukan perawatan sendirinya
- Ekspresi wajah tenang lukaLakukan massage saat merawat O:
- Tanda-tanda vital normal luka. - Tampak hati-hati dan ekspresi wajah klien
(tekanan darah 100- meringis menahan nyeri ketika menggeser
120/70-80 mmHg. kaki yang luka
Frekuensi nadi 60-100 kali - Klien tidak mau mempraktikkan tarik nafas
permenit, frekuensi nafas dalam saat perawatan luka
16-22 kali permenit, suhu - Klien tampak meringis saat dilakukan
36-37,5oC) perawatan luka
A: Masalah belum teratasi
P:
- Lanjutkan intervensi
- Kaji nyeri secara berkala
- Kolaborasi: pemberian terapi analgetik

14 Mei Hambatan mobilitas Setelah dilakukan asuhan 1. Membantu klien duduk di tempat S : Klien mengatakan masih lemas
2013 fisik berhubungan keperawatan selama 3x24 tidur O:
dengan kelemahan ulkus jam klien dapat 2. Menganjurkan klien untuk member - Klien terlihat lemah
diabetik sekunder akibat mengungkaapkan jeda istirahat pada setiap aktifitas - Klien mampu melakukan gerakan secara
defisiensi insulin peningkatan energi yang dilakukan mandiri
Kriteria hasil: 3. Memotivasi keluarga untuk A: Masalah belum teratasi
- Mengungkapkan membantu mobilisasi klien P:
peningkatan energi: 4. Mendorong partisipasi klien untuk - Lanjutkan intervensi
Lemah berkurang beraktivitas sesuai kemampuan - Bantu klien dalam aktifitas keseharian
- Menunjukkan
teknik/perilaku yang
memampukan melakukan
aktivitas: dapat berdiri dan

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
44

berpindah ke kursi roda


secara mandiri

15 Mei Risiko Setelah dilakukan asuhan 1. Mengauskultasi bising usus, mencatat S:


2013 ketidakseimbangan keperawatan selama 6x24 adanya nyeri abdomen atau perut - Klien mengatakan badan sudah mulai enak,
nutrisi kurang dari jam klien akan kembung, mual, muntah nafsu makan sudah mulai membaik
kebutuhan berhubungan menerima/mencerna jumlah 2. Memotivasi klien untuk - Klien mengatakan tidak mual
dengan penurunan kalori yang tepat menghabiskan porsi makan yang O:
masukan oral dan Kriteria hasil: disediakan - Klien terlihat lemah
ketidakcukupan insulin - Klien menghabiskan 3. Menjelaskan kepada klien bahwa - Tidak terdapat nyeri tekan abdomen, tidak
makan sesuai porsi yang klien harus puasa 6 jam sebelum kembung, bising usus (+)
disediakan tindakan debridement - Klien makan ¾ dari porsi makan yang
- Klien mematuhi terapi 4. Kolaborasi: pemeriksaan KGDH disediakan
sesuai kebutuhan diet 5. Kolaborasi: Memberikan diet oral - BB 60 kg, TB 167 cm
- Berat badan stabil atau (Diet DM 1900 kal + protein 1,5 - KGDH pukul 06.30 WIB: 358 mg/dl
bertambah ke arah normal gr/kgBB/hari) - KGDH pukul 11.00 WIB: 425 mg/dl
- Glukosa darah < 200 6. Kolaborasi: memberikan terapi - KGDH pukul 17.00 WIB: 99 mg/dl
mg/dl insulin Novorapid 10 unit dan Lantus A: Masalah belum teratasi
20 unit (sub cutan) P: Lanjutkan intervensi
- Anjurkan klien untuk melaporkan setiap
perubahan kondiri, misal: semakin lemah,
gemetar, dan keluar keringat dingin
- Kolaborasi: puasa 6 jam sebelum tindakan
debridement
- Kolaborasi: pemberian insulin drip 4 unit
perjam dan evaluasi glukosa darah tiap 3 jam
- Memotivasi klien untuk mematuhi program
terapi agar gula darah terkontrol

15 Mei Risiko infeksi Setelah dilakukan asuhan 1. Mengobservasi tanda-tanda vital S:


2013 berhubungan dengan keperawatan selama 6x24 2. Mengkaji luas dan keadaan ulkus - Klien mengatakan agak nyeri ketika
adanya ulkus diabetik jam tidak terjadi infeksi dan diabetik serta proses penyembuhan dilakukan perawatan luka, skala nyeri 3
dan peningkatan kadar terjadi peningkatan 3. Melakukan perawatan ulkus diabetik O:
glukosa darah. penyembuhan luka pada a. Membersihkan ulkus dekubitus - Tekanan darah 120/70 mmHg, frekuensi

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
45

klien. secara aseptik dengan nadi 88 kali permenit, Frekuensi nafas 20


Kerusakan integritas Kriteria hasil: menggunakan larutan NaCl 0,9% kali permenit, suhu 36,3oC.
kulit berhubungan - Tanda-tanda vital normal b. Melakukan nekrotomi pada - Terdapat luka diabetes pada kaki kanan
dengan ulkus diabetik (tekanan darah 100- jaringan nekrotik luka (plantaris), ukuran 3x4x1 cm. Keadaan luka
sekunder akibat trauma 120/70-80 mmHg. c. Menutup ulkus diabetik dengan tampak jaringan nekrotik kehitaman,
dan peningkatan kadar Frekuensi nadi 60-100 kali balutan lembab-kering terdapat pus warna kuning keruh, dan
glokusa darah permenit, frekuensi nafas 7. Menganjurkan klien untuk mematuhi berbau.
16-22 kali permenit, suhu program diet (Diet DM 1900 kkal + - Terdapat edema sekitar luka
36-37,5oC) protein 1,5 gr/kgBB/hari) termasuk - Klien makan ¾ dari porsi makan yang
- Penyembuhan luka yang menghindari konsumsi makanan dari disediakan
baik: berkurangnya edema luar Rumah Sakit A: Masalah belum teratasi
sekitar luka, pus dan 4. Kolaborasi: memberikan terapi P: Lanjutkan intervensi
jaringan nekrotik antibiotik Ceftriaxone 1 gr dan - Kaji keadaan ulkus diabetik secara berkala
berkurang, adanya Metronidazole 500 mg (intra vena) - Kolaborasi: Tindakan debridement luka (16
jaringan granulasi, tidak Mei 2013)
bau.
- Nilai leukosit normal
(5000-10000/µl)

15 Mei Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Mengkaji tanda-tanda adanya nyeri S:
2013 dengan proses infeksi, keperawatan selama 3x24 2. Menjelaskan pada pasien tentang - Klien mengatakan agak nyeri ketika
neuropati sekunder jam nyeri berkurang atau sebab-sebab timbulnya nyeri. dilakukan perawatan ulkus, skala nyeri 3
akibat peningkatan hilang 3. Menganjurkan klien untuk tarik nafas - Klien mengatakan nyeri masih muncul tiba-
kadar glukosa darah Kriteria hasil: dalam saat dilakukan perawatan luka tiba, tapi sudah mulai berkurang
- Skala nyeri 1-2 (rentang 0- 4. Menjelaskan kepada klien bahwa - Klien mengatakan jika nyeri ditahan saja,
10) nyeri bisa dikontrol dengan relaksasi, karena memang terdapat luka di kaki
- Ekspresi wajah tenang salah satunya tarik nafas dalam
- Tanda-tanda vital normal 5. Mengatur posisi pasien senyaman O:
(tekanan darah 100- mungkin saat dilakukan perawatan - Tampak hati-hati dan ekspresi wajah klien
120/70-80 mmHg. luka meringis menahan nyeri ketika menggeser
Frekuensi nadi 60-100 kali kaki yang luka
permenit, frekuensi nafas - Klien tampak meringis saat dilakukan
16-22 kali permenit, suhu perawatan luka
36-37,5oC) A: Masalah belum teratasi

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
46

P:
- Lanjutkan intervensi
- Kaji nyeri secara berkala
15 Mei Hambatan mobilitas Setelah dilakukan asuhan 1. Membantu klien berpindah dari S : Klien mengatakan badan sudah makin enak
2013 fisik berhubungan keperawatan selama 3x24 tempat tidur ke kursi roda O:
dengan kelemahan ulkus jam klien dapat 2. Menganjurkan klien untuk member - Klien BAB dan BAK di kamar mandi,
diabetik sekunder akibat mengungkaapkan jeda istirahat pada setiap aktifitas menggunakan kursi roda., dibantu oleh
defisiensi insulin peningkatan energi yang dilakukan keluarga
Kriteria hasil: 3. Memotivasi keluarga untuk - Klien mampu melakukan gerakan secara
- Mengungkapkan membantu mobilisasi klien mandiri
peningkatan energi: 4. Mendorong partisipasi klien untuk A: Masalah belum teratasi
Lemah berkurang beraktivitas sesuai kemampuan P:
- Menunjukkan - Lanjutkan intervensi
teknik/perilaku yang - Bantu klien dalam aktifitas keseharian
memampukan melakukan
aktivitas: dapat berdiri dan
berpindah ke kursi roda
secara mandiri

16 Mei Risiko Setelah dilakukan asuhan 1. Mengauskultasi bising usus, mencatat S:


2013 ketidakseimbangan keperawatan selama 6x24 adanya nyeri abdomen atau perut - Klien mengatakan badan sudah mulai enak,
nutrisi kurang dari jam klien akan kembung, mual, muntah nafsu makan sudah mulai membaik
kebutuhan berhubungan menerima/mencerna jumlah 2. Mengkaji adanya hipoglikemia - Klien mengatakan tidak mual
dengan penurunan kalori yang tepat 3. Kolaborasi: IVFD NaCl 0,9% per - Klien mengaratakan saat ini sedang puasa
masukan oral dan Kriteria hasil: 12jam O:
ketidakcukupan insulin - Klien menghabiskan 4. Kolaborasi: pemeriksaan KGDH - Klien terlihat lemah
makan sesuai porsi yang 5. Kolaborasi: memberikan terapi - Tidak terdapat nyeri tekan abdomen, tidak
disediakan insulin drip 4 unit perjam kembung, bising usus (+)
- Klien mematuhi terapi - Klien terpasang IVFD NaCl 0,9% per 12jam
sesuai kebutuhan diet - Klien puasa untuk persiapan debridement
- Berat badan stabil atau - KGDH pukul 06.30 WIB: 292 mg/dl
bertambah ke arah normal A: Masalah belum teratasi

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
47

- Glukosa darah < 200 P: Lanjutkan intervensi


mg/dl - Monitor tanda hipoglikemia

16 Mei Risiko infeksi Setelah dilakukan asuhan 1. Mengobservasi tanda-tanda vital S:


2013 berhubungan dengan keperawatan selama 6x24 2. Kolaborasi: Tindakan debridement - Klien mengatakan nyeri masih kadang
adanya ulkus diabetik jam tidak terjadi infeksi dan 3. Kolaborasi: memberikan terapi muncul, skala nyeri 3
dan peningkatan terjadi peningkatan insulin drip 4 unit perjam O:
glukosa darah. penyembuhan luka pada - Tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi
klien. nadi 92 kali permenit, Frekuensi nafas 22
Kerusakan integritas Kriteria hasil: kali permenit, suhu 36,3oC.
kulit berhubungan - Tanda-tanda vital normal - Klien dilakukan debridement
dengan ulkus diabetik (tekanan darah 100- - Klien puasa
sekunder akibat trauma 120/70-80 mmHg. - Terdapat edema pada sekitar luka
dan peningkatan kadar Frekuensi nadi 60-100 kali - Hasil pemeriksaan (15 Mei 2013) Leukosit
glokusa darah permenit, frekuensi nafas 9600 /µl
16-22 kali permenit, suhu A: Masalah belum teratasi
36-37,5oC) P: Lanjutkan intervensi
- Penyembuhan luka yang - Kolaborasi pemeriksaan kultur intra operasi
baik: berkurangnya edema
sekitar luka, pus dan
jaringan nekrotik
berkurang, adanya
jaringan granulasi, tidak
bau.
- Nilai leukosit normal
(5000-10000/µl)
16 Mei Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asupan 1. Mengkaji tanda-tanda adanya nyeri S:
2013 dengan proses infeksi, keperawatan selama 3x24 2. Mengevaluasi kemampuan klien - Klien mengatakan nyeri masih kadang
neuropati sekunder jam nyeri berkurang atau dalam latihan tarik nafas dalam muncul, skala nyeri 3
akibat peningkatan hilang 3. Menganjurkan klien untuk melakukan O:
kadar glukosa darah Kriteria hasil: teknik nafas dalam saat nyeri - Klien tampak tenang
- Skala nyeri 1-2 (rentang 0- - Klien dapat melakukan latihan tarik nafas
10) dalam
- Ekspresi wajah tenang A: Masalah belum teratasi

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
48

- Tanda-tanda vital normal P:


(tekanan darah 100- - Lanjutkan intervensi
120/70-80 mmHg. - Kaji nyeri secara berkala
Frekuensi nadi 60-100 kali
permenit, frekuensi nafas
16-22 kali permenit, suhu
36-37,5oC)

16 Mei Hambatan mobilitas Setelah dilakukan asuhan 1. Membantu klien berpindah dari S : Klien mengatakan badan sudah mulai enak
2013 fisik berhubungan keperawatan selama 3x24 tempat tidur ke kursi roda O:
dengan kelemahan ulkus jam klien dapat 2. Menganjurkan klien untuk member - Klien dibantu berpindah dari tempat tidur ke
diabetik sekunder akibat mengungkaapkan jeda istirahat pada setiap aktifitas kursi roda
defisiensi insulin peningkatan energi yang dilakukan - Klien mampu melakukan gerakan secara
Kriteria hasil: 3. Memotivasi keluarga untuk mandiri
- Mengungkapkan membantu mobilisasi klien A: Masalah belum teratasi
peningkatan energi: 4. Mendorong partisipasi klien untuk P:
Lemah berkurang beraktivitas sesuai kemampuan - Lanjutkan intervensi
- Menunjukkan - Bantu klien dalam aktifitas keseharian
teknik/perilaku yang
memampukan melakukan
aktivitas: dapat berdiri dan
berpindah ke kursi roda
secara mandiri

17 Mei Risiko Setelah dilakukan asuhan 1. Mengauskultasi bising usus, mencatat S:


2013 ketidakseimbangan keperawatan selama 6x24 adanya nyeri abdomen atau perut - Klien mengatakan badan sudah lebih segar,
nutrisi kurang dari jam klien akan kembung, mual, muntah nafsu makan membaik
kebutuhan berhubungan menerima/mencerna jumlah 2. Memotivasi klien untuk - Klien mengatakan tidak mual dan tidak
dengan penurunan kalori yang tepat menghabiskan porsi makan yang muntah
masukan oral dan Kriteria hasil: disediakan - Klien mengatakan makan habis 1 porsi
ketidakcukupan insulin - Klien menghabiskan 3. Kolaborasi pemeriksaan KGDH O:
makan sesuai porsi yang 4. Kolaborasi: Memberikan diet oral - Tidak terdapat nyeri tekan abdomen, tidak
disediakan (Diet DM 1900 kal + protein 1,5 kembung, bising usus (+)
- Klien mematuhi terapi gr/kgBB/hari) - Klien menghabiskan porsi makan yang

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
49

sesuai kebutuhan diet 5. Kolaborasi: memberikan terapi disediakan rumah sakit


- Berat badan stabil atau insulin Novorapid 10 unit - BB 60,5 kg, TB 167 cm
bertambah ke arah normal - KGDH pukul 06.30 WIB: 390 mg/dl
- Glukosa darah < 200 A: Masalah belum teratasi
mg/dl P: Lanjutkan intervensi
- Monitor tanda hipoglikemia

17 Mei Risiko infeksi Setelah dilakukan asuhan 1. Mengobservasi tanda-tanda vital S:


2013 berhubungan dengan keperawatan selama 6x24 2. Mengkaji luas dan keadaan luka serta - Klien mengatakan badan sudah lebih segar
adanya ulkus diabetik jam tidak terjadi infeksi dan proses penyembuhan - Klien mengatakan nyeri berkurang, namun
dan peningkatan kadar terjadi peningkatan 3. Melakukan perawatan luka post kadang masih muncul, skala nyeri 3
glukosa darah. penyembuhan luka pada debridement - Klien mengatakan makan habis 1 porsi
klien. a. Membersihkan ulkus dekubitus O:
Kerusakan integritas Kriteria hasil: secara aseptik dengan - Tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi
kulit berhubungan - Tanda-tanda vital normal menggunakan larutan NaCl 0,9% nadi 88 kali permenit, Frekuensi nafas 20
dengan ulkus diabetik (tekanan darah 100- b. Menutup ulkus diabetik dengan kali permenit, suhu 36,7oC.
sekunder akibat trauma 120/70-80 mmHg. balutan lembab-kering - Klien dapat melakukan latihan range of
dan peningkatan kadar Frekuensi nadi 60-100 kali 4. Melakukan latihan range of motion motion secara mandiri
glokusa darah permenit, frekuensi nafas 5. Menganjurkan klien untuk mematuhi - Luka tampak kemerahan, granulasi (+), tidak
16-22 kali permenit, suhu program diet (Diet DM 1900 kkal + terdapat pus, Jaringan nekrotik minimal.
36-37,5oC) protein 1,5 gr/kgBB/hari) termasuk - Tidak terdapat edema
- Penyembuhan luka yang menghindari konsumsi makanan dari - Hasil pemeriksaan (16 Mei 2013) Leukosit
baik: berkurangnya edema luar rumah sakit. 10000 /µl
sekitar luka, pus dan 6. Kolaborasi: memberikan terapi A: Masalah belum teratasi
jaringan nekrotik antibiotik Ceftriaxone 2 gr intra vena P: Lanjutkan intervensi
berkurang, adanya - Observasi tanda infeksi berkala
jaringan granulasi, tidak - Lakukan perawatan luka
bau.
- Nilai leukosit normal
(5000-10000/µl)

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
50

17 Mei Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asupan 1. Mengkaji tanda-tanda adanya nyeri S:
2013 dengan proses infeksi, keperawatan selama 3x24 2. Mengevaluasi kemampuan klien - Klien mengatakan nyeri berkurang, namun
neuropati sekunder jam nyeri berkurang atau dalam latihan tarik nafas dalam kadang masih muncul, skala nyeri 3
akibat peningkatan hilang 3. Menganjurkan klien untuk melakukan - KLien mengatakan merasa nyeri saat
glukosa darah Kriteria hasil: teknik nafas dalam saat nyeri lukanya dibersihkan
- Skala nyeri 1-2 (rentang 0- 4. Mengatur posisi kaki klien senyaman
10) mungkin saat dilakukan perawatan O:
- Ekspresi wajah tenang luka: mengganjal dengan bantal - Ekspresi wajah klien meringis, menahan
- Tanda-tanda vital normal 5. Kolaborasi pemberian Ketorolac 30 nyeri saat dilakukan perawatan luka
(tekanan darah 100- mg (intra vena) - Klien dapat melakukan latihan tarik nafas
120/70-80 mmHg. dalam
Frekuensi nadi 60-100 kali - Kaki klien diganjal dengan bantal saat
permenit, frekuensi nafas dilakukan perawatan luka
16-22 kali permenit, suhu A: Masalah belum teratasi
36-37,5oC) P:
- Lanjutkan intervensi
- Kaji nyeri secara berkala

17 Mei Hambatan mobilitas Setelah dilakukan asuhan 1. Membantu klien berpindah dari S : Klien mengatakan badan sudah lebih segar
2013 fisik berhubungan keperawatan selama 3x24 tempat tidur ke kursi roda O:
dengan kelemahan ulkus jam klien dapat 2. Menganjurkan klien untuk member - Klien dibantu berpindah dari tempat tidur ke
diabetik sekunder akibat mengungkaapkan jeda istirahat pada setiap aktifitas kursi roda
defisiensi insulin peningkatan energi yang dilakukan - Klien mampu melakukan gerakan secara
Kriteria hasil: 3. Melakukan latihan range of motion mandiri
- Mengungkapkan pada kaki yang sehat - Klien dapat melakukan latihan Range of
peningkatan energi: 4. Memotivasi keluarga untuk motion secara mandiri
Lemah berkurang membantu mobilisasi klien A: Masalah belum teratasi
- Menunjukkan 5. Mendorong partisipasi klien untuk P:
teknik/perilaku yang beraktivitas sesuai kemampuan - Lanjutkan intervensi
memampukan melakukan - Bantu klien dalam aktifitas keseharian
aktivitas: dapat berdiri dan
berpindah ke kursi roda
secara mandiri

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
51

18 Mei Risiko Setelah dilakukan asuhan 1. Mengauskultasi bising usus, mencatat S:


2013 ketidakseimbangan keperawatan selama 6x24 adanya nyeri abdomen atau perut - Klien mengatakan badan lebih enak, nafsu
nutrisi kurang dari jam klien akan kembung, mual, muntah makan baik
kebutuhan berhubungan menerima/mencerna jumlah 2. Memotivasi klien untuk - Klien mengatakan tidak mual dan tidak
dengan penurunan kalori yang tepat menghabiskan porsi makan yang muntah
masukan oral dan Kriteria hasil: disediakan - Klien mengatakan makan habis 1 porsi
ketidakcukupan insulin - Klien menghabiskan 3. Kolaborasi: pemeriksaan KGDH O:
makan sesuai porsi yang 4. Kolaborasi: Memberikan diet oral - Tidak terdapat nyeri tekan abdomen, tidak
disediakan (Diet DM 1900 kal + protein 1,5 kembung, bising usus (+)
- Klien mematuhi terapi gr/kgBB/hari) - Klien menghabiskan porsi makan yang
sesuai kebutuhan diet 5. Kolaborasi: memberikan terapi disediakan rumah sakit
- Berat badan stabil atau insulin Novorapid 10 unit - KGDH pukul 06.30 WIB: 457 mg/dl
bertambah ke arah normal A: Masalah belum teratasi
- Glukosa darah < 200 P: Lanjutkan intervensi
mg/dl - Monitor tanda hipoglikemia
- Kolaborasi: pemeriksaan kadar glukosa
darah

18 Mei Risiko infeksi Setelah dilakukan asuhan 1. Mengobservasi tanda-tanda vital S:


2013 berhubungan dengan keperawatan selama 6x24 2. Mengkaji luas dan keadaan luka serta - Klien mengatakan badan sudah lebih segar
adanya ulkus diabetik jam tidak terjadi infeksi dan proses penyembuhan - Klien mengatakan nyeri berkurang, namun
dan peningkatan terjadi peningkatan 3. Melakukan perawatan luka post kadang masih muncul, skala nyeri 3
glukosa darah. penyembuhan luka pada debridement - Klien mengatakan makan habis 1 porsi
klien. a. Membersihkan ulkus dekubitus O:
Kerusakan integritas Kriteria hasil: secara aseptik dengan - Tekanan darah 120/70 mmHg, frekuensi
kulit berhubungan - Tanda-tanda vital normal menggunakan larutan NaCl 0,9% nadi 82 kali permenit, Frekuensi nafas 20
dengan ulkus diabetik (tekanan darah 100- b. Menutup ulkus diabetik dengan kali permenit, suhu 36,1oC.
sekunder akibat trauma 120/70-80 mmHg. balutan lembab-kering - Klien dapat melakukan latihan range of
dan peningkatan Frekuensi nadi 60-100 kali 4. Melakukan latihan range of motion motion secara mandiri
glokusa darah permenit, frekuensi nafas 5. Menganjurkan klien untuk mematuhi - Tidak terdapat edema
16-22 kali permenit, suhu program diet (Diet DM 1900 kkal + - Luka tampak kemerahan, granulasi (+), tidak
36-37,5oC) protein 1,5 gr/kgBB/hari) termasuk terdapat pus, Jaringan nekrotik minimal.
- Penyembuhan luka yang menghindari konsumsi makanan dari A: Masalah belum teratasi
baik: berkurangnya edema luar rumah sakit. P: Lanjutkan intervensi

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
52

sekitar luka, pus dan 6. Kolaborasi: memberikan terapi - Observasi tanda infeksi berkala
jaringan nekrotik antibiotik Ceftriaxone 2 gr intra vena
berkurang, adanya
jaringan granulasi, tidak
bau.
- Nilai leukosit normal
(5000-10000/µl)

18 Mei Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asupan 1. Mengkaji tanda-tanda adanya nyeri S:
2013 dengan proses infeksi, keperawatan selama 3x24 2. Mengevaluasi kemampuan klien - Klien mengatakan nyeri berkurang, muncul
neuropati sekunder jam nyeri berkurang atau dalam latihan tarik nafas dalam hanya saat dilakukan perawatan luka, skala
akibat peningkatan hilang 3. Menganjurkan klien untuk nyeri 2
glukosa darah Kriteria hasil: melakukan teknik nafas dalam saat O:
- Skala nyeri 1-2 (rentang 0- nyeri - Ekspresi wajah klien tenang
10) 4. Mengatur posisi kaki klien senyaman - Klien dapat melakukan latihan tarik nafas
- Ekspresi wajah tenang mungkin saat dilakukan perawatan dalam
- Tanda-tanda vital normal luka: mengganjal dengan bantal - Kaki klien diganjal dengan bantal saat
(tekanan darah 100- 5. Kolaborasi pemberian Ketorolac 30 dilakukan perawatan luka
120/70-80 mmHg. mg A: Masalah teratasi
Frekuensi nadi 60-100 kali P:
permenit, frekuensi nafas - Lanjutkan intervensi
16-22 kali permenit, suhu - Kaji nyeri secara berkala
36-37,5oC)

18 Mei Hambatan mobilitas Setelah dilakukan asuhan 1. Membantu klien berpindah dari S : Klien mengatakan badan sudah lebih enak
2013 fisik berhubungan keperawatan selama 3x24 tempat tidur ke kursi roda O:
dengan kelemahan ulkus jam klien dapat 2. Menganjurkan klien untuk member - Klien dibantu berpindah dari tempat tidur ke
diabetik sekunder akibat mengungkaapkan jeda istirahat pada setiap aktifitas kursi roda
defisiensi insulin peningkatan energi yang dilakukan - Klien mampu melakukan gerakan secara
Kriteria hasil: 3. Melakukan latihan range of motion mandiri
- Mengungkapkan pada kaki yang sehat - Klien dapat melakukan latihan Range of
peningkatan energi: 4. Memotivasi keluarga untuk motion secara mandiri
Lemah berkurang membantu mobilisasi klien A: Masalah belum teratasi

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
53

- Menunjukkan 5. Mendorong partisipasi klien untuk P:


teknik/perilaku yang beraktivitas sesuai kemampuan - Lanjutkan intervensi
memampukan melakukan - Bantu klien dalam aktifitas keseharian
aktivitas: dapat berdiri dan
berpindah ke kursi roda
secara mandiri

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
BAB 4
ANALISIS SITUASI

Bab ini membahas profil lahan praktik dan analisis masalah keperawatan dengan
konsep Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan, analisis intervensi
keperawatan pada klien DM, serta alternatif pemecahan masalah pada klien DM
yang menjalani perawatan di rumah sakit. Penulis akan mengkaitkan masalah dan
intervensi yang telah dilakukan dengan studi kepustakaan, hasil penelitian
sebelumnya dan sumber bacaan yang dijadikan sebagai bahan rujukan penulisan.

4.1 Profil lahan praktik


Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto merupakan rumah
sakit merupakan rumah sakit pusat tentara yang berlokasi di Jalan Abdul Rahman
Saleh nomor 24 Jakarta Pusat. RSPAD Gatot Soebroto merupakan rumah sakit
yang berdiri sejak zaman Belanda dan merupakan rumah sakit tentara Belanda.
Rumah sakit ini kemudian menjadi rumah sakit militer angkatan darat Jepang
pada masa penjajahan Jepang tahun 1942 dan menjadi rumah sakit dengan nama
leger hospital Batavia setelah dikuasai oleh KNIL pada masa kemerdekaan
Republik Indonesia. RSPAD Gatot Soebroto diserahkan kepada Djawatan
Kesehatan Angkatan Darat pada 26 Juli 1950 dan menjadi rumah sakit tentara
pusat.

Visi RSPAD Gatot Soebroto adalah mejadi rumah sakit kebanggan prajurit
dengan misi utaman menyelenggarakan fungsi perumahsakitan tingkat pusat dan
rujukan tertinggi bagi rumah sakit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat
(TNI AD). Misi RSPAD Gatot Soebroto adalah menyelenggarakan dukungan dan
pelayanan kesehatan yang professional dan bermutu serta menyeluruh bagi
prajurit/PNS TNI AD dan keluarganya dalam rangka meningkatkan kesiapan dan
kesejahteraan. Selain itu RSPAD Gatot Soebroto mempunyai misi tambahan
sebagai subsitem kesehatan nasional yang ikut meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat melalui program kesehatan masyarakat umum. Dalam
mengembangkan keilmuan, RSPAD Gatot Soebroto mempunyai tiga misi yaitu:

54

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
55

mengembangkan keilmuan secara berkesinambungan, meningkatkan kemampuan


tenaga kesehatan melalui pendidikan berkelanjutan dan memberikan lingkungan
yang mendukung proses pembelajaran dan penelitian bagi tenaga kesehatan.

RSPAD Gatot Soebroto mempunyai sarana dan prasarana yang canggih untuk
menunjang pelayanan kepada masyarakat. RSPAD Gatot Soebroto ditkesad juga
ditunjuk menjadi salah satu tempat pemeriksaan dan perawatan pejabat tinggi
sampai sekarang. Mengingat peran serta rumah sakit terhadap pelayanan
kesehatan masyarakat maka sejak tahun 1989, RSPAD Gatot Soebroto mulai
membuka diri untuk pelayanan swasta sampai sekarang, dikenal sebagai pavilion
dr. R. Darmawan, PS untuk rawat inap. Kemudian tahun 1991 didirikan bangunan
6 lantai di paviliun Kartika untuk rawat jalan dan rawat inap. Selanjutnya
diresmiakn pavilion dr Iman Sudjudi melayani kesehatan ibu dan bayi, pavilion
anak untuk perawatan anak serta non peviliun untuk perawatan kelas tiga. RSPAD
Gatoto Soebroto berkomitmen memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik
bagi seluruh masyarakat dengan mengutamakan pelayanan prima dan patient
safety.

Salah satu unit perawatan di RSPAD Gatot Soebroto adalah unit perawatan
umum. Unit ini mulai diresmikan penggunaannya sejak 29 Oktober 1974 dan
mempunyai 6 lantai dengan luas bangunan 13.950 m2 serta mempunyai kapasitas
298 tempat tidur. Lantai 6 perawatan umum merupakan salah satu tempat praktik
bagi mahasiswa profesi ners Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
dalam praktik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP). Lantai 6
perawatan umum merupakan ruang perawatan kelas III dan merupakan ruang
perawatan penyakit dalam. Ruang ini mempunyai 11 kamar dengan kapasitas 4-6
tempat tidur tiap kamar.

4.2 Analisis masalah keperawatan


DM merupakan penyakit degeneratif yang sering terjadi pada masyarakat
perkotaan. Meningkatnya kepadatan penduduk dan makin majunya perkembangan
teknologi menjadi faktor yang berperan dalam peningkatan DM di masyarakat

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
56

perkotaan. Pada proses penyelesaian masalah di DM di perkotaan, perawat perlu


melakukan tahapan-tahapan mulai dari pengkajian, analisa masalah, diagnosa,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi tindakan. Keseluruhannya dilakukan
dengan melibatkan masyarakat secara utuh dan mengevaluasi secara tepat.
Sehingga perawat dapat menentukan strategi asuhan keperawatan yang tepat
dalam penanganan masalah kesehatan perkotaan, khususnya DM.

Peningkatan penyakit DM di Indonesa diduga ada hubungannya dengan cara


hidup yang berubah (Alwi, Simadibrata, Setiati, Setiyohadi & Sudoyo, 2010).
Tingginya arus urbanisasi dan modernisasi merupakan faktor terjadinya
perubahan pola hidup masyarakat perkotaan. Hal ini sesuai dengan Alwi,
Simadibrata, Setiati, Setiyohadi & Sudoyo (2010) yang menyatakan bahwa dalam
jangka waktu 30 tahun penduduk Indonesia akan naik 40% dengan peningkatan
jumlah pasien DM yang jauh lebih besar, yang disebabkan karena: 1) faktor
demografi, 2) gaya hidup yang kebarat-baratan, 3) berkurangnya penyakit infeksi
dan kurang gizi, dan 4) meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur penderita
DM lebih panjang.

Perubahan gaya hidup masyarakat khususnya di perkotaan merupakan akumulasi


dari berbagai faktor. Perubahan gaya hidup ini dapat dilihat secara jelas antara lain
dengan munculnya tempat-tempat restoran siap saji (junk food) hampir di seluruh
sudut kota. Junk food merupakan makanan yang tidak sehat karena memiliki nilai
nutrisi rendah. Jenis makanan ini mengandung lemak jenuh (saturated fat), garam
dan gula, serta bermacam-macam additif seperti monosodium glutamate dan
tartrazine dengan kadar yang tinggi. Junk food hampir tidak mengandung protein,
vitamin serta serat yang sangat dibutuhkan tubuh. Selain itu, sebagai akibat
adanya industrialisasi dan urbanisasi, rantai distribusi makanan menjadi semakin
panjang dan kompleks (WHO dalam Hartono, 2006).

Tingginya pendapatan perkapita masyarakat yang tinggi dan perkembangan


teknologi juga merupakan penyebab perubahan gaya hidup masyarakat perkotaan.
Masyarakat semakin bebas mengakses informasi dan mengadopsi gaya hidup

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
57

terbuka barat. Semakin sibuknya seseorang dan perubahan gaya hidup


menyebabkan minimnya kesempatan untuk rekreasi dan olahraga serta pergeseran
pola makan masyarakat dari pola makan tradisional yang mengandung banyak
karbohidrat dan serat dari sayuran menjadi pola makan barat dengan komposisi
makanan yang terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula, garam, dan
mengandung sedikit serat (Alwi, Simadibrata, Setiati, Setiyohadi & Sudoyo,
2010).

Berdasarkan analisis data dari pengkajian yang dilakukan pada Tn. W didapatkan
beberapa masalah keperawatan yaitu risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral dan ketidakcukupan
insulin, risiko infeksi berhubungan dengan adanya ulkus kaki diabetik dan
peningkatan kadar glukosa darah, nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi
dan neuropati sekunder akibat peningkatan kadar glukosa darah, hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan ulkus diabetik sekunder akibat
peningkatan kadar glukosa darah, dan kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan ulkus diabetik sekunder akibat trauma dan peningkatan kadar glokusa
darah.

Ketidak seimbangan nutrisi pada klien dengan DM merupakan salah masalah


yang sering terjadi. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
adalah keadaan dimana asupan nutrisi tidak tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolik (NANDA, 2012). Penulis mengangkat masalah ini pada Tn.
W karena ditemukan data penurunan nafsu makan, mual, dan masukan makan
hanya ½ porsi dari porsi yang disediakan. Data lainnya yang mendukung masalah
ini ditegakkan adalah hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan nilai Hb 10,3
gr/dl dan albumin 2,6 pada tanggal 13 Mei 2013. Keadaan hipoalbumin pada klien
dapat diakibatkan oleh adanya proteinuria akibat nefropati diabetes. Keadaan
nefropati diabetes sering menyebabkan pengeluaran protein sekitar 1 gr perhari
(Sacher & McPherson, 2002).

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
58

Hambatan dalam menegakkan diagnosis ini adalah tidak mendukungnya data


antropometri. Pengukuran antropometri pada Tn. W didapatkan BB 60 kg, TB 167
cm, dan IMT 21,50 kg/m2, namun pada klien ditemukan data adanya gejala
penurunan asupan makanan dan keadaan hiperglikemia akibat kekurangan insulin.
Defisiensi insulin pada DM dapat menggangguan metabolisme protein dan lemak
yang dapat menurunkan berat badan (Smeltzer & Bare, 2003). Oleh karena itu
penulis menegakkan masalah risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan sebagai salah satu masalah keperawatan.

Masalah keperawatan lain yang muncul pada Tn. W adalah nyeri. Sebagian besar
nyeri pada penderita DM diakibatkan karena neuropati sensorik (Rehm, 2004).
Gangguan neuropati diabetik adalah istilah deskriptif yang menunjukkan adanya
gangguan, baik klinis maupun subklinis, yang terjadi pada DM tanpa penyebab
neuropati perifer yang lain (Alwi, Simadibrata, Setiati, Setiyohadi, & Sudoyo,
2010). Manifestasi neuropati diabetik dapat bervariasi mulai dari tanpa keluhan
hingga nyeri hebat, rasa terbakar, kesemutan, atau rasa sakit menusuk (Alwi,
Simadibrata, Setiati, Setiyohadi, & Sudoyo, 2010; Rehm, 2004).

Penyebab nyeri yang lain adalah gangguan sirkulasi darah pada kaki. Hal ini
terjadi akibat peningkatan glukosa darah pada arteri, kapiler, dan vena (Rehm,
2004). Penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah dan penumpukan
kalsium membuat pembuluh darah menjadi kaku sehingga aliran darah terhambat
sebagian bahkan seluruhnya yang menyebabkan jaringan tidak mendapat suplai
oksigen yang cukup (Rehm, 2004). Adanya insufisiensi arterial yang telah ada dan
keadaan anemia menimbulkan nyeri saat istirahat (Stillman, 2008 dalam Hariani
& Perdanakusuma, 2010).

Risiko infeksi pada Tn. W penulis angkat menjadi masalah karena ditemukan
adanya luka diabetes pada kaki kanan (plantaris) dan hasil pemeriksaan
laboratorium tanggal 10 Mei 2013 yang menunjukkan nilai leukosit 12500/µL dan
GDS 703 gr/dl. Keadaan lekositosis mungkin menandakan adanya abses atau
infeksi lainnya pada kaki (Stillman, 2008 dalam Hariani & Perdanakusuma,

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
59

2010). Risiko infeksi merupakan keadaan dimana individu mengalami


peningkatan risiko terserang organisme patogenik (NANDA, 2012). Penderita
DM mengalami penurunan kemampuan tubuh dalam melawan infeksi (Ferry,
2012 dalam Ariyanti, 2012).

Infeksi yang biasa terjadi pada penderita DM adalah infeksi pada salurah kemih
dan infeksi kaki diabetes (Black & Hawks, 2009). Tiga faktor yang berperan
dalam terjadinya infeksi adalah menurunnya fungsi polymorphonuclear leukocyte,
neuropati diabetes, dan insufisiensi vaskuler. Keadaan hiperglikemia dan ketiga
faktor tersebut sangat berhubungan dengan terjadinya infeksi kaki diabetes. Lebih
dari 40% penderita DM dengan infeksi kaki memerlukan amputasi dan 5%-10%
meninggal walaupun sudah di amputasi (Black & Hawks, 2009). Ulkus kaki
diabetes merupakan komplikasi DM kronik yang lebih sedikit dibanding
komplikasi lain, namun memiliki efek yang besar pada kondisi penderita DM di
seluruh dunia (Brookes & O’leary, 2006 dalam Ariyanti, 2012). Oleh karena itu
peran perawat dalam mengatasi risiko terjadinya infeksi pada penderita DM
sangat penting.

Kerusakan integritas kulit juga terjadi pada klien karena Tn. W mengalami luka
kaki/ulkus diabetes. Kerusakaan integritas kulit adalah adanya
perubahan/gangguan epidermis dan.atau dermis (NANDA, 2012). Ulkus diabetes
adalah rusak atau terbukanya kulit yang menggangu fungsi proteksi kulit dalam
melawan bakteri (Vancouver Costal Health, 2010 dalam Ariyanti, 2012). Ulkus
pada Tn. W dapat diakibatkan karena neuropati perifer, gangguan pembuluh darah
perifer sebagai akibat dari tingginya glukosa dalam darah. Hal ini sesuai dengan
Norwood (2011) dalam Ariyanti (2012) yang menyatakan bahwa faktor risiko
yang dapat menyebabkan terjadinya ulkus diabetes adalah neuropati, penyakit
vaskuler perifer, menggunakan alas kaki yang tidak tepat, terdapat deformitas
kaki, dan riwayat merokok.

Penulis juga mengangkat diagnosis hambatan mobilitas fisik sebagai masalah


yang terjadi pada Tn. W. Hambatan mobilitas fisik merupakan keterbatasan pada

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
60

pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah
(NANDA, 2012). Pada DM dengan ulkus diabetes, terjadi kelelahan akibat
penurunan produksi energi metabolik, peningkatan kebutuhan energi akibat
infeksi, dan nyeri neuropati yang dapat menggangu mobilisasi klien.

Hambatan pada penegakan diagnosis keperawatan hambatan mobilitas fisik


adalah tidak adanya instrumen pengkajian yang digunakan oleh penulis dalam
menilai status tingkat fungsional klien. Penulis tetap menegakkan masalah
keperawatan ini dengan melakukan pengkajian terhadap kemampuan klien dalam
melakukan aktifitas keseharian, misal upaya pemenuhan kebutuhan kebersihan
diri klien dan pemenuhan kebutuhan eliminasi klien.

4.3 Analisis intervensi keperawatan


Tujuan perencanaan keperawatan pada klien DM adalah mencakup perbaikan
status nutrisi, pemeliharaan integritas kulit, kemampuan untuk melaksanakan
ketrampilan perawatan mandiri DM disamping perawatan prenventif untuk
menghindari komplikasi jangka panjang dan tidak adanya komplikasi (Smeltzer &
Bare, 2003). Intervensi keperawatan yang dilakukan kepada Tn. W dilakukan
secara komprehensif yang mencakup pilar-pilar dalam penatalaksanaan DM.
Salah satu intervensi yang dilakukan dalam asuhan keperawatan pada Tn. W
adalah mengaplikasikan metode moist wound healing pada perawatan luka dan
pencegahan ulkus kaki diabetes dengan latihan range of motion pada kaki yang
masih sehat.

Metode moist wound healing digunakan untuk mempertahankan kelembaban luka


dengan balutan penahan kelembaban, sehingga penyembuhan luka dan
pertumbuhan jaringan dapat terjadi secara alami. Pemilihan balutan luka
Perawatan luka merupakan bagian dari manajemen ulkus kaki diabetes. Idealnya
balutan harus dapat mengurangi gejala, memberikan perlindungan luka, dan
meningkatkan proses penyembuhan (Hilton, Williams, Beuker, Miller, &
Harding, 2004). Karakteristik pada pemilihan balutan luka harus memperhatikan
prinsip-prinsip penyembuhan luka, lingkungan luka lembab telah diakui sebagai

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
61

yang optimal untuk penyembuhan. Balutan telah didesain untuk menjaga


kelembaban, mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme, memungkinkan
pertukaran gas, insulasi termal pada luka, dan atraumatik (Hilton, Williams,
Beuker, Miller, & Harding, 2004). Aplikasi balutan lembab bertujuan untuk
menjaga kelembaban luka, melindungi luka dari cidera, menjaga suhu permukaan
luka, dan mencegah balutan kering sehingga proses regenerasi jaringan berjalan
maksimal (Kristianto, 2010).

Aplikasi teknik moist wound healing yang digunakan pada klien Tn. W adalah
dengan menggunakan normal saline (NaCl 0,9%). Nonadherent atau low-
adherence dressing dengan kompres kassa yang dibasahi NaCl 0.9% merupakan
salah satu jenis balutan dan dianggap sebagai pengobatan standar untuk ulkus kaki
diabetes serta digunakan sebagai kelompok kontrol dalam penelitian tentang
balutan. Balutan ini dirancang untuk atraumatik dan untuk memberikan
lingkungan yang lembab pada luka. Keuntungan menggunakan balutan ini adalah
sederhana, relatif murah, dan hipoalergenik namun tidak dirancang secara khusus
untuk menangani infeksi tetapi pada dapat digunakan secara aman bersamaan
dengan penggunaan antibiotik (Hilton, Williams, Beuker, Miller, & Harding,
2004).

Hambatan dalam implementasi perawatan luka dengan menerapkan metode moist


wound healing adalah masih diterapkannya balutan konvensional dengan
menggunakan kompres kassa yang dibasahi NaCl 0.9%. Hambatan penggunaan
balutan ini dapat diakibatkan karena biaya yang tinggi, pengetahuan, dan
pengalaman dalam aplikasi teknik balutan modern. Digunakannya balutan ini
sebagai pilihan intervevnsi dikarenakan karena kondisi klien yang tidak
memungkinkan untuk mendapatkan pilihan perawatan luka menggunakan balutan
modern sebagai akibat dari terbatasnya jaminan kesehatan perawatan kelas III.

Secara umum aplikasi kompres kassa yang dibasahi NaCl 0.9% mempunyai
beberapa keuntungan, namun berbagai penelitian terakhir mengungkapkan bahwa
penggunaan balutan modern mempunyai kelebihan dibanding dengan kompres

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
62

kassa yang dibasahi NaCl 0.9%. Jenis balutan modern yang dapat digunakan yaitu
balutan alginat, balutan foam, balutan hidropolimer, balutan transparan film, dan
balutan absorben (Landry, 2003). Penelitian menunjukkan bahwa penyembuhan
luka pada ulkus kaki DM non-iskemik yang dirawat dengan hydrogels lebih baik
jika dibandingkan dengan menggunakan kassa yang dibasahi NaCl 0,9% (Weir,
2010).

Penggunaan bahan material balutan modern dinilai lebih mahal dibandingkan


dengan material balutan konvensional. Namun berbagai penelitian telah dilakukan
untuk menilai efektifitas penggunaan balutan terhadap efektifitas biaya
menunjukkan bahwa penggunaan balutan modern lebih efektif biaya
dibandingkan dengan balutan konvensional. Berdasarkan kondisi lapangan
menunjukkan bahwa penggantian balutan modern lebih jarang dilakukan
(Kristianto, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Payne, dkk (2009)
menyebutkan bahwa penggunaan foam lebih efektif biaya dibandingkan dengan
penggunaan saline (NaCl 0,9%) dalam perawatan luka tekan karena menurunkan
frekuensi penggantian balutan. Penggunaan balutan lain, yaitu Alginat terbukti
lebih efektif dalam pembiayaan karena menurunkan frekuensi penggantian
balutan dibandingkan dengan teknik konvensional (Heenan, 2007). Pada
penelitian lainnya, dilaporkan adanya penurunan yang signifikan dalam lamanya
penyembuhan pada penggunaan balutan Carboxymethylcelllulose hydrofibre
dibandingkan dengan kassa dibasahi NaCl 0,9% (Weir, 2010).

Penggunaan balutan modern pada ulkus DM juga memberikan dampak yang baik
terhadap penyembuhan luka dan kualitas hidup klien secara umum. Penelitian
Sartika (2008) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proses perkembangan luka
antara kelompok modern dan konvensional. Penelitian menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan respon nyeri yang bermakna pada perawatan luka DM yang
dilakukan perawatan menggunakan teknik konvensional dan modern. Pada teknik
konvensional ditemukan adanya penurunan ekspresi transforming growth factor
β1 (TGF β1) yang meningkatkan respon nyeri, dan pada penggunaan teknik
modern, menunjukkan proses penyembuhan luka lebih cepat sehingga memiliki

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
63

nilai ekonomis terhadap masa rawat dan kualitas proses penyembuhan (Kristianto,
2010). Weir (2010) juga melaporkan adanya penurunan luas ulkus luka pada
penggunaan membran polimer semi-permeabel selaput dibandingkan dengan
kassa dibasahi NaCl 0,9%.

Intervensi lain yang dilakukan pada Tn. W adalah melakukan range of motion
pada kaki yang belum mengalami luka diabetes untuk memperbaiki vaskularisari
kaki dan menurunkan risiko terjadinya kaki diabetes. Latihan pada penderita
sangat penting dalam penatalaksanaan DM. Latihan akan menurunkan kadar
glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian insulin (Smetlzer & Bare, 2003). Untuk kasus dengan
permasalahan vaskuler, latihan kaki perlu diperhatikan untuk memperbaiki
vaskularisasi kaki (Alwi, Simadibrata, Setiati, Setiyohadi, Sudoyo, 2010). Salah
satu latihan kaki yang memungkinkan pada klien yang menjalani perawatan di
rumah sakit adalah range of motion. Latihan pada kaki dilakukan untuk
meningkatkan sirkulasi dan menurunkan risiko komplikasi DM (Aberdeene,
2011). Hasil penelitian oleh Goldsmith, Lidtke, & Shott (2002) menunjukkan
bahwa latihan range of motion tanpa pengawasan dapat menurunkan tekanan
puncak pada plantar dalam waktu yang relati singkat.

Range of motion yang dilakukan pada Tn. W meliputi latihan aktif dan pasif
dorsifleksi dan plantarfleksi pada sendi tumit dan jari, latihan inversi dan eversi
pada tumit, serta latihan aktif dan pasif pada lutut. Intervensi range of motion pada
Tn. W mempunyai hambatan dalam evaluasi karena tidak adanya format evaluasi
yang digunakan untuk menilai keberhasilan intervensi dan tekanan pada kaki.
Tanda dan gejala klinis klien yang penulis gunakan untuk menilai efektifitas
intervensi adalah perabaan nadi dorsalis pedis dan plantaris, kondisi akral klien,
dan gejala kebas yang mungkin dialami klien.

4.4 Alternatif pemecahan masalah


Peningkatan penyakit degeneratif pada masyarakat perkotaan, khususnya DM,
menjadi masalah kesehatan yang harus ditangani. Perkembangan ilmu kesehatan

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
64

telah banyak membantu dalam memperbaiki taraf kesehaatan secara global,


namun penanggulangan permasalahan DM khususnya di masyarakat perkotaan,
tidak hanya dapat diatasi dengan mengandalkan tindakan kuratif. Upaya preventif
dalam memperbaiki pola hidup sehat dan menjauhi pola hidup berisiko
merupakan pilihan dalam menurunkan angka kejadian DM di perkotaan.

Perawat yang merupakan ujung tombak dalam pencegahan penyakit, khususnya


DM di perkotaan, mempunyai peranan yang penting dalam penanganan DM.
Perawat di perkotaan harus mampu menerapkan strategi yang efisien dan efektif
dalam upaya pencegahan DM di perkotaan. Strategi dalam pencegahan DM yang
dapat diterapkan adalah Pencegahan primer, sekunder, dan tersier (Perkeni, 2011).
Strategi pencegahan primer terdiri dari tindakan edukasi dan pengelolaan yang
ditujukan untuk kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi dan
intoleransi glukosa. Dua macam strategi dalam pencegahan penyakit menurut
Alwi, Simadibrata, Setiati, Setiyohadi & Sudoyo (2010) adalah:
1. Pendekatan populasi/masyarakat
Upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan penyakit DM dan penyakit
lain adalah mengubah perilaku masyarakat secara umum dengan mendidik
masyarakat agar menjalankan cara hidup sehat dan menghindari cara hidup
berisiko.
2. Pendekatan individu yang berisiko tinggi
Upaya pencegahan yang dilakukan pada individu yang berisiko menderita
DM. Pada golongan ini termasuk individu yang berumur >40 tahun, gemuk,
hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat melahirkan bayi > 4kg, riwayat DM
pada kehamilan, dan dislipidemia.

Perawat dalam lingkup KKMP juga mempunyai peran dalam pencegahan


sekunder dan tersier DM. Pencegahan sekunder adalah upaya mencegahatau
menghambat timbulnya penyulit pada klien yang telah menderita DM (Perkeni,
2011). Perawat mempunyai peranan penting dalam pengelolaan DM dengan
memberikan edukasi kepatuhan klien dalam menjalani program pengobatan

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
65

menuju perilaku yang sehat dan deteksi dini penyulit dalam pengelolaan klien
DM.

Upaya pencegahan komplikasi dan kecacatan yang diakibatkannya termasuk


dalam pencegahan tersier (Alwi, Simadibrata, Setiati, Setiyohadi & Sudoyo,
2010). Perawat dalam lingkup KKMP mempunyai peranan dengan memberikan
asuhan keperawatan yang paripurna, misal dengan melakukan perawatan luka
yang baik serta evaluasi status nutrisi klien yang menjalani perawatan di rumah
sakit. Edukasi juga merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari upaya
pencegahan tersier. Perawat dapat berperan sebagai nurse educator/ edukator
diabetes yang memberikan edukasi dalam mencegah terjadinya komplikasi dan
kecacatan akibat DM, serta upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk
mencapai kualitas hidup normal.

Intervensi keperawatan dalam pengaturan diet yang tepat harus dilakukan dengan
baik. Intervensi nutrisi seperti pada kasus, seharusnya dilakukan mulai dari
perencanaan sampai implementasu dengan mempersiapkan riwayat diet untuk
mengidentifikasi kebiasaan makan klien dan gaya hidupnya termasuk
pertimbangan kultur dalam perencanaan makan dan penalataksanaan diet/nutrisi
yang merupakan bagian dari penatalaksanaan DM secara menyeluruh.
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita DM diarahkan untuk mencapai tujuan
berikut (Smeltzer & Bare, 2003):
1. Memberikan semua unsur makanan essensial (misalnya vitamin dan mineral)
2. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
3. Memenuhi kebutuhan energi
4. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan
kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan
praktis
5. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat

Intervensi dalam penanganan ulkus kaki DM dilakukan secara komprehensif


mulai dari pengkajian, intervensi, dan edukasi kepada klien. Penentuan jenis

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
66

balutan pada perawatan luka ulkus DM sangat penting. Bahan material balutan
harus dapat menyediakan lingkungan yang mendukung untuk penyembuhan luka
secara optimal, memudahkan debridemen, mengurangi peradangan dan membantu
pengendalian infeksi, serta memberikan kelembaban pada luka (Weir, 2010).
Peran perawat sangat penting dalam menentukan jenis balutan yang akan
digunakan klien. Pemilihan balutan yang tepat akan berdampak pada efisiensi
kerja perawat dalam memberikan perawatan luka ulkus DM sehingga
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan kepada klien serta memberikan
kenyamanan dan penyembuhan luka yang optimal yang berdampak terhadap
kualitas hidup klien. Pada tingkatan yang lebih luas, maka akan berdampak pada
efisiensi biaya kesehatan masyarakat.

Perawat dapat berperan dalam menentukan pilihan jenis balutan dengan


mempertimbangkan berbagai aspek. Peran perawat untuk advokasi dalam
membantu menentukan pilihan jenis balutan sangat penting. Perawat dapat
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan klinik dalam memperhatikan pilihan
jenis balutan sesuai kondisi luka klien dan berbagai aspek lainnya, misal biaya.
Alternatif penggunaan pilihan balutan lain dapat digunakan perawat sebagai
alternatif terhadap berbagai hambatan dalam penggunaan balutan modern, misal
dengan penggunaan bahan alami pada perawatan luka.

Penggunaan terapi menggunakan bahan alami cukup efektif pada perawatan luka.
Penggunaan air rebusan daun sirih dan madu dapat menjadi alternatif pilihan
dalam perawatan luka yang cukup baik. Gayatri, Anisah, Soewondo, Fajriah, &
Anita (2011) menyatakan bahwa terdapat perbedaan bermakna waktu dan grade
penyembuhan luka antara perawatan luka ulkus diabetikum terinfeksi
menggunakan air rebusan daun sirih dan normal salin (NaCl 0,9%). Penggunaan
air rebusan daun sirih pada penelitian tersebut dapat mempercepat penyembuhan
lukan dan memperkecil grade luka. Penggunaan madu juga merupakan pilihan
pada perawatan luka. Madu merupakan bahan non-irritant, mempunyai efek
antimikroba, mempercepat penyembuhan luka, menurunkan lama penyembuhan
luka dan efektif biaya pada manajemen ulkus kaki DM. Penggunaan madu dan

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
67

NaCl 0,9% pada ulkus kaki DM dapat menurunkan masa rawat dan risiko
amputasi (Hammouri, 2003).

Pencegahan ulkus kaki DM merupakan bagian dari perawatan kaki pada penderita
DM. Latihan pada kaki dilakukan untuk meningkatkan sirkulasi dan menurunkan
risiko komplikasi DM (Aberdeene, 2011). Perawat dapat melakukan latihan range
of motion sebagai bagian dari pencegahan ulkus kaki DM. Evaluasi dalam
pencegahan dan penatalaksanaan ulkus kaki DM dapat dilakukan dengan menilai
tanda dan gejala klinis seperti, akral hangat, pulsasi teraba kuat, dan adanya
neuropati DM.

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
BAB 5
PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran berdasarkan hasil penulisan karya
ilmiah akhir yang telah dilakukan.

5.1 Simpulan
a. DM merupakan salah satu penyakit degeneratif yang sering terjadi di
perkotaan
b. Perubayan pola hidup masyarakat akibat urbanisasi dan modernisasi
merupakan salah satu penyebab DM di perkotaan
c. Asuhan keperawatan pada DM harus dilakukan secara komprehensif, baik
dengan tindakan mandiri keperawatan maupun kolaborasi dengan
pendekatan individu dan komunitas.
d. Pemberian intervensi keperawatan harus memperhatikan pilar dalam
penanganan DM yaitu diet, pemantauan gula darah, latihan, edukasi, dan
terapi farmakologi.
e. Perawat mempunyai peran penting dalam menentukan pilihan jenis
balutan pada perawatan ulkus kaki DM klien yang menjalani perawatan di
rumah sakit.

5.2 Saran
a. Pelayanan keperawatan
Penulisan karya ilmiah ini menunjukkan bahwa kejadian DM di perkotaan
sangat tinggi. Perawat dalam tatanan pelayanan kesehatan harus
menerapkan pilar penanganan DM dengan menggunakan pendekatan
individu dan masyarakat untuk memberikan pelayanan asuhan
keperawatan yang berkualitas kepada klien.
Peran advokasi perawat pada intervensi pada klien dengan masalah
perkotaan khususnya DM dengan ulkus perlu mempertimbangkan
penggunaan pilihan jenis balutan modern dan alternatif pilihan lainnya

68

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
69

(misal air rebusan daun sirih dan madu) mengingat telah terbukti bahwa
efektiftifitas penggunaan balutan modern lebih baik dibandingkan dengan
balutan konvensional. Perawat perlu mempertimbangkan terapi latihan
seperti range of motion sebagai bagian dari pencegahan ulkus kaki pada
klien DM yang menjalani perawatan dengan memperhatikan kondisi klien.

b. Pendidikan keperawatan
Penulisan karya ilmiah ini diharapkan memberikan gambaran konsep
keperawatan secara menyeluruh, terutama keperawatan kesehatan
masyarakat perkotaan. Perlu juga dilakukan pengembangan intervensi
keperawatan berbasis kesehatan masyarakat perkotaan.

c. Penelitian dan penulisan Selanjutnya


1) Perlu dilakukan penelitian lanjutan dalam aplikasi konsep keperawatan
kesehatan masyarakat terutama untun masalah kesehatan perkotaan.
Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk menilai kecemasan pasien
dengan pendidikan kesehatan yang efektif.
2) Perlu dilakukan penelitian tentang efektifitas terapi latihan seperti
range of motion pada klien DM yang menjalani perawatan di rumah
sakit, khususnya dalam mengurangi risiko terjadinya komplikasi pada
klien DM.
3) Penelitian tentang perbandingan efektifitas balutan modern dengan
balutan konvensional sebagai bagian dari perawatan ulkus kaki DM
khususnya pada masyarakat urban, dengan pertimbangan berbagai
aspek.
4) Penelitian selanjutnya perlu dilakukan untuk meneliti efektifitas
pendekatan individu dan komunitas pada pelaksanaan asuhan
keperawatan pada masalah kesehatan perkotaan.

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA

Allender, Judith Ann., Spradley, Barbara W. (2001). Community health nursing.


5th ed. Philadelphia: Lippincot

Allender, Judith Ann., Spradley, Barbara W. (2001). Community health nursing.


5th ed. Philadelphia: Lippincot

Alwi I., Simadibrata K. M., Setiati S., Setiyohadi B., Sudoyo Aru W. (2010).
Buku ajar ilmu penyakit dalam (Jilid III Ed. V). Jakarta: Interna Publising

Ariyanti. (2012). Hubungan perawatan kaki dengan risiko ulkus kaki diabetes di
RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Tesis, Program Magister Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok.

Bintarto. (1997). Pengantar geografi kota. Yogyakarta: LIP SPRING

Doenges Marilyn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. edisi III. Jakarta:
EGC

Gayatri D., Anisah S., Soewondo P., Fajriyah N. N., & Anita N. (2011).
Perbandingan efektifitas air rebusan daun sirih dengan normal saline
terhadap percepatan proses penyembuhan luka pada ulkus diabetikum
terinfeksi. Jurnal ilmiah kesehatan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad,
2011:3, 20-24

Goldsmith, Jon R., Lidtke, Roy H., Shott Susan (2002). The effects of range-of-
motion therapy on the plantar pressures of patients with diabetes mellitus,
Journal of the American Podiatric Medical Association, 92(9), 483-490

Hammouri Sahel K. (2004). The role of honey in the management of diabetic foot
ulcers. JMRS, 11(2), 20-22

67

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
68

Hariani, L & Perdanakusuma D. (2010). Perawatan ulkus diabetes. Diakses


tanggal 24 Juni 2013 dari
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/02.%20Perawatan%20Ulkus%20Diabet
es.pdf

Hartono, Andry. (2006). Penyakit bawaan makanan: fokus pendidikan kesehatan.


Jakarta: EGC.

Heenan, A. (2007). Alginate dressings: A gentle touch. Di akses tanggal 2 Juli


2013 dari http://www.realnurse.net/wound-care/gentle-touch.shtml

Ignatavicius Donna D., & Workman M. Linda. (2006). Medical Surgical Nursing:
Critical Thinking for Collaborative Care. Elsevier Saunders: St Louis
Missouri

Insatalasi perawatan umum. (2013). Data laporan jumlah pasien unit Perawatan
Umum RSPAD Gatot Soebroto

J. R. Hilton, D. T. Williams, B. Beuker, D. R. Miller, and K. G. Harding. (2004).


Wound dressing in diabetic foot disease. CID, 39(2), 100-103

Jason Aberdeene (2011). Diabetic foot exercises for blood flow. Diakses tanggal
24 Juni 2013 dari http://www.livestrong.com/article/546148-diabetic-foot-
exercises-for-blood-flow/

Kemenkes (2010). Urbanisasi menjadi salah satu masalah kesehatan dunia abad
21, diakses tanggal 15 Juni 2013 dari
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/863-kota-sehat-
warga-sehat.html

Kemenkes (2010). Pengembangan kota sehat untuk mengatasi masalah urbanisasi,


diakses tanggal 15 Juni 2013 dari
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/997-
pengembangan-kota-sehat-untuk-mengatasi-masalah-urbanisasi.html

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
69

Kemenkes. (2006). Pedoman penyelenggaraan upaya keperawatan kesehatan


masyarakat di puskesmas. Diakses tanggal 23 Juni 2013 dari
http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/796/4/BK200
6-G18.pdf

Kemenkes. (2012). Kemitraan pemerintah dan swasta dalam pengendalian


diabetes melitus di Indonesia. Diakses tanggal 14 Juni 2013, dari
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/2053-kemitraan-
pemerintah-dan-swasta-dalam-pengendalian-diabetes-melitus-di-
indonesia-.html

Kenneth B. Rehm. (2010). Diabetic foot pain. Diunduh dari


https://nfb.org/images/nfb/publications/vod/vodsum0403.htm pada 1 Juli
2013

Kristianto, Heri. (2010). Perbandingan perawatan luka teknik modern dan


konvensional terhadap transforming growth factor beta 1 (TGF β1) dan
respon nyeri pada luka diabetes melitus. Tesis, Program Magister Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok

Landry, J.H.(2003). Topical dressing and rationale for selection, dalam Milne,
C.T., Corbett, L.Q., & Dubuc, D.L., Wound, ostomy, and continence
nursing secrets. Philadelphia: Hanley & Belvus Inc.

NANDA. (2012). Nursing diagnoses: definitions and classification 2012-2014.


Philadelpia: Nanda International.

Payne, W.G., Alvarez, O., Etris, M. B., Jameson, G., Wolcott, R., Dharma, H.,
Hartwell, S., Ochs, D. (2009). A prospective, randomized clinical trial to
assess the cost-effectiveness of a modern foam dressing vs. a traditional
saline: Ostomy wound management. Diakses tanggal 28 Juni 2013, dari
http://www.o-wm.com/content/a-prospective-randomized-clinical-trial-
assess-cost-effectiveness-a-modern-foam-dressing-vs-

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
70

Perkeni. (2011). Konsensus pengendalian dan pencegahan diabetes melitus tipe 2


di Indonesia. Diakses tanggal 14 Juni 2013, dari: www.perkeni.org

Price Sylvia A., & Wilson Lorainne M. (2006). Patofisiologi: konsep klinis
proses-proses penyakit. Jakarta: EGC

Riskesdas (2007). Laporan riset kesehatan dasar 2007. Diunduh dari


http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id pada tanggal 4 Juli 2012

Ronald A. Sacher, Richard A. McPherson. (2002). Tinjauan klinis hasil


pemeriksaan laboratorium, alih bahasa Brahm U. Pendit dan Dewi
Wulandari. Jakarta: ECG

Selayang pandang RSPAD Gatot Soebroto. Diakses tanggal 23 Juni 2013 dari
http://www.rspadgatsu.com/profil.php

Smeltzer, S.,C., & Bare, B.,G. (2003). Brunner & Suddarth 's Textbook of
Medical-Surgical Nursing, 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.

Stanhope M., & Lancaster, J. (2004). Community health nursing: process and
practice for promoting health (6th ed.). St. Louis: C.V. Mosby.

Weir Gregory. (2010). Diabetic foot ulcers-evidence based wound management.


CME, 28(4), 176-180

WHO. (2010). Frequently asked questions world health day 2010. Diakses tanggal
25 Juni 2013 dari http://www.who.int/world-health-
day/2010/media/whd2010faq.pdf

WHO. (2013). Diabetes. Diakses tanggal 24 Juni 2013 dari


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/index.html

WHO. (2013). Urban health. Diakses tanggal 24 Juni 2013 dari


http://www.who.int/topics/urban_health/en/

Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai