ROHMAD WIDIYANTO
1006823513
ROHMAD WIDIYATO
1006823513
ii
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. karya ilmiah akhir ini berjudul
Analisis praktik profesi keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada klien
dengan Diabetes Melitus di ruang Perawatan Umum Lt. 6 Rumah Sakit Pusat
Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta
Penulisan karya ilmiah akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah syarat
untuk mencapai gelar Ners pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa praktik profesi sampai pada penyusunan karya ilimiah akhir ini,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan laporan karya ilmiah akhir ini. Oleh
karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1) Agung Waluyo, SKp., MSc., PhD., selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan karya ilmiah akhir ini;
2) Riri Maria, SKp., MANP., selaku koordinator praktik profesi Keperawatan
Kesehatan Masyarakat Perkotaan;
3) Dewi Irawaty, MA., PhD., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia;
4) Direktur Utama Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta;
5) Ns. Siti Anisah, SKep., ETN., selaku instruktur klinik dan kepala ruang
Perawatan Umum Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta
yang telah memberikan bimbingan selama penulis melakukan praktik profesi
dan penulisan karya ilmiah ini;
6) Istriku Efi dan anakku Dzaki tercinta yang selalu memberi dukungan, doa, dan
pengorbanan dalam menyelesaikan skripsi ini. Mohon maaf karena waktu
untuk Bunda dan Dzaki banyak tersita;
iv
Akhir kata saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga skrisi ini mambawa manfaat bagi
pengembangan ilmu keperawatan.
Penulis
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang sering terjadi pada
masyarakat perkotaan. Ulkus kaki merupakan salah satu komplikasi yang terjadi
pada DM, dan mempunyai dampak yang signifikan terhadap kualitas hidup,
kecacatan dan kematian. Karya ilmiah ini bertujuan untuk memberikan gambaran
asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada klien DM yang menjalani
perawatan di rumah sakit dan melakukan analisis intervensi keperawatan pada
ulkus kaki DM. Balutan konvensional masih digunakan pada perawatan ulkus
kaki DM dan pencegahan dilakukan dengan latihan rentang gerak sendi. Perawat
perlu mempertimbangkan berbagai aspek dalam pemilihan jenis balutan luka dan
melakukan pencegahan ulkus kaki DM.
Kata kunci : Balutan; Diabetes Melitus; Rentang gerak sendi; Ulkus kaki DM
viii
ix
BAB 1. PEDAHULUA
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................ 6
BAB 5. PEUTUP
5.1 Simpulan .............................................................................................. 68
5.2 Saran .................................................................................................... 68
xi
xii
Bab ini membahas tentang latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan, dan
manfaat penulisan. Latar belakang yang mendasari penulisan karya ilmiah ini
dilakukan ditinjau dari sudut pandang penulis dan kajian literatur.
1
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
2
penyakit jantung, tekanan darah tinggi, diabetes dan obesitas terkait dengan gaya
hidup di perkotaan, 2) Penyakit menular seperti diare yang disebabkan oleh
makanan yang tidak aman dan air atau tuberkulosis akibat kondisi hidup yang
penuh sesak, 3) meningkatnya risiko kecelakaan lalu lintas jalan, cedera dan
kekerasan, 4) gangguan kesehatan mental dan penyalahgunaan zat, dan 5) paparan
polusi udara dan asap (WHO, 2013).
Perubahan pola penyakit diduga ada hubungannya dengan cara hidup yang
berubah (Alwi, Simadibrata, Setiati, Setiyohadi, & Sudoyo, 2010). Perubahan
perilaku dan pola hidup masyarakat perkotaan yang menjadi kurang sehat
menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Perubahan gaya hidup terutama di
kota-kota besar berakibat pada pergeseran pola makan masyarakat dari pola
makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat dan serat dari sayuran
menjadi pola makan barat dengan komposisi makanan yang terlalu banyak
mengandung protein, lemak, gula, garam, dan mengandung sedikit serat.
Perubahan cara hidup lain adalah sibuknya individu dalam bekerja yang
menyebabkan minimnya kesempatan untuk rekreasi dan olahraga. Pola hidup
yang berisiko tersebut menyebabkan peningkatan penyakit-penyakit degeneratif
seperti hipertensi, penyakit kardiovaskuler dan Diabetes Melitus (DM).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
3
pada tahun 2004 diperkirakan 3,4 juta orang meninggal akibat DM serta
diprediksi bahwa DM akan menjadi penyebab kematian ke-7 pada tahun 2030 dan
lebih dari 80% kematian akibat diabetes terjadi di negara dengan penduduk
berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2013).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
4
panjang (Price & Wilson, 2006). Ulkus kaki DM merupakan salah satu
komplikasi DM. Luka DM merupakan suatu kondisi kerusakan jaringan kulit
yang dimulai dari epidermis, dermis, jaringan subkutan dan dapat menyebar ke
jaringan yang lebih dalam, seperti tulang dan otot (Kristianto, 2010). Terjadinya
masalah pada kaki diawali dengan hiperglikemia yang menyebabkan neuropati
dan kelainan pada pembuluh darah (Alwi, Simadibrata, Setiati, Setiyohadi, &
Sudoyo, 2010).
Ulkus kaki DM menyebabkan lebih dari 40% amputasi, dan 5%-10% akan
meninggal meskipun sudah dilakukan amputasi pada area ulkus (Black & Hawks,
2009). Lipsky (2005) dalam Ariyanti (2012) menjelaskan efek yang ditimbulkan
bagi klien DM yang mengalami ulkus kaki yaitu terganggunya kondisi fisik,
emosional, produktifitas, dan financial. Oleh karena itu perlu disusun strategi
dalam penanganan ulkus dimulai dari deteksi dini kelainan kaki diabetik, kontrol
mekanik, kontrol metabolik, kontrol vaskuler, kontrol luka, kontrol infeksi, dan
kontrol edukasi (Perkeni, 2009 dalam Alwi, Simadibrata, Setiati, Setiyohadi, &
Sudoyo, 2010).
Upaya penanganan lain yang dapat dilakukan perawat dalam manajemen ulkus
kaki DM adalah perawatan luka. Berbagai teknik telah dikembangkan dalam
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
5
perawatan luka pada klien DM, yaitu teknik konvensional dan modern.
Pengembangan teknik perawatan luka tersebut akan berdampak terhadap proses
regenerasi jaringan sebagai dampak membuka balutan, membersihkan luka,
tindakan debridemen, dan jenis balutan yang diberikan (Kristianto, 2010).
Pemilihan jenis balutan merupakan bagian dari manajemen ulkus kaki DM.
Pemilihan balutan untuk ulkus kaki DM harus mempertimbangkan beberapa
faktor, yaitu kenyamanan klien, mempercepat proses penyembuhan, mengurangi
nyeri, dan dapat digunakan dalam pengendalian infeksi (Hillton, Williams,
Beuker, Miller, & Harding, 2004). Lingkungan luka lembab telah diakui sebagai
yang optimal untuk penyembuhan. Balutan telah didesain untuk menjaga
kelembaban, mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme, memungkinkan
pertukaran gas, insulasi termal pada luka, dan atraumatik (Hilton, Williams,
Beuker, Miller, Harding, 2004). Aplikasi balutan lembab bertujuan untuk
menjaga kelembaban luka, melindungi luka dari cidera, menjaga suhu permukaan
luka, dan mencegah balutan kering sehingga proses regenerasi jaringan berjalan
maksimal (Kristianto, 2010).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
6
perawatan yang tepat dapat mencegah akibat lanjut dari ulkus kaki DM sehingga
dapat meningkatkan kualitas hidup klien DM. Adapun rumusan masalah pada
penulisan karya ilmiah akhir ini adalah analisis perawatan luka dan intervensi
untuk menangani komplikasi kaki DM dalam asuhan keperawatan pada klien DM
di perkotaan yang menjalani perawatan di rumah sakit.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
7
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas teori dan konsep keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan
dan diabetes melitus. Studi kepustakaan yang dilakukan berdasarkan hasil
penelitian sebelumnya dan sumber bacaan yang dijadikan sebagai bahan rujukan
penulisan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
9
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
10
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
11
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
12
2.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi DM menurut American Diabetes Association (2009) dalam Alwi,
Simadibrata, Setiati, Setiyohadi & Sudoyo (2010):
1. DM Tipe 1
Destruksi sel beta yang dapat memicu terjadinya defisiensi insulin absolut
2. DM Tipe 2
Bervariasi mulai dari predominan resistensi insulin dengan defisiensi insulin
relatif predominan gangguan sekresi insulin dengan resistensi insulin.
3. DM Tipe lain.
a. Defek genetik fungsi sel beta
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas: pankreatitis, trauma/pankreatektomi,
neoplasma, fibrosis kistik hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus,
dan lainnya.
d. Endokrinopati: akromegali, sindrom cushing, feokromositoma,
hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma dan lainnya.
e. Kondisi yang diinduksi kimia atau obat/zat kimia.
f. Infeksi: rubella kongenital.
g. Imunologi (jarang): sindrom “stiffman”, antibodi anti reseptor insulin.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
13
2.2.3 Etiologi
DM Tipe 1 terjadi karena kombinasi faktor imunologi, genetik dan mungkin pula
lingkungan (misalnya, infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan kerusakan
sel-sel beta. Pada DM tipe 1 ditandai dengan kerusakan sel-sel beta pulau
Langerhans (pankreas) disebabkan oleh reaksi autoimun yang merupakan respon
abnormal dimana antibodi terarah dan bereaksi pada jaringan normal tubuh
seolah-olah jaringan tersebut merupakan benda asing (Smeltzer & Bare, 2003).
Individu yang peka secara genetik memberikan respon terhadap kejadian pemicu
yang diduga berupa infeksi virus dengan memproduksi antibodi terhadap sel-sel
beta yang mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin (Price & Wilson, 2006).
Kecenderungan genetik tersebut ditemukan pada individu yang memiliki tipe
antigen HLA tertentu (Human Leucocyte Antigen) yang bertanggung jawab atas
antigen transplantasi dan proses imun lainnya. Penelitian juga sedang dilakukan
terhadap kemungkinan faktor-faktor eksternal yang dapat memicu kerusakan sel-
sel beta. Sebagai contoh, hasil penelitian yang menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan kerusakan sel-
sel beta.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
14
2.2.4 Patofisiologi
Pada DM tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-
sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Tidak adanya insulin
menyebabkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan tetap beredar dalam
pembuluh darah sehingga menyebabkan hiperglikemia. Jika konsentrasi glukosa
dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa
yang tersaring keluar akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria).
Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan pula. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori, gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan. Bila DM tipe 1 tidak ditangani dengan baik
bisa menyebabkan lipolisis yang menghasilkan badan keton dan membuat terjadi
asidosis metabolik.
Dua masalah utama pada DM tipe 2 yang berhubungan dengan insulin, yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Pada keadaan normal insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel sehingga terjadi rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin yang disertai
penurunan reaksi intrasel mengakibatkan insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
15
2.2.6 Diagnosis
Penegakan diagnosis DM didasarkan pada pemeriksaan konsentrasi glukosa
darah. Pemeriksaan yang dianjurkan untuk diagnosis adalah pemeriksaan glukosa
secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Pemeriksaan glukosa darah
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
16
dapat juga dilakukan menggunakan bahan darah utuh (whole blood), Vena
ataupun kapiler dengan memperhatikan kriteria diagnostik yang sesuai WHO.
Berbagai tanda gejala dapat ditemukan pada penderita DM. Gejala khas/klasik
DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya. Sedangkan gejala tidak khas dapat berupa lemah
badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus
vulva pada wanita (Perkeni, 2011).
No Kriteria
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L) Glukosa plasma
sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu
makan terakhir
Atau
2. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0 mmol/L) Puasa diartikan
pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Atau
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO yang dilakukan
dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa
anhidrus yang dilarutkan ke dalam air
Catatan: Pemeriksaan HbA1C (≥) oleh American Diabetes Association (ADA) 2011 sudah
dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana
laboratorium yang telah terstandarisasi dengan baik.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
17
2.2.7 Komplikasi
Diabetes mellitus menyebabkan berbagai komplikasi yang dibagi menjadi
komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut dapat mengancam
kehidupan dan memerlukan penanganan yang segera. Sedangkan komplikasi
kronis muncul karena hiperglikemia yang berkepanjangan.
1. Komplikasi Akut
a. Hiperglikemia
Hiperglikemia terjadi ketika glukosa tidak dapat ditransfer ke sel sebagai
akibat dari kekurangan insulin. Tanpa adanya cadangan karbohidrat
sebagai bahan bakar sel yang cukup, hati mengubah glikogen menjadi
glukosa (glikogenolisis) dan peningkatan biosintesis glukosa
(glukoneogenesis).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
18
b. Diabetik ketoasidosis
Diabetik ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin. Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Tiga gambaran klinis yang
penting pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit,
dan asidosis.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
19
dehidrasi, ketonuria ringan atau tidak terdeteksi, dan tidak adanya asidosis
(Black & Hawks, 2009).
d. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi jika kadar glukosa darah turun di bawah 50 mg/dl
hingga 60 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat pemberian insulin
yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit, atau karena
aktivitas fisik yang berat (Smeltzer & Bare, 2003). Hipoglikemia adalah
gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda
rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing.
2. Komplikasi Kronis
a. Penyakit mikrovaskular: Perubahan mikrovaskuler merupakan komplikasi
unik yang hanya terjadi pada DM yang mempengaruhi pembuluh darah
terkecil dan kapiler. Komplikasi mikrocaskuler pada struktur dan fungsi
pembuluh darah memicu terjadinya nefropati (disfungsi ginjal), neuropati
(disfungsi saraf), dan retinopati (gangguan penglihatan) (Ignatavicius
&Workman, 2006).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
20
1) Retinopati diabetik
Penyebab pasti retinopati belum diketahui, namun kemungkinan
disebabkan oleh banyak faktor dan berhubungan dengan glikosilasi
protein, iskemia, dan mekanisme hemodinamik. Viskositas darah
menyebabkan mekanisme hemodinamik yang meningkatkan
permeabilitas dan menurunkan elastisitas kapiler (Black & Hawks,
2009). Ada 3 stadium utama retinopati, yaitu nonproliferatif,
preproliferatif, dan proliferatif.
2) Nefropati
Bukti menunjukkan bahwa segera sesudah terjadi diabetes, khususnya
bila kadar glukosa darah meninggi, maka mekanisme filtrasi ginjal
akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah ke
dalam urin. Akibatnya, tekanan dalam pembuluh darah ginjal
meningkat. Kenaikan tekanan tersebut diperkirakan berperan sebagai
stimulus untuk terjadinya nefropati.
3) Neuropati
Neuropati pada DM mengacu pada sekelompok penyakit yang
menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf perifer (sensorimotor),
otonom, dan spinal. Kelainan tersebut beragam secara klinis dan
bergantung pada lokasi sel saraf yang terkena (Smeltzer & Bare,
2003).
2.2.8 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan DM yaitu mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
21
vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM dapat mencapai
kadar glukosa darah yang normal tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan
serius pada pola aktifitas klien (Smeltzer & Bare, 2002). Penanganan DM
dilakukan secara komprehensif. Komponen dalam penatalaksanaan DM menurut
Smeltzer & Bare (2003) adalah: diet, latihan, pemantauan, terapi jika diperlukan,
dan pendidikan.
1. Diet
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita DM diarahkan untuk mencapai tujuan
memberikan semuan untuk memberikan semua unsur makanan esensial,
mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai, memenuhi kebutuhan
energi, mencegah fluktuasi kadara glukosa darah, dan menurunkan kadar
lemak jika meningkat (Smeltzer & Bare, 2003). Perencanaan makan
merupakan bagian dari penalataksanaan diet pada penderita DM. Perencanaan
makan harus mempertimbangkan kegemaran pasien terhadap makanan
tertentu, gaya hidup, jam makan yang bisa diikutinya, dan latar belakang etnik
serta budaya (Smeltzer & Bare, 2003).
2. Latihan
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah (Perkeni, 2011). Latihan sangat penting dalam
penatalaksanaan DM, latihan menurunkan kadar glukosa darah dan menurangi
risiko faktor risiko kardiovaskuler (Smeltzer & Bare, 2003). Namun, penderita
DM dengan kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dl dan adanya keton dalam
urin tidak boleh melakukan latihan. Latihan dengan kadar glukosa yang tinggi
akan menigkatkan sekresi glukagon, growth hormone, dan katekolamin yang
membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga meningkatkan kadara
glukosa darah (Smeltzer & Bare, 2003).
Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik
seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani
sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani (Perkeni,
2011).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
22
3. Pemantauan
Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri. Pengaturan
mandiri memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta
hiperglikemia, dan berperan dalam mencapai kadar glukosa normal yang dapat
mengurangi komplikasi jangka panjang (Smeltzer & Bare, 2003). Pemantauan
lain yang dilakukan pada penderita DM adalah pemeriksaan glukosa dan keton
dalam urin.
4. Terapi farmakologi
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan suntik (Perkeni, 2011).
Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi
farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin.
Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau
langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik
berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan
cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.
a. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Obat antidiabetik oral bermanfaat bagi penderita DM tipe 2 yang tidak
dapat diatasi hanya dengan diet dan latihan (Smeltzer & Bare, 2003).
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan (Perkeni,
2011) yaitu pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue), peningkat
sensitivitas terhadap insulin, penghambat glukoneogenesis, penghambat
absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa, dan DPP-IV inhibitor.
b. Insulin
Insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk
mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral
tidak berhasil mengontrolnya (Smeltzer & Bare, 2003). Insulin dapat
menurunkan kadar glukosa darah postprandial dengan mempermudah
pengambilan serta penggunaan glukosa oleh sel otot, lemak, dan hati.
Selama periode puasa, insulin menghambat pemecahan simpanan glukosa,
protein, dan lemak. Pada pasien DM tipe 2 kadang membutuhkan insulin
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
23
5. Edukasi
DM tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penderita DM memerlukan
partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Edukasi dengan tujuan
promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya
pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM
secara holistik (Perkeni, 2011).
Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes (Perkeni, 2011)
adalah:
a. Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari terjadinya
kecemasan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
24
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
BAB 3
TINJAUAN KASUS
Bab ini berisi tinjauan kasus pada klien DM. Tinjauan kasus terdiri dari
pengkajian klien, analisis data, rumusan masalah keperawatan, rencana intervensi,
dan catatan perkembangan klien yang berisi implementasi dan evaluasi.
3.1 Pengkajian
3.1.1 Informasi Umum
Nama : Tn W
Tanggal lahir : 27 Juli 1963
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Betawi
Tanggal masuk RS : 10 Mei 2013
Tanggal pengkajian : 13 Mei 2013
Sumber informasi : Klien, keluarga, dan catatan medis klien
39
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
26
3.1.6 Aktivitas/Istirahat
Subyektif:
Klien mengeluh lemas, aktifitas keseharian di rumah dilakukan secara mandiri.
Aktifitas keseharian selama di rumah sakit, misal buang air kecil dan besar
dibantu keluarga. Klien mengatakan tidur 6-8 jam sehari, jarang tidur siang, dan
tidak mempunyai gangguan dalam istirahat dan tidur. Saat ini klien kadang
terganggu tidur dan istirahat karena terasa nyeri di kaki kanan.
Obyektif:
Klien tampak lemah, orientasi terhadap waktu, tempat baik. Rentang gerak tidak
ada hambatan dan tidak terdapat penurunan kekuatan otot. Klien berdiri dan
berpindah tempat tidur dibantu keluarga.
3.1.7 Sirkulasi
Subyektif:
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit hipertensi maupun penyakit
jantung lainnya. Klien sering mengalami kesemutan di kaki dan mempunyai
riwayat penyembuhan luka yang lama.
Obyektif:
Tekanan darah 120/70 mmHg, Frekuensi nadi 84 kali permenit, irama teratur dan
kontraksi kuat. Pulsasi dorsalis pedis kiri dan kanan teraba kuat, akral hangat,
waktu pengisian kapiler ≤ 3 detik. Kaki kanan bagian atas luka (dorsalis) tampak
edema, pitting edema derajat 1. Bunyi jantung S1 dan S2 normal, tidak ada
murmur maupun gallops. Mukosa bibir lembab, konjungtiva tidak anemis, dan
sklera tidak ikterik.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
27
3.1.9 Eliminasi
Subyektif:
Klien mengatakan frekuensi berkemih 6-7 kali sehari, tidak terdapat keluhan nyeri
atau terasa panas saat berkemih. Frekuensi defekasi 1 kali sehari, tidak terdapat
keluhan selama defekasi, misal diare atau konstipasi.
Obyektif:
Abdomen teraba lunak, bising usus 6 kali permenit, tidak terdapat nyeri tekan
abdomen.
3.1.10 Makanan/Cairan
Subyektif:
Klien mengatakan agak mual dan nafsu makan menurun sejak luka di kaki
memburuk. Klien mengatakan merasa ingin muntah saat sedang makan dan
makan hanya ½ porsi dari porsi yang disediakan. Klien tidak mempunyai alergi
pada makanan tertentu, dan saat ini tidak mengalami penurunan berat badan yang
signifikan.
Obyektif:
Turgor kulit baik dan membran mukosa lembab. Klien mendapat terapi diet 1900
kkal. Tidak terdapat distensi abdomen. Berat badan 60 kg, Tinggi badan 167 cm,
Indeks Massa Tubuh (IMT): 21,50 kg/m2
3.1.11 Neurosensori
Subyektif:
Klien mengatakan kadang terasa kesemutan pada kaki. Tidak terasa lemah pada
kedua kaki. Tidak terdapat pusing dan tidak terdapat gangguan penglihatan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
28
Obyektif:
Kesadaran compos mentis, orientasi terhadap tempat, waktu dan orang baik.
3.1.12 Nyeri/kenyamanan
Subyektif:
Klien mengatakan kadang terasa nyeri pada kaki yang luka. Skala nyeri 4, nyeri
muncul dan lama nyeri tidak menentu, terasa seperti ditusuk dan hilang dengan
sendirinya.
Obyektif:
Tampak hati-hati dan ekspresi wajah klien meringis menahan nyeri ketika
menggeser kaki yang luka atau ketika berpindah posisi.
3.1.13 Pernafasan
Subyektif:
Klien mengatakan tidak mengalami sesak nafas.
Obyektif:
Frekuensi napas 20 kali permenit, pengembangan dada simetris. Tidak terdapat
penggunaan otot bantu nafas dan tidak terdapat nafas cuping hidung.
3.1.14 Keamanan
Obyektif:
Terdapat luka diabetes pada kaki kanan (plantaris), ukuran 3x4x1 cm. Keadaan
luka tampak jaringan nekrotik, terdapat pus warna kuning keruh, dan berbau.
Mobilisasi klien terhambat. Suhu 36,7oC dan tidak terdapat diaphoresis.
3.1.15 Seksualitas
Subyektif:
Klien mengatakan mempunyai seorang anak dan tidak ada masalah yang
berhubungan dengan seksualitas.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
29
3.1.16 Penyuluhan/Pembelajaran
Subyektif:
Klien mengatakan DM adalah peningkatan gula dalam tubuh. Makanan yang tidak
boleh dikonsumsi adalah makanan manis dan berlemak.
3.1.18 Terapi
Terapi yang diberikan pada Tn. W adalah: Novorapid 3 x 10 unit, IUFD NaCl
0,9% 500 ml per 12 jam, Ceftriaxon 1 x 2 gram, Metronidazol 3 x 500 gram, Diet
DM 1900 kkal/hari.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
30
Tabel 4
Hasil Pemeriksaan Glukosa Darah (mg/dl)
No Data Masalah
1. Data Subyektif:
- Klien mengatakan kaki kanan terkena paku 2
minggu sebelum masuk Rumah Sakit
- Klien mengatakan badan demam sampai
menggigil sekitar 3 hari sebelum masuk rumah
sakit
Data Obyektif: Risiko infeksi berhubungan dengan
- Terdapat ulkus diabetes pada kaki kanan adanya ulkus diabetik dan
(plantaris), ukuran 3x4x1 cm. Keadaan luka peningkatan kadar glukosa darah
tampak jaringan nekrotik, terdapat pus warna
kuning keruh, dan berbau.
- Kaki kanan bagian atas luka (dorsalis) tampak
edema, pitting edema derajat 1
- Pemeriksaan laboratorium (10 Mei 2013):
Leukosit 12500/µL, Gula Darah Sewaktu
(GDS) 703 gr/dl, Aseton positif (+)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
31
No Data Masalah
- Klien mengatakan makan hanya ½ porsi dari
porsi yang disediakan
Data Obyektif:
- Klien tampak lemah
- Makanan yang disediakan tersisa ½ porsi
- Berat badan 60 kg, Tinggi badan 167 cm, IMT:
21,50 kg/m2
- Pemeriksaan laboratorium (13 Mei 2013):
Hb 10,3 gr/dl, albumin 2,6 gr/dl
3. Data subyektif:
- Klien mengatakan kadang terasa nyeri pada
kaki yang luka.
- Skala nyeri 4, nyeri muncul dan lama nyeri Nyeri akut berhubungan
tidak menentu, terasa seperti ditusuk dan hilang dengan proses infeksi,
dengan sendirinya neuropati sekunder akibat
Data Obyektif: peningkatan kadar glukosa
- Tampak hati-hati dan ekspresi wajah klien darah
meringis menahan nyeri ketika menggeser kaki
yang luka atau ketika berpindah posisi
4. Data subyektif:
- Klien mengeluh lemas
- Klien mengatakan aktifitas keseharian dibantu
oleh keluarga
Data obyektif:
- Klien tampak lemah Hambatan mobilitas fisik
- Klien berdiri dan berpindah tempat tidur berhubungan dengan kelemahan
dibantu keluarga ulkus diabetik sekunder akibat
- Aktifitas keseharian, misal buang air kecil dan peningkatan kadar glukosa darah
besar dibantu keluarga
- Terdapat luka diabetes pada kaki kanan
(plantaris)
5. Data Subyektif:
- Klien mengatakan kaki kanan terkena paku 2
minggu sebelum masuk Rumah Sakit
Kerusakan integritas kulit
Data Obyektif:
berhubungan dengan ulkus
- Terdapat ulkus diabetes pada kaki kanan
diabetik sekunder akibat
(plantaris), ukuran 3x4x1 cm. Keadaan luka
trauma dan peningkatan kadar
tampak jaringan nekrotik, terdapat pus warna
glokusa darah
kuning keruh, dan berbau
- Kaki kanan bagian atas luka (dorsalis) tampak
edema, pitting edema derajat 1
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
32
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
33
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
34
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
35
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
36
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
37
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
38
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
3.5 Catatan perkembangan
Tanggal Diagnosis
Tujuan dan Kriteria Hasil Implementasi Evaluasi
Jam Keperawatan
13 Mei Risiko Setelah dilakukan asuhan 1. Mengauskultasi bising usus, mencatat Subyektif (O):
2013 ketidakseimbangan keperawatan selama 6x24 adanya nyeri abdomen atau perut - Klien mengatakan lemas, nafsu makan kurang
nutrisi kurang dari jam klien akan kembung, mual, muntah - Klien mengatakan agak mual dan ingin
kebutuhan berhubungan menerima/mencerna jumlah 2. Mengidentifikasi makanan yang muntah jika makan
dengan penurunan kalori yang tepat disukai/dikehendaki termasuk Obyektif (S):
masukan oral dan Kriteria hasil: kebutuhan etnik dan kultur jika ada - Klien terlihat lemah
ketidakcukupan insulin - Klien menghabiskan 3. Memotivasi klien untuk menghabiskan - Kulit klien teraba kering
makan sesuai porsi yang porsi makan yang disediakan - Tidak ada tanda-tanda hipoglikemi
disediakan 4. Kolaborasi: pemeriksaan glukosa - Tidak terdapat nyeri tekan abdomen, tidak
- Klien mematuhi terapi darah (Kurva Gula Darah Harian kembung, bising usus (+)
sesuai kebutuhan diet [KGDH]) - Klien makan ½ dari porsi makan yang
- Berat badan stabil atau 5. Kolaborasi: memberikan diet oral (Diet disediakan
bertambah ke arah normal DM 1900 kkal + protein 1,5 - BB 60 kg, TB 167 cm
- Glukosa darah < 200 gr/kgBB/hari) - KGDH pukul 06.30 WIB: 563 mg/dl
mg/dl Analisis(A): Masalah belum teratasi
Plan(P):
- Lanjutkan intervensi
- Jelaskan kepada klien pentingnya asupan
makanan pada klien yang mendapat terapi
insulin
- Memotivasi klien untuk mematuhi program
terapi agar gula darah terkontrol
39
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia
40
kulit berhubungan - Tanda-tanda vital normal b. Menutup ulkus diabetik dengan 78 kali permenit, Frekuensi nafas 20 kali
dengan ulkus diabetik (tekanan darah 100- balutan lembab-kering permenit, suhu 36,7oC.
sekunder akibat trauma 120/70-80 mmHg. 4. Menganjurkan klien untuk mematuhi - Terdapat luka diabetes pada kaki kanan
dan peningkatan kadar Frekuensi nadi 60-100 kali program diet (Diet DM 1900 kkal) (plantaris), ukuran 3x4x1 cm. Keadaan luka
glokusa darah permenit, frekuensi nafas termasuk menghindari konsumsi tampak jaringan nekrotik kehitaman, terdapat
16-22 kali permenit, suhu makanan dari luar Rumah Sakit pus warna kuning keruh, dan berbau.
36-37,5oC) 5. Mengobservasi hasil pemeriksaan - Pitting edema derajat 1, Akral hangat.
- Penyembuhan luka yang laboratorium - Klien makan ½ dari porsi makan yang
baik: berkurangnya edema 6. Kolaborasi: memberikan terapi disediakan
sekitar luka, pus dan antibiotik Ceftriaxone 2 gr dan - Pemeriksaan laboratorium (10 Mei 2013):
jaringan nekrotik Metronidazole 500 mg (intra vena) Leukosit 12500/µL
berkurang, adanya A: Masalah belum teratasi
jaringan granulasi, tidak P:
bau. - Lanjutkan intervensi
- Nilai leukosit normal - Kaji keadaan ulkus diabetik secara berkala
(5000-10000/µl) - Lakukan perawatan luka secara rutin
- Kolaborasi: pemeriksaan glukosa darah
berkala
13 Mei Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Mengkaji tanda-tanda adanya nyeri S:
2013 dengan proses infeksi, keperawatan selama 3x24 2. Menjelaskan pada pasien tentang - Klien mengatakan agak nyeri ketika
neuropati sekunder jam nyeri berkurang atau sebab-sebab timbulnya nyeri. dilakukan perawatan ulkus, skala nyeri 4,
akibat peningkatan hilang 3. Mengajarkan teknik relaksasi untuk nyeri seperti tertusuk, tidak menentu, dan
kadar glukosa darah Kriteria hasil: mengontrol nyeri hilang dengan sendirinya
- Skala nyeri 1-2 (rentang 0- 4. Mengatur posisi pasien senyaman O:
10) mungkin saat dilakukan perawatan - Tampak hati-hati dan ekspresi wajah klien
- Ekspresi wajah tenang lukaLakukan massage saat merawat meringis menahan nyeri ketika menggeser
- Tanda-tanda vital normal luka. kaki yang luka
(tekanan darah 100- - Klien mempraktikkan latihan tarik nafas
120/70-80 mmHg. dalam 1 kali
Frekuensi nadi 60-100 kali - Klien tampak meringis saat dilakukan
permenit, frekuensi nafas perawatan luka
16-22 kali permenit, suhu A: Masalah belum teratasi
36-37,5oC)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
41
P:
- Lanjutkan intervensi
- Kaji nyeri secara berkala
- Kolaborasi: pemberian terapi analgetik
13 Mei Hambatan mobilitas Setelah dilakukan asuhan 1. Membantu klien duduk di tempat tidur S: Klien mengatakan masih lemas
2013 fisik berhubungan keperawatan selama 3x24 2. Mengobservasi sirkulasi, gerakan, dan O:
dengan kelemahan ulkus jam klien dapat sensasi - Klien terlihat lemah
diabetik sekunder akibat mengungkaapkan 3. Menganjurkan klien untuk member - Klien dapat duduk di tempat tidur dengan
defisiensi insulin peningkatan energi jeda istirahat pada setiap aktifitas yang bantuan
Kriteria hasil: dilakukan - Klien mampu melakukan gerakan secara
- Mengungkapkan 4. Mendorong keluarga untuk membantu mandiri
peningkatan energi: mobilisasi klien - Akral hangat, pulsasi dorsalis pedis teraba
Lemah berkurang 5. Mendorong partisipasi klien untuk kuat
- Menunjukkan beraktivitas sesuai kemampuan A: Masalah belum teratasi
teknik/perilaku yang P:
memampukan melakukan - Lanjutkan intervensi
aktivitas: dapat berdiri dan - Bantu klien dalam aktifitas keseharian
berpindah ke kursi roda
secara mandiri
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
42
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
43
14 Mei Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Mengkaji tanda-tanda adanya nyeri S:
2013 dengan proses infeksi, keperawatan selama 3x24 2. Menjelaskan pada pasien tentang - Klien mengatakan agak nyeri ketika
neuropati sekunder jam nyeri berkurang atau sebab-sebab timbulnya nyeri. dilakukan perawatan ulkus, skala nyeri 4
akibat peningkatan hilang 3. Menganjurkan klien untuk tarik nafas - Klien mengatakan kadang merasa nyeri tiba-
kadar glukosa darah Kriteria hasil: dalam saat dilakukan perawatan luka tiba, terasa nyut-nyutan, nyeri seperti
- Skala nyeri 1-2 (rentang 0- 4. Mengatur posisi pasien senyaman tertusuk, tidak menentu, dan hilang dengan
10) mungkin saat dilakukan perawatan sendirinya
- Ekspresi wajah tenang lukaLakukan massage saat merawat O:
- Tanda-tanda vital normal luka. - Tampak hati-hati dan ekspresi wajah klien
(tekanan darah 100- meringis menahan nyeri ketika menggeser
120/70-80 mmHg. kaki yang luka
Frekuensi nadi 60-100 kali - Klien tidak mau mempraktikkan tarik nafas
permenit, frekuensi nafas dalam saat perawatan luka
16-22 kali permenit, suhu - Klien tampak meringis saat dilakukan
36-37,5oC) perawatan luka
A: Masalah belum teratasi
P:
- Lanjutkan intervensi
- Kaji nyeri secara berkala
- Kolaborasi: pemberian terapi analgetik
14 Mei Hambatan mobilitas Setelah dilakukan asuhan 1. Membantu klien duduk di tempat S : Klien mengatakan masih lemas
2013 fisik berhubungan keperawatan selama 3x24 tidur O:
dengan kelemahan ulkus jam klien dapat 2. Menganjurkan klien untuk member - Klien terlihat lemah
diabetik sekunder akibat mengungkaapkan jeda istirahat pada setiap aktifitas - Klien mampu melakukan gerakan secara
defisiensi insulin peningkatan energi yang dilakukan mandiri
Kriteria hasil: 3. Memotivasi keluarga untuk A: Masalah belum teratasi
- Mengungkapkan membantu mobilisasi klien P:
peningkatan energi: 4. Mendorong partisipasi klien untuk - Lanjutkan intervensi
Lemah berkurang beraktivitas sesuai kemampuan - Bantu klien dalam aktifitas keseharian
- Menunjukkan
teknik/perilaku yang
memampukan melakukan
aktivitas: dapat berdiri dan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
44
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
45
15 Mei Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Mengkaji tanda-tanda adanya nyeri S:
2013 dengan proses infeksi, keperawatan selama 3x24 2. Menjelaskan pada pasien tentang - Klien mengatakan agak nyeri ketika
neuropati sekunder jam nyeri berkurang atau sebab-sebab timbulnya nyeri. dilakukan perawatan ulkus, skala nyeri 3
akibat peningkatan hilang 3. Menganjurkan klien untuk tarik nafas - Klien mengatakan nyeri masih muncul tiba-
kadar glukosa darah Kriteria hasil: dalam saat dilakukan perawatan luka tiba, tapi sudah mulai berkurang
- Skala nyeri 1-2 (rentang 0- 4. Menjelaskan kepada klien bahwa - Klien mengatakan jika nyeri ditahan saja,
10) nyeri bisa dikontrol dengan relaksasi, karena memang terdapat luka di kaki
- Ekspresi wajah tenang salah satunya tarik nafas dalam
- Tanda-tanda vital normal 5. Mengatur posisi pasien senyaman O:
(tekanan darah 100- mungkin saat dilakukan perawatan - Tampak hati-hati dan ekspresi wajah klien
120/70-80 mmHg. luka meringis menahan nyeri ketika menggeser
Frekuensi nadi 60-100 kali kaki yang luka
permenit, frekuensi nafas - Klien tampak meringis saat dilakukan
16-22 kali permenit, suhu perawatan luka
36-37,5oC) A: Masalah belum teratasi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
46
P:
- Lanjutkan intervensi
- Kaji nyeri secara berkala
15 Mei Hambatan mobilitas Setelah dilakukan asuhan 1. Membantu klien berpindah dari S : Klien mengatakan badan sudah makin enak
2013 fisik berhubungan keperawatan selama 3x24 tempat tidur ke kursi roda O:
dengan kelemahan ulkus jam klien dapat 2. Menganjurkan klien untuk member - Klien BAB dan BAK di kamar mandi,
diabetik sekunder akibat mengungkaapkan jeda istirahat pada setiap aktifitas menggunakan kursi roda., dibantu oleh
defisiensi insulin peningkatan energi yang dilakukan keluarga
Kriteria hasil: 3. Memotivasi keluarga untuk - Klien mampu melakukan gerakan secara
- Mengungkapkan membantu mobilisasi klien mandiri
peningkatan energi: 4. Mendorong partisipasi klien untuk A: Masalah belum teratasi
Lemah berkurang beraktivitas sesuai kemampuan P:
- Menunjukkan - Lanjutkan intervensi
teknik/perilaku yang - Bantu klien dalam aktifitas keseharian
memampukan melakukan
aktivitas: dapat berdiri dan
berpindah ke kursi roda
secara mandiri
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
47
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
48
16 Mei Hambatan mobilitas Setelah dilakukan asuhan 1. Membantu klien berpindah dari S : Klien mengatakan badan sudah mulai enak
2013 fisik berhubungan keperawatan selama 3x24 tempat tidur ke kursi roda O:
dengan kelemahan ulkus jam klien dapat 2. Menganjurkan klien untuk member - Klien dibantu berpindah dari tempat tidur ke
diabetik sekunder akibat mengungkaapkan jeda istirahat pada setiap aktifitas kursi roda
defisiensi insulin peningkatan energi yang dilakukan - Klien mampu melakukan gerakan secara
Kriteria hasil: 3. Memotivasi keluarga untuk mandiri
- Mengungkapkan membantu mobilisasi klien A: Masalah belum teratasi
peningkatan energi: 4. Mendorong partisipasi klien untuk P:
Lemah berkurang beraktivitas sesuai kemampuan - Lanjutkan intervensi
- Menunjukkan - Bantu klien dalam aktifitas keseharian
teknik/perilaku yang
memampukan melakukan
aktivitas: dapat berdiri dan
berpindah ke kursi roda
secara mandiri
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
49
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
50
17 Mei Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asupan 1. Mengkaji tanda-tanda adanya nyeri S:
2013 dengan proses infeksi, keperawatan selama 3x24 2. Mengevaluasi kemampuan klien - Klien mengatakan nyeri berkurang, namun
neuropati sekunder jam nyeri berkurang atau dalam latihan tarik nafas dalam kadang masih muncul, skala nyeri 3
akibat peningkatan hilang 3. Menganjurkan klien untuk melakukan - KLien mengatakan merasa nyeri saat
glukosa darah Kriteria hasil: teknik nafas dalam saat nyeri lukanya dibersihkan
- Skala nyeri 1-2 (rentang 0- 4. Mengatur posisi kaki klien senyaman
10) mungkin saat dilakukan perawatan O:
- Ekspresi wajah tenang luka: mengganjal dengan bantal - Ekspresi wajah klien meringis, menahan
- Tanda-tanda vital normal 5. Kolaborasi pemberian Ketorolac 30 nyeri saat dilakukan perawatan luka
(tekanan darah 100- mg (intra vena) - Klien dapat melakukan latihan tarik nafas
120/70-80 mmHg. dalam
Frekuensi nadi 60-100 kali - Kaki klien diganjal dengan bantal saat
permenit, frekuensi nafas dilakukan perawatan luka
16-22 kali permenit, suhu A: Masalah belum teratasi
36-37,5oC) P:
- Lanjutkan intervensi
- Kaji nyeri secara berkala
17 Mei Hambatan mobilitas Setelah dilakukan asuhan 1. Membantu klien berpindah dari S : Klien mengatakan badan sudah lebih segar
2013 fisik berhubungan keperawatan selama 3x24 tempat tidur ke kursi roda O:
dengan kelemahan ulkus jam klien dapat 2. Menganjurkan klien untuk member - Klien dibantu berpindah dari tempat tidur ke
diabetik sekunder akibat mengungkaapkan jeda istirahat pada setiap aktifitas kursi roda
defisiensi insulin peningkatan energi yang dilakukan - Klien mampu melakukan gerakan secara
Kriteria hasil: 3. Melakukan latihan range of motion mandiri
- Mengungkapkan pada kaki yang sehat - Klien dapat melakukan latihan Range of
peningkatan energi: 4. Memotivasi keluarga untuk motion secara mandiri
Lemah berkurang membantu mobilisasi klien A: Masalah belum teratasi
- Menunjukkan 5. Mendorong partisipasi klien untuk P:
teknik/perilaku yang beraktivitas sesuai kemampuan - Lanjutkan intervensi
memampukan melakukan - Bantu klien dalam aktifitas keseharian
aktivitas: dapat berdiri dan
berpindah ke kursi roda
secara mandiri
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
51
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
52
sekitar luka, pus dan 6. Kolaborasi: memberikan terapi - Observasi tanda infeksi berkala
jaringan nekrotik antibiotik Ceftriaxone 2 gr intra vena
berkurang, adanya
jaringan granulasi, tidak
bau.
- Nilai leukosit normal
(5000-10000/µl)
18 Mei Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asupan 1. Mengkaji tanda-tanda adanya nyeri S:
2013 dengan proses infeksi, keperawatan selama 3x24 2. Mengevaluasi kemampuan klien - Klien mengatakan nyeri berkurang, muncul
neuropati sekunder jam nyeri berkurang atau dalam latihan tarik nafas dalam hanya saat dilakukan perawatan luka, skala
akibat peningkatan hilang 3. Menganjurkan klien untuk nyeri 2
glukosa darah Kriteria hasil: melakukan teknik nafas dalam saat O:
- Skala nyeri 1-2 (rentang 0- nyeri - Ekspresi wajah klien tenang
10) 4. Mengatur posisi kaki klien senyaman - Klien dapat melakukan latihan tarik nafas
- Ekspresi wajah tenang mungkin saat dilakukan perawatan dalam
- Tanda-tanda vital normal luka: mengganjal dengan bantal - Kaki klien diganjal dengan bantal saat
(tekanan darah 100- 5. Kolaborasi pemberian Ketorolac 30 dilakukan perawatan luka
120/70-80 mmHg. mg A: Masalah teratasi
Frekuensi nadi 60-100 kali P:
permenit, frekuensi nafas - Lanjutkan intervensi
16-22 kali permenit, suhu - Kaji nyeri secara berkala
36-37,5oC)
18 Mei Hambatan mobilitas Setelah dilakukan asuhan 1. Membantu klien berpindah dari S : Klien mengatakan badan sudah lebih enak
2013 fisik berhubungan keperawatan selama 3x24 tempat tidur ke kursi roda O:
dengan kelemahan ulkus jam klien dapat 2. Menganjurkan klien untuk member - Klien dibantu berpindah dari tempat tidur ke
diabetik sekunder akibat mengungkaapkan jeda istirahat pada setiap aktifitas kursi roda
defisiensi insulin peningkatan energi yang dilakukan - Klien mampu melakukan gerakan secara
Kriteria hasil: 3. Melakukan latihan range of motion mandiri
- Mengungkapkan pada kaki yang sehat - Klien dapat melakukan latihan Range of
peningkatan energi: 4. Memotivasi keluarga untuk motion secara mandiri
Lemah berkurang membantu mobilisasi klien A: Masalah belum teratasi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
53
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
BAB 4
ANALISIS SITUASI
Bab ini membahas profil lahan praktik dan analisis masalah keperawatan dengan
konsep Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan, analisis intervensi
keperawatan pada klien DM, serta alternatif pemecahan masalah pada klien DM
yang menjalani perawatan di rumah sakit. Penulis akan mengkaitkan masalah dan
intervensi yang telah dilakukan dengan studi kepustakaan, hasil penelitian
sebelumnya dan sumber bacaan yang dijadikan sebagai bahan rujukan penulisan.
Visi RSPAD Gatot Soebroto adalah mejadi rumah sakit kebanggan prajurit
dengan misi utaman menyelenggarakan fungsi perumahsakitan tingkat pusat dan
rujukan tertinggi bagi rumah sakit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat
(TNI AD). Misi RSPAD Gatot Soebroto adalah menyelenggarakan dukungan dan
pelayanan kesehatan yang professional dan bermutu serta menyeluruh bagi
prajurit/PNS TNI AD dan keluarganya dalam rangka meningkatkan kesiapan dan
kesejahteraan. Selain itu RSPAD Gatot Soebroto mempunyai misi tambahan
sebagai subsitem kesehatan nasional yang ikut meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat melalui program kesehatan masyarakat umum. Dalam
mengembangkan keilmuan, RSPAD Gatot Soebroto mempunyai tiga misi yaitu:
54
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
55
RSPAD Gatot Soebroto mempunyai sarana dan prasarana yang canggih untuk
menunjang pelayanan kepada masyarakat. RSPAD Gatot Soebroto ditkesad juga
ditunjuk menjadi salah satu tempat pemeriksaan dan perawatan pejabat tinggi
sampai sekarang. Mengingat peran serta rumah sakit terhadap pelayanan
kesehatan masyarakat maka sejak tahun 1989, RSPAD Gatot Soebroto mulai
membuka diri untuk pelayanan swasta sampai sekarang, dikenal sebagai pavilion
dr. R. Darmawan, PS untuk rawat inap. Kemudian tahun 1991 didirikan bangunan
6 lantai di paviliun Kartika untuk rawat jalan dan rawat inap. Selanjutnya
diresmiakn pavilion dr Iman Sudjudi melayani kesehatan ibu dan bayi, pavilion
anak untuk perawatan anak serta non peviliun untuk perawatan kelas tiga. RSPAD
Gatoto Soebroto berkomitmen memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik
bagi seluruh masyarakat dengan mengutamakan pelayanan prima dan patient
safety.
Salah satu unit perawatan di RSPAD Gatot Soebroto adalah unit perawatan
umum. Unit ini mulai diresmikan penggunaannya sejak 29 Oktober 1974 dan
mempunyai 6 lantai dengan luas bangunan 13.950 m2 serta mempunyai kapasitas
298 tempat tidur. Lantai 6 perawatan umum merupakan salah satu tempat praktik
bagi mahasiswa profesi ners Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
dalam praktik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP). Lantai 6
perawatan umum merupakan ruang perawatan kelas III dan merupakan ruang
perawatan penyakit dalam. Ruang ini mempunyai 11 kamar dengan kapasitas 4-6
tempat tidur tiap kamar.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
56
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
57
Berdasarkan analisis data dari pengkajian yang dilakukan pada Tn. W didapatkan
beberapa masalah keperawatan yaitu risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral dan ketidakcukupan
insulin, risiko infeksi berhubungan dengan adanya ulkus kaki diabetik dan
peningkatan kadar glukosa darah, nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi
dan neuropati sekunder akibat peningkatan kadar glukosa darah, hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan ulkus diabetik sekunder akibat
peningkatan kadar glukosa darah, dan kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan ulkus diabetik sekunder akibat trauma dan peningkatan kadar glokusa
darah.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
58
Masalah keperawatan lain yang muncul pada Tn. W adalah nyeri. Sebagian besar
nyeri pada penderita DM diakibatkan karena neuropati sensorik (Rehm, 2004).
Gangguan neuropati diabetik adalah istilah deskriptif yang menunjukkan adanya
gangguan, baik klinis maupun subklinis, yang terjadi pada DM tanpa penyebab
neuropati perifer yang lain (Alwi, Simadibrata, Setiati, Setiyohadi, & Sudoyo,
2010). Manifestasi neuropati diabetik dapat bervariasi mulai dari tanpa keluhan
hingga nyeri hebat, rasa terbakar, kesemutan, atau rasa sakit menusuk (Alwi,
Simadibrata, Setiati, Setiyohadi, & Sudoyo, 2010; Rehm, 2004).
Penyebab nyeri yang lain adalah gangguan sirkulasi darah pada kaki. Hal ini
terjadi akibat peningkatan glukosa darah pada arteri, kapiler, dan vena (Rehm,
2004). Penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah dan penumpukan
kalsium membuat pembuluh darah menjadi kaku sehingga aliran darah terhambat
sebagian bahkan seluruhnya yang menyebabkan jaringan tidak mendapat suplai
oksigen yang cukup (Rehm, 2004). Adanya insufisiensi arterial yang telah ada dan
keadaan anemia menimbulkan nyeri saat istirahat (Stillman, 2008 dalam Hariani
& Perdanakusuma, 2010).
Risiko infeksi pada Tn. W penulis angkat menjadi masalah karena ditemukan
adanya luka diabetes pada kaki kanan (plantaris) dan hasil pemeriksaan
laboratorium tanggal 10 Mei 2013 yang menunjukkan nilai leukosit 12500/µL dan
GDS 703 gr/dl. Keadaan lekositosis mungkin menandakan adanya abses atau
infeksi lainnya pada kaki (Stillman, 2008 dalam Hariani & Perdanakusuma,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
59
Infeksi yang biasa terjadi pada penderita DM adalah infeksi pada salurah kemih
dan infeksi kaki diabetes (Black & Hawks, 2009). Tiga faktor yang berperan
dalam terjadinya infeksi adalah menurunnya fungsi polymorphonuclear leukocyte,
neuropati diabetes, dan insufisiensi vaskuler. Keadaan hiperglikemia dan ketiga
faktor tersebut sangat berhubungan dengan terjadinya infeksi kaki diabetes. Lebih
dari 40% penderita DM dengan infeksi kaki memerlukan amputasi dan 5%-10%
meninggal walaupun sudah di amputasi (Black & Hawks, 2009). Ulkus kaki
diabetes merupakan komplikasi DM kronik yang lebih sedikit dibanding
komplikasi lain, namun memiliki efek yang besar pada kondisi penderita DM di
seluruh dunia (Brookes & O’leary, 2006 dalam Ariyanti, 2012). Oleh karena itu
peran perawat dalam mengatasi risiko terjadinya infeksi pada penderita DM
sangat penting.
Kerusakan integritas kulit juga terjadi pada klien karena Tn. W mengalami luka
kaki/ulkus diabetes. Kerusakaan integritas kulit adalah adanya
perubahan/gangguan epidermis dan.atau dermis (NANDA, 2012). Ulkus diabetes
adalah rusak atau terbukanya kulit yang menggangu fungsi proteksi kulit dalam
melawan bakteri (Vancouver Costal Health, 2010 dalam Ariyanti, 2012). Ulkus
pada Tn. W dapat diakibatkan karena neuropati perifer, gangguan pembuluh darah
perifer sebagai akibat dari tingginya glukosa dalam darah. Hal ini sesuai dengan
Norwood (2011) dalam Ariyanti (2012) yang menyatakan bahwa faktor risiko
yang dapat menyebabkan terjadinya ulkus diabetes adalah neuropati, penyakit
vaskuler perifer, menggunakan alas kaki yang tidak tepat, terdapat deformitas
kaki, dan riwayat merokok.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
60
pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah
(NANDA, 2012). Pada DM dengan ulkus diabetes, terjadi kelelahan akibat
penurunan produksi energi metabolik, peningkatan kebutuhan energi akibat
infeksi, dan nyeri neuropati yang dapat menggangu mobilisasi klien.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
61
Aplikasi teknik moist wound healing yang digunakan pada klien Tn. W adalah
dengan menggunakan normal saline (NaCl 0,9%). Nonadherent atau low-
adherence dressing dengan kompres kassa yang dibasahi NaCl 0.9% merupakan
salah satu jenis balutan dan dianggap sebagai pengobatan standar untuk ulkus kaki
diabetes serta digunakan sebagai kelompok kontrol dalam penelitian tentang
balutan. Balutan ini dirancang untuk atraumatik dan untuk memberikan
lingkungan yang lembab pada luka. Keuntungan menggunakan balutan ini adalah
sederhana, relatif murah, dan hipoalergenik namun tidak dirancang secara khusus
untuk menangani infeksi tetapi pada dapat digunakan secara aman bersamaan
dengan penggunaan antibiotik (Hilton, Williams, Beuker, Miller, & Harding,
2004).
Secara umum aplikasi kompres kassa yang dibasahi NaCl 0.9% mempunyai
beberapa keuntungan, namun berbagai penelitian terakhir mengungkapkan bahwa
penggunaan balutan modern mempunyai kelebihan dibanding dengan kompres
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
62
kassa yang dibasahi NaCl 0.9%. Jenis balutan modern yang dapat digunakan yaitu
balutan alginat, balutan foam, balutan hidropolimer, balutan transparan film, dan
balutan absorben (Landry, 2003). Penelitian menunjukkan bahwa penyembuhan
luka pada ulkus kaki DM non-iskemik yang dirawat dengan hydrogels lebih baik
jika dibandingkan dengan menggunakan kassa yang dibasahi NaCl 0,9% (Weir,
2010).
Penggunaan balutan modern pada ulkus DM juga memberikan dampak yang baik
terhadap penyembuhan luka dan kualitas hidup klien secara umum. Penelitian
Sartika (2008) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proses perkembangan luka
antara kelompok modern dan konvensional. Penelitian menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan respon nyeri yang bermakna pada perawatan luka DM yang
dilakukan perawatan menggunakan teknik konvensional dan modern. Pada teknik
konvensional ditemukan adanya penurunan ekspresi transforming growth factor
β1 (TGF β1) yang meningkatkan respon nyeri, dan pada penggunaan teknik
modern, menunjukkan proses penyembuhan luka lebih cepat sehingga memiliki
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
63
nilai ekonomis terhadap masa rawat dan kualitas proses penyembuhan (Kristianto,
2010). Weir (2010) juga melaporkan adanya penurunan luas ulkus luka pada
penggunaan membran polimer semi-permeabel selaput dibandingkan dengan
kassa dibasahi NaCl 0,9%.
Intervensi lain yang dilakukan pada Tn. W adalah melakukan range of motion
pada kaki yang belum mengalami luka diabetes untuk memperbaiki vaskularisari
kaki dan menurunkan risiko terjadinya kaki diabetes. Latihan pada penderita
sangat penting dalam penatalaksanaan DM. Latihan akan menurunkan kadar
glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian insulin (Smetlzer & Bare, 2003). Untuk kasus dengan
permasalahan vaskuler, latihan kaki perlu diperhatikan untuk memperbaiki
vaskularisasi kaki (Alwi, Simadibrata, Setiati, Setiyohadi, Sudoyo, 2010). Salah
satu latihan kaki yang memungkinkan pada klien yang menjalani perawatan di
rumah sakit adalah range of motion. Latihan pada kaki dilakukan untuk
meningkatkan sirkulasi dan menurunkan risiko komplikasi DM (Aberdeene,
2011). Hasil penelitian oleh Goldsmith, Lidtke, & Shott (2002) menunjukkan
bahwa latihan range of motion tanpa pengawasan dapat menurunkan tekanan
puncak pada plantar dalam waktu yang relati singkat.
Range of motion yang dilakukan pada Tn. W meliputi latihan aktif dan pasif
dorsifleksi dan plantarfleksi pada sendi tumit dan jari, latihan inversi dan eversi
pada tumit, serta latihan aktif dan pasif pada lutut. Intervensi range of motion pada
Tn. W mempunyai hambatan dalam evaluasi karena tidak adanya format evaluasi
yang digunakan untuk menilai keberhasilan intervensi dan tekanan pada kaki.
Tanda dan gejala klinis klien yang penulis gunakan untuk menilai efektifitas
intervensi adalah perabaan nadi dorsalis pedis dan plantaris, kondisi akral klien,
dan gejala kebas yang mungkin dialami klien.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
64
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
65
menuju perilaku yang sehat dan deteksi dini penyulit dalam pengelolaan klien
DM.
Intervensi keperawatan dalam pengaturan diet yang tepat harus dilakukan dengan
baik. Intervensi nutrisi seperti pada kasus, seharusnya dilakukan mulai dari
perencanaan sampai implementasu dengan mempersiapkan riwayat diet untuk
mengidentifikasi kebiasaan makan klien dan gaya hidupnya termasuk
pertimbangan kultur dalam perencanaan makan dan penalataksanaan diet/nutrisi
yang merupakan bagian dari penatalaksanaan DM secara menyeluruh.
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita DM diarahkan untuk mencapai tujuan
berikut (Smeltzer & Bare, 2003):
1. Memberikan semua unsur makanan essensial (misalnya vitamin dan mineral)
2. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
3. Memenuhi kebutuhan energi
4. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan
kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan
praktis
5. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
66
balutan pada perawatan luka ulkus DM sangat penting. Bahan material balutan
harus dapat menyediakan lingkungan yang mendukung untuk penyembuhan luka
secara optimal, memudahkan debridemen, mengurangi peradangan dan membantu
pengendalian infeksi, serta memberikan kelembaban pada luka (Weir, 2010).
Peran perawat sangat penting dalam menentukan jenis balutan yang akan
digunakan klien. Pemilihan balutan yang tepat akan berdampak pada efisiensi
kerja perawat dalam memberikan perawatan luka ulkus DM sehingga
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan kepada klien serta memberikan
kenyamanan dan penyembuhan luka yang optimal yang berdampak terhadap
kualitas hidup klien. Pada tingkatan yang lebih luas, maka akan berdampak pada
efisiensi biaya kesehatan masyarakat.
Penggunaan terapi menggunakan bahan alami cukup efektif pada perawatan luka.
Penggunaan air rebusan daun sirih dan madu dapat menjadi alternatif pilihan
dalam perawatan luka yang cukup baik. Gayatri, Anisah, Soewondo, Fajriah, &
Anita (2011) menyatakan bahwa terdapat perbedaan bermakna waktu dan grade
penyembuhan luka antara perawatan luka ulkus diabetikum terinfeksi
menggunakan air rebusan daun sirih dan normal salin (NaCl 0,9%). Penggunaan
air rebusan daun sirih pada penelitian tersebut dapat mempercepat penyembuhan
lukan dan memperkecil grade luka. Penggunaan madu juga merupakan pilihan
pada perawatan luka. Madu merupakan bahan non-irritant, mempunyai efek
antimikroba, mempercepat penyembuhan luka, menurunkan lama penyembuhan
luka dan efektif biaya pada manajemen ulkus kaki DM. Penggunaan madu dan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
67
NaCl 0,9% pada ulkus kaki DM dapat menurunkan masa rawat dan risiko
amputasi (Hammouri, 2003).
Pencegahan ulkus kaki DM merupakan bagian dari perawatan kaki pada penderita
DM. Latihan pada kaki dilakukan untuk meningkatkan sirkulasi dan menurunkan
risiko komplikasi DM (Aberdeene, 2011). Perawat dapat melakukan latihan range
of motion sebagai bagian dari pencegahan ulkus kaki DM. Evaluasi dalam
pencegahan dan penatalaksanaan ulkus kaki DM dapat dilakukan dengan menilai
tanda dan gejala klinis seperti, akral hangat, pulsasi teraba kuat, dan adanya
neuropati DM.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
BAB 5
PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran berdasarkan hasil penulisan karya
ilmiah akhir yang telah dilakukan.
5.1 Simpulan
a. DM merupakan salah satu penyakit degeneratif yang sering terjadi di
perkotaan
b. Perubayan pola hidup masyarakat akibat urbanisasi dan modernisasi
merupakan salah satu penyebab DM di perkotaan
c. Asuhan keperawatan pada DM harus dilakukan secara komprehensif, baik
dengan tindakan mandiri keperawatan maupun kolaborasi dengan
pendekatan individu dan komunitas.
d. Pemberian intervensi keperawatan harus memperhatikan pilar dalam
penanganan DM yaitu diet, pemantauan gula darah, latihan, edukasi, dan
terapi farmakologi.
e. Perawat mempunyai peran penting dalam menentukan pilihan jenis
balutan pada perawatan ulkus kaki DM klien yang menjalani perawatan di
rumah sakit.
5.2 Saran
a. Pelayanan keperawatan
Penulisan karya ilmiah ini menunjukkan bahwa kejadian DM di perkotaan
sangat tinggi. Perawat dalam tatanan pelayanan kesehatan harus
menerapkan pilar penanganan DM dengan menggunakan pendekatan
individu dan masyarakat untuk memberikan pelayanan asuhan
keperawatan yang berkualitas kepada klien.
Peran advokasi perawat pada intervensi pada klien dengan masalah
perkotaan khususnya DM dengan ulkus perlu mempertimbangkan
penggunaan pilihan jenis balutan modern dan alternatif pilihan lainnya
68
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
69
(misal air rebusan daun sirih dan madu) mengingat telah terbukti bahwa
efektiftifitas penggunaan balutan modern lebih baik dibandingkan dengan
balutan konvensional. Perawat perlu mempertimbangkan terapi latihan
seperti range of motion sebagai bagian dari pencegahan ulkus kaki pada
klien DM yang menjalani perawatan dengan memperhatikan kondisi klien.
b. Pendidikan keperawatan
Penulisan karya ilmiah ini diharapkan memberikan gambaran konsep
keperawatan secara menyeluruh, terutama keperawatan kesehatan
masyarakat perkotaan. Perlu juga dilakukan pengembangan intervensi
keperawatan berbasis kesehatan masyarakat perkotaan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Alwi I., Simadibrata K. M., Setiati S., Setiyohadi B., Sudoyo Aru W. (2010).
Buku ajar ilmu penyakit dalam (Jilid III Ed. V). Jakarta: Interna Publising
Ariyanti. (2012). Hubungan perawatan kaki dengan risiko ulkus kaki diabetes di
RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Tesis, Program Magister Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok.
Gayatri D., Anisah S., Soewondo P., Fajriyah N. N., & Anita N. (2011).
Perbandingan efektifitas air rebusan daun sirih dengan normal saline
terhadap percepatan proses penyembuhan luka pada ulkus diabetikum
terinfeksi. Jurnal ilmiah kesehatan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad,
2011:3, 20-24
Goldsmith, Jon R., Lidtke, Roy H., Shott Susan (2002). The effects of range-of-
motion therapy on the plantar pressures of patients with diabetes mellitus,
Journal of the American Podiatric Medical Association, 92(9), 483-490
Hammouri Sahel K. (2004). The role of honey in the management of diabetic foot
ulcers. JMRS, 11(2), 20-22
67
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
68
Ignatavicius Donna D., & Workman M. Linda. (2006). Medical Surgical Nursing:
Critical Thinking for Collaborative Care. Elsevier Saunders: St Louis
Missouri
Insatalasi perawatan umum. (2013). Data laporan jumlah pasien unit Perawatan
Umum RSPAD Gatot Soebroto
Jason Aberdeene (2011). Diabetic foot exercises for blood flow. Diakses tanggal
24 Juni 2013 dari http://www.livestrong.com/article/546148-diabetic-foot-
exercises-for-blood-flow/
Kemenkes (2010). Urbanisasi menjadi salah satu masalah kesehatan dunia abad
21, diakses tanggal 15 Juni 2013 dari
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/863-kota-sehat-
warga-sehat.html
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
69
Landry, J.H.(2003). Topical dressing and rationale for selection, dalam Milne,
C.T., Corbett, L.Q., & Dubuc, D.L., Wound, ostomy, and continence
nursing secrets. Philadelphia: Hanley & Belvus Inc.
Payne, W.G., Alvarez, O., Etris, M. B., Jameson, G., Wolcott, R., Dharma, H.,
Hartwell, S., Ochs, D. (2009). A prospective, randomized clinical trial to
assess the cost-effectiveness of a modern foam dressing vs. a traditional
saline: Ostomy wound management. Diakses tanggal 28 Juni 2013, dari
http://www.o-wm.com/content/a-prospective-randomized-clinical-trial-
assess-cost-effectiveness-a-modern-foam-dressing-vs-
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013
70
Price Sylvia A., & Wilson Lorainne M. (2006). Patofisiologi: konsep klinis
proses-proses penyakit. Jakarta: EGC
Selayang pandang RSPAD Gatot Soebroto. Diakses tanggal 23 Juni 2013 dari
http://www.rspadgatsu.com/profil.php
Smeltzer, S.,C., & Bare, B.,G. (2003). Brunner & Suddarth 's Textbook of
Medical-Surgical Nursing, 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Stanhope M., & Lancaster, J. (2004). Community health nursing: process and
practice for promoting health (6th ed.). St. Louis: C.V. Mosby.
WHO. (2010). Frequently asked questions world health day 2010. Diakses tanggal
25 Juni 2013 dari http://www.who.int/world-health-
day/2010/media/whd2010faq.pdf
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Rohmad Widiyanto, FIK UI, 2013