Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bakteri Salmonella sp merupakan mikrobia pathogen penyebab sakit perut
yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai Salmonellosis. Habitat
alami Salmonella sp adalah di usus manusia dan hewan, sedangkan air dan makanan
merupakan media perantara penyebaran Salmonella sp (Cliver and Doyle, 1990).
Salmonella sp dapat menginfeksi manusia jika mencemari makanan dan kemudian
dikonsumsi oleh manusia. Karena itu masalah keamanan pangan (food safety)
menjadi sangat penting artinya bagi seluruh masyarakat. Bahan pangan dapat
bertindak sebagai substrat atau perantara bagi pertumbuhan mikroorganisme
patogenik dan menularkan penyakit seperti typus, demam, sakit kepala, disentri,
diare, hingga kematian.
Salmonella merupakan salah satu bakteri penyebab infeksi pada manusia yang
dapat disebarkan melalui pangan dimana disebabkan oleh masuknya bakteri ke
dalam tubuh melalui makanan yang telah terkontaminasi dan sebagai akibat dari
reaksi tubuh terhadap bakteri atau hasil-hasil metabolismenya. Salmonella ada di
seluruh dunia dan dapat mencemari hampir segala tipe makanan seperti pada telur
mentah, daging mentah, sayur-sayur segar, cereal, kacang-kacangan, dan air yang
tercemar. Selain itu penyebarannya dapat melalui hewan peliharaan hingga manusia,
cara penularan yang paling sering adalah melalui feses dari orang-orang yang
terinfeksi sehingga mencemari sumber air atau makanan dari orang-orang yang tidak
terinfeksi. Salmonella dapat bertahan selama berminggu-minggu di luar tubuh yang
hidup.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud Bakteri Salmonella ?
2. Bagaimana Morfologi dan Strukturnya ?
3. Apa Gejala Klinis ?
4. Bagaimana Terapi dengan antibiotik ?
5. Apa mekanisme resistensi ?
6. Apa biologi molekuler ?
7. Dimana tempat Hidup Bakteri Salmonella ?

1
C. TUJUAN
1. Mengetahui apa Bakteri Salmonella
2. Penyebab timbulnya gejala
3. Cara penggobatannya

2
BAB II
PEMBAHASAN

BAKTERI SALMONELLA TYPHI DANDEMAMTIFOID

A. Pengertian Bakteri Salmonella

Salmonella typhi (S. typhi) adalah salah satu bakteri Gram Negatif yang
menyebabkan demam tifoid. Demam tifoid sangat endemik di Indonesia. Hal ini terjadi
terus menerus di seluruh daerah dengan angka morbitas 157/100.000 penduduk di daerah
semi perkotaan. Dalam makalah ini akan membahas tentang S. typhi dan
DemamThypoid,biologimolekular,patogenisitas,diagnosa dan pengobatan.
Salmonella typhi (S. typhi) merupakan Kuman pathogen penyebab demam tifoid,
yaitu suatu penyakit infeksi sistemik dengan gambaran demam yang berlangsung lama,
adanya bakteremia disertai inflamasiyang dapat merusak usus dan organ-organ hati.
Demam tifoid merupakan penyekit menular yang tersebar di seluruh dunia, dan sampai
sekarang masih menjadi masalah kesehatan terbesar dinegara sedang berkembang dan
tropis seperti Asia Tenggara, Afrika dan Amerika Latin. Insiden penyakit ini masih sangat
tinggi dan diperkirakan sejumlah 21 juta kasus dengan lebih dari 700 kasus berakhir
dengan kematian di Indonesia, insiden demam tifoid diperkirakan sekitar 300-810 kasus
per 100.000 penduduk per tahun, berarti jumlah kasus berkisar antara 600.000-1.500.000
pertahun.
Hal ini berhubungan dengan tingkat higienis individu, sanitasi lingkungan dan
penyebaran kuman dari karier atau penderita tifoid. Pada daerah endemis yang sanitasi dan
kesehatannya terpelihara baik, demam tifoid muncul sebagai kasus sporadic. Berdasarkan
hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 1986 demam tifoid menyebabkan kematian
3% dari seluruh kematian di Indonesia. Rata-rata kasus kematiandan komplikasi demam
tifoid selalu berubahantar wilayah endemis yang berbeda. S.typhi dapat menyebabkan
penyakit yang parah di suatu wilayah tetapi hanya menimbulkan gejala.
Penyakit yang ringan pada wilayah yang lain,berarti ada hubungan antara perbedaan
wilayah dengan tingkat keparahan penyakit Indonesia merupakan salah satu Negara
berkembang di kawasan Asia Tenggara dengan konsekuensi pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi yang cepat, menimbulkan dampak terjadinya urbanisasi dan
migrasi pekerja antar Negara yang berdekatan seperti Malaysia, Thailand dan Filipina.
Mobilisasi antar pekerja ini memungkinkan terjadinya perpindahan atau penyebarangalur
(S. typhi) antar Negara.

B. Morfologidan Struktur
Bakteri S. typhi merupakan kuman batang Gram negatif,yang tidak memiliki
spora, bergerak dengan flagel peritrik, bersifat intraseluler fakultatif dan anerob.
Ukurannya berkisar antara 0,7-1,5X 2-5 pm,memilikiantigen somatik (O),antigen flagel
(H)dengan2 fase danantigen kapsul(Vi).

3
Kuman ini tahan terhadap selenit dan natrium deoksikolat yang dapat membunuh bakteri
enterik lain, menghasilkan endotoksin, protein invasin dan MRHA (Mannosa Resistant
Haemaglutinin). S. typhi mampu bertahan hidup selama beberapa bulan sampai setahunjika
melekat dalam, tinja, mentega, susu, keju dan air beku4,5. S. typhi adalah parasit
intraseluler fakultatif, yang dapat hidup dalam makrofag dan menyebabkan gejala-gejala
gastrointestinal hanya pada akhir perjalanan penyakit, biasanya sesudah demam yang lama,
bakteremia dan akhirnya lokalisasi infeksi dalamj aringan limfoid submukosa usus kecil.
Patogenitas Kuman menembus mukosa epitel usus, berkembang biak di lamina propina
kemudian masuk kedalam kelenjar getah bening mesenterium. Setelah itu memasuki
peredaran darah sehingga terjadi bakteremia pertama yang asimomatis, lalu kuman masuk
ke organ-organ terutama hepar dan sumsum tulang yang dilanjutkan dengan pelepasan
kuman dan endotoksin ke peredaran darah sehingga menyebabkan bakteremia kedua.
Kuman yang berada di hepar akan masuk kembali ke dalam usus kecil, sehingga terjadi
infeksi seperti semula dan sebagian kuman dikeluarkan bersama tinja. Penyebaran penyakit
ini terjadi sepanjang tahun dan tidak tergantung pada iklim, tetapi lebih banyak dijumpai di
negara-negara sedang berkembang di daerah tropis, hal ini disebabkan karena penyediaan
air bersih, sanitasi lingkungan dan kebersihan individu yang masih kurang baik oleh karena
itu pencegahan penyakit demam tifoid mencakup sanitasi dasar dan kebersihan pribadi,
yang meliputi pengolahan air bersih, penyaluran air dan pengendalian limbah, penyediaan
fasilitas cuci tangan, pembangunan dan pemakaian WC, merebus air untuk keperluan
minum dan pengawasan terhadap penyedia makanan.

C. Biologi Molekuler
S. typhi mempunyai ukuran genom sekitar 4780 kb, berbentuk sirkular dengan
kandungan G(guanin) danC (sitosin) 50-54% <9). Studi molekulermengenai gen-gen di
dalam genom S. typhi belum diketahui sampai sekarang, oleh karena itu untuk mengetahui
gen-gen S. typhi dihubungkan berdasarkan informasi genom dari bakteri yang sudah ada
sebelumnya. Liuetal. (1995) melakukan pemetaan genom S. typhi berdasarkan pustaka gen
dari S. typhimurium, hasil yang diperoleh terdeteksi 75 gen dan 7 operon rrndan lokasi
gen-gen tersebut sudah dapat dipetakan di dalam genom S. typhi. Perbedaan S. typhi
dengan S.typhimurium antara lain perbedaan lokasi dari tujuh operon rrn (rrnA, rrnB, rrnC,
rrnD, rrnE, rrnG dan rrnH), terdapat inversi segmen sebesar 500 kb diantara posisi 156-
1747 kb,terdapat transfer lateral dari gen-gen non homolog pada pasangan genidentik yang
ada pada S. typhidan S. typhimurium. BiologiMolekuler S. typhi mempunyai ukuran
genom sekitar 4780 kb, berbentuk sirkular dengan kandungan G (guanin) dan C (sitosin)
Studi molekuler mengenai gen-gen di dalam genom S. typhi belum diketahui sampai

4
sekarang, oleh karena itu untuk mengetahui gen-gen S. typhi dihubungkan berdasarkan
informasi genom dari bakteri yang sudah ada sebelumnya. Liuetal. (1995) melakukan
pemetaan genom S. typhi berdasarkan pustaka gen dari S. typhimurium, hasil yang
diperoleh terdeteksi 75 gen dan 7 operon rrndan lokasi gen-gen tersebut sudah dapat
dipetakan di dalam genom S. typhi. Perbedaan S. typhi dengan S.
typhimurium antara lainperbedaan lokasi dari tujuh operon rrn (rrnA, rrnB, rrnC, rrnD,
rrnE, rrnGdan rrnH), terdapat inversi segmen sebesar 500 kb Akibat yang ditimbulkan
adalah delesi (kehilangan gen) atau insersi(penambahangen/loop). Loop pada daerah
spesifik ini dinamakan pathogenicity island, yang berperan di dalam patogenisitas.
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa susunan gen di dalam genom
S.typhimurium berbeda dengan S.typhi, walaupun gen S.typhi dipetakan dari gen
S.typhimurium.

D. Gejala Klinis
1.) Anamnesis
Demamnaik secara bertanggapada minggu pertama lalu demam menetap (kontinyu)
atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama sore/malam hari,sakit kepala,nyeriotot,
anoreksia,mual, muntah, obstipasi atau diare. Demam merupakan keluhan dan gejala klinis
terpenting yang timbul pada semua penderita demam tifoid. Demam dapat muncul secara
tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi parah dengan gejala yang menyerupai septisemia oleh
karena Streptococcus atau Pneumococcus daripada S. typhi. Menggigil tidak biasa
didapatkan pada demam tifoid tetapi pada penderita yang hidup di daerah endemis malaria,
menggigil lebih mungkin disebabkan oleh malaria. Namun demikian demam tifoid dan
malaria dapat timbul bersamaan pada satu penderita. Sakit kepala hebat yang menyertai
demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis, di sisi lainS. typhijuga dapat menembus
sawar darah otak dan menyebabkan meningitis. Manifestasi gejala mental kadang
mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik atau koma. Nyeri perut
kadang tak dapat dibedakan dengan apendisitis. Pada tahap lanjut dapat muncul gambaran
peritonitis akibat perforasiusus.
2.) Pemeriksaan Fisis
Febris, kesadaran berkabut, bradikardia relative (peningkatan suhu 1°C tidak
diikuti peningkatandenyut nadi 8x/menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan
ujung merah, serta tremor),hepatomegali, splenomegali, nyeri abdomen,roseolae
(jarangpada orang Indonesia).
3.) Laboratorium
Ditemukan lekopeni, lekositosis, atau lekosit normal, aneosinofilia, limfopenia,
peningkatan Led, anemia ringan, trombositopenia,gangguan fungsi hati. Kultur darah
(biakan empedu) positif . Dalam keadaan normal darah bersifat steril dan tidak dikenal
adanya flora normal dalam darah. Ditemukannya bakteri dalam darah disebut bakteremia.
Pasien dengan gejala klinis demam tiga hari atau lebih dan konfirmasi hasil biakan darah
positif S. typhi paratyphi dapatdijadikan sebagai diagnose pasti demam tifoid. Uji Widal
adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang
spesifik terhadap Salmonella terdapat dalam serum demam tifoid, juga pada orang yang
pemah ketularan Salmonella dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap demam
tifoid. Peningkatan titer uji Widal >4 kali lipat setelah satu minggu memastikan diagnosis.

5
Kultur darah negatif tidak menyingkirkandiagnosis. UjiWidal tunggal dengan titer antibodi
O 1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas menyokong diagnosis.Hepatitis
Tifosabila memenuhi 3 atau lebih criteria Khosla (1990) : hepatomegali, ikterik, kelainan
laboratorium (antara lain : bilirubin >30,6 umol/1, peningkatan SGOT/SGPT, penurunan
indeks PT), kelainan histopatologi. Tifoid Karier. Ditemukannya kuman Salmonella typhi
dalam biakan feses atau urin pada seseorang tanpa tanda klinis infeksi atau pada seseorang
setelah 1 tahun pasca-demamtifoid.

E. Mekanisme Resistensi
Bakteri yang resisten terhadap antibiotika,terdapat duajenis, yaitu bakteriyang
secara alamia resisten terhadap antibiotika dan bakteri yang berubah sifatnya dari peka
menjadi resisten Perubahan sifat bakteri tersebut dapat terjadi karena mutasi kromosom
dan atau perolehan materi genetic dari luar. Mekanisme resistensi yang khusus terjadi
terhadap antibiotika lini pertama adalah sebagai berikut: Mekanisme resistensi terhadap
ampisilin, dapat terjadi karena bakteri menghasilkan inaktivator berupa enzim |3 laktamase,
perubahan target antibiotika sehingga kekurangan Penicillins Binding Protein (PBP),
kegagalan dalam mengaktifkan enzim autolisis dan bakteri tidak memiliki peptidoglikan.
Resistensi terhadap kloramfenikol, dapat terjadi melalui perubahan target (ribosom) dari
antibiotika, dihasilkannya inaktivator berupa enzim kloramfenikol asetil transferase dan
mekanisme yang membatasi antibiotika masuk secara terus menerus melalui membran luar
serta akan memompa keluar antibiotika dari sitoplasma. Selanjutnya resistensi terhadap
tetrasiklin dapat terjadi karena mekanisme yang membatasi antibiotika masuk ke dalam
target,melalui perubahan permeabilitas terhadap tetrasiklin dan perubahan target (ribosom)
antibiotika, dihasilkannya inaktivasi berupa enzim yang menghambat kerja antibiotika,
pengaturangenrepresor danmelaluiaktifefluks. Mekanisme resistensi terhadap trimetro
primsulfa metok sazol,dapat terjadi karena kuman mampu mengembangkan jalur
metabolisme lama yang dihambat antibiotika dan peningkatan sintesis metabolit yang
bersifat antagonis kompetitif,melalui peningkatan sintesis PABA (para amino benzoic
acid) yang digunakan untuk melawan efek sulfonamida dan perubahan yang terjadi pada
enzim reduktase asam dehidrofolat sehingga dapat menjalankanfungsi metabolismenya.
Semua mekanisme resistensi yang telah diuraikan di atas dapat dikelompokkan menjadi.
mekanisme yang diperantarai oleh plasmid berupa aktif efluks, enzim inaktivator yang
dihasilkan bakteri, pengaturangen represor, dan 2) mekanisme yang diperantarai oleh
kromosom yaitu perubahan target antibiotika, peningkatan sintesis metabolit yang bersifat
antagonis serta pengembangan jalur mekanisme lama yang dihambat antibiotika. Beberapa
gen yang menyandikan sifat resistensi ekspresinya dikendalikan oleh sistem regulator yang
spesifik, seperti represor dan aktivator transkripsi.Gen-gen resisten dapat dipindahkan
melalui transformasi, transduksi atau konjugasi. Pada umumnyagen resisten dalam satu
spesies atau antar spesies Gram negatif dipindahkan melalui konjugasi. Elemen konjugasi
ada dua macam yaitu plasmid konjugatif dan transposon konjugatif. diantara posisi 156-
1747 kb,terdapat transfer lateral.

6
F. Tempat-tempat Hidup Bakteri Salmonella

1. Pada saluran pencernaan hewan seperti ayam, babi, dan juga sapi, serta hewan-hewan
peliharaan. Jika dibiarkan, maka bakteri ini bisa masuk ke dalam tubuh manusia
2. Pada makanan mentah yang tak dicuci dengan bersih, termasuk di daging dan juga telur
hewan.
3. Di tanah dan juga air yang terkontaminasi dengan bakteri dari hewan-hewan tersebut,
yang kemudian ditransfer ke manusia
4. Di tinja dan urine yang dihasilkan manusia serta hewan yang sehat ataupun yang sakit.
5. Di tempat-tempat yang memiliki suhu hangat, membuatnya bisa tumbuh dengan subur
terutama di musim panas .

G. Pengobatan

1. Terapi dengan antibiotik kloramfenikol masih merupakan jenis antibiotika yang


digunakan dalam pengobatan demam tifoid (53,55%) dan merupakan antibiotika pilihan
utama yang diberikan untuk demamtifoid. Berdasarkan efektivitasnya terhadap
salmonella typhi disamping obat tersebut relative murah. Namun pada penelitian yang
lain menunjukkan bahwa angka relaps pada pengobatan demam tifoid dengan
menggunakan kloramfenikol lebih tinggi bila dibandingkan dengan penggunaan
kotrimoksazol. Selain itu pada lima tahun terakhir ini para klinisi di beberapa negara
mengamati adanya kasusdemamtifoid anak yang berat bahkan fatal yang disebabkan
oleh strain Salmonella typhi yang resisten terhadap kloramfenikol. Angka kematian di
Indonesia mencapai 12%akibat strain Salmonella typhi ini. Penelitian yang dilakukan
oleh Musnelina et al. (2004) di RS Fatmawati menunjukkan adanya pemberian obat
golongan sefalosporin generasi ketiga yang digunakan untuk pengobatan demam tifoid
pada anak yakni seftriakson (26,92%) dan sefiksim (2,19%). Namun dari 2 jenis obat
ini, seftriakson menjadi pilihan alternatif pengobatan demam tifoid anak yang banyak
digunakan di Bagian Kesehatan Anak RumahSakit Fatmawatisepanjangperiode
Januari2001-Desember 2002. Seftriakson dianggap sebagai obat yang poten dan efektif
untuk pengobatan demam tifoid jangka pendek. Sifat yang menguntungkan dari obat ini
adalah secara selektif dapat merusak struktur kuman dan tidak mengganggu sel tubuh
manusia, mempunyai spektrum luas, penetrasi jaringan cukup baik, dan resistensi
kuman masih terbatas.

2. Tindakan yang cepat diperlukan pada salmonellosis dalam stadium septikemia,


meskipun perlu diingat adanya kontroversi penggunaan antimikroba pada kasus-kasus
salmonellosis alat pencernaan, karena antibiotik per-oral akan merusak mikroflora usus.
Disamping itu ada bakteri salmonella yang menjadi resisten terhadap antibiotik yang
dipakai yang kemudian Sangay berbahaya kalau menulari manusia. Septikemia
sebaiknya diatasi dengan antibiotik spektrum luas yang diberikan per parental
(DHARMOJONO,2001).Chloramphenicol adalah antibiotik pilihan yang tepat untuk

7
mengobati septicemia, tetapi telah menghasilkan strain-strain yang resisten. Oleh itu uji
kepekaan antibiotik perlu dilakukan. Ampicillin dan trimethoprim sulfamethoxazole
kini digunakan. Untuk gastroenteritis, yang paling penting dilakukan ialah penggantian
cairan dan elektrolit yang hilang

H. Pencegahan
Dilihat dari aspek kilinik pengobatan terhadap penyakit salmonellosis mungkin dapat
menyembuhkan, tetapi apabila dilihat dari aspek bakteriologik, menghilangkan bakteri
yang ada dalam alat pencernaan merupakan sesuatu yang sulit, karena bakteri sudah berada
dalam sirkulasi sistem empedu dan secara intermiten bakteri dapat berpindah kedalam
lumen alat pencernaan bersama empedu tersebut. Kondisi inilah yang menyebabkan bekas
penderita salmonellosis masih berbahaya, karena dalam fecenya masih terdapat bakteri
yang mungkin sekali mencemari lingkungan dan dapat menginfeksi hewan dan manusia,
oleh karena itu masih harus tetap diwaspadai bekas penderita salmonellosis sebagai sumber
penularan.Menurut LAY dan HASTOWO (1992) pencegahan dapat pembasmian penyakit
dilakukan dengan fumigasi lemari pengeram pada ayam. Pembasmian reaktor positif dan
carrier dilakukan berdasarkan uji serologis. Uji aglutinasi untuk pencegahan penyakit
pullorum. Darah diambil dari vena sayap dan dicampur dengan suspensi antigen
S.pullorum.Metode yang digunakan untuk uji aglutinasi adalah (1) metode tabung; (2)
metode cawan atau (3) metode darah (whole-blood). Menurut DHARMOJONO(2001)
tindakan sanitasi dan higienik merupakan tindakan yang tepat untuk dilakukan dan tindakan
ini adalah tindakan yang paling murah untuk dilakukan. Pencegahan lain yang bisa
dilakukan yaitu dengan mengidentifikasi dengan benar, bahwa hewan yang baru masuk dari
peternakan lain berbas salmonellosis.Vaksin salmonellosis telah dibuat dan dipasarkan baik
yang aktif (dibuat dari salmonella avirulen) maupun yang pasif (DHAMOJONO, 2001).
Menurut WEGENER et al.(2003) pencegahan pada ayam bisa dilakukan dengan prinsip top-
down eradication , yaitu membebaskan piramid breeding broiler dari strata puncak sampai
strata terbawah. Flock yang terinfeksi dimusnahkan dan unggas yang terinfeksi dipotong.
Program pengujian dikembangkan terus dengan tujuan mempertinggi keamanan pangan
DIREKTORAT BINA KESEHATAN HEWAN (1982) telah mengeluarkan pedoman bahwa
untuk mencegah penyebaran salmonellapada breeder atau peternakan ayam, selain sanitasi
dan fumigasi perlu juga dilakukan pengujian laboratorium minimal 2 kali berturut-turut
dengan selang waktu 35 hari dan selanjutnya secara teratur 2 kali setahun, breeder
diharapkan melakukan vaksinasi dengan menggunakan vaksin aktif. Menurut SAULI et
al(2003), tanggung jawab dalam mengimplementasikan ukuran jaminan keamanan dalam
rantai produksi makanan harus menjadi tanggung jawab industri, organisasi dan
pemerintah. Pada industri pakan ternak selain bertanggung jawab terhadap kualitas pakan
yang dihasilkan juga harus mampu menjamin bahwa pakan yang dihasilkannya bebas dari
salmonella. Pada kegiatan budidaya, program monitoring yang intensif perlu diterapkan
baik untuk breeder maupun peternak. Di rumah potong, pemeriksaan kesehatan secara
visual dilakukan oleh petugas kesehatan hewan, dan contoh dagingnya ha

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Salmonella adalah penyebab utama dari penyakit yang disebarkan melalui makanan
(foodborne diseases). Pada umumnya, serotipe Salmonella menyebabkan penyakit pada
organ pencernaan. Salmonella typhi bisa berada dalam air, es, debu, sampah kering yang
bila organisme ini masuk ke dalam vehicle yang cocok (daging, kerang dan sebagainya)
akan berkembang biak mencapai dosis infeksi. Infeksi Salmonella dapat berakibat fatal
kepada bayi, balita, ibu hamil dan kandungannya serta orang lanjut usia. Hal ini disebabkan
karena kekebalan tubuh mereka yang menurun. Kontaminasi Salmonella dapat dicegah
dengan mencuci tangan dan menjaga kebersihan makanan yang dikonsumsi.

B. SARAN
1. Supaya kita selalu menjaga kebersihan lingkungan hidup kita agar terhindar dari
kontaminasi dengan bakteri Salmonella typhi.
2. Agar mewaspadai sejak dini pencegahan dan pengobatan penyakit typhus.
3. Dan yang paling penting adalah ” Mencegah lebih baik daripada mengobati”

9
Daftar Pustaka

1. Girgis,N.I.,Butler,T.,Frenk,R. Azithromycin versus Ciprofloxacin for treatment of


uncomplicated typhoid fever in a randomized trial in Egypt that included patients
with multidrug resistance. Antimicrob. Agents and Chemother. 43: 1441-1444,
1999.
2. Buku kuliah ilmu penyakit dalam: Demam Tifoid. Balai Penerbit Fakultas Ilmu
Kedokteran Universitas Indonesia. 32-38, 1987.
3. Johnson,A.G. Microbiology and Immunology 2 edition. Harvard Publishing
Company, Malvern,Pennsylvania. 63-66. 1993.
4. TriAtmodjo, Pdan Triningsih, E.M. Besarnya kasus demam tifoid di Indonesia
dan pola resisten Salmonella typhi terhadap antibiotika. Majalah Kesehatan
Masyarakat Indonesia. 5:261-263,1998.
5. Zhu, Q., Lim, C.K., Chan, Y.N. Detection of Salmonella typhi by Polymerase
Chain Reaction. Journal of Applied Bacteriology. 80:244-251.1996.
6. Hermans, P.W., Saha, S.K., Leeuwen, V. Moleculer typing of Salmonella typhi
strains from Dhaka (Bangladesh) and development of DNA probes identifyng
plasmid-encoded multidrug-resistant isolates. Journal ofClinical
Microbiology.34:1135-1141. 1995.
7. Thong, K.L., Cheong, Y.M., Puthucheary, S. Epidemiology analysis of sporadic
Salmonella typhi isolates and those from outbreaks by Pulsed-Field Gel
Electrophpresis. Journal of ClinicalMicrobiology32:1135-1141.1994.

10

Anda mungkin juga menyukai