Anda di halaman 1dari 2

Balaputradewa

Sri Maharaja Balaputradewa adalah anggota Wangsa Sailendra yang menjadi


raja Kerajaan Sriwijaya

Asal-Usul[sunting | sunting sumber]


Menurut prasasti Nalanda, Balaputradewa adalah cucu seorang raja Jawa yang
dijuluki Wirawairimathana (penumpas musuh perwira). Julukan kakeknya ini mirip
dengan Wairiwarawimardana alias Dharanindra dalam prasasti Kelurak. Dengan kata lain,
Balaputradewa merupakan cucu Dharanindra.
Ayah Balaputradewa bernama Samaragrawira, sedangkan ibunya bernama Dewi Tara putri Sri
Dharmasetu dari Wangsa Soma. Prasasti Nalanda sendiri menunjukkan adanya persahabatan
antara Balaputradewa dengan Dewapaladewa raja dari India, yaitu dengan ditandai
pembangunan wihara yang diprakarsai oleh Balaputradewa di wilayah Benggala.

Menyingkir dari Jawa


Teori yang sangat populer, yang dikembangkan oleh De Casparis, menyebutkan
bahwa Samaragrawira identik dengan Samaratungga raja Jawa.
Sepeninggal Samaratungga terjadi perebutan takhta di antara kedua anaknya, yaitu
Balaputradewa melawan Pramodawardhani. Pada tahun 856 Balaputradewa dikalahkan
oleh Rakai Pikatan suami Pramodawardhani sehingga menyingkir ke pulau Sumatra.
Teori ini dibantah oleh Slamet Muljana karena menurut prasasti malang, Samaratungga hanya
memiliki seorang anak perempuan bernama Pramodawardhani. Menurutnya, Balaputradewa
lebih tepat disebut sebagai adik Samaratungga. Dengan kata lain, Samaratungga adalah putra
sulung Samaragrawira, sedangkan Balaputradewa adalah putra bungsunya.
Pengusiran Balaputradewa umumnya didasarkan pada prasasti Wantil bahwa telah terjadi
perang antara Rakai Mamrati Sang Jatiningrat (alias Rakai Pikatan) melawan seorang musuh
yang membangun benteng pertahanan berupa timbunan batu. Dalam prasasti itu ditemukan
istilah Walaputra yang dianggap identik dengan Balaputradewa.
Teori populer ini dibantah oleh Pusponegoro dan Notosutanto bahwa, istilah Walaputra bukan
identik dengan Balaputradewa. Justru istilah Walaputra bermakna “putra bungsu”, yaitu Rakai
Kayuwangi yang dipuji berhasil mengalahkan musuh kerajaan. Adapun Rakai Kayuwangi adalah
putra bungsu Rakai Pikatan yang berhasil mengalahkan musuh ayahnya.
Benteng timbunan batu yang diduga sebagai markas pemberontakan Balaputradewa identik
dengan bukit Ratu Baka. Namun prasasti-prasasti yang ditemukan di daerah itu ternyata tidak
ada yang menyebut nama Balaputradewa, melainkan menyebut Rakai Walaing Mpu
Kumbhayoni. Jadi, musuh Rakai Pikatan yang berhasil dikalahkan oleh Rakai
Kayuwangi sang Walaputra ternyata bernama Mpu Kumbhayoni, bukan Balaputradewa.
Menurut prasasti-prasasti itu, tokoh Rakai Walaing Mpu Kumbhayoni mengaku sebagai
keturunan pendiri Kerajaan Medang (yaitu Sanjaya). Jadi sangat mungkin apabila ia
memberontak terhadap Rakai Pikatan sebagai sesama keturunan Sanjaya.
Kiranya teori populer bahwa Balaputradewa menyingkir ke pulau Sumatra karena didesak
oleh Rakai Pikatan adalah keliru. Mungkin ia meninggalkan pulau Jawa bukan karena kalah
perang, melainkan karena sejak awal ia memang tidak memiliki hak atas takhta Jawa, mengingat
ia hanyalah adik Maharaja Samaratungga, bukan putranya.

Menjadi Raja Sriwijaya


Prasasti Nalanda menyebut Balaputradewa sebagai raja Suwarnadwipa, yaitu nama kuno
untuk pulau Sumatra. Karena pada zaman itu pulau Sumatra identik dengan Kerajaan Sriwijaya,
maka para sejarawan sepakat bahwa Balaputradewa adalah raja Sriwijaya.
Pendapat yang paling populer menyebutkan Balaputradewa mewarisi takhta Kerajaan
Sriwijaya dari kakeknya (pihak ibu), yaitu Sri Dharmasetu. Namun, ternyata nama Sri
Dharmasetu terdapat dalam prasasti Kelurak sebagai bawahan Dharanindra yang ditugasi
menjaga bangunan Candi Kelurak.
Jadi, Dharanindra berbesan dengan pegawai bawahannya, bernama Sri Dharmasetu melalui
perkawinan antara Samaragrawira dengan Dewi Tara. Dharmasetu menurut prasasti
Kelurak adalah orang Jawa. Jadi, teori populer bahwa ia merupakan raja Kerajaan
Sriwijaya adalah keliru.
Balaputradewa berhasil menjadi raja Kerajaan Sriwijaya bukan karena mewarisi takhta Sri
Dharmasetu, tetapi karena pada saat itu pulau Sumatra telah menjadi daerah
kekuasaan Wangsa Sailendra, sama halnya dengan pulau Jawa.
Berdasarkan analisis prasasti Ligor, Kerajaan Sriwijaya dikuasai Wangsa Sailendra sejak
zaman Maharaja Wisnu. Sebagai anggota Wangsa Sailendra, Balaputradewa berhasil menjadi
raja di Sumatra, sedangkan kakaknya, yaitu Samaratungga menjadi raja di Jawa.

Anda mungkin juga menyukai