(Disseminated Intravascular Coagulation) : Makalah Keperawatan Anak DIC
(Disseminated Intravascular Coagulation) : Makalah Keperawatan Anak DIC
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
1. AHMAT MUZAKI (1711004)
2. HIPOLITO DA CRUZ SOARES (1711014)
3. LILY INDRAYANI (1711015)
4. RIMA DELAVIA KRISNITA (1711026)
5. SUKMA FAIDA (1711020)
6. YOLANDA SHELA WATI (1711018)
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan
Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya
yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca dalam pendidikan.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya
dapat lebih baik.
Makalah kami masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang.
Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3.Tujuan
1. Mengetahui tentang Definisi dari DIC
2. Mengetahui tentang Etiologi dari DIC
3. Mengetahui tentang Klasifikasi dari DIC
4. Mengetahui tentang Manifestasi Klinis dari DIC
5. Mengetahui tentang Patofisiologi dari DIC
6. Mengetahui tentang Komplikasi dari DIC
7. Mengetahui tentang pemeriksaaan penunjang dari DIC
8. Mengetahui tentang terapi/ tindakan penanganan dari DIC
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
2.2. Etiologi
1. Fetus yang mati dalam kandungan
2. Abortus
3. Trauma akibat terkena bias ular
4. Syok
5. Infeksi
6. Anoksemia
7. Asidosis
8. Perubahan suhu
9. Auto imun
10. Keganasan
11. Hemolisis
2.3. Klasifikasi
Ada sumber yang menyebutkan bahwa DIC dibedakan menjadi dua bentuk klinis,
yakni DIC akut dan DIC kronik.
DIC akut adalah kelainan perdarahan yang memiliki karakteristik timbulnya
memar atau lebam (ekimosis), perdarahan dari mukosa (seperti pada mukosa bibir
atau genital), dan penurunan jumlah trombosit dan factor pembekuan di dalam
darah. Purpura Fulminan adalah bentuk fatal yang terjadi cepat dan berbahaya
dari DIC akut.
DIC kronik mempengaruhi formasi bekuan darah di pembuluh darah
(tromboembolism). Faktor pembekuan dan trombosit dapat berada pada nilai
normal, meningkat, atau bahkan sedikit menurun pada DIC kronik. (Ngan, 2005)
Sumber lainnya membagi DIC menjadi DIC subakut dan DIC akut.
1. DIC subakut berhubungan dengan komplikasi tromboembolik seperti DVT dan
PE seperti terjadinya pada katup jantung.
2. DIC akut
a. Trombositopenia dan penurunan factor koagulasi mengarah pada
kecenderungan terjadinya perdarahan
b. Diperburuk dengan meningkatnya degradasi fibrin sampai produk
pemecah fibrin yang akan mengganggu terhadap polimerasi fibrin dan
juga terhadap fungsi trombosit.
c. Endapan fibrin pada pembuluh darah kecil mempengaruhi terjadinya
iskemia jaringan. Organ yang paling mudah terpengaruh adalah ginjal,
dimana endapan fibrin dapat menyebabkan terjadinya acute renal failure.
d. Hemolisis dapat terjadi karena adanya kerusakan mekanis pada sel darah
merah sebagai akibat secunder dari deposit fibrin.
e. Pasien dapat mengalami fenomena neurologik karena adanya serangan
iskemia pada otak. (Anonym, 2005)
2.4. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis bergantung pada penyakit dasar, akut atau kronik, dan proses
patologis yang mana lebih utama,apakah akibat thrombosis mikrovaskular atau diathesis
hemoragik. Kedua proses patologis ini menimbulkan gejala klinis yang berbeda dan dapat
ditemukan dalam waktu yang bersamaan.
Perdarahan dapat terjadi pada semua tempat. Dapat terlihat sebagai petekie,
ekimosis,perdarahan gusi,hemoptisis,dan kesadaran yang menurun sampai koma akibat
perdarahan otak. Gejala akibat thrombosis mikrovaskular dapat berupa kesadaran
menurun sampai koma,gagal ginjal akut,gagal napas akut dan iskemia fokal,dan gangrene
pada kulit.
Mengatasi perdarahan pada Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) sering
lebih mudah daripada mengobati akibat thrombosis pada mikrovaskular yang
menyababkan gangguan aliran darah,iskemia dan berakhir dengan kerusakan organ yang
menyebabkan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) sering berhubungan
langsung dengan kondisi penyebabnya, adanya riwayat perdarahan dan hipovolume
seperti perdarahan gastro intestinal dan gejala dan tanda trombosis pada pembuluh darah
yang besar seperti DVT dan trombosis mikrovaskuler seperti gagal ginjal, perdarahan
dari setidaknya 3 daerah yang tidak berhubungan langsung dengan DIC seperti :
Epistaksis
Perdarahan gusi
Perdarahan Mukosal
Batuk
Dyspnea
Bingung, disorientasi
Demam
Kondisi yang dapat terjadi DIC antara lain :
1. Sepsis atau infeksi yang berat
2. Trauma ( Polytrauma, neurotrauma, emboli lemak )
3. Kerusakan organ ( Pankreatitis berat )
4. Malignancy ( Penyakit yang kondisinya buruk )
Tumor padat
Myeloproliferative/ lymphoproliferatif maligna
5. Kehamilan yang sulit - Emboli caitran amniotik, Plasenta abrupsio
6. Kelainan Vaskuler (Kasaback-mereritt syndrom, Aneurisma vaskuler yang besar)
7. Kerusakan hepar berat
8. Reaksi toxic atau imunologi yang berat (Digigit ular, Penggunaan obat-obatan
terlarang, Reaksi transfusi, Kegagalan tranplantasi)
2.5. Patofisologi
Hemostasis dan pembekuan adalah serangkaian kompleks reaksi yang mengakibatkan
pengendalian perdarahan melalui pembentukan bekuan trombosit dan fibrin pada tempat
cedera. Pembekuan disusul oleh resolusi atau lisis bekuan dan regenerasi endotel. Pada
keadaan homeostasis, homeostasis dan pembekuan melindungi individu dari perdarahan
masif sekunder akibat trauma. Dalam keadaan abnormal, dapat terjadi perdarahan atau
trombosis, dan penyumbatan cabang-abang vaskuler, yang dapat mengancam nyawa.
Pada saat cedera, ada tiga proses utama yang bertanggung jawab atas hemostasis dan
pembekuan :
1. vasokonstriksi sementara
2. reaksi trombosit yang terdiri dari adhesi, reaksi pelepasan dan agregasi trombosit,
dan
3. pengaktifan faktor-faktor pembekuan
langkah-langkah permulaan terjadi pada permukaan jaringan yang cedera, dan reaksi-
reaksi selanjutnya terjadi pada permukaan fosfolipid trombosit yang mengalami agregasi.
(Price, 1995)
Trombosit
Trombosit atau platelet bukan merupakan sel, melainkan pecahan granular sel, berbentuk
piringan dan tidak berinti. Trombosit adalah bagian terkecil dari unsur selular sumsum
tulang dan sangat penting peranannya dalam hemostasis dan pembekuan. Trombosit
berasal dari sel induk pluripotensial yang tidak terikat, yang bila dibutuhkan dan dengan
adanya faktor perangsang trombosit (Mk-CSF [megakaryocyte Colony- Stimulating
Factor] berdiferensiasi menjadi kelompok sel induk yang terikat untuk membentuk
megakarioblas. Sel ini, melalui serangkaian proses pematangan menjadi megakariosit
raksasa. Tidak seperti unsur sel lainnya, megakariosit mengalami endomitosis, dimana
terjadi pembelahan inti dalam sel, tetapi sel itu sendiri tidak membelah. Sel dapat
membesar karena sintesis DNA meningkat. Sitoplasma sel akhirnya memisahkan diri
menjadi trombosit-trombosit. (Price, 1995)
Faktor-faktor pembekuan plasma
I. Fibrinogen : prekursor fibrin (protein polimer)
II. Protombin : prekursor dari trombin enzim porteolitik dan mungkin akselerator-
akselerator dari konversi protombin lain
III. Tromboplastin : suatu lipoprotein jaringan aktivator dari protombin
IV. Kalsium : diperlukan untuk pengaktifan protombin dan pembentukan fibrin
V. Plasma ekselerator globulin : suatu faktor plasma yang mempercepat perubahan
protombin menjadi trombin
VI. –
VII. akselerator konversi protombin serum : suatu faktor serum yang mempercepat
perubahan protombin
VIII. globulin antihemolitik (AHG) : suatu faktor plasma yang berkaitan dengan faktor
III trombosit dan faktor christmas (IX) mengaktifkan protombin
IX. faktor christmas : faktor serum yang berkaitan dengan faktor III trombosit dan
VIIIAHG; mengaktifkan protombin
X. faktor Stuart-Power : suatu faktor plasma dan serum; akselerator konversi
protombin
XI. plasma tromboplastin antecedent (PTA) : suatu faktor plasma yang diaktifkan
oleh faktor Hageman (XII); akselerator pembentukan trombin
XII. Faktor Hageman : suatu faktor plasma; mengaktifkan PTA (XI)
XIII. Faktor yang menstabilkan fibrin : faktor plasma; menimbulkan bekuan fibrin yang
lebih kuat yang tidak larut dalam urea.
Faktor Fletcher (prekalikrein) : faktor pengaktivasi kontak
Faktor Fitzgerald (kininogen berat molekul tinggi) : faktor pengaktivasi
kontak
Faktor-faktor Pembekuan
Faktor-faktor pembekuan, kecuali faktor III (tromboplastin jaringan) dan faktor IV (ion
kalsium), merupakan protein plasma. Faktor-faktor ini bersirkulasi dalam darah sebagai
molekul-molekul yang tidak aktif. Prekalikrein dan kininogen berat molekul tinggi,
bersama-sama dengan faktor XI dan XII dinamakan faktor-faktor kontak. Pada saat
cedera faktor-faktor kontak akan diaktifkan karena terjadi kontak pada permukaan
jaringan. Setelah mereka terbentuk, mereka juga berperan dalam melarutkan bekuan.
(Price, 1995)
Pengaktifan faktor-faktor pembekuan diduga terjadi karena enzim memecahkan fragmen
bentuk prekursor yang tidak aktif, oleh karena itu dinamakan prokoagulan. Tiap faktor
yang sudah diaktifkan, kecuali V, VIII, dan XIII, serta I (fibrinogen), adalah enzim
pemecah protein (protease serin), sehingga mengaktifkan prokoagulan berikutnya. (Price,
1995)
Hati adalah tempat sintesis semua faktor pembekuan kecuali faktor VIII dan mungkin XI
dan XIII. Vitamin K perlu untuk mempertahankan kadar normal dari faktor-faktor
protombin darah atau sintesis faktor-faktor protombin (II, VII, IX, dan X). Bukti yang
ada menunjukkan bahwa faktor VIII benar-benar merupakan molekul kompleks yang
terdiri dari tiga subunit yang berbeda :
1. bagian prokoagulan, mengandung faktor antihemofilia, VIIIAHG yang tidak
dimiliki oleh penderita hemofilia klasik
2. subunit lain mengandung tempat antigenik
3. faktor Von Willebrand, VIIIVWF, yang diperlukan untuk adhesi pada dinding
pembuluh. (Price, 1995)
Fase-fase pembekuan
Pembekuan diawali oleh cedera vaskular dalam keadaan hemostasis. Vasokonstriksi
adalh respon langsung terhadap cedera, yang diikuti oleh adhesi trombosit pada kolagen
dinding pembuluh yang terkena cedera. ADP (adenosin difosfat) dilepaskan oleh
trombosit, yang menyebabkan mereka mengalami agregasi. Sejumlah kecil trombin juga
merangsang agregasi trombosit yang berguna untuk mempercepat reaksi. Faktor III
trombosit, dari membran trombosit, juga mempercepat pembekuan plasma. Dengan cara
ini, terbentuklah sumbat trombosit, yang kemudian segera diperkuat oleh protein
filamentosa yang dikenal sebagai fibrin. (Price, 1995)
Produksi fibrin dimulai dengan perubahan faktor X menjadi Xa, sebagai bentuk aktif
faktor X. Faktor X dapat diaktifkan melalui dua rangkaian reaksi. Rangkaian yang
pertama memerlukan faktor jaringan, atau tromboplastin jaringan, yang dilepaskan oleh
endotel pembuluh waktu cedera. Karena faktor jaringan tidak terdapat dalam darah, maka
ia termasuk faktor ekstrinsik pembekuan, dari sini didapat nama jaras ekstrinsik bagi
rangkaian ini. (Price, 1995)
Rangkaian lainnya yang mengaktifkan faktor X adalah jaras intrinsik, diberi nama tersebt
sebab ia menggunakan faktor-faktor yang terdapat dalam sistem vaskular atau plasma.
Dalam rangkaian ini terdapat reaksi ”air terjun”, pengaktifan salah satu prokoagulan akan
mengaktifkan pengaktifan bentuk penerusnya. Jalan intrinsik diawali oleh keluarnya
plasma atau kolagen melalui pembuluh yang rusak dan mengenai kulit. Faktor jaringan
tidak diperlukan, tetapi trombosit yang melekat pada kolagen, sekali lagi memainkan
peran. Faktor XII, XI dan IX harus diaktifkan secara berurutan, dan faktor VIII harus
dilibatkan sebelum faktor X dapat diaktifkan. Zat prekalikrein dan kininogen berat
molekul tinggi juga ikut serta, dan diperlukan ion kalsium. (Price, 1995)
Dari titik ini pembekuan berjalan sepanjang apa yang dinamakan jaras bersama.
Pengaktifan faktor X terjadi sebagai akibat reaksi jaras ekstrinsik atau intrinsik.
Pengalaman klinik menunjukkan bahwa kedua jalan tersebut ikut berperan pada
hemostasis. (Price, 1995)
Langkah berikutnya yang menuju ke pembentukan fibrin berlangsung bila faktor Xa,
dibantu oleh fosfolipid dari trombosit yang sudah diaktifkan memecahkan protombin,
membentuk trombin. Selanjutnya trombin memecahkan fibrinogen membentuk fibrin
(sejumlah kecil trombin nampaknya dicadangkan untuk memperbesar agregasi
trombosit). Fibrin ini, yang mula-mula merupakan jeli yang dapat larut, distabilkan oleh
faktor XIIIa dan mengalami polimerasi menjadi jaringan fibrin yang kuat, trombosit, dan
menjerat sel-sel darah. Untaian fibrin kemudian memendek (retraksi bekuan),
mendekatkan pinggir-pinggir dinding pembuluh yang cedera dan menutup daerah
tersebut. (Price, 1995)
Resolusi Bekuan
Sistem fibrinolitik adalah rangakaian dimana fibrin dipecahkan oleh plasmin (juga
dinamakan fibrinolisin) menjadi produk degradasi fibrin, mengakibatkan lisis bekuan.
Diperlukan beberapa interaksi untuk mengubah protein plasma spesifik inaktif dalam
sirkulasi menjadi enzim fibrinolitik aktif plasmin. Protein yang bersirkulasi, yang dikenal
sebagai proaktivator plasminogen, dengan adanya kinase seperti streptokinase,
stafilokinase, kinase jaringan, serta faktor XIIa, dikatalisasi menjadi aktivator
plasminogen. Dengan adanya enzim-enzim lain seperti urokinase, maka aktivator-
aktivator mengubah plasminogen, protein plasma yang sudah bergabung dalam bekuan
fibrin, menjadi palsmin. Kemudian plasmin memecahkan fibrin dan fibrinogen menjadi
fragmen-fragmen (produk degradasi fibrin-fibrinogen) yang mengganggu aktivitas
trombin, fungsi trombosit, dan polimerisasi fibrin, mengakibatkan bekuan larut. Sistem
monosit-makrofag dan leukosit juga memegang peranan pada fibrinolisis melalui
aktivitas fagositiknya. (Price, 1995)
Patofisiologi dari DIC meliputi dimulainya proses koagulasi melalui perlukaan pada
endotel atau karena perlukaan jaringan yang kemudian menghasilkan materi prokoagulan
dalam bentuk sitokin dan faktor jaringan. Interleukin 6 dan faktor nekrosis tumor
merupakan hal yang paling mempengaruhi masuknya sitokin ke dalam proses koagulasi
dengan melalui faktor jaringan, dan merupakan faktor yang paling bertanggung jawab
dalam hal kerusakan end organ yang mungkin terjadi. Lebih jauh lagi, pada sepsis,
neutrofil dan produk yang dikeluarkan dapat menaikkan media trombosit pada formasi
fibrin. (Furlong, 2006).
Dua enzim proteolitik, yakni trombin dan plasmin, bereaksi aktif secara sistemik.
Keseimbangannya menentukan terjadinya perdarahan atau kecenderungan terjadi
trombosis. Trombin memecah fibrinogen menjadi fibrin monomer. Trombin akhirnya
memungkinkan aliran koagulasi dan menyebabkan trombosis pada pembuluh darah kecil
dan sedang, yang hasilnya menyebabkan iskemik organ atau bahkan kerusakan organ.
Mekanisme pengatur dari aliran koagulasi antara lain tissue factor pathway inhibitor
(TFPI), antithrombin III, dan protein C aktif menyebabkan kerusakan yang luas. Plasmin,
salah satu komponen sistem fibrinolitik, mampu menurunkan fibrin dalam produk
degradasi yang terukur. Plasmin juga merupakan komplemen aktivasi. Plasmin dan
trombin mempengaruhi secara kualitatif dan kuantitatif abnormalitas trombosit. (Furlong,
2006).
DIC akut memiliki karakteristik adanya perdarahan secara menyeluruh, yang dapat
berupa petekiae hingga perdarahan eksangunasi atau trombosis mikrosirkulasi dan
makrosirkulasi. Hal ini memacu terjadinya hipoperfusi, infark, dan kerusakan end organ.
Pada kasus yang berat, pasien dapat mengalami demam dan memiliki gejala seperti syok
yang ditandai dengan takikardi, takipneu, dan hipotensi. DIC kronik memiliki
karakteristik adanya perdarahan subakut dan trombosis yang difus. DIC lokal dicirikan
dengan perdarahan atau trombosis yang membatasi suatu lokasi anatomis spesifik. Ini
berhubungan dengan adanya aneurisma aorta, giant hemangioma, dan hiperakut renal
allograft rejection (Furlong, 2006).
Defisiensi factor plasma didapat dikaitkan dengan menurunnya pembentukan factor-
faktor pembekuan, seperti yang ditemukan pada penyakit hati atau defisiensi vitamin K,
atau peningkatan penggunaan pada DIC atau fibrinolisis. (Price, 1995)
Karena hati merupakan tempat utama sintesis factor-faktor II, V, VII, IX, dan X, maka
kerusakan hati yang berat yaitu sirosis akan merubah respon hemostasis. Terdapat juga
penurunan pembersihan hati dari faktor-faktor pembekuan yang sudah diaktifkan. Selain
itu, terdapat gangguan sintesis faktor-faktor koagulasi yang bergantung pada vitamin K.
Hipertensi portal pada penyakit hati mengakibatkan splenomegali kongestif yang disertai
trombositopenia dan varises esofagus. Keadaan ini, bersama-sama dengan gangguan
pembekuan dapat mengakibatkan perdarahan masif. PT, PTT, dan masa perdarahan
semuanya memanjang. (Price, 1995)
Vitamin K yang diperoleh dari diet dan sintesis bakterial, diperlukan untuk sintesis
faktor-faktor II, VII, IX, dan X. Pada kasus malnutrisi, malabsorpsi, atau sterilisasi
saluran cerna oleh antibiotika, vitamin K berkurang secara nyata dengan akibat
penurunan aktivitas biologis faktor-faktor pembekuan. Terapi perdarahan berat
memerlukan penggantian faktor-faktor pembekuan dengan plasma beku segar (yang
memberikan faktor-faktor II, VII, IX, dan X), vitamin K parenteral, dan penyembuhan
proses penyakit yang mendasarinya. (Price, 1995)
`
PATHWAYS:
reaksi abnormal
merangsang endoterium sistem fibrinolitik
PK: Infeksi hipotalamus menghasilkan
prostaglandin
meningkatkan
patokan termostat di
termoregulasi
hipotalamus
memicu mekanisme
peningkatan panas
produksi panas
Hipertermia
aktivasi berlebih
trombin
memecah membentuk
fibrinogen menjadi plasmin
monomer fibrin
koagulasi darah
terjadi embolisme
koagulasi terjadi di
banyak tempat dalam
PK: Syok
sirkulasi
Hipovolemik
menyumbat
pembuluh darah
kecil DIC (Diseminated
Intravascular penurunan
Coagulation) kesadaran
ke otak
berkurangnya fibrinogen,
hipotensi, takipneu,
faktor-faktor koagulasi,
Risiko takikardi
trombositopenia dan
Ketidakefektifan
fibrinolisis
Perfusi Jaringan Otak
jantung tidak mampu
terjadi perdarahan memompa cukup
difus darah ke seluruh tubuh
pembuluh darah ke perifer
PK: Perdarahan
Ketidakefektifan Perfusi
JaringanPerifer perdarahan terjadi
cairan intravaskular
di serebri
banyak keluar
peningkatan tekanan
intrakranial
tubuh kekurangan
volume darah yang
cairan
difiltrasi renal berkurang
regangan duramater
Kekurangan dan pembuluh darah
Volume Cairan
produksi urine
sedikit nyeri kepala
oliguria/anuria
Nyeri Akut
Gangguan
Eliminasi Urine
2.6. komplikasi
1. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
2. Penurunan fungsi ginjal
3. Gangguan susunan saraf pusat
4. Gangguan hati
5. Ulserasi mukosa gastrointestinal : perdarahan
6. Peningkatan enzyme jantung : ischemia, aritmia
7. Purpura fulminant
8. Penderita infeksi berat, dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat yang
menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan
Tes darah ini digunakan untuk mengukur berapa lama waktu yang diperlukan dalam
proses pembekuan darah. Sedikitnya ada belasan protein darah, atau factor pembekuan yang
diperlukan untuk membekukan darah dan menghentikan pendarahan. Prothrombin atau factor II
adalah salah satu dari factor pembekuan yang dihasilkan oleh hati. PTT yang memanjang dapat
digunakan sebagai tanda dari DIC.
3. Fibrinogen
Tes darah ini digunakan untuk mengukur berapa banyak fibrinogen dalam darah.
Fibrinogen adalah protein yang mempunyai peran dalam proses pemnekuan darah. Tingkant
fibrinogen yang rendah dapat menjadi tanda DIC. Hal ini terjadi ketika tubuh menggunakan
fibrinogen lebih cepat dari yang diproduksi.
4. Complete Blood Count (CBC)
CBC merupakan pengambilan sampel darah dan menghitung jumlah sel darah merah
dan sel darah putih. Hasil pemeriksaan CBC tidak dapat digunakan untuk mendiagnosa DIC,
namun dapat memberikan informasi seorang tenaga medis untuk menegakkan diagnose.
5. Hapusan Darah
Pada tes ini, tetes darah adalah di oleskan pada slide dan diwarnai dengan pewarna
khusus. Slide ini kemudian diperiksa dibawah mikroskop jumlah, ukuran dan bentuk sel darah
merah, sel darah putih,dan platelet dapat di identifikasi. Sel darah sering terlihat rusak dan tidak
normal pada pasien dengan DIC.
2.8 Penatalaksanaan