Anda di halaman 1dari 33

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Non-Specific Low Back Pain

2.1.1 Definisi

Non-specific low back pain merupakan gejala nyeri pinggang bawah yang

terjadi tanpa penyebab yang jelas, diagnosisnya berdasarkan eklusi dari patologi

spesifik. Kata “non specific” mengidentifikasi bahwa tidak terdapat struktur yang

jelas yang menyebabkan nyeri. Non-specific low back pain termasuk diagnosa

seperti mysofascial syndromes, muscle spasm, mechanical LBP dan lain-lain.

Setiap kondisi ini termasuk nyeri di area lumbar yang mungkin menjalar ke satu

atau kedua paha, tapi tidak dibawah lutut (Abdullah, 2012).

Menurut Balaque (2012) insidensi non-specific low back pain sendiri

cukup tinggi dimana ditemukan 83% dari total kasus low back pain yang

ditemukan, dimana 23% dari angka tersebut akan sampai pada tahap kronis, dan

ditemukan sebesar 11-12% pada total populasi yang ada.

Berdasarkan ICF, problematika non-specific low back pain dapat

dikategorikan sebagai body structur impairment, body function impairment,

activity limitation, dan participation restriction. Boddy structur impairment,

meliputi degenerasi discus intervertebralis, strain dan sprain lumbal, kiposis

thoracal lower, spasme otot-otot trunk, gliding/ distraksi facet joint, joint

disfunction. Body function impairment meliputi: nyeri punggung bawah. Activity

limitation, meliputi: keterbatasan perawatan diri (mandi, berpakaian), aktivitas

11
12

duduk, berdiri, berjalan, aktivitas mengangkat, tidur, aktifitas sexual. Participation

restriction, meliputi: keterbatasan dalam kehidupan sosial, bepergian melakukan

perjalanan, dan berolah raga.

2.1.2 Anatomi Fungsional

2.1.2.1 Struktur tulang vertebra

Anatomi kolumna vertebralis terdiri dari 33 tulang, 7 buah tulang servikal,

12 buah tulang thorakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sakral, dan 4 buah

tulang koksigeal. Vertebra servikal, torakal, lumbal bila diperhatikan satu dengan

yang lainnya ada perbedaan dalam ukuran dan bentuk, tetapi bila ditinjau lebih

lanjut tulang tersebut mempunyai bentuk yang sama (Putz and Pabst, 2006).

Tulang belakang merupakan suatu susunan tulang yang sangat kompleks,

satu sama lain dihubungkan oleh ligament dan dibatasi oleh diskus intervertebralis

serta terdapat dilewati banyak saraf spinalis (Mirawati, 2006). Diskus

intervertebralis merupakan penghubung antara dua korpus vertebra. Sistem otot

ligamentum membentuk jajaran barisan tulang belakang yang menyebabkan

terjadinya pergerakan dari tulang belakang. Vertebra secara umum susunannya

terdiri dari korpus, arkus, dan foramen vertebra.


13

Gambar. 2.1 Struktur kolumna vertebralis dikutip dari Putz and Pabst (2006)

1) Korpus

Merupakan bagian terbesar dari vertebra, berbentuk silindris dan

mempunyai beberapa dataran (fasies) yaitu : fasies anterior berbentuk konvek dari

arah samping dan konkaf dari arah kranial ke kaudal. Fasies superior berbentuk

konkaf pada lumbal keempat dan kelima (Kapandji, 2008).


14

2) Arkus

Merupakan lengkungan simetris di kiri dan kanan, dan berpangkal pada

korpus yang menuju dorsal yang disebut radiks arcus vertebra, dan memiliki

tonjolan yang disebut prosesus spinosus.

3) Foramen vertebra

Terdiri dari suatu lubang yang cukup besar dan di kedua belah sisi terdapat

lekukan yaitu resesus lateral. Apabila tulang vertebra tersusun panjang akan

membentuk kanal di dalamnya yang terdapat medulla spinalis (Kapandji, 2008).

Gambar 2.2 Anatomi tulang vertebra dikutip dari Putz and Pabst (2006)

Kolumna vertebra adalah pilar utama tubuh. Fungsi kolumna vertebralis

meliputi fungsi-fungsi statis, kinematis, keseimbangan dan perlindungan. Pada

fungsi statis tulang belakang mempertahankan posisi tegak melawan gravitasi

dengan energi sekecil mungkin sehingga membentuk sikap tubuh tertentu.

Fungsi kinetis merupakan rangkaian alat gerak yang memungkinkan

terjadinya gerakan. Fungsi keseimbangan turut aktif mempertahankan titik berat

tubuh pada posisi tetap pada sakrum saat berdiri. Fungsi proteksi ialah melindungi

organ dan jaringan penting seperti sumsum tulang belakang, akar saraf, pembuluh

darah (Suharto, 2005).


15

2.1.2.2 Unit fungsional kolumna vertebralis

Spine atau columna vertebralis membentuk struktur dasar batang tubuh

dimana jumlah spine atau columna vertebralis terdiri dari 33-34 vertebra dan

discus intervertebralis. Vertebra di bagi menjadi 7 vertebra cervikalis, 12 vertebra

thorakalis, 5 vertebra lumbalis, 5 verterbra sacralis, dan 5 vertertebra coccygea.

Spine merupakan persendian dengan banyak segmen. Spine merupakan satu

kesatuan fungsional, letaknya satu di atas yang lain dengan keseimbangan terdapat

discus, menjaga tubuh tetap tegak dan menjaga keseimbangan gravitasi. Antara

ruas-ruas tulang belakang dihubungkan oleh discus intervertebralis. Tiap discus

intervetebralis ini menerima beban yang berlainan, beban pada lumbal spine

paling besar, secara anatomi kinesiologi mempunyai cirorsion arti spesifik, dan

berkaitan dengan hip complek dan lower complex dimana sikap atau posisi torsion

ataupun disequal mempengaruhi gerak dan fungsi pinggang secara keseluruhan

dan akan menimbulkan patologi tertentu. Segmentasi regional dan lumbal spine

terdiri dari thorakal spine: merupakan perbatasan fungsi antar lumbal dan thoracal

spine dimana 12 arah superior facet pada bidang frontalis dan diperkuat oleh

costae bones sehingga gerak yang dominan adalah rotasi, sedang arah inferior

facet pada bidang gerak sagital gerakan utamanya fleksi spine, lumbosakral

(Adam, 2006).

Vertebra lumbalis lebih besar dan tebal membentuk kurva lordosis dengan

puncak L3 sebesar 2–4 cm, menerima beban sangat besar dalam bentuk kompresi

maupun gerakan. Stabilitas dan gerakannya ditentukan oleh facet, diskus,

ligament dan otot disamping corpus itu sendiri. Berdasarkan arah permukaan facet
16

joint maka facet joint cenderung dalam posisi bidang sagital sehingga pada regio

lumbal menghasilkan dominan gerak yang luas yaitu fleksi-ekstensi lumbal (Putz

and Pabst, 2006).

2.1.2.3 Struktur otot

2.1.2.3.1. Anatomi dan Fisiologi Otot-otot Trunk (Core)

Otot- otot lapisan paling dalam yang berperan sebagai stabilisator gerak

tubuh yakni otot tranversus abdominus, otot multifidus, otot diafragma dan

diafragma pelvis. Sedangkan otot lapisan luar adalah otot rektus abdominus, otot

obliqus abdominus eksternus dan internus, dan otot quadratus lumborum (Putz

and Pabst, 2006).

Gambar 2.3. Otot-otot trunk/ core dikutip dari ibphysio.com (2015)

2.1.2.3.2. Otot Transversus Abdominis (Putz and Pabst, 2006)

Otot transversus abdominis berasal dari permukaan dalam kosta keenam

sebelah kaudal, fasia thorakolumbal, prosesus tranversus vertebra lumbalis, krista

iliaka, sepertiga lateral ligamentum inguinal. Otot tersebut melekat di linea

arkuata melalui sarung rektus ke bawah bergabung dengan tendon di tulang pubis.

Mendapatkan persarafan dari saraf interkostalis bagian kaudal dan cabang dari
17

pleksus lumbalis, saraf iliohipogastrik, saraf ilioinguinal, dan saraf

genitofemoralis. Fungsi otot ini bila berkontraksi akan menarik dan menegangkan

di dinding perut masuk ke arah dalam (ke arah spinal) dan kranial (Putz and Pabst,

2006).

c. Otot Multifidus

Otot multifidus berorigo di sakrum, ligamentum sakroiliaka, prosesus

mamilaris lumbal, prosesus tranversus thorakalis, prosesus tranversus cervikalis.

Insersio pada vertebrospinalis yang berdekatan di atasnya, mendapat persarafan

dari ramus dorsalis nervus spinalis. Fungsi otot ini bila berkontraksi adalah gerak

ekstensi dan rotasi kolumna vertebralis (Putz and Pabst, 2006).

d. Otot Rektus Abdominus

Otot ini berasal dari permukaan luar kartilago kostae 5-6-7, prosesus

xipoideus, dan ligamentum sipoidea. Insersio pada sisi kranial tulang pubis antara

tuberkulum pubikum dengan simphisis pubis. Persarafan dari saraf interkostalis.

Sedangkan fungsi otot ini adalah menarik thorak ke arah pelvis, mengangkat

pelvis ke depan dan menekan perut (Putz and Pabst, 2006).

e. Otot Obliqus Abdominus Eksternus

Berasal dari permulaan kostae 5-6 sampai 12 dan berinsersio di krista

iliaka. Persarafannya dari saraf interkostalis bagian kaudal, iliohipogastrikus dan

saraf ilioinguinal. Otot ini berfungsi menekan perut, menarik rangka tubuh

condong ke depan, menarik pelvis ke atas, dan pasa kontraksi sepihak membantu

totasi thorak ke sisi yang berlawanan (Putz and Pabst, 2006).


18

f. Otot Oblikus Abdominus Internus

Berasal dari krista iliaka, fasia thorakolumbalis, dan pada dua pertiga

ligamen inguinal. Dan berinsersio pada ke-3 atau ke-4 kartilago kostalis dan linea

alba. Persarafannya dari saraf interkostalis bagian kaudal, ilio hipogastrikus, dan

saraf ilio inguinal. Fungsi otot tersebut adalah rotasi ke sisi yang sama, membantu

otot oblikus abdominus eksternus pada sisi yang berlawanan untuk menekuk /

fleksi dan rotasi kolumna vertebralis ke samping (Putz and Pabst, 2006).

g. Otot Diafragma Thorak

Diafragma dalam bahasa Yunani berarti “pembatas”. Merupakan struktur

muskulo tendinous, bagian perifer berotot dan bagian tengah berupa aponeurosis

yang disebut sentrum tendineum. Diafragma thorak berbentuk kubah di kanan dan

kiri memisahkan rongga abdomen dengan rongga dada. Alas diafragma berbentuk

cembung dan atapnya cekung (Kisner, 2012). Serabut otot diafragma bertaut

secara radial ke sentrum tendineum dan terdiri dari 3 bagian sesuai dengan tempat

letaknya yaitu:

1) Bagian sternalis diafragma: dibentuk oleh dua jurai otot yang melekat pada

permukaan dorsal prosesus siphoideus thorak.

2) Bagian diafragma kostalis: berupa jurai otot yang lebar berasal dari

permukaan dalam keenam kosta paling kaudal, berikut kartilago kostalisnya.

3) Bagian diafragma lumbal: berasal dari vertebra lumbal satu (L1) sampai

dengan lumbal tiga (L3) dengan perantaraan dua kaki dari ligamentum

akruatum.
19

Sentrum tendineum merupakan urat dimana semua serabut otot diafragma

melebar pada permukaan kaudal jaringan ikat perikardium, tidak memiliki

perlekatan pada tulang.

2.1.2.4. Postur dan Biomekanika vertebra lumbal

Postur kolumna vertebralis terbentuk sejak anak mulai berdiri membentuk

lengkungan dalam bidang sagital berupa lordosis pada servikal dan lumbal, kifosis

pada thorakalis dan sacrum, dalam bidang frontal lurus. Lengkung kolumna

vertebralis dipertahankan oleh kerja otot trunk, otot stabilisator global (global

muscle) dan otot inti (core muscle).

Peran otot stabilisator global (global muscle) dan otot inti (core muscle)

mempertahankan postur tersebut melalui kontraksi isometric secara efisien,

membentuk posisi tegak normal. Pada posisi tersebut gaya (force) yang bekerja

pada tiap bagian tubuh tidak menimbulkan cidera pada jaringan kolumna

vertebralis (Nadhifah. 2012).

Stabilitas trunk terbentuk oleh otot-otot global (superficial) dan otot-otot

inti (core) fungsi utamanya untuk mempertahankan postur. Otot-otot global terdiri

dari : m. rectus abdominis, m. oblique external dan internal, m. quadratus

lumborum, m. erector spine, m. illiopsoas. Sedangkan otot-otot inti terdiri dari:

transverses abdominis, lumbar multifidus, diagpragma dan pelvic floor (Hall,

2003).

Dilihat dari arah gerak biomekanika lumbal memiliki arah gerak sagital

dan medial memungkinkan terjadi gerakan fleksi-ekstensi, sidefleksi, dan rotasi

(Kapandji, 2008).
20

1) Gerakan fleksi

Terjadi pada bidang sagital, Gerakan fleksi 60% - 75% terjadi pada antara

L5 dan S1, 20 % - 25 % terjadi antara L4 dan L5 dan 5% - 10% terjadi antara L1 –

L4 (terbanyak antara L2 – L4). Otot penggerak utamanya adalah kelompok otot

fleksor yaitu m. rektus abdominis dibantu m. obliqus internus abdominis, m. psoas

mayor. Gerakan fleksi lumbal dihambat oleh ligamen interspinalis, ligamen

longitudinal posterior serta ketegangan otot-otot ekstensor punggung (Hislop dan

Montgomery, 2002).

2) Gerakan ekstensi

Terjadi di bidang gerak sagital. Besar lingkup gerak sendinya 30º. Otot

penggerak utamanya adalah kelompok otot ekstensor yaitu otot longisimus

thorakalis, otot iliocostalis. Gerak ekstensi lumbal dihambat oleh group otot

fleksor dan ligamen longitudinal anterior (Kapandji, 2008).

3) Gerakan rotasi

Terjadi pada bidang horizontal dengan aksis melewati prosesus spinosus

dan membentuk sudut normal 45º. Otot penggerak utamanya adalah otot

iliocostalis lumborum untuk rotasi ipsi lateral dan kontralateral. Pada gerakan

rotasi terjadi kontraksi berlawanan dari otot obliques eksternus abdominis.

Gerakan rotasi dibatasi oleh otot obliques internus dan ligamen interspinosus

(Kapandji, 2008).

4) Gerakan lateral fleksi

Terjadi pada bidang frontal, dan membentuk sudut 30º. Otot penggerak

utamanya adalah otot obliques internus, otot obliques eksternus, otot quadratus
21

lumborus, otot erector spine, otot multifidus, dan otot intertransversari (Hislop

and Montgomery, 2002).

Gambar 2.4 Keleluasaan gerak fleksi, ektensi, dan lateral fleksi pada

tulang belakang dikutip dari Kapandji (2008)

2.1.3 Patologi Non-Specific Low Back Pain

2.1.3.1 Etiologi

Penyebab nyeri punggung bawah antara lain karena kelainan

muskuloskeletal, sistem saraf, vaskuler, viseral, dan psikogenik (Hogan, 2001).

Menurut Tulder dan Koes (2001) serta Erlich (2003), membagi penyebab nyeri

punggung bawah menjadi Non-specific, yaitu yang tidak mengarah pada suatu

proses patologi atau kelainan anatomik tertentu (misalnya strain otot, sprain

ligamen, lumbago) dan nyeri punggung bawah spesifik, yaitu yang mengarah pada

suatu proses patologis tertentu (misalnya infeksi, neoplasma, osteoporosis,

rheumatoid arthritis, fraktur).

Menurut Helmi (2012), kebanyakan nyeri punggung bawah disebabkan

oleh dua faktor, yaitu faktor mekanik dan non mekanik. Beberapa faktor mekanik

yang berhubungan dengan kondisi nyeri punggung bawah, misalnya sebagai


22

berikut : (1) degenerasi segmen diskus, misalnya osteoarthritis tulang belakang

atau stenosis tulang belakang, (2) nyeri diskogenik tanpa gejala radikular, (3)

radikulopati struktural, (4) fraktur vertebra segmen atau osesus, (5) spondilosis

disertai atau tanpa adanya stenosisi kanal spinal, (6) makro dan mikro

ketidakstabilan spina atau ketidakstabilan ligamen lumbosakral dan kelemahan

otot, (7) perbedaan panjang tungkai, (8) lansia (perubahan struktur tulang

belakang).

Faktor non mekanik sendiri ada 3 yaitu (1) sindrom neurologis: mielopati

atau mielitis struktural, pleksopat lumbosakral (regangan) lumbosakral akut,

miopati, spinal segmental atau distonia umum. (2) Gangguan sistemik: primer

atau neoplasma metastatis, infeksi oseus, diskus, atau epidural, penyakit

metabolik tulang, termasuk osteoporosis. (3) Nyeri kiriman (referred pain):

gangguan ginjal, gangguan gastroinestinal, masalah pelvis, tumor retroperineal,

aneurisma abdominal, masalah psikosomatik kebanyakan nyeri punggung bawah

terjadi akibat gangguan musculoskeletal dan diperberat oleh aktifitas, sedangkan

nyeri akibat keadaan lainnya tidak dipengaruhi oleh aktifitas. Obesitas, stress, dan

terkadang depresi juga dapat mengakibatkan nyeri punggung bawah. Pasien

dengan nyeri punggung bawah kronik biasanya mengalami ketergantungan

terhadap beberapa jenis analgesik (Helmi, 2012).


23

Sedangkan menurut Kisner et al (2012) penyebab nyeri punggung bawah

terbagi menjadi 4 faktor yaitu :

a. Pengaruh pada beban dinamik

Jaringan yang dipersarafi dan diresponsif oleh stimulus nociceptive yaitu

ligamen, facet kapsul, periosteum tulang belakang, otot, anterior duramater,

dural, epidural, jaringan adiposa areola, dan dinding pembuluh darah. Nyeri

sensitif pada pengaruh mekanikal stress timbul jika terjadi peregangan berulang

dan berkelanjutan pada ligamen, kapsul sendi serta kompresi pembuluh darah

sehingga menyebabkan distensi atau kompresi dari ujung saraf. Jika rangsangan

nyeri terjadi tanpa adanya reaksi inflamasi berarti bukan masalah patologis tetapi

mekanik karena terdapat tanda-tanda peradangan akut tanpa disertai nyeri

konstan. Jika terjadi tekanan mekanik akan terjadi reinjury pada jaringan yang

tertekan. Untuk menghilangkan stres mekanik yaitu dengan cara memperbaiki

postur dan menurunkan peradangan.

b. Pengaruh pada beban statis

Aktifitas otot ketika mempertahankan postur untuk tegak, maka kurva

tulang belakang menjadi akan melengkung berlebih jika otot tersebut lemah maka

bisa rentan terjadi injury, selain itu dapat menyebabkan gangguan postur,

gangguan fleksibilitas, dan gangguan pada jaringan lunak yang lain.

c. Permasalahan pada daya tahan otot

Ketahanan otot diperlukan dalam mempertahankan postural kontrol.

Postur akan beradaptasi terhadap otot dalam mendukung trunk. Maka dari itu

gerakan yang berulang dan membutuhkan kekuatan memerlukan otot untuk


24

merespon dan mengontrol aktifitas jika terjadi kelelahan. Jika daya tahan otot

berkurang bisa menyebabkan stress mekanik, serta cedera otot ketika melakukan

aktifitas dalam jangka waktu yang lama.

d. Pengaruh patologis

1) Kesalahan postur dan sindrom nyeri postural

Kesalahan postural adalah sikap yang menyimpang dari normal

keselarasan tetapi tidak memiliki keterbatasan struktural. Sindrom nyeri postural

adalah rasa sakit yang dihasilkan dari mekanik stres ketika seseorang

mempertahankan postur yang salah dalam periode yang cukup lama dan nyeri

berkurang jika dengan aktivitas. Meskipun tidak ada kelainan pada kekuatan otot

atau fleksibilitas, tetapi jika postur yang salah terus menerus tidak diperbaiki

maka akan terjadi gangguan, kekuatan dan fleksibilitas otot trunk.

2) Disfungsi postural

Disfungsi postural berbeda dari sindrom nyeri postural. Penyebabnya bisa

disebabkan oleh kebiasaan postural yang salah, atau mungkin akibat dari

kontraktur dan perlengketan jaringan yang terbentuk selama penyembuhan setelah

trauma atau operasi, dan ketidakseimbangan, kekuatan dan fleksibilitas akibat

predisposisi sindrom area yang cedera pada sistem musculoskeletal.

3) Kebiasaan postural

Kebiasaan postur yang baik pada orang dewasa diperlukan untuk

menghindari sindrom nyeri postural dan disfungsi postural. Latihan fleksibilitas

dan postur latihan ini penting setelah trauma atau operasi untuk mencegah

gangguan dari kontraktur dan perlengketan.


25

2.1.3.2 Patofisiologis

Menurut Samara (2004) low back pain terjadi karena biomekanik vertebra

lumbal akibat perubahan titik berat badan dengan kompensasi perubahan posisi

tubuh dan akan menimbulkan nyeri. Ketegangan (strain) otot dan keregangan

(sprain) ligamentum tulang belakang merupakan salah satu penyebab utama LBP.

Sebagai contoh ketika seseorang duduk dengan tungkai atas berada pada posisi

90o, maka daerah lumbal belakang akan menjadi mendatar keluar yang dapat

menimbulkan keadaan kifosis. Keadaan ini terjadi karena sendi panggul yang

hanya berotasi sebesar 60o, mendesak pelvis untuk berotasi ke belakang sebesar

30o untuk menyesuaikan tungkai atas yang berada pada posisi 90o. Kifosis lumbal

selain menyebabkan peregangan ligamentum longitudinalis posterior, juga

menyebabkan peningkatan tekanan pada diskus intervertebralis sehingga

mengakibatkan peningkatan tegangan pada bagian dari annulus posterior dan

penekanan pada nukleus pulposus dan menyebabkan terjadinya nyeri pinggang

(Samara, 2004).

Selain hal tersebut kondisi seseorang yang mulai mengalami degenerasi

akan menyebabkan berkurangnya elastisitas dari kolumna vertebralis yang

tersusun atas banyak unit vertebra dan unit diskus invertebralis yang diikat oleh

kompleks sendi faset, berbagai ligament dan otot paravertebralis. Dengan

berkurangnya fleksibilitas susunan vertebra perlindungan terhadap jaringannya

pun akan berkurang, lengkung vertebra seharusnya menyerap goncangan pada

saat berlari atau melompat. Core muscle berfungsi menstabilkan tulang belakang.

Bila tidak pernah terpakai akan menyebabkan melemahnya struktur tersebut.


26

Obesitas, masalah postur, masalah struktur dan peregangan berlebihan pendukung

tulang dapat berakibat pada terjadinya low back pain (Samara, 2004).

2.1.4 Analisa Problematika Fisioterapi menurut ICF

Worid Health Organisation (WHO) menyediakan kerangka kerja yang

efektif bagi fisioterapi untuk lebih memahami keadaan dan disabilitas pasien dan

membantu dalam memprioritaskan pilihan pengobatan dengan International

Classification of Functioning Disability and Health (ICF). WHO-ICF model

terintregrasi dengan baik rehabilitasi, dan Edward serta model ICD. Penelitian di

masa harus memeriksa hasil terkait dengan mpenggunaan model WHO_ICF yang

dirancang secara memadai uji klinis. Berdasarkan ICF, problematika non-specific

low back pain dapat dikategorikan sebagai berikut:

a. Body structur impairment, meliputi: degenerasi discus intervertebralis, strain

dan sprain lumbal, kiposis thoracal lower, spasme otot-otot trunk,

gliding/distraksi facet joint, joint disfunction.

b. Body function impairment meliputi: nyeri punggung bawah.

c. Activity limitation, meliputi: keterbatasan perawatan diri (mandi,

berpakaian), aktivitas duduk, berdiri, berjalan, aktivitas mengangkat, tidur,

aktifitas sexual.

d. Participation restriction, meliputi: keterbatasan dalam kehidupan sosial,

bepergian melakukan perjalanan, berolah raga.


27

2.1.5 Faktor resiko low back pain

a. Jenis kelamin

Pria dan wanita mempunyai resiko yang sama untuk mengalami nyeri

punggung bawah, namun pada wanita mempunyai resiko low back pain lebih

banyak setelah mengalami osteoporosis (Paliyama, 2004). Selain itu pada wanita

50-90% mengalami low back pain karena mengalami perjalanan proses

kehamilan.

b. Usia

Proses degenerasi pada diskus terjadi pada usia lebih dari 40 tahun, proses

tersebut mengakibatkan adanya nyeri punggung bawah, prevalensi tersebut

diketahui berdasarkan hasil MRI yang mengkategorikan dari usia 15- 49 tahun.

Hal ini terjadi karena saat sesorang bertambah usia fleksibilitas jaringan di sekitar

vertebra akan berkurang fleksibilitasnya dan akan menyebabkan seseorang lebih

mudah terjadinya cidera (Paliyama, 2004).

c. Obesitas

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ricard (2001) mendapatkan hasil

yakni faktor risiko LBP meningkat pada seseorang yang overweight. Ketika

seseorang kelebihan berat biasanya kelebihan berat badan akan disalurkan pada

daerah perut yang berarti menampah kerja tulang lumbal. Ketika berat badan

bertambah, tulang belakang akan tertekan untuk menerima beban yang

membebani tersebut sehingga mengakibatkan mudahnya terjadi kerusakan dan

bahaya pada stuktur tulang belakang. Salah satu daerah pada tulang belakang yang
28

paling beresiko akibat efek dari obesitas adalah verterba lumbal (Purnamasari,

2010).

d. Pekerjaan

Menurut Purnamasari (2010) keluhan nyeri ini juga berkaitan erat dengan

aktivitas mengangkat beban berat, sehingga riwayat pekerjaan sangat diperlukan

dalam penelusuran penyebab serta penanggulangan keluhan ini. Pada pekerjaan

tertentu, misalnya seorang kuli pasar yang biasanya memikul beban di pundaknya

setiap hari. Mengangkat beban berat lebih dari 25 kg sehari akan memperbesar

resiko timbulnya keluhan nyeri pinggang.

e. Aktivitas

Sikap tubuh yang salah merupakan penyebab nyeri pinggang yang sering

tidak disadari oleh penderitanya. Terutama sikap tubuh yang menjadi kebiasaan.

Kebiasaan seseorang, seperti duduk, berdiri, tidur, mengangkat beban pada posisi

yang salah dapat menimbulkan nyeri pinggang, misalnya, pada pekerja kantoran

yang terbiasa duduk dengan posisi punggung yang tidak tertopang pada kursi, atau

seorang mahasiswa yang seringkali membungkukkan punggungnya pada waktu

menulis. Posisi berdiri yang salah yaitu berdiri dengan membungkuk atau

menekuk ke muka. Posisi tidur yang salah seperti tidur pada kasur yang tidak

menopang spinal. Kasur yang diletakkan di atas lantai lebih baik daripada tempat

tidur yang bagian tengahnya lentur. Posisi mengangkat beban dari posisi berdiri

langsung membungkuk mengambil beban merupakan posisi yang salah,

seharusnya beban tersebut diangkat setelah jongkok terlebih dahulu (Paliyama,

2004).
29

Selain sikap tubuh yang salah yang seringkali menjadi kebiasaan, beberapa

aktivitas berat seperti melakukan aktivitas dengan posisi berdiri lebih dari 1 jam

dalam sehari, melakukan aktivitas dengan posisi duduk yang monoton lebih dari 2

jam dalam sehari, naik turun anak tangga lebih dari 10 anak tangga dalam sehari,

berjalan lebih dari 3,2 km dalam sehari dapat pula meningkatkan resiko timbulnya

nyeri pinggang (Purnamasari, 2010).

f. Postur Tubuh

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Perdani (2010) menyebutkan

seseorang dengan postur tubuh tinggi yang membungkuk mempunyai risiko 2-4

kali menderita hernia nukleus pulposus. Hal ini terjadi karena saat membungkuk

akan ada pembembanan di diskus ke arah posterior, dan apabila hal ini terjadi

secara berulang akan menyebabkan robeknya annulus fibrosus (Perdani, 2010).

2.1.6 Disabilitas pada LBP non-specific

Menurut Astuti (2009) Disabilitas adalah beberapa keterbatasan atau

ketiadaan kemampuan akibat impairment untuk melakukan aktivitas secara benar-

benar normal sebagai manusia. Tingkat disabilitas fisik diukur berdasarkan

kemampuan fungsional individu untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari

secara mandiri. Terdapat beberapa skala penilaian kemampuan fungsional seperti

Activity index, Functional Independence Measure, Index Barthel, Oswestry

disability index dan lain-lain.

Penderita nyeri kronik sering berakhir pada kondisi keterbatasan

fungsional yang dapat menyebabkan gangguan disabilitas (Purba, 2006). LBP

kronis dapat menyebabkan keterbatasan fungsional yang berat. Sedangkan proses


30

terjadinya LBP kronis disebabkan adanya nyeri nosiseptif yang persisten, atau

terdapat mekanisme sensitasi sentral akibat nyeri berkepanjangan.

Selain hal tersebut dapat juga disebabkan oleh pengobatan yang tidak

adekuat pada fase LBP akut (Kambodji, 2003). Dari 180 penderita LBP akut yang

di ikuti selama satu tahun ternyata 38% mengalami keterbatasan fungsional yang

menetap. Keterbatasan fungsional yang menetap bukan saja dipengaruhi oleh

beratnya nyeri, tetapi juga faktor premorbid faktor distress psikologi, rendahnya

aktivitas fisik, merokok, ketidakpuasan dalam pekerjaan, dan faktor yang

berhubungan dengan lamanya gejala, luasnya nyeri, dan terbatasnya mobilitas

spinal (Kambodji, 2003). Keterbatasan fungsional yang dikarenakan nyeri

punggung bawah mengakibatkan tingginya biaya yang dibutuhkan setiap tahun,

sehingga terhadap penderita perlu dilakukan evaluasi seberapa besar

ketidakmampuan fungsional yang terjadi dan faktor yang mempengaruhinya

(Kambodji, 2003). Menurut Suharto (2005) saat melakukan aktivitas berat dan

dengan postur tubuh yang salah mengakibatkan otot tidak mampu untuk

mempertahankan posisi tulang belakang torakal dan lumbal, sehingga facet joint

terlepas disertai dengan adanya tarikan dari samping, kemudian terjadi gesekan

pada permukaan kedua faset sendi yang dapat menyebabkan ketengangan otot dan

dapat mengakibatkan keterbatasan gesekan pada tulang belakang. Gejala yang

ditimbulkan adalah nyeri, spsme otot tulang belakang torakolumbal dan

keterbatasan gerakan punggung.


31

2.1.7 Pengukuran disabilitas pada non-specific low back pain

Kondisi disabilitas akan menyebabkan pasien LBP kesulitan dalam

melakukan aktivitas fungsional sehari-hari, oleh karena itu dikembangkan metode

kuisioner untuk menilai dampak LBP terhadap aktivitas sehari-hari. Ada beberapa

alat ukur untuk menilai keterbatasan fungsional pada pasien LBP, diantaranya:

Oswestry disability index (ODI), Rolland Morris dissability questionnaire

(RMDQ), Disability rating index (DRI), dan sebagainya (Davidson et al, 2002).

Kuisioner tersebut diisi berdasarkan penilaian pasien terhadap kondisinya

(subyektif). Pada penelitian ini, untuk menilai aktivitas fungsional atau disabilitas

hanya menggunakan kuisioner Oswestry disability index (ODI), karena

berdasarkan uji reliability analysis memiliki nilai r=0,99 (Davidson et al, 2002).

Kuesioner ODI berupa formulir berisi 10 item pernyataan yang disusun

untuk memberikan gambaran terhadap kemampuan fungsional pasien NPB, yang

terdisi dari: item pertama mengukur intensitas nyeri dan 9 item lainnya mengukur

pengaruh nyeri terhadap aktivitas sehari hari yaitu perawatan diri, mengangkat,

berjalan, berdiri, duduk, tidur, aktivitas seksual, aktivitas sosial, dan tamasya

(Pramita, 2015). Sebelum mengisi kuisioner tersebut, terlebih dahulu pasien diberi

penjelasan tentang cara pengisian dan pasien harus memberikan tanda cek (√)

pada kotak yang disediakan. Pasien diminta memilih salah satu pernyataan yang

menggambarkan ketidakmampuan aktivitas fungsional. Tiap seksi di skor dalam

skala 0-5 dan hasil yang dapat diberikan pada skala 0-50. Menurut Davidson et al

(2002) penilaian menggunakan nilai total skor ODI/Total Skor (50) x 100%.

Tingkat disabilitas dikategorikan sebagai berikut :


32

1. Disabilitas minimal (TKAF = 0% - 20%)

2. Disabilitas sedang (TKAF = 21% - 40%)

3. Disabilitas berat (TKAF = 41% - 60%)

4. Aktivitas sangat terbatas (TKAF = 61% - 80%)

5. Beraktivitas tidak mampu (TKAF = 81% - 100%)

2.2 Core Stability Exercise

2.2.1 Definisi core stability exercise

Core stability merupakan istilah yang digunakan untuk penguatan otot-otot

yang melingkupi punggung bawah dan abdomen. Core stability merupakan

aktivasi sinergis yang meliputi otot–otot bagian dalam dari trunk yakni 1) otot

transversus abdominis yaitu bagian otot perut terdalam yang berada dibawah otot

oblikus internus, oblikus eksternus dan rektus abdomonis, otot ini dianggap

sebagai korset yang menyangga stabilitas, 2) otot multifidus yaitu otot punggung

bagian dalam yang berada diantara tulang vertebra yang menghubungkan tiap

tulang vertebra bagian lumbal, fungsinya mengulur (mengekstensikan) vertebra

dan menjadi otot postural inti yang menjaga vertebra tetap tegak, 3) otot

diagfragma merupakan otot primer untuk bernafas dan 4) otot dasar panggul yaitu

otot iliakus dan otot iliopsoas. Otot ini bersama-sama dengan otot transversus

abdominis yang membentuk otot silinder bagian bawah (Jumiati, 2013).

Latihan Core Stability dikembangkan berdasarkan teori disfungsi tulang

belakang yang diusulkan oleh Panjabi dan pada model anatomi dan biomekanik

dari fungsi trunk muscle yang diusulkan oleh Bergmark. Sistem core stability

terdiri dari tiga subsistem (Panjabi’s stability model): subsistem pasif (tulang
33

belakang, diskus, dan ligamen), subsistem aktif (semua otot dan tendon di sekitar

tulang belakang yang dapat menjaga kestabilan dari tulang belakang), dan

subsistem saraf (saraf dan sistem saraf pusat, unit kontrol saraf). Dalam kondisi

normal, tiga subsistem bekerja secara harmonis dan memberikan stabilitas

mekanik yang dibutuhkan. Saat salah satu dari subsistem, secara terpisah atau

bersama-sama, tidak berfungsi secara benar, akan mempengaruhi stabilitas dari

seluruhan sistem tulang belakang (Kapetanovic, 2016). Stabilitas tulang belakang

adalah kebutuhan dasar untuk melindungi struktur saraf dan mencegah kerusakan

mekanik awal komponen tulang belakang (Izzo, 2013). Fungsi normal dari sistem

stabilisasi berperan untuk mempertahankan stabilitas pada tulang belakang dalam

setiap perubahan postur tulang belakang maupun gaya atau beban yang diterima

tulang belakang, baik beban statis maupun dinamis (Kapetanovic, 2016).

2.2.2 Tujuan latihan core stability exercise

Dengan memperkuat otot-otot yang mendukung dan meningkatkan postur

tulang belakang, efektif meningkatkan stabilitas keseimbangan punggung bawah

dan memperbaiki aktivitas fungsionalnya. Latihan core stability mempunyai

manfaat untuk memperkuat otot-otot perut dan otot-otot punggung sehingga tubuh

dalam keadaan tegak / posisi netral. Karena stabilitas tulang belakang adalah

kebutuhan dasar untuk melindungi struktur saraf dan mencegah kerusakan

mekanik awal komponen tulang belakang (Izzo, 2013).

2.2.3 Program core stability exercise dan teknik pelaksanaan

Menurut Kapetanovic (2016) program terapi latihan core stability untuk

penderita nyeri punggung bawah dibagi menjadi 6 gerakan diantaranya (1) Curl –
34

up; (2) Birddog; (3) Side Bridge; (4) Prone Bridge; (5) Supine Bridge. Skema

latihan ini dipilih karena bebannya yang relative ringan sehingga lebih aman

untuk pasien Adapun penjelasan dari latihan tersebut adalag sebagai berikut:

a. Curl – up

Gerakan dimulai dengan pasien diminta berbaring telentang di lantai

dengan kaki kiri lurus, lutut datar di lantai dan lutut kanan ditekuk. Selanjutnya

pasien diminta untuk menempatkan telapak tangan di atas lantai bawah

lengkungan alami di punggung bawah pasien (jangan sampai pasien meratakan

punggungnya). Perlahan-lahan pasien diminta mengangkat kepala dan bahu dari

lantai tanpa menekuk punggung bawah atau tulang belakang, tahan posisi ini

selama 30 detik, bernapas dalam-dalam sepanjang waktu. Kemudian beralih kaki

sehingga kaki kanan lurus dan kiri ditekuk.

Gambar 2.5 Curl-up dikutip dari Popsugar (2015)

b. Birddog

Gerakan birddog dimulai dari gerakan merangkak, dilanjutkan meluruskan

salah satu tangan dan kaki yang kontra lateral, atau missal tangan kanan yang
35

lurus diikuti dengan meluruskan kaki kiri secara bersamaan, tahan posisi selama

30 detik kemudian beralih meluruskan tangan kiri dan kaki kanan. Lakukan

pengulangan sebanyak 4 kali.

Gambar 2.6 Birddog dikutip dari Popsugar (2015)

c. Side Bridge

Gerakan side bridge dimulai dengan pasien diminta untuk tidur miring

menghadap ke kanan dengan kedua lutut ditekuk. Lalu pasien diminta

mengangkat tubuh ke atas menggunakan lengan kanannya. Berhati-hati untuk

tidak membiarkan hip atas memutar ke depan. Pastikan untuk penekukan siku

pasien tepat di bawah bahu. Tempatkan tangan kiri pasien di atas pinggan. Tahan

posisi ini selama 30 detik, kemudian pasien diminta dengan lembut menurunkan

pinggulnya. Dilanjutkan ke sisi yang berlawanan, ulangi sebanyak 4 kali di setiap

sisi.
36

Gambar 2.7 Side Bridge dikutip dari Popsugar (2015)

d. Prone bridge

Gerakan prone bridge dimulai dengan melakukan gerakan tidur tengkurap

dilanjutkan dengan mengankat kepala dan badan atas secara perlahan dengan

tumpuan kedua siku, dilanjut dengan mengangkat pinggul secara perlahan hingga

membentuk garis lurus antara trunk dan pinggang, tumpuan bawah berada pada

lutut agar beban tidak terlalu berat bagi pasien. Tahan gerakan selama 30 detik

dan lakukan pengulangan sebanyak 4 kali.

Gambar 2.8 Prone Bridge dikutip dari Kenway (2013)


37

e. Supine Bridge

Gerakan supine bridge diawali dengan tidur telentang di lantai dengan

lutut ditekuk dan kaki menapak rata di lantai. Posisikan lengan ke samping pada

sudut 45 derajat, telapak tangan menghadap ke atas. Dilanjutkan mendorong

dengan tumit untuk mengangkat pinggul sehingga tubuh membentuk garis lurus

dari bahu sampai ke lutut. Tahan selama 30 detik lalu turunkan tubuh kembali ke

posisi awal secara perlahan, lakukan pengulangan sebanyak 4 kali.

Gambar 2.9 Supine Bridge dikutip dari Women's Health (2011)

2.2.4 Penurunan disabilitas pasien non-specific low back pain dengan

program core stability exercise

Pemberian core stability exercise dimaksudkan untuk memelihara

hubungan pemanjangan normal dari fungsi otot agonis dan antagonis yang mana

akan meningkatkan hubungan dari kedua kekuatan pada daerah lumbo-pelvic-hip

komplek (Kibler, 2006).

Pada saat latihan terjadi kerja pada otot dimana intra abdominal pressure

(IAP) memepersempit ruang yang terbentuk antara m. Tranversus abdominis, m.

Obliques internus, m. diafragma dan otot pelvic floor. Efek dari latihan core
38

stabilisai akan mengembangkan kerja otot dynamic muscular corset dengan

kontraksi yang terkoordinasi dan bersamaan (ko-kontraksi) dari otot tersebut akan

memberikan rigiditas calenders untuk menopang trunk, akan mengurangi beban

kerja dari otot lumbal, ketegangan otot yang abnormal akan berkurang, dan otot-

otot core mengalami penguatan sehingga jaringan tidak mudah cidera (Jumiati,

2013).

Pada kondisi nyeri punggung bawah mekanik akibatnya adanya spasme

otot, kelemahan otot abdominal dan otot mutifidus mengalami kelemahan dengan

pemberian latihan core stability mengakibatkan terjadiya peningkatan level

tension pada otot kontraksi otot tersebut disertaipula dengan adanya peningkatan

motor rekrutmen yang selanjutnya akan menghasilkan output tenaga yang berasal

dari kontraksi otot yang meningkat. Peningkatan rekrutmen motor unit

terdepolarisasi selama latihan. Hal ini akan merupakan mechanism selama 2-6

minggu, minggu pertama disertai peningkatan rekrutmen dan motor unit

excitability, dengan banyaknya jumlah motor unit yang terdepolarisasi akan

menghasilkan kekuatan otot yang besar dan modulasi yang pada gilirannya

menghasilkan suatu perasaan yang subyektif yang dikenal dengan persepsi nyeri

(Jumiati, 2013).

2.3 McKenzie Exercise

2.3.1 Definisi

Terapi latihan metode McKenzie merupakan suatu tehnik latihan dengan

menggunakan gerakan badan terutama kebelakang/ekstensi, biasanya digunakan

untuk penguatan dan peregangan otot-otot ekstensor dan fleksor sendi


39

lumbosacralis dan dapat mengurangi nyeri. Latihan ini diciptakan oleh Robin Mc

Kenzie Exercise. Prinsip latihan McKenzie adalah memperbaiki postur untuk

mengurangi hiperlordosis lumbal. Sedangkan secara operasional pemberian

latihan untuk penguatan otot punggung bawah ditujukan untuk otot-otot fleksor

dan untuk peregangan ditujukan untuk otot-otot ektensor punggung (McKenzie,

2003).

Gerakan optimal yang penting untuk menimbulkan efek penguluran pada

struktur jaringan yang mengalami pemendekan, yaitu antara 5-15 kali setiap satu

prosedur gerakan dan diulang antara 5-15 kali dalam satu seri pengobatan sesuai

dengan kondisi pasien sedangkan untuk home program dapat dilakukan dirumah 2

kali sehari, terutama sebelum bangun tidur harus terlebih dahulu latihan. Adapun

pemilihan jenis dan model gerakan harus disesuaikan dengan patologi dan hasil

pemeriksaan yang didapat serta arahan yang sudah diajarkan oleh fisioterapi

(Jumiati, 2013).

2.3.2 Tujuan Latihan McKenzie Exercise

Metode McKenzie adalah sistem klasifikasi dan pengobatan berbasis

klasifikasi untuk pasien dengan nyeri punggung bawah metode McKenzie adalah

diagnosis mekanik dan terapi (MTD). Metode McKenzie dikembangkan pada

tahun 1981 oleh Robin McKenzie ahli Fisioterapi dari Selandia Baru.

Metode McKenzie ada dari 3 langkah: evaluasi, pengobatan dan

pencegahan. Evaluasi diterima menggunakan gerakan berulang-ulang dan posisi

berkelanjutan. Dengan tujuan untuk memperoleh pola respon nyeri, yang disebut

sentralisasi, gejala anggota tubuh bagian bawah dan punggung bawah


40

diklasifikasikan menjadi 3 subkelompok: sindrom postural, sindrom disfungsi dan

sindrom derangement. Pilihan latihan dalam metode McKenzie didasarkan pada

arah (fleksi, ekstensi atau pergeseran lateral tulang belakang) (Jumiati, 2013).

Tujuan terapi ini adalah mengurangi rasa sakit, sentralisasi gejala (gejala

bermigrasi ke garis tengah tubuh) dan pemulihan lengkap nyeri. Langkah

pencegahan terdiri dari mendidik dan mendorong pasien untuk berolahraga secara

teratur dan perawatan diri. Semua latihan untuk tulang belakang lumbal yang

berulang beberapa kali untuk mengakhiri jarak pada gejala tulang belakang dalam

satu arah. Ketika Anda melakukan hanya satu pengulangan, ini akan

menimbulkan rasa sakit. Bila Anda mengulanginya beberapa kali rasa sakit akan

berkurang. Juga setelah penghentian gerakan perubahan intensitas nyeri dapat

bertahan, yang mengarah ke modalitas pengobatan. Sebuah arah tunggal gerakan

berulang atau postur berkelanjutan mengarah pada penghapusan berurutan dan

abadi dari semua gejala disebut distal dan penghapusan berikutnya rasa sakit

tulang belakang yang tersisa (Thomas, 2007) dalam (Jumiati, 2013).

2.3.3 Program McKenzie exercise dan teknik pelaksanaan

Menurut McKenzie (2003) pelaksanaan McKenzie exercise pada low back

pain non specific bisa dibagi menjadi dalam 4 gerakan inti yaitu (1) Prone lying,

(2) Prone on elbows, (3) Prone press up, (4) Standing backward bending. Adapun

pelaksanaan dan penjelasan dari latihan tersebut adalah sebagai berikut:


41

a. Prone lying

Pada gerakan prone lying posisi pasien adalah tidur tengkurap dengan

kedua tangan dan seluruh trunk dari pasien diinstruksikan untuk rileks,

pertahankan posisi ini selama 2-3 menit (McKenzie, 2003).

Gambar 2.10 Prone lying dikutip dari Olson (2015)

b. Prone on elbows

Pada gerakan prone on elbows posisi pasien adalah tidur tengkurap

dilanjutkan pasien diminta mengangkat kepala dan badan atas, atau dalam gerakan

ekstensi lumbal dengan tumpuan kedua siku, tahan posisi ini selama 2-3 menit

(McKenzie, 2003).

Gambar 2.11 Prone on elbows dikutip dari Olson (2015).

c. Prone press up

Pada gerakan prone press up posisi pasien adalah tidur tengkurap

dilanjutkan pasien diminta mengangkat kepala dan badan atas, atau dalam gerakan
42

ekstensi lumbal dengan tumpuan kedua tangan dan posisi lengan lurus, tahan

posisi ini selama 2-3 menit (McKenzie, 2003).

Gambar 2.12 Prone press up dikutip dari Olson (2015).

d. Standing backward bending

Gerakan standing backward bending dimulai dengan pasien diminta untuk

berdiri dilanjutkan dengan gerakan menengadah ke atas, atau posisi ekstensi

seluruh trunk, diikuti posisi tangan berada di pinggang bawah (McKenzie, 2003).

Gambar 2.13 Standing backward bending dikutip dari Olson (2015).


43

2.3.4 Penurunan disabilitas pasien non-specific low back pain dengan

program McKenzie exercise

Akibat adanya gerak dinamis ekstensi yang dilakukan berulang dapat

meningkatkan cairan diskus dan korpus yang kemudian akan menurunkan

viskositas nucleus pulposus dan dapat mengurangi iritasi terhadap jaringan

sekitarnya. Kondisi seperti ini membuat nyeri berkurang dan postur menjadi lebih

baik, sehingga disabilitas dapat diturunkan (Susanto et al, 2015). Pada posisi

ekstensi yang dipertahankan dalam selama beberapa detik akan diperoleh

peregangan pada jaringan lunak bagian anterior yaitu ligament anterior sehingga

akan mengembalikan posisi spine pada posisi ekstensi/lordosis. Hal ini merupakan

suatu counter posisi yang menimbulkan dorongan diskus ke anterior. Pada otot

yang spasme akan terjadi pelemasan (relaksasi) oleh peregangan yang intermiten

dan kontinyu terhadap otot antagonis. Pelemasan ini terjadi karena adanya

peregangan yang akan merangsang golgi tendon sehingga terjadi reflek relaksasi

otot yang bersangkutan. Peregangan intermiten akan memperbaiki mikro sirkulasi

oleh mekanisme pumping action sehingga mengurangi iritasi pada saraf afferen

yang menimbulkan reflek peningkatan tonus otot. Selanjutnya akan terjadi

penekanan discus ke sisi posterior sehingga akan didapat gaya tangensial yang

mendorong nucleus ke ventral (McKenzie, 2003). Dengan keadaan seperti ini

disabilitas dapat diturunkan.

Anda mungkin juga menyukai