Anda di halaman 1dari 8

Nama : Lina Nur Fatin

Kelas : XI-AKL 5

No. Absen : 16

Kami Siap Menyelamatkannya

Namaku Aulia Rahmadita, aku duduk di bangku kelas VII SMP Islam Bhakti. Dari kecil aku
sangat hobby dengan yang namanya “Bercocok tanam” maka dari itu aku memutuskan untuk
mengikuti eskul cinta alam di sekolahku. Rumahku penuh dengan tanaman hias maupun
pohon-pohon yang rimbun. Bagiku ini tempat yang sangat nyaman, karena jarang tempat-
tempat seperti ini apalagi yang namanya di Jakarta. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah
tak lupa aku menyapa setiap tanamanku dengan memberinya air, namun karena banyak sekali
tanaman yang aku punya jadi sebagian biar bunda deh yang memberinya air. “Liaa!!sudah
jam setengah tujuh cepat, ayah sudah menunggu di depan, nanti kamu bisa terlambat
sekolah!” bunda mengingatkanku untuk lebih cepat. “Liaa!! biar bunda saja nanti yang
nyiram semua tanaman kamuu!! Ayo cepatt!” lanjut bundaku. “Iyaa bunda!” Jawabku singkat
karena takut terlambat sekolah. Tak lupa aku mencium tangan bunda sebelum aku berangkat
sekolah dan mengucapkan salam “Assalamualaikum bunda, Lia pergi ke sekolah dulu ya!”
bunda pun menjawab dengan lembut “Waalaikumsalam, hati-hati yaa..!” bergegas aku naiki
mobil ayahku untuk berangkat ke sekolah.

Sesampainya di sekolah aku langsung menaiki tangga menuju ruang kelasku yang berada di
lantai dua. “Assalamualaikum!” Ucapku memasuki kelas yang sedang di bersihkan oleh
petugas piket. “Walaikumsalam Lia! Baru dateng? Biasanya pagi-pagi banget?” Ucap Eka.
“Hehe iya nih ka, tadi aku kelamaan nyiramin tanaman sampai lupa waktu, hehe” Ucapku
sambil menaruh tasku di bangkuku. “Lia Lia kamu tuh kerjaannya ngurusin tanaman mulu
deh!! Emangnya mereka bisa bantu kamu kalau kamu lagi kesusahan?” Ucap Natalie cewek
tomboi yang memang terkenal sombong.” Iya, bener juga tuh kata Natalie, mendingan kamu
pentingin sekolah dulu deh jangan tanaman mulu, nanti kalau kamu udah kuliah atau udah
kerja baru deh urusin tanaman-tanaman kamu itu.” Lanjut Sania, cewek yang sok perfect di
sekolahku. “Dari pada ngurusin tanaman kamu yang ga jelas manfaatnya itu mendingan
bantuin temen-temen kamu piket tiap pagi, kan kelasnya tambah bersih”. Reza cowok yang
terkenal “Playboy” ini mulai ikut campur. “HAHA.. Iya tuh bener, Reza tumben pinter!” ucap
Sania. ”Aduuhh! Temen-temen..” aku mulai maju ke tengah-tengah kelas untuk menjelaskan
apa guna nya tanaman-tanamanku “Kalian ga inget pelajaran IPA Biology yang kita pelajarin
selama ini? Dari hasih fotosintesis tanaman itu kan menghasilkan O2 atau biasa disebut
Oksigen, kita juga perlu oksigen untuk bernafas jadi kalau kita ga ngurusin tumbuh-
tumbuhan kita lama-lama mereka akan punah. Coba bayangkan kalau mereka punah? Akan
menghirup apa kaliann jika oksigen di bumi kita sudah habis?” tiba-tiba Sekar si ketua kelas
yang superduper sombong ini juga berbicara “Kan masih banyak orang-orang yang
mempedulikan tanaman, bukan hanya kamu Li, jadi kalau kamu meninggalkan tanamanmu
dulu dan melebih pentingkan sekolah kan masih bisa?” aku pun melanjutkan berbicara sambil
tersenyum kepada Sekar “Kalau anak-anak zaman sekarang seperti itu semua, coba
bayangkan masa depan kalian, jika orang-orang yang mempedulikan tanaman sudah tidak
ada, apa masih ada generasi selanjutnya yang akan memelihara tanaman itu? kalau sudah
tidak ada, akan menghirup apalagi kalian? Oksigen di bumi itu punya jumlah, kalau setiap
hari di hirup oleh manusia terus menerus dan lama-lama habis, apalagi yang akan kalian
hirup? Apalagi sekarang lebih banyak yang menebang pohon dibanding yang menanam
pohon. Coba kalian bayangkan sehari saja penebang liar yang jumlahnya ratusan itu satu
orang bisa menebang sekitar 4-5 batang pohon, tapi orang-orang-orang yang peduli
lingkungan sehari mereka bisa saja menanam 20-30 pohon, namun apa bisa dalam sehari
pohon-pohon itu akan tumbuh menjadi pohon-pohon yang besar-besar dan rimbun? Pasti
perlu beribu-ribu tahun untuk menunggu pohon-pohon itu tumbuh dewasa kan?”. Tiba-tiba
bel tanda masuk berbunyi mengagetkan semua yang ada di dalam kelas “TEEEETTTT!!!
Kepada seluruh siswa harap memasuki kelasnya masing-masing”. Teman-teman langsung
memasuki ruang kelas. Bu Ida selaku wali kelasku memasuki ruang kelasku untuk
memberikan pembinaan.

“TEETTT!!! Waktunya istirahat”. Teman-temanku berhamburan keluar kelas, ada yang ke


koperasi ada yang ke taman sekolah untuk memakan makanan bawaannya bersama teman-
temannya, tapi sebagian besar ke kantin. Untuk kali ini aku ingin ke kantin saja lah, kebetulan
hari ini aku sedang tidak membawa makanan dari rumah, lagi juga dari kelasku lebih dekat ke
kantin. Sebelum ke kantin aku melewati taman sekolahku, aku lihat disana ada anak yang
sedang asik bercerita dengan temannya sambil merobek-robek dan mencabuti tanaman yang
ada di taman. Akhirnya aku hampiri mereka sambil tersenyum seraya mengenalnya. “Hey..
Maaf ganggu, sebelumnya kenalkan namaku Aulia Ramandita, panggil saja aku Lia. Hmm..
Kalian sedang apa? Bisa tidak kalau bercerita tak usah sambil merobek-robek tanaman atau
mencabutinya yang kalian cabuti itu kan calon pohon yang nantinya akan memberi kalian
udara untuk bernafas, kalau kalian cabuti terus-menerus siapa lagi yang akan memberi kalian
udara?” Mereka tersenyum kepadaku “iya juga sih. Maaf ya kak, kita ga akan gitu lagi kok”.
Aku mengangguk seraya percaya”. Cukup panggil aku Lia saja ya, karena aku baru kelas
tujuh. Hehe” Ucapku sambil tersenyum. Aku lanjutkan perjalananku ke kantin, aku mulai
menghampiri stand salah satu makanan favorite ku”. Mie ayam nya satu ya pak! saya tinggal
dulu ya pak”. Aku melangkah ke stand sebelah untuk memesan minuman. “Es tehnya ya bu
satu.” aku mengambil uang dari sakuku dan memberikannya kepada ibu itu. Sambil
menyantap makananku aku mulai berpikir, mengapa ya semua teman-temanku tidak begitu
memperdulikan tanaman? Apa mereka gak sadar dari mana udara yang selama ini mereka
hirup?. “Hey Lia!!” Reza mengangetkanku sambil tersenyum. ”Kok ngelamun sih? Lagi ada
masalah yaa..? Cerita aja sama aku”. Dari pada aku cerita ke dia mendingan aku balik ke
kelas dehh, untungnya mie ayam dan es tehku sudah habis aku pun langsung lari ke taman
sekolahku.

“TTEEETTT!!! Memasuki jam ke6!”. Aku langsung bergegas kembali ke kelasku untuk
mengikuti pelajaran kesukaanku yaitu IPA, Bu Dewi gurunya. Cara Bu Dewi mengajar
sebenarnya membuat temen-teman kelasku mengantuk termasuk aku, namun ini lah pelajaran
yang aku sukai, jadi bagaimana sistem pembelajarannya, aku tetap menyukainya. Teman
sebangkuku tiba-tiba menyolek tanganku “Lia! Ga ngantuk apa? Yang lainnya aja pada asyik
mainan sendiri, kamu malah asyik dengerin Bu Dewi ceramah.” Ucap Natalie dengan suara
yang hampir tak terdengar. “Ssstt!” Ucapku sambil tersenyum. Setelah cukup lama Bu Dewi
menjelaskan akhirnya bel pun berbunyi “TEETTT!!! Waktunya pulang”. Teman-temanku
berlarian menuju luar kelas. Tiba-tiba terdengar suara dari microphone sekolah “Semua yang
mengikuti ekskul cinta alam harap berkumpul di aula! Terimakasih”. Aku langsung menuju
ke aula bersama teman kelasku Nadhira yang mengikuti eskul yang sama sepertiku.
“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuuhh. Anak-anak ibu cuma memberitahukan
bahwa besok Sabtu kalian akan kemping, acara ini wajib diikuti oleh semua peserta ekskul
cinta alam. Kegiatan ini akan berlangsung di salah satu tempat perkemahan yang terdapat di
dekat hutan. Mengapa saya memilih tempat itu? Ya karena kita akan mengamati penebang-
penebang liar dan tugas kalian adalah hanya mengamati penebang-penebang itu, dan
mengingatkan bahwa yang ia lakukan itu salah. Dan masing-masing dari kalian harus
membawa satu pohon untuk kita tanam disana, kalau yang punya lebih boleh membawa dua
atau tiga. Jelass? Ada pertanyaan?” Bu Anny menjelaskan. “Tidak bu..” Ucap anak-anak.
“Kalau begitu sekian dari ibu, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuhh.” Tutup bu
Anny. “Waalaikumsalaamm.” Jawab anak-anak. “Sampai bertemu Sabtu besok anak-anak.”

Mobil ayahku sudah ada di depan gerbang. “Tumben lama banget pulangnya, biasanya
cepet?” Tanya ayahku degan ramah.” Iya nih yah. Tadi ada pemberitahuan sedikit buat yang
ikut eskul cinta alam” Jawabku dengan santai. “Pemberitahuan apa?” Ayahku bertanya
sedikit. “Besok Sabtu disuruh ikut kemping, terus disuruh bawa pohon buat di tanam di
hutan.” Kataku sambil melihat ke arah luar mobil. “Ohh gituu.. Loh berarti kamu ga ikut
acara keluarga dong ke Puncak?” Tanya ayahku sambil mengingatkanku kalau Sabtu juga ada
acara keluarga di Puncak. Dengan tegas akhirnya aku memutuskan untuk tidak ikut dalam
acara keluarga, ayahku bertanya-tanya “Mengapa kamu memilih kegiatan ekskul kamu di
banding acara keluarga?” Raut wajah ayah terlihat sedih (mungkin karna aku tidak mau ikut
acara keluarga) “Maaf ayah bukan Lia mementingkan eskul Lia tapi Lia kan belum pernah
ikut yang seperti ini, lagian kegiatan ini juga ikut membantu untuk ikut serta menanam pohon
di hutan, kegiatan ini juga mengajak peserta untuk mengingatkan para penebang liar untuk
tidak melakukan hal seperti itu dan mengajak penebang-penebang itu menanam pohon, itukan
hal yang baik yah? Boleh ya yah Lia ikut?” Tanyaku sambil menjelaskan. Ayah hanya
mengangguk lesu, seperti tak rela aku ikut kegiatan itu.” Ayah bukan tidak mengizinkan Lia
untuk mengikuti kegiatan itu, tapi kalau nanti Lia ga ada yang nganter ke tempat Lia kemping
gimana?”. “Lia berangkat sama temen Lia aja yah, Nadhira! Tadi Lia di ajakin sama dia naik
mobilnya tapi aku bilang ayah mau nganterin Lia.” Jawabku tenang”. Yaudah kalau gitu. Tapi
gapapakan ayah ga nganterin Lia?”. ”Gapapa ayah”.

Sesampainya dirumah, aku langsung masuk kamar dan mengganti pakaian. Orang tuaku
sudah menunggu di ruang makan untuk makan siang bersamaku. “Bu Lia katanya ga mau
ikut acara keluarga” Ucap ayah pada bunda. “Lho kenapa?” bunda terlihat sedikit bingung
dan menghentikan sendok berisi makanan yang ingin ia masukkan ke mulutnya. ”Gini lho
bunda, Tadi Bu Anny bilang peserta ekskul cinta alam hari Sabtu harus mengikuti kemping,
ini tujuannya untuk mengingatkan bahwa yang dilakukan penebang-penebang liar itu salah,
kita juga di suruh untuk membawa satu pohon dari rumah untuk di tanam di hutan, kalau
gitukan kita juga ikut membantu melestarikan hutankan bun?” Bolehkan bunda Lia ikutt?”
Tanyaku lagi-lagi sambil menjelaskan kepada bunda. “Ya boleh saja, tapi siapa yang akan
mengantar?” bunda meneruskan makannya sambil menjawab pertanyaanku. “Nadhira bunda!
Yang waktu itu pernah main ke rumah. Dia tadi ngajakin aku tapi aku bilang aku di antar
ayah.” Jawabku sambil mengingatkan bunda kepada wajah temanku Nadhira yang pernah ke
rumah. “Yasudah kalau gitu, tapi apa kamu beneran ga mau ikut acara keluarga?” bunda
bertanya sekali lagi. “Benar bundaa.. Lia mau ikut kemping aja, kalau nanti ada acara
keluarga lagi nanti Insyaallah Lia ikut deh” Jawabhku dengan tegas. Ibuku hanya
membalasnya dengan senyum. Entah ia rela aku ikut kemping atau tidak.

Malam hari setelah sholat maghrib seperti biasa aku mengaji di kamarku hingga isya, setelah
itu aku belajar. Di depan jendela kamar, aku biasa belajar lebih nyaman karena udaranya
sejuk, walaupun agak seram karena banyak pepohonan yang ada di kebun rumahku. Meja
belajarku memang di dekat jendela, sengaja aku meminta ayah untuk menaruhnya disitu
karena aku biasanya kalau belajar sering menyalakan kipas, karena udara di kamarku sangat
panas kalau meja belajarku di dekat jendela tidak akan menyalakan kipas lagi, hitung-hitung
berhemat. “Malam yang indah” Ucapku sambil menatap bintang-bintang dan bulan purnama
dari jendelaku. Aku bingung mengapa teman-temanku tidak menyadari bahwa pohon itu
penting dalam kehidupan?. Apa mereka tidak berfikir tentang masa depan mereka?. Sekiraku
akan lebih buruk masa depan mereka jika tidak ada pohon.

Keesokan harinya,di sekolah.

“Nadhira!!” Ucapku setelah pulang sekolah di depan gerbang. “Kenapa Li??” Jawab Nadhira
sambil menengok ke arahku.” besok aku boleh berangkat bareng kamu ga? Soalnya besok
keluargaku ada acara, jadi mereka ga bisa nganterin aku deh. Boleh ya?” Pintaku pada
Nadhira. Dengan senyum manisnya ia menjawab “Boleh ko, nanti kamu ke rumah aku aja
jam 6 pagi, kan kumpulnya jam 8 kita berangkatnya jam 6 aja ya”. “Boleh? Yes! Makasih
Nadhira! Iya nanti aku ke rumah kamu deh!” Ucapku senang. “Dada Ira!! Ayahku udah
jemput aku tuh, aku duluan yaa..!!” lanjutku sambil berlari menuju mobil ayahku. Ia hanya
membalas dengan senyuman. “Yah bener ya besok aku boleh ikut kemping?” Tanyaku di
dalam mobil untuk memastikan bahwa ayah benar-benar mengizinkan. Aku kira ayah akan
menjawab “iya” atau apalah. Ternyata hanya senyum yang ia tunjukkan padaku. Aku masih
ragu apa ayah benar-benar mengizinkanku untuk mengikuti kemping atau tidak. Sesampainya
di rumah, aku bicara pada bunda “Bunda Lia bener-bener boleh ikut kemping kan bunda?”.
Jawaban bunda masih sama seperti ayah ia hanya menjawab dengan senyum. Entah kenapa
mereka bisa begitu. Apa mereka tidak mau kalau aku tidak ikut acara keluarga?. Tapi kenapa
mereka tidak menjelaskan padaku yang sebenarnya? Tapi aku benar-benar ingin ikut acara
itu.

Malam hari, saat makan malam aku tanyakan hal itu kepada kedua orang tuaku lagi. Mereka
baru menjawab “Iya” bangganya aku bisa mendapatkan izin dari kedua orang tuaku. Berarti
besok aku benar-benar ikut kemping?. Yes! Sorakku gembira di dalam kamarku. Aku mulai
membayangkan betapa bahagianya aku besok gumamku dalam hati. Tak sabar hati ini
menunggu matahari kembali bersinar. Hari sudah larut malam aku masih belum puas
membayangkan betapa bahagianya aku besok. Haamm… Lama-lama aku mulai mengantuk
dan akhirnya aku tertidur di sebuah sofa kecil di kamarku.

Kringgg!!! Jam bekerku membangunkanku tepat pukul 4:30 pagi. Aku langsung ke kamar
mandi untuk berwudhu dan sholat subuh. Tepat pukul 06.00 pagi aku langsung ke rumah
Nadhira. Beruntung rumahku dengannya dekat, jadi cukup dengan jalan kaki sudah sampai.
Sebelumnya tak lupa aku berpamitan kepada bunda dan ayah. “Bunda ayah aku berangkat
dulu yaa.” Ucapku sambil mencium tangan mereka. “Assalamualaikum!” Ucapku. Tak lupa
bunda mencium keningku. Dirumah Nadhira aku langsung memasuki mobil milik ayahnya
untuk segera berangkat. Dalam perjalanan aku dan Nadhira saling berdiam diri. Kalau aku
masih belum puas memikirkan apa yang akaku lakukan di sana dan tentunya betapa serunya
di sana. Entah kalau Nadhira apa yang ia pikirkan kali ini. Sesampainya di sana, aku dan
Nadhira langsung di sambut ramah oleh teman-temanku yang sudah lebih lama sampai di
sana.

Tepat pukul 06.50 acara ini di buka tentunya oleh Bu Anny. “Assalamualaikm anak-anak”
Sapanya dengan ramah. “Waalaikumsalam bu.” Anak-anak pun menjawab dengan serempak.
“Selamat pagi. Terimakasih yang pertama saya ucapkan terutama kepada Allah SWT yang
senantiasa memberi kita kesehatan pada pagi yang cerah ini dan tentunya terimakasih juga
kepada kalian semua karena tanpa kalian acara ini tidak akan berjalan. Shalawat serta salam
marilah kita curahkan kepada junjungan Nabi besar kita Muhammad
(Sallallahualaihiwasallam). Mari bersama-sama kita buka acara ini dengan membaca
basmalah”. Serempak anak-anak membaca basmalah “Bissmillahirrahmanirrahiimm”.
Setelah acara ini di buka masing-masing dari kami wajib membentuk kelompok. Satu
kelompok harus terdiri dari 6 peserta dan kelompoknya wajib di beri nama. Kelompokku
terdiri dari Nadhira, Layla, Zhafira, Rafa, Naufal, dan tentunya ada aku. Setelah berdiskusi
cukup lama akhirnya kami sepakat mendaftarkan kelompok kami dengan nama “Beringin
Tua”. Pasti semua bertanya mengapa kami memberinya nama dengan Beringin Tua?. Guruku
pun bertanya seperti itu, akhirnya salah satu dari kami menjelaskan “Begini, pohon beringin
tua itu sangat kuat, kelompok kita juga ingin seperti beringin tua walaupun sudah tua tetapi
masih kuat berdiri dan pasti jarang ada orang yang berani menebang pohon beringin, seperti
kelompok kita insyaallah jarang ada yang berani mengalahkan kelompok kita”. Tugas
pertama kita harus menanam pohon yang sudah kita bawa dari rumah ke lahan yang ada di
sekitar hutan. Setelah itu selesai kita di beri tugas untuk mengamati penebang-penebang dan
membuat laporan. Setelah itu kita harus memberi peringatan agar si penebang itu menyadari
bahwa yang ia lakukan itu salah. Ini saat-saat yang sangat aku tunggu dari awal. Kami
mengamati dari jauh di balik semak-semak dan pohon “Eh yakin nih kita mau ngamatin di
sini?” tanya Zhafira sedikit agak ragu. “Ssstt! Ya yakin lah Zhaf kalau ga yakin ngapain dari
tadi kita ada di sini?” Ucapku meyakinkan Zhafira. Tiba-tiba Rafa berbicara sambil ketakutan
“Eh ngamatin sih ngamatin tapi ga usah tiarap kayak gini juga kale! Kalau ada ular gimana
nih?”. Nadhira tiba-tiba menyambung “Eh Rafa. Lo kan cowo yang cewe aja ga takut ada
ular lo yang cowo ko malah takut sih??”. Layla membetulkan ucapan Nadhira “Iya tuh betull!
Kalau jadi cowo tuh kaya Naufal dong!”. Zhafira meledek Layla “Alah bilang aja Layla
sukakan sama Naufal? Ngaku deh ngaku.” Aku segera menenangkan kondisi “Eh eh! Udah
ah! Kok jadi ributt sihh? Kita kan mau ngerjain tugas bukan mau berisik”. Semua serempak
berkata “Iya deh iya maaf Li”. Setelah cukup lama kami mengamati penebang-penebang
pohon itu kami mulai menghampiri mereka. “Selamat pagi pak, maaf pak sebelumnya kami
dari SMP Islam Bhakti Cuma ingin mengingatkan bahwa hutan kita di Indonesia semakin
sempit dan jarang sekali orang yang peduli dengan hutan.” Belum selesaiku berbicara Zhafira
meneruskan “Jadi tolong pak jangan menebang pohon berlebihan pak, kalau menebang pohon
usahakan bapak membawa tanaman untuk di tanam di hutan ini sebagai pengganti pohon itu
nantinya”. Bapak itu menjawab “Kalian tuh masih kecil ga usah sok tau ya!”. Naufal
menegurnya dengan lembut “Maaf pak kami memang bukan orang sedewasa bapak, kami
hanya ingin mengingatkan bahwa yang bapak lakukan salah, bukankah masih banyak
pekerjaan yang lain yang bisa bapak kerjakan? Mengapa harus menebang pohon?”. Bapak itu
terlihat sangat marah, dengan nada tinggi ia berucap “Sudahlah pergi jauh-jauh kalian dari
sini sebelum saya tambah marah! dan jangan laporkan ini ke siapa-siapa!.” Kami semua
belum beranjak dari tempat itu ia semakin marah. Beberapa menit kemudian, akhirnya
terpaksa kami semua pergi dari sana karena aku dan yang lainnya tidak mau mengambil
resiko yang cukup berat.

Walaupun cukup melelahkan namun dari sinilah kami menyadari bahwa pohon adalah
warisan dunia yang sangat berharga. Tanpa pohon habis sudah O2 (oksigen) yang ada di
bumi. Tanpa pohon tak ada yang namanya hutan. Tanpa pohon rakyat akan selalu kebanjiran
saat hujan deras. Tanpa pohon longsor melanda di berbagai pelosok negeri. Baru kali ini aku
membayangkan betapa pentingnya pohon bagi bumi. Belum selesai sampai sini tugas kita
masih berlanjut, kami harus mendengarkan sebuah kata mutiara dari Psikolog tentang apa
pentingnya pohon. Semakin lama ia berbicara suasana semakin mengharukan. Semua duduk
tenang sambil menunduk dan mendengarkan. Air mata satu per satu peserta ikut menetes
Sambil membayangkan betapa malangnya nasib dunia tanpa pohon. Tak sampai 5 menit
berlalu Psikolog itu menghentikan bicaranya. Menyuruh kami untuk menyanyangi tanaman,
baik itu yang kecil ataupun yang besar. Oh ya psikolog itu juga mengajarkan kita tentang
sebuah perkampungan yang ramah lingkungan.

Aku ingin suatu saat nanti aku bisa membuat rumah seperti itu, bukan hanya untukku namun
juga untuk semua. Nanti saat aku pulang aku akan mengusulkan kepada orang tuaku untuk
merenovasi rumahku menjadi seperti itu. Entah usulanku di tanggapi atau tidak. Tiba-tiba
Psikolog itu melanjutkan berbicara “Oh ya kalau nanti ada orang tua kalian yang mau
merenovasi rumah, buatlah jendela sebanyak mungkin, karena jendela adalah tempat keluar
masuknya udara dan sinar matahar. Jika banyak jendela di rumah kalian berarti rumah kalian
termasuk kriteria rumah yang sehat. Jika tidak ada satu pun jendela di rumah kalian pasti
sangat minim sekali udara dan sinar matahari yang masuk ke rumah kalian. Apakah kalian
nyaman memiliki rumah seperti itu??”. Serempak semua menjawab “Tidaaakkk!!”. Psikolog
itu meneruskan bicaranya “Siapa yang bisa menjelaskan mengapa kalian tidak nyaman
memiliki rumah seperti itu?”. Aku langsung berdiri dan tunjuk tangan. “Jika rumah kita tidak
ada jendelanya maka akan terasa sangat sumpek atau panas karena tidak ada udara yang
masuk. Rumah kita juga akan memerlukan banyak energi listrik karena saat siang hari pasti
sangat gelap sekali karena tidak ada sinar matahari yang masuk”. Psikolog itu kembali
menjelaskan “Ya betul kata temanmu, kita akan merasa panas di dalam rumah itu dan
pastinya sangat gelap karena minimnya cahaya matahari yang masuk”.

Malam ini kami menginap di tenda milik kami masing-masing. Malam hari ini kami makan
ikan bakar, jagung bakar, ubi atau singkong bakar. Malam itu sangat seru, semua bersorak
gembira. Namun aku hanya duduk berdiam diri di depan tenda dekat api unggun sambil
menghangatkan badan. Aku masih memikirkan kata-kata psikolog itu tentang pohon. Aku
semakin ingin menambah lebih banyak pohon di rumahku. Pohon-pohon itu akan aku
wariskan untuk tanah airku Indonesia. Sayangnya besok pagi kami harus pulang kembali ke
rumah. Seandainya waktu berjalan begitu lama betapa senangnya kami di sini, sayangnya
waktu berjalan begitu cepat meninggalkan kenangan indah ini. Waktu semakin larut malam
guruku pun sudah mulai mengingatkan untuk cepat tidur.

Keesokan pagi..

Tepat pukul 04.00 pagi kami di bangunkan untuk sholat subuh dan mengambil wudhu di
sebuah sungai kecil yang airnya masih sangat jernih dan segar. Sesudah sholat kelompok
kami di beri satu pack roti tawar dan dua sachet susu kental manis untuk topping, tak lupa
juga susu siap saji untuk menambah energi. Nikmatnya pagi ini, walau senang kami juga
tidak lupa tentang kebersihan, kami tidak akan membuang sampah sembarangan di hutan ini.
Sebelum pulang kami harus menempelkan nama lengkap plus asal sekolah kami di batang
pohon yang kemarin kita bawa dari rumah, kami pun berdoa agar pohon-pohon itu menjadi
penyelamat bagi bangsa kami. Semua serempak berteriak “KAMI SIAP
MENYELAMATKANNYA!!” maksud kata ini adalah “Kami semua siap menyelamatkan
bumi kita dengan banyak menanam pohon dan mengurangi pemakaian energi yang
berlebihan, Insyaallah ini akan banyak membantu dalam menyelamatkan bumi kita!”

Walaupun hanya sehari semalam, namun betapa banyak pelajaran yang dapat kami ambil.Saat
pelajaran IPA, Bu Dewi mempertunjukkan video tentang perkemahan Sabtu kemarin yang
diikuti oleh semua peserta eskul cinta alam. “Bu Dewi ini kapan kok kita-kita ga di ajak
sih??” Tanya Sania. Bu Dewi pun menjawab “Ini yang ikut cuma peserta eskul cinta alam
saja, kalau kalian mau ikut yang tahun depan kalian harus daftar dulu jadi anggota eskul cinta
alam baru kalian boleh ikut” Jelasnya. Mendengar semua penjelasan dari Bu Dewi teman
kelasku jadi ingin ikut eskul cinta alam. Saat pulang sekolah Sania, Nathalie dan yang lainnya
menepuk pundakku “Liaa, kita minta maaf ya, selama ini kita udah ngerendahin manfaat
tanaman kamu” belum selesai Sania bicara Nathalie melanjutkan “Iya, itukan karena kita ga
tau Li, kita baru tahu sekarang maafin kita ya!”. Aku hanya membalas dengan senyum. “Tapi
kalian janji ya jangan nyepelein tanaman lagi?” Tanyaku menyakinkan. “Oke deh!” jawab
Nathalie. Semua serempak berkata “KAMI SIAP MENYELAMATKANNYA!!'.

___SELESAI___

Anda mungkin juga menyukai