Anda di halaman 1dari 3

Pernapasan dalam Latihan

Konsumsi Oksigen dan Ventilasi Paru dalam Latihan


Konsumsi oksigen normal pada orang dewasa muda sewaktu istirahat adalah
sekitar 250 ml/menit. Akan tetapi pada keadaan maksimum, hal ini dapat
ditingkatakan sampai sekitar nilai rata-rata berikut ini:

ml/menit
Pria rata-rata tidak terlatih 3600
Pria rata-rata terlatih dalam atletik 4000
Pelari maraton pria 5100

Batas Ventilasi Paru


Di bawah ini adalah tabel pembandingan untuk seorang pria dewasa muda
normal:

L/menit
Ventilasi paru-paru pada latihan maksimal 100 sampai 110
Kapasitas pernapasan maksimal 150 sampai 170

Jadi dapat dilihat bahwa kapasitas pernapasan maksimum adalah sekitar 50 persen
lebih besar daripada ventilasi paru-paru yang sesungguhnya selama latihan
maksimum. Keadaan ini dapat memberi ventilasi tambahan yang dapat digunakan
pada kondisi seperti (1) latihan pada tempat yang sangat tinggi, (2) latihan pada
kondisi yang sangat panas, dan (3) abnormalitas sistem pernapasan.
Hal yang penting adalah bahwa sistem pernapasan secara normal bukanlah faktor
pembatas utama pengangkutan oksigen ke dalam otot selama metabolisme aerob otot
maksimum. Kemampuan jantung untuk memomp darah ke otot merupakan faktor
pembatas yang lebih besar.

Dampak Latihan Terhadap Vo2 Maks


Kecepatan pemakaian oksigen dalam metabolisme aerob disingkat menjadi Vo 2
Maks. Dari suatu penelitian mengenai dampak progresif latihan atletik terhadap Vo 2
Maks yang dicatat dalam suatu kelompok subjek, yang dimulai pada tingkat tanpa
latihan selama 7 samapai 13 minggu, Vo2 Maks meningkat hanya sekitar 10 persen.
Sedangkan frekuensi latihan yang dilakukan dua atau lima kali dalam seminggu,
hanya menimbulkan sedikit pengaruh pada Vo2 Maks. Sementara Vo2 Maks pelari
marataon kira0kira 45 persen lebih besar dari Vo 2 orang yang tidak terlatih. Sebagian
Vo2 Maks yang lebih besar ini mungkin ditentukan secara genetik; yaitu, orang yang
memiliki ukuran dada lebih besar berkaitan dengan ukuran tubuh dan otot pernapasan
yang lebih kuat, terseleksi menjadi pelari maraton. Tetapi mungkin juga bahwa
latihan bertahun-tahun pada pelari maraton memang meningkatkan Vo2 Maks dengan
nilai 10 persen lebih besar dari nilai yang sudah tercatat dalam percovaan jangka
pendek.

Kapasitas Difusi Oksigen pada Atlet


Kapasitas difusi oksigen adalah statu usuran kecepatan berdifusinya oksigen dari
alveoli paru ke darah. Kapasitas ini dinyatakan dengan istilah militer oksigen yang
akan berdifusi setiap menit untuk setiap perbedaan militer air raksa antara tekanan
parcial oksigen alveolar dan tekanan oksigen darah paru. Yaitu, jira tekanan parcial
oksigen dalm alveoli hádala 91 mm Hg dan tekanan oksigen dalam darah hádala 90
mm Hg, jumlah oksigen yang berdifusi melalui membran respirasi tiap menit
sebanding dengan kapsits difusi. Berikut ini merupakan nilai yang diukur untuk
kapasitas yang berbeda:

mlenit
Bukan atlet pada saat istirahat 23
Bukan atlet selam latihan mksimum 48
Pemain skate cepat selama latihan maksimum 64
Perenang selama latihan maksimum 71
Pendayung selama latihan maksimum 80

Falta yang paliang mengejutkan hádala peningkatan kapasitas difusi beberapa kali
lipat antarakeadaan istirahat dan keadaan latihan maksimum. Hasil ini berasal dari
fakta bahwa darah yang melalui banyak kapiler paru-paru mengalir sngat lambat atau
bahkan diam pada keadaan istirahat, sedangkan pada latihan mksimum, peningkatan
aliran darah melalui paru menyebabkan semua kalpiler paru-paru mendapat perfusi
pada tingkat maksimum, sehingga menyediakan daerah permukaan yang jauh lebih
besar tempat oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru-paru.
Jelas juga dari nilai-nilai tersebut bahwa atlet yang memerlukan jumlah oksigen
per menit lebih banyak memiliki kapasitas difusi lebih tinggi.

Gas Darah Selama Latihan


Karena besarnya penggunaan oksigen oleh otot selama latihan, dapat diduga
bahwa tekanan oksigen darah arteri menurun sangat tajam selama kegiatan atletik
berat dan tekanan karbon dioksida dalam darah vena meningkat jauh di atas normal.
Tetapi bukan itu maslahnya. Kedua tekanan tetap mendekati normal, menunjukkan
kemampuan ekstrem dari sistem pernapasan untuk menyediakan aerasi darah yang
adekuat walaupun selama latihan berat.
Hal tersebut memperlihatkan hal penting lainnya: Gas darah tidak selalu harus
menjadi abnormal karena rangsangan pada pernapasan selama latihan. Sebaliknya,
pernapasan terutama dirangsang oleh mekanisme neurogenik selama latihan.
Sebagian rangsangan ini disebabkan oleh rangsangan langsung pusat pernapasan oleh
sinyal saraf yang sama, yang ditransmisikan dari otak ke otot untuk menimbulkan
verja fisik. Selain itu, diduga disebabkan oleh transmisi sinyal sensorik ke pusat
pernapasan dari otot-otot yang berkontraksi dari sendi yang bergerak. Semua
rangsangan saraf tambahan dari pernapsan ini normalnya cukup untuk menyediakan
kebutuhan peningkatan ventilasi paru-paru yang hampir tepat dibutuhkan untuk
memperthankan gas pernapasan darah—oksigen dan karbondioksida—mendekati
normal.

Dampak Merokok pada Ventilasi Paru dalam Latihan


Secara luas telah diketahui bahwa merokok dapat mengurangi ”napas”. Hal ini
benar karena terdapat banyak alasan. Pertama, salah satu dampak nikotin adalah
menyebabkan kontraksi bronkiolus terminal paru-paru, yang meningkatkan resistensi
aliran udara ke dalam dan ke luar paru-paru. Kedua, efek iritasi asap rokok itu sendiri
menyebabkan peningkatan sekresi cairan ke dalam cabang-cabang bronkus, juga
pembengkakan lapisan epitel. Ketiga, nikotin melunpuhkan silia pada permukaan sel
epitel pernapasan yang normalnya terus bergerak untuk memindahkan kelebihan
cairan dan partikel asing dari sluran pernapasan. Akibatnya, lebih banyak debris
terakumulasi di jalan napas dan menambah kesukaran bernapas. Dengan semuanya
itu, bahkan perokok ringan sekalipun sering merasakan adanya tahanan pernapsan
selama latihan maksimum, dan tingkat kinerjanya dapat berkurang.
Yang lebih hebat lagi adlah pengaruh merokok kronis. Ada sedikit perokok kronis
yang tidak menderita beberapa tingkat emfisema. Pada penyakit ini, terjadi hal
berikut: (1) bronkitis kronis, (2) obstruksi bronkioli terminalis yang banyak, dan (3)
destruksi banyak dinding alveolus. Pada emfisema berat, sebanyak empat perlima
membran respiratorius dapat rusak; bahkan latihan ringan sekalipun dapat
megakibatkan gawat pernapasan. Sesungguhnya, kebanyakan pasien seperti itu
bahkan tidak dapat melakukan kegiatan sederhana seperti berjalan mengelilingi
sebuah ruangan tanpa terengah-engah.

Anda mungkin juga menyukai