Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui; kepandaian. (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 2003). Sedangkan Menurut Notoatmodjo (2007)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek. Penginderaan terjadi
melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Pengetahuhan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

Dari pengertian tersebut dapat penulis simpulkan bahwa pengetahuan


merupakan segala sesuatu yang diketahui seseorang melalui sejumlah
penginderaan baik indera penglihatan, pendengaran, rasa dan raba yang
menghasilkan suatu informasi tertentu.

2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), enam tingkat pengetahuan yang dicakup
didalam domain kognitif adalah :
1) Tahu (Know)
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengehuan tingkat ini adalah
mengingat kembali suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah di terima.

9
10

2) Memahami (Comprehensif)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan
materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek
atau materi harus dapat menjelaskan dan menyebutkan.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).
Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaaan hukum-
hukum, rumus, metode prinsip dan sebagainya dalam konteks atau
situasi yang lain.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-
penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

3. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek
penelitian atau responden. (Notoatmodjo, 2007).
11

Menurut teori Lawrence Green (dalam Notoatmodjo, 2007) bahwa


perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh
pengetahuan, sikap, kepercayaan dan tradisi sebagai faktor predisposisi
disamping factor pendukung seperti lingkungan fisik, prasarana atau
faktor pendorong yaitu sikap dan prilaku petugas kesehatan atau petugas
lainnya.

Pengukuran pengetahuan menurut Arikunto (2006), dapat dilakukan


dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang
ingin diukur dengan objek penelitian atau responden. Data yang bersifat
kualitatif di gambarkan dengan kata-kata, sedangkan data yang bersifat
kuantitatif terwujud angka-angka, hasil perhitungan atau pengukuran,
dapat diproses dengan cara dijumlahkan, dibandingkan dengan jumlah
yang diharapkan dan diperoleh persentase, setelah dipersentasekan lalu
ditafsirkan ke dalam kalimat yang bersifat kualitatif.
a. Kategori baik yaitu menjawab benar 76%-100% dari yang diharapkan
b. Kategori cukup yaitu menjawab benar 56%-75% dari yang diharapkan.
c. Kategori kurang yaitu menjawab benar <56% dari yang diharapkan.

4. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (2007), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang yaitu :
a. Umur
Umur adalah lamanya hidup yang dihitung sejak dilahirkan hingga
penelitian ini dilakukan. Umur merupakan periode penyesuaian
terhadap pola-pola kehidupan yang baru dan harapan-harapan baru.
Pada masa ini merupakan usia produktif masa bermasalah, masa
ketegangan emosi, masa keterampilan, sosial, masa komitmen, masa
ketergantungan, masa perubahan nilai, masa penyesuaian dengan cara
hidup baru, masa kreatif. Pada dewasa ini ditandai oleh adanya
perubahan “jasmani dan mental”, semakin bertambah umur seseorang
12

akan semakin tinggi wawasan yang diperoleh apa bila umur seseorang
makin muda maka akan mempengaruhi tingkat pengetahuannya.
(Notoatmodjo, 2007).

b. Pendidikan
Pendidikan proses menumbuh kembangkan seluruh kemampuan dan
prilaku manusia melalui pengajaran, sehingga dalam pendidikan perlu
dipertimbangkan umur (proses perkembangan klien) dan hubungan
dengan proses belajar. Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi prersepsi seseorang untuk lebih mudah
menerima ide dan teknologi baru (Notoatmodjo, 2007).
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan bertambah
pengalaman yang mempengaruhi wawasan dan pengetahuan. Adapun
tujuan yang hendak dicapai melalui pendidikan alat untuk mengubah
pengetahuan (pengertian, pendapat, konsep-konsep) sikap dan
persepsi serta menambah tingkah laku atau kebiasaan yang baru
(Notoatmodjo, 2007).

c. Pekerjaan
Pekerjaan adalah aktifitas yang dilakukan sehari-hari untuk
memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-
hari dimana semua bidang pekerjaan umumnya diperlukan adanya
hubungan sosial antara satu sama lain, setiap orang harus dapat
bergaul dengan teman sejawat walaupun dengan atasan sehingga
orang yang hubungan sosial luas maka akan lebih tinggi
pengetahuannya dibandingkan dengan orang yang kurang hubungan
sosial dengan orang lain (Notoatmodjo, 2007).
13

B. Konsep Keluarga

1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh kebersamaan
dan kedekatan emosional serta mengidentifikasi dirinya sebagai bagian
dari keluarga, juga didefinisikan sebagai kelompok individu yang tinggal
bersama dengan atau tidak adanya hubungan darah, pernikahan, adopsi,
dan tidak hanya terbatas pada keanggotaan dalam suatu rumah tangga.
(Friedman, 2010).

Keluarga dalam pengertian lain adalah sekumpulan orang dengan ikatan


perkawinan, kelahiran atau adopsi yang bertujuan untuk menciptakan,
mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental,
serta emosional dari tiap keluarga. Secara dinamis individu yang
membentuk sebuah keluarga dapat digambarkan sebagai anggota dari
kelompok masyarakat yang paling dasar, tinggal bersama, saling
berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan antar individu. (Duval & Logan,
1986 dalam Friedman, 2010).

Dari pengertian tersebut dapat penulis simpulkan bahwa keluarga


merupakan sekumpulan dua orang atau lebih yang terikat dengan ikatan
perkawinan, hubungan darah atau adopsi yang hidup dalam suatu rumah
tangga dengan perannya masing-masing yang bertujuan untuk
menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan
fisik, mental, serta emosional dari tiap keluarga.

2. Bentuk Keluarga
Menurut Friedman, (2010) bentuk keluarga terdiri dari :
1. Keluarga inti ( nuclear family), adalah keluarga yang dibentuk karena
ikatan perkawinan yang direncanakan yang terdiri dari suami, isteri
dan anak-anak, baik karena kelahiran (natural) maupun adopsi.
14

2. Keluarga asal (family of origin), merupakan suatu unit keluarga


tempat asal seseorang dilahirkan.
3. Keluarga besar ( Extended family), keluarga inti ditambah keluarga
yang lain (karena hubungan darah), misalnya kakek, bibi, paman,
sepupu termasuk keluarga modern seperti orang tua tunggal, keluarga
tanpa anak, serta keluarga pasangan sejenis. (guy/lesbian families).
4. Keluarga berantai (social family), keluarga yang terdiri dari wanita
dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan suatu
keluarga inti.
5. Keluarga duda atau janda, keluarga yang terbentuk karena perceraian
dan atau kematian pasangan yang cintai.
6. Keluarga komposit (composite family), keluarga dari perkawinan
poligami dan hidup bersama.
7. Keluarga kohabitasi (cohabitation), dua orang menjadi keluarga tanpa
pernikahan, bisa memiliki anak atau tidak. Di Indonesia bentuk
keluarga ini tidak lazim dan bertentangan dengan budaya timur.
Namun, lambat laun keluarga kohabitasi ini dapat diterima.
8. Keluarga inses (incest family), seiring dengan masuknya nila-nilai
global dan pengaruh informasi yang sangat dahsyat, dijumpai bentuk
keluarga yang tidak lazim, misalnya anak perempuan menikah dengan
ayah kandungnya, ibu menikah dengan anak kandung laki-lakinya,
paman menikah dengan keponakannya, kakak menikah dengan adik
dari satu ayah dan satu ibu, dan ayah menikah dengan anak
perempuan tirinya. Walaupun tidak lazim dan melanggar nilai-nilai
budaya, jumlah keluarga inses semakin hari semakin besar. Hal
tersebut dapat kita cermati melalui pemberitaan dari berbagai media
cetak dan elektronik.
9. Keluarga tradisional dan nontradisional, dibedakan berdasarkan ikatan
perkawinan. Keluarga tradisional diikat oleh perkawinan, sedangkan
keluarga nontradisional tidak diikat oleh perkawinan. Contoh keluarga
tradisional adalah ayah-ibu dan anak dari hasil perkawinan atau
15

adopsi. Sedangkan keluarga nontardisional adalah kelompok orang


yang tinggal di sebuah asrama.

3. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman, (2010) terdapat lima fungsi keluarga yang saling
berkaitan satu sama lain, yaitu (1) Fungsi afektif, keluarga harus
memenuhi kebutuhan kasih sayang dari tiap anggota keluarga; (2) Fungsi
sosialisasi, fungsi ini mengantar anggota keluarga menjadi anggota
masyarakat yang produktif; (3) Fungsi reproduktif, untuk menjamin
kontuinitas antar generasi keluarga dan masyarakat yaitu menyediakan
anggota baru untuk masyarakat (Leslie & Korman,1989 dalam Friedman,
2010) (4) Fungsi ekonomi, meliputi tersedianya sumber-sumber dari
keluarga secara cukup finansial, uang gerak dan materi, dan
pengalokasian sumber-sumber tersebut yang sesuai melalui proses
pengambilan keputusan (Friedman, 2010); (5) Fungsi perawatan
kesehatan, praktik-praktik sehat yang mempengaruhi status kesehatan
anggota keluarga secara individual merupakan bagian yang paling relevan
dari fungsi keluarga bagi perawatan keluarga.

Freedman (2010) membagi 5 tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang


harus dilakukan yaitu :
1) Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya
2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi
keluarga.
3) Memberikan keperawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak
dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang
terlalu muda.
4) Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan
kesehatan dan perkembangan kepribadian angota keluarga.
5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan
lembaga kesehatan (pemenfaatan fasilitas kesehatan yang ada).
16

C. Konsep Dukungan Keluarga

1. Pengertian
Dukungan keluarga adalah proses yang terjadi selama masa hidup,
dengan tema dan tipe dukungan bervariasi pada masing-masing tahap
siklus kehidupan keluarga. Misalnya tipe dan kuantitas dukungan sosial
selama tahap pernikahan (sebelum pasangan muda memiliki anak) sangat
drastis berbeda dibandingkan dengan tipe dan jumlah dukungan yang
dibutuhkan saat keluarga tersebut di tahap akhir kehidupan. Walaupun
demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan keluarga
memungkinkan keluarga berfungsi dengan penuh kompetensi dan
sumber. Hal ini meningkatkan adaptasi dan kesehatan keluarga.
(Friedman, 2010).

2. Jenis Dukungan Keluarga


Menurut Kaplan 2003, dalam Friedman 2010 menjelaskan bahwa
terdapat empat jenis dukungan yakni :
a. Dukungan Informasional
Dukungan informasional merupakan dukungan yang berfungsi
sebagai pengumpul informasi tentang segala sesuatu yang
digunakan untuk mengungkapakan suatu masalah. Jenis dukungan
ini sangat bermanfaat dalam menekan munculnya suatu stressor
karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi
sugesti yang khusus pada individu. Secara garis besar terdiri dari
aspek nasehat, usulan, petunjuk, dan pemberian informasi.
b. Dukungan Penilaian.
Menekankan pada keluarga sebagai umpan balik, membimbing,
dan menangani masalah, serta sebagai sumber dan validator
identitas anggota (Friedman, 2010). Dukungan penilaian dapat
dilakukan diantaranya dengan memberikan support, pengakuan,
penghargaan, dan perhatian pada anggota keluarga.
17

c. Dukungan Instrumental
Dukungan yang memfokuskan keluarga sebagai sebuah sumber
pertolongan praktis dan konkrit berupa bantuan langsung dari
orang yang diandalkan seperti materi, tenaga, dan sarana
(Friedman, 2010).
Manfaat dari dukungan ini adalah mengembalikan energi atau
stamina dan semangat yang menurun dan memberikan rasa
perhatian serta kepedulian pada seseorang yang mengalami
kesusahan atau penderitaan.
d. Dukungan Emosional
Dukungan yang menempatkan keluarga sebagai tempat aman dan
damai untuk istirahat serta dapat membantu penguasaan terhadap
emosi (Friedman, 2010).

3. Manfaat Dukungan Keluarga


Menurut Wills dalam Friedman, 2010 menyatakan bahwa dukungan
keluarga dapat menimbulkan efek penyangga, yaitu dukungan keluarga
menahan efek-efek negatif dari stres terhadap kesehatan dan efek utama,
yaitu dukungan keluarga secara langsung mempengaruhi peningkatan
kesehatan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial keluarga
yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih
mudah sembuh dari sakit dan dikalangan lansia dapat menjaga fungsi
kognitif, fisik, dan kesehatan emosional.

4. Sumber Dukungan Keluarga


Sumber dukungan keluarga dapat berupa dukungan keluarga internal,
seperti dukungan dari suami atau istri, atau dukungan dari saudara
kandung, atau dukungan keluarga eksternal bagi keluarga inti (dalam
jaringan kerja sosial keluarga). (Friedman, 2010).
18

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga


Menurut Purnawan dalam Rahayu, 2008, pemberian dukungan oleh
keluarga dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal yang
keduanya saling berhubungan.
a. Faktor internal
Berasal dari individu itu sendiri yang meliputi :
1) Faktor tahap perkembangan
Pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang
berbeda-beda pada setiap rentang usia (bayi sampai lansia).
2) Faktor pendidikan atau tingkat pengetahuan.
Dalam hal ini kemampuan kognitif yang membentuk cara
berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk memahami
faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit dalam
menjaga kesehatan dirinya
3) Faktor emosi
Faktor emosi yang mempengaruhi keyakinan terhadap adanya
dukungan dan cara melakukan sesuatu. Respon emosi yang
baik akan memberikan antisifasi penanganan yang baik
terhadap berbagai tanda sakit, namun jika respon emosinya
buruk kemungkinan besar akan terjadi penyangkalan terhadap
gejala penyakit yang ada.
b. Faktor eksternal
Berasal dari luar individu itu sendiri dan terdiri dari tiga hal, yaitu
1) Praktik keluarga
Cara keluarga memberikan dukungan yang mempengaruhi
penderita dalam melaksanakan kesehatannya secara optimal.
Tidakan dapat berupa pencegahan yang dicontohkan keluarga
kepada anggota keluarga.
2) Faktor sosioekonomi
Variabel faktor sosial dapat meningkatkan resiko terjadinya
penyakit, mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan serta
19

bereaksi terhadap penyakitnya. Sementara faktor ekonomi


menjelaskan bahwa semakintinggi ekonomi seseorang
biasanya dia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala
penyakit yang dirasakan sehingga ia akan segera mencari
pertolongan ketika merasa adanya gangguan kesehatan.
3) Latar belakang budaya
Faktor ini akan banyak mempengaruhi keyakinan, nilai, dan
kebiasaan individu dalam memberikan dukungan termasuk
cara pelaksanaan kesehatan pribadi.

6. Pengukuran Dukungan Keluarga


Menurut Friedman, (2010) Pengukuran dukungan keluarga meliputi
keempat komponen dukungan keluarga yaitu dukungan instrumental,
dukungan informasional, dan dukungan emosional. Pengukuran
dukungan keluarga tersebut dibuat dalam bentuk kuisioner sesuai dengan
tinjauan pustaka untuk setiap komponen dukungan keluarga. Kuisioner
tersebut akan dinilai dengan menggunakan skala likert yang kemudian
akan dibagi manjadi tiga kategori dukungan keluarga yaitu :
a. Kategori baik, bila keempat komponen dukungan keluarga
terpenuhi
b. Kategori cukup, bila salah satu dari keempat komponen dukungan
keluarga tidak terpenuhi
c. Kategori kurang, bila keempat komponen dukungan keluarga tidak
terpenuhi

D. Konsep Penyakit TBC

1. Pengertian TBC
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dan biasanya menjangkiti paru. (Esther,
2010).
20

Sedangkan menurut Mahdiana (2010), Tuberkulosis ialah suatu infeksi


menular dan bisa berakibat fatal, yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis.

Dari pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan pengertian dari


Tuberkulosis yaitu penyakit menular yang menjangkiti paru yang bisa
berakibat fatal, yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.

2. Etiologi
Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5 – 4 mikron x 0,3 –
0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok,
bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan
luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Bakteri ini
mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan terhadap pencucian
warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut basil tahan
asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Kuman
tuberculosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat
dorman dan anaerob. Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100
0
C selama 5 – 10 menit atau pada pemanasan 60 oC selama 30 menit, dan
dengan 70 – 95 % selama 15- 30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam
di udara terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-
bulan), dapaat hidup bertahun-tahun di dalam lemari es, hal ini terjadi
karena kuman berada dalam sifat dorman. Dari sifat dorman ini kuman
dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis aktif lagi, namun
tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara. Data pada tahun 1993
melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90 % udara bersih dari
kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali partukaran udara. Di dalam
jaringan kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni di dalam
sitoplasma makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian
21

disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini


adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan
oksigen pada bagian apical paru – paru lebih tinggi dari bagian lain,
sehingga bagian apical ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberculosis. (Widoyono, 2008).

Menurut Sulianti (2004) berpendapat bahwa Kuman ini berbentuk batang


lurus atau sedikit bengkok berukuran panjang 1-4 um dan tebal 0,2- 0,6
um, bersifat aerob, tidak membentuk spora dan tidak bergerak. Kuman
ini masih dapat hidup pada suhu 30–420 C walaupun suhu optimal untuk
tumbuh dan berkembangbiakan 370 C.

3. Gejala Penyakit TBC


Menurut Sudoyo, dkk (2009), Tanda dan gejala Tuberculosis Paru, yaitu:
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza tetapi panas
badan kadang-kadang dapat mencapai 40-41oC. Serangan demam
pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul
kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza
ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan
demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan
tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang
masuk.
b. Batuk atau batuk darah
Gejala ini banyak di temukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi
pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-
prosuk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus di setiap penyakit
tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah batuk berkembang
dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk
22

kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan


menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut
adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang
pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada
kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
c. Sesak napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah
lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan, nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau
melepaskan napasnya.
e. Malaise
Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala
malaise sering ditemukan berupa aneroksia, tidak ada nafsu makan,
badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri
otot, keringat malam dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama
makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

4. Diagnosa TB Paru (Sudoyo, 2009)


a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu sewaktu pagi sewaktu (SPS)
b. Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional,
penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis
merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,
biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang
diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
23

c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan


pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis.
d. Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan
aktifitas penyakit.

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tuberkulosis


Adapun faktor yang memengaruhi kejadian tuberkulosis diantaranya :
a. Faktor ekonomi, keadaan sosial ekonomi yang rendah pada
umumnya berkaitan erat dengan berbagai masalah kesehatan
karena ketidakmampuan dalam mengatasi masalah kesehatan.
Masalah kemiskinan akan sangat mengurangi kemampuan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan gizi, pemukiman dan
lingkungan sehat, jelas semua ini akan mudah menumbuhkan
penyakit tuberkulosis.
b. Status gizi, ini merupakan faktor yang penting dalam timbulnya
penyakit tuberkulosis. Berdasarkan hasil penelitian kejadian
tuberkulosis menunjukakan bahwa penyakit yang bergizi normal
ditemukan kasus lebih kecil daripada status gizi kurang dan
buruk.
c. Status pendidikan, latar belakang pendidikan mempengaruhi
penyebaran penyakit menular khususnya tuberkulosis.
Berdasarkan hasil penelitian mengatakan semakin rendah latar
belakang pendidikan kecenderungan terjadi kasus tuberkulosis,
hal ini faktor terpenting dari kejadian TBC.

6. Cara Penularan TBC


Sumber penularan adalah pasien tuberkulosis Basil Tahan Asam (TBC
BTA) positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman
ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk
24

dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan


terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang
lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan
selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositipan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang
memungkinkan seseorang terpajan kuman tuberkulosis ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut
(Depkes RI, 2007).

Menurut buku totur Fakultas kedokteran Universitas Riau (2006),


penularan TB dapat terjadi jika seseorang penderita TB berbicara,
meludah, batuk, atau bersin, maka kuman-kuman TB berbentuk batang
(panjang 1-4 mikron, diameter 0,3-0,6 mikron) yang berada di dalam
paru-parunya akan menyebar ke udara sebagai partikulat melayang
(suspended particulate matter) dan menimbulkan droplet infection. Basil
TB tersebut dapat terhirup oleh orang lain yang berada di sekitar
penderita. Basil TB dapat menular pada orang-orang yang secara tak
sengaja menghirupnya. Dalam waktu satu tahun, 1 orang penderita TB
dapat menularkan penyakitnya pada 10 sampai 15 orang disekitarnya.

7. Resiko Penularan Tuberkulosis


Resiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Pasien TB dengan BTA positif memberikan kemungkinan resiko
penularan lebih besar dari pasien TB dengan BTA negatif. Resiko
penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang beresiko
terinfeksi TBC selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh)
orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. Infeksi TB
25

dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif


(Depkes RI, 2007).

Faktor Resiko Penyakit TB, pada dasarnya saling berkaitan satu sama
lainnya. Berbagai faktor resiko dapat dikelompokkan kedalam 3
kelompok faktor resiko yaitu faktor kependudukan, faktor lingkungan
dan faktor prilaku. Ketiga faktor tersebut adalah :
1) Faktor Kependudukan
Variabel kependudukan yang memiliki peran dalam timbulnya atau
kejadian penyakit TB, yaitu :
a. Status Gizi
Menururt Robinson dan Wieghley (1984) keadaan kesehatan
berhubungan dengan penggunaan makanan oleh tubuh. Faktor-
faktor yang mempengaruhi Status Gizi :
a) Faktor langsung, dipengaruhi oleh asupan makanan dan
penyakit, khususnya penyakit infeksi.
b) Faktor tidak langsung
1) Faktor ekonomi, penghasilan keluarga yang
mempengaruhi status gizi.
2) Faktor pertanian, kemampuan produksi pangan
3) Faktor budaya, masih ada kepercayaan untuk
memantang makanan tertentu, yang dipandang dari segi
gizi mengandung zat gizi yang baik.
4) Faktor pendidikan dan pekerjaan, faktor pendidikan
dapat mempengaruhi kemampuan menyerap
pengetahuan yang diperoleh. Faktor pekerjaan juga
dianggap mempunyai peranan penting.
5) Faktor kebersihan lingkungan, kebersihan lingkungan
yang jelek akan memudahkan menderita penyakit
tertentu (TB).
26

6) Faktor fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan


sangat penting untuk menyokong status kesehatan dan
gizi.
b. Kondisi sosial ekonomi.
WHO (2003) menyebutkan 90% penderita TB di dunia
menyerang kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau
miskin. Hubungan antara kemiskinan dengan TB bersifat
timbal balik, TB merupakan penyebab kemiskinan dan karena
miskin maka manusia menderita TB. Kondisi sosial ekonomi
itu sendiri, mungkin tidak hanya berhubungan secara langsung,
namun dapat merupakan penyebab tidak langsung seperti
adanya kondisi gizi buruk, serta perumahan yang tidak sehat,
dan akses terhadap pelayanan kesehatan juga menurun
kemampuannya.
Menurut perhitungan, rata-rata penderita TB kehilangan 3
sampai 4 bulan waktu kerja dalam setahun. Mereka juga
kehilangan penghasilan setahun secara total mencapai 30%
dari pendapatan rumah tangga.
c. Umur
Klinis terjadinya penularan tidak ada perbedaan karena
perbedaan usia, akan tetapi pengalaman menunjukkan bahwa
median umur penderita TB didominasi kelompok usia
produktif (15-50 tahun/75%). Fakta ini mungkin dikarenakan
pada kelompok umur tersebut mempunyai riwayat kontak
disuatu tempat dalam waktu yang lama.
d. Jenis kelamin
Dari catatan statistik meski tidak selamanya konsisten,
mayoritas penderita TB adalah wanita. Hal ini masih
memerlukan penyelidikan dan penelitian lebih lanjut, baik
pada tingkat behavioural, tingkat kejiwaan, sistem pertahanan
tubuh, maupun tingkat molekuler.
27

2) Faktor resiko lingkungan


Faktor lingkungan ini diantaranya :
a. Kepadatan
Kepadatan merupakan pre-requisite untuk proses penularan
penyakit. Semakin padat, maka perpindahan penyakit,
khususnya penyakit melalui udara, akan semakin mudah dan
cepat. Oleh sebab itu, kepadatan dalam rumah maupun
kepadatan hunian tempat tinggal merupakan variabel yang
berperan dalam kejadian TB. Untuk itu Departemen Kesehatan
telah membuat peraturan tentang rumah sehat, dengan rumus
jumlah penghuni/luas bangunan. Syarat rumah dianggap sehat
adalah 10m2 per orang (Depkes, 2003). Jarak antar tempat
tidur satu dan lainnya adalah 90 cm, kamar tidur sebaiknya
tidak dihuni 2 orang lebih, kecuali anak di bawah 2 tahun.
b. Lantai rumah
Secara hipotesis jenis lantai tanah memiliki peran terhadap
proses kejadian TB, melalui kelembaban dalam ruangan.
Lantai tanah, cenderung menimbulkan kelembaban, dengan
demikian viabilitas kuman TB di lingkungan juga sangat
dipengaruhi oleh kelembaban tersebut.
c. Ventilasi
Ventilasi bermanfaat bagi sirkulasi pergantian udara dalam
rumah serta mengurangi kelembaban. Ventilasi mempengaruhi
proses dilusi udara, dengan kata lain mengencerkan
konsentrasi basil TB dan kuman lain, terbawa keluar dan mati
terkena sinar ultra violet. Menurut persyaratan ventilasi yang
baik adalah 10% dari luas lantai (Depkes 2003).
d. Pencahayaan
Rumah sehat memerlukan cahaya cukup, khususnya cahaya
alam berupa cahaya matahari yang berisi antara lain ultra
violet. Cahaya matahari minimal masuk 60 lux dengan syarat
28

tidak menyilaukan. Semua cahaya pada dasarnya dapat


mematikan kuman, namun tentu tergantung jenis dan lamanya
cahaya tersebut.
3) Faktor resiko prilaku
Faktor risiko perilaku adalah kebiasaan yang dilakukan sehari-hari
yang dapat mempengaruhi terjadinya penularan atau penyebaran
penyakit. Yang termasuk faktor risiko perilaku dalam terjadinya
penularan TB adalah sebagai berikut :
a. Kebiasaan tidur penderita TB bersama-sama dengan dengan
anggota keluarga.
b. Tidak menjemur kasur secara berkala.
c. Kebiasaan membuang ludah / dahak sembarangan.
d. Kebiasaan tidak pernah membuka jendela ruangan.
e. Kebiasaan tidak membuka jendela kamar tidur.
f. Kebiasaan tidak pernah membersihkan lantai rumah.
g. Kebiasaan merokok.

8. Pencegahan Penyakit TB
Pencegahan penularan penyakit TB antara lain :
1) Bagi penderita, agar tidak menularkan kepada anggota keluarga
lain :
a. Apabila batuk , menutup mulut, agar keluarga dan orang lain
tidak tertular.
b. Jangan meludah disembarang tempat.
c. Gunakan tempat seperti kaleng yang tertutup dan berisi air
sabun atau lysol, untuk menampung dahak.
d. Buang dahak ke lobang WC atau timbun kedalam tanah
ditempat yang jauh dari keramaian.
2) Bagi masyarakat umum
a. Menghindari percikan ludah atau percikan dahak melalui
ventilasi yang efektif di kendaraan umum, ruang di tempat
29

umum (sekolah, tempat ibadah, ruang kerja, dll), ruang-ruang


di rumah dengan mengurangi konsentrasi partikulat melayang
b. Pencahayaan di dalam rumah, pencahayaan matahari
langsung ke dalam rumah/ruang mematikan kuman TB
karena terkena sinar ultra violet atau panas sinar matahari.
Pencahayaan yang cukup juga mencegah kelembaban dalam
ruang.
c. Menghindari kepadatan hunian, kepadatan hunian bersama
penderita TB aktif dalam rumah memungkinkan kontak
efektif untuk terjadinya infeksi baru pada penghuni rumah
d. Mencegah kepadatan penduduk/permukiman untuk menjamin
ventilasi yang efektif.
e. Mencegah pencemaran udara yang bersumber dari dalam
rumah seperti pemakaian bahan bakar hayati tanpa ventilasi
efektif, merokok, dll.
f. Menghindari adanya lantai tanah dalam rumah, karena lantai
tanah dapat menambah kelembaban dan memungkinkan
perkembangbiakan parasit.
3) Bagi balita.
a. Pemberian ASI eklusif, untuk menjamin status gizi balita.
b. Pemberian imunisasi BCG.

E. Konsep Drop Out dalam Pengobatan TB Paru

1. Pengertian
Menurut Haryanto (2002) kegagalan dalam pengobatan (Drop Out)
dikarenakan rendahnya tingkat pendidikan memberikan konstribusi yang
besar bagi rendahnya tingkat pemahaman pada penderita mengenai
penyakitnya.
30

Kasus kegagalan dalam pengobatan (Drop Out) menjadi salah satu


keberhasilan program pemberantasan TB Paru. Penderita yang gagal bisa
meninggal dunia namun juga tidak bisa sembuh dan tetap merupakan
sumber penularan bagi masyarakat sekitar, banyak faktor yang dapat
mempengaruhi kesembuhan penderita TB paru antara lain, umur, sosial
ekonomi, keteraturan minum obat dan penyakit kronis yang menyertai
pemakaian obat anti tuberkolosis sebelumnya dan adanya resisten efek
samping obat yang di minum (Zulkifli, 2001).

2. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Drop Out Pada


Pengobatan TB Paru
Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Drop Out
meliputi proses terjadinya penyakit disebabkan adanya instruksi antara
agen (faktor pengubah), penyakit, manusia itu sendiri dan faktor
lingkungan (Anggraeni, 2002).

Selain itu kurangnya tingkat pengetahuan penderita tentang penyakit


Tuberculosis Paru yang masih kurang karena sebagian besar yang putus
berobat hanya berlatar belakang pendidikan yang rendah, dimana dengan
pendidikan yang rendah maka akan berpengaruh terhadap pengetahuan
seseorang (Heryanto, 2002).

Kurangnya informasi dari perawat dan dokter sebagai petugas kesehatan


kepada penderita perihal pentignya berobat secara teratur, transportasinya
juga sulit dan mahal menjadikan seseorang menghentikan pengobatannya
(Philipus, 2002). Selain faktor tersebut diatas faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pasien Tuberculosis untuk menghentikan pengobatannya
(Drop Out), meliputi :
1) Faktor Individu
Dalam hal ini yang diambil untuk penelitian ini adalah dari faktor
individu terdiri dari :
31

a. Faktor besarnya pendapatan, seperti yang telah diungkapkan di


atas bahwa peranan terhadap penurunan tuberculosis paru. Hal
ini karena dengan kondisi keuangan yang cukup baik maka
orang akan membayar transport, berobat, memperbaiki pola
makan dan sebagainya (Robert, 2002).
b. Faktor tingkat pengetahuan penderita terhadap hasil penyuluhan
dan tanggapan yang diberikan penderita setelah mendapatkan
penyuluhan dari petugas kesehatan yang diberikan penderita
terhadap apa yang telah diketahui tentang penyakitnya (penyakit
TBC paru yang diantaranya) dan tingkat pengetahuan
dipengaruhi oleh faktor, seperti tingkat pendidikan, sikap
penderita sendiri terhadap penyakitnya. Dengan tingkat
pengetahuan yang dimiliki seseorang akan dapat menambah
wawasan mengenai kesehatan, pengetahuan kesehatan akan
berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah
dari pendidikan kesehatan. Selanjutnya perilaku kesehatan akan
berpengaruh kepada meningkatnya indikator kesehatan
masyarakat sebagai keluaran pendidikan kesehatan
(Notoatmodjo, 2003).
c. Faktor efek samping obat, menurut Sulianti (2004) faktor efek
samping obat adalah efek obat yang diakibatkan setelah
penderita minum obat. Setiap orang mempunyai daya tahan
tubuh yang berbeda, sehingga ada penderita yang biasa saja
setelah minum obat, ada yang rentan sehingga terjadi efek
samping obat. Dimana efek samping obat pada penderita TBC
Paru diantaranya : kulit berwarna kuning, air seni berwarna
gelap seperti air teh, muntah dan mual, hilang nafsu makan,
perubahan pada penglihatan, demam yang tidak jelas serta lemas
dan kram perut (PPTI, 2004).
32

3. Pengobatan dan Penyembuhan Ulang TB Paru


a. Tujuan Pengobatan
a) Menyembuhkan penderita
b) Mencegah kematian
c) Mencegah kekambuhan
d) Menurunkan tingkat penularan
b. Jenis dan Dosis OAT ( Obat Anti Tuberculosis )
1) Isoniaziz (INH)
Bersifat bakteria, dapat membunuh populasi 90% kuman, dosis
5 mg/kg BB.
2) Rifampisin (RMP)
Bersifat bakterisia membunuh kuman somi jarman (pensten)
dosis 10 mg/kg BB.
3) Pirazinomid (P2A)
Bersifat bakterisia membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Dosis 25 mg/kg BB.
4) Streptomicin (SM)
Bersifat bakterisia, dosis 15 mg/kg BB.
5) Etam butol (EMB)
Bersifat sebagai bakterrostatik 15 mg/kg BB.

c. Prinsip Pengobatan
Pengobatan Tuberculosis Paru diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap
intensif dan lanjutan.
a) Tahap insentif
Pengawasan ketat dalam tahap pengawasan intensif sangat
penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
b) Tahap lanjutan
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman perister
(dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
33

d. Monitoring Pengobatan
Menurut Sulianti (2004) agar penderita Tuberculosis Paru dapat
berobat sampai lengkap dan sembuh, dilakukan monitoring dengan 2
cara yaitu :
1) Monitoring hasil pemeriksaan sputum pada interval waktu
tertentu dalam pengobatan, biasanya pada akhir bulan ke-2
(akhir bulan ke-3 untuk kasus pengobatan ulang), akhir bulan
ke-5 dan akhir pengobatan (awal bulan ke-8)
2) Monitoring pengambilan obat oleh penderita apakah obatnya
diambil sesuai jadwal, ditambah dengan monitoring hasil
pengobatan yaitu melalui pembiakan sputum (pada awal bulan
dan setelah pengobatan lengkap)
Pemeriksaan sputum untuk melihat konversi Basil Tahan Asam (+)
menjadi (-) adalah indikator yang baik untuk melihat fase intensif
pengobatan diambil secara teratur dan efektif, Sedangkan untuk
kasus Tuberculosis Paru BTA (+) adalah dengan memeriksa kartu
pengambilan obat pada waktu pengobatan, dapat dilihat apakah
penderita mengambil obat teratur dan tepat sesuai jadwal. (Siswono,
2004).

Penderita Tuberculosis Paru yang rumahnya dekat dengan


Puskesmas, (pustu, polijos, kader, tenaga pelatih) dan unit kesehatan
lainnya, pengawas pengobatannya adalah petugas puskesmas atau
melibatkan keluarga penderita atau yang disebut PMO (pendamping
minum obat). (Harryanto, 2002).
34

F. Konsep Motivasi

1. Pengertian Motivasi
Menurut Uno ( 2011 ), motivasi dapat dianggap sebagai dorongan internal
dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan : (1) hasrat
dan minat untuk melakukan kegiatan, (2) dorongan dan kebutuhan untuk
melakukan kegiatan, (3) harapan dan cita-cita, (4) penghargaan dan
penghormatan atas diri, (5) lingkungan yang baik serta (6) kegiatan yang
menarik.

Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi


kontribusi pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor-
faktor yang menyebabkan, menyalurkan, dan mempertahankan tingkah
laku manusia dalam arah tekad tertentu (Nursalam, 2008).

2. Teori Motivasi

1) Teori hierarki kebutuhan Maslow


Teori motivasi yang paling dikenal mungkin adalah Teori Hierarki
Kebutuhan Abraham Maslow. Maslow adalah psikolog humanistik
yang berpendapat bahwa pada diri tiap orang terdapat hierarki lima
kebutuhan.
a. Kebutuhan fisik: makanan, minuman, tempat tinggal, kepuasan
seksual, dan kebutuhan fisik lain.
b. Kebutuhan keamanan: keamanan dan perlindungan dari
gangguan fisik dan emosi, dan juga kepastian bahwa kebutuhan
fisik akan terus terpenuhi.
c. Kebutuhan sosial: kasih sayang, menjadi bagian dari
kelompoknya, diterima oleh teman-teman, dan persahabatan.
35

d. Kebutuhan harga diri: faktor harga diri internal, seperti


penghargaan diri, otonomi, pencapaian prestasi dan harga diri
eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian.
e. Kebutuhan aktualisasi diri: pertumbuhan, pencapaian potensi
seseorang, dan pemenuhan diri sendiri; dorongan untuk
menjadi apa yang dia mampu capai.

Menurut Maslow, jika ingin memotivasi seseorang kita perlu


memahami ditingkat mana keberadaan orang itu dalam hierarki dan
perlu berfokus pada pemuasan kebutuhan pada atau diatas tingkat itu
(Robbins & Coulter, 2007).

2) Teori X dan Y McGregor


Douglas McGregor terkenal karena rumusannya tentang dua
kelompok asumsi mengenai sifat manusia: Teori X dan Teori Y.
Teori X pada dasarnya menyajikan pandangan negatif tentang orang.
Teori X berasumsi bahwa para pekerja mempunyai sedikit ambisi
untuk maju, tidak menyukai pekerjaan, ingin menghindari tanggung
jawab, dan perlu diawasi dengan ketat agar dapat efektif bekerja.
Teori Y menawarkan pandangan positif. Teori Y berasumsi bahwa
para pekerja dapat berlatih mengarahkan diri, menerima dan secara
nyata mencari tanggung jawab, dan menganggap bekerja sebagai
kegiatan alami. McGregor yakin bahwa asumsi Teori Y lebih
menekankan sifat pekerja sebenarnya dan harus menjadi pedoman
bagi praktik manajemen (Robbins & Coulter, 2007).

3) Teori Motivasi Higienis Herzberg


Teori ini menyatakan bahwa kepuasan dan ketidak-puasan seseorang
dipengaruhi oleh dua kelompok faktor independen yakni faktor-
faktor penggerakan motivasi dan faktor-faktor pemelihara motivasi.
Menurut Herzberg, karyawan memiliki rasa kepuasan kerja dalam
pekerjaannya, tetapi faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan
36

berbeda jika dibandingkan dengan faktor-faktor ketidakpuasan kerja.


Rasa kepuasan kerja dan rasa ketidak-puasan kerja tidak berada
dalam satu kontinum. Lawan dari kepuasan adalah tidak ada
kepuasan kerja sedangkan lawan dari ketidakpuasan kerja adalah
tidak ada ketidak-puasan kerja (Robbins, 2003).
Faktor-faktor yang merupakan penggerak motivasi (faktor- faktor
intrinsik) ialah :
a. Pengakuan (cognition), artinya karyawan memperoleh
pengakuan dari pihak perusahaan bahwa ia adalah orang,
berprestasi, baik, diberi penghargaan, pujian, dimanusiakan,
dan sebagainya.
b. Tanggung jawab (responsibility), artinya karyawan diserahi
tanggung jawab dalam pekerjaan yang dilaksanakannya, tidak
hanya semata-mata melaksanakan pekerjaan.
c. Prestasi (achievement), artinya karyawan memperoleh
kesempatan untuk mencapai hasil yang baik atau berprestasi.
d. Pertumbuhan dan perkembangan (growth and development),
artinya dalam setiap pekerjaan itu ada kesempatan bagi
karyawan untuk tumbuh dan berkembang.
e. Pekerjaan itu sendiri (job it self), artinya memang pekerjaan
yang dilakukan itu sesuai dan menyenangkan bagi karyawan.

Adapun faktor-faktor pemelihara motivasi (faktor-faktor ekstrinsik)


ialah :
a. Gaji yang diterima karyawan
b. Kedudukan (status) karyawan
c. Hubungan antar pribadi dengan teman sederajat, atasan atau
bawahan
d. Penyeliaan (supervisi) terhadap karyawan
e. Kondisi tempat kerja (working condition)
f. Keselamatan kerja (job safety)
37

g. Kebijakan dan administrasi perusahaan, khususnya dalam


bidang personalia

Menurut Herzberg, meskipun faktor-faktor pendorong motivasi baik


keadaannya (menurut penilaian karyawan), tetapi jika faktor-faktor
pemeliharaan tidak baik keadaannya, tidak akan menimbulkan
kepuasan kerja bagi karyawan. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan
motivasi dengan cara perbaikan faktor-faktor pemeliharaan, baru
kemudian faktor-faktor pendorong motivasi (Robbins, 2003).

4) Teori Kebutuhan McClelland


Teori kebutuhan McClelland dikemukakan oleh David McClelland
dan kawan-kawannya. Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan, yaitu
(Robbins, 2007) :
a. Kebutuhan pencapaian (need for achievement) : Dorongan
untuk berprestasi dan mengungguli, mencapai standar-standar,
dan berusaha keras untuk berhasil.
b. Kebutuhan akan kekuatan (need for pewer) : kebutuhan untuk
membuat orang lain berperilaku sedemikian rupa sehingga
mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.
c. Kebutuhan hubungan (need for affiliation) : Hasrat untuk
hubungan antar pribadi yang ramah dan akrab.

Apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan


prestasi seseorang individu . Menurut model ini, motivasi seorang
individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat
internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah :

a. Persepsi seseorang mengenai diri sendiri

b. Harga diri

c. Harapan pribadi

d. Kebutuhaan
38

e. Keinginan

f. Kepuasan kerja

g. Prestasi kerja yang dihasilkan.

Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang,


antara lain ialah :

a. Jenis dan sifat pekerjaan

b. Kelompok kerja dimana seseorang bergabung

c. Organisasi tempat bekerja

d. Situasi lingkungan pada umumnya

e. Sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.

3. Pengukuran Motivasi
Motivasi tidak dapat diobservasi secara langsung namun harus diukur.
Pada umumnya, yang banyak diukur adalah motivasi sosial dan motivasi
biologis. Ada beberapa cara untuk mengukur motivasi yaitu dengan tes
proyektif, kuesioner, dan perilaku. (Notoadmodjo, 2010).

Pengukuran motivasi menggunakan kuesioner dengan skala Likert yang


berisi pernyataan-pernyataan terpilih dan telah diuji validitas dan
realibilitas.
a. Pernyataan positif ( Favorable)
1) Sangat setuju (SS) jika responden sangat setuju dengan
pernyataan kuesioner yang diberikan melalui jawaban kuesioner
diskor 4.
2) Setuju (S) jika responden setuju dengan pernyataan kuesioner
yang diberikan melalui jawaban kuesioner diskor 3.
39

3) Tidak setuju (TS) jika responden tidak setuju dengan pernyataan


kuesioner yang diberikan melalui jawaban kuesioner diskor 2.
4) Sangat tidak setuju (STS) jika responden sangat tidak setuju
dengan pernyataan kuesioner yang diberikan melalui jawaban
kuesioner diskor 1.
b. Pernyataan negatif ( Unfavorable )
1) Sangat setuju (SS) jika responden sangat setuju dengan
pernyataan kuesioner yang diberikan melalui jawaban kuesioner
diskor 1.
2) Setuju (S) jika responden setuju dengan pernyataan kuesioner
yang diberikan melalui jawaban kuesioner diskor 2.
3) Tidak setuju (TS) jika responden tidak setuju dengan pernyataan
kuesioner yang diberikan melalui jawaban kuesioner diskor 3.
4) Sangat tidak setuju (STS) jika responden sangat tidak setuju
dengan pernyataan kuesioner yang diberikan melalui jawaban
kuesioner diskor 4.
Menurut Hidayat, (2009) Kriteria motivasi dikategorikan menjadi :
1) Motivasi Kuat : 67 – 100%
2) Motivasi Sedang : 34 – 66%
3) Motivasi Lemah : 0 – 33%
40

G. Kerangka Teori
Adapun yang mendasari kerangka teori ini adalah adanya hubungan
pengetahuan dan dukungan keluarga terhadap motivasi penderita TB Paru
dengan kasus drop out untuk berobat ulang ke Puskesmas Rawamerta adalah
sebagai berikut :

Efek samping obat


Penderita TB Paru

Dukungan keluarga dipengaruhi


oleh :

a. Faktor internal
1) Tahap perkembangan
2) Pendidikan
3) Emosi Perilaku
b. Faktor eksternal
1) keluarga
2) Sosioekonomi
3) Latar belakang budaya

Tingkat pengetahuan
keluarga dipengaruhi oleh :
Kegagalan dalam
a. Umur pengobatan TB
b. Pendidikan Paru ( Drop Out )
c. Pekerjaan untuk berobat ulang

Bagan 2.1: Kerangka Teori


Sumber : Notoatmodjo (2010), Friedman (2010), dan Sulianti (2004)

Anda mungkin juga menyukai