Tahapan Analisis :
Salah satu parameter tingkat keefisien dan kefektifan bagunan dapat dilihat dari
tingginya jumlah energi yang akan dikonsumsi.
Sebagai contoh lokasi pedesaan dengan suhu yang masih sejuk dengan pepohonan yang
rindang akan didesain degan jendela yang terbuka untuk dapat membawa angin masuk
kedalam rumah. Sementara lokasi ditengah kota dengan fungsi bangunan sebagai
perkantoran dengan jumlah lantai yang cukup banyak memerlukan alat trasportasi
vertikal (lift dan eskalator) untuk mendukung kenyamanan pengguna Gedung.
Sedangkan untuk pencahayaan alami dapat digunakan kaca-kaca jendela yang didesain
dapat memasukkan cahaya matahari kedalam Gedung namun tidak membuat ruangan
menjadi semakin panas.
Kyushu University melalui kegiatan Centre of Excelence , dengan megusung tema
sustainable habitat system, telah berhasil memformulasikan teori berkelanjutan
lingkungan dengan formulasi matematis sederhana yang mudah diingat yaitu T=W-D.
T=W–D
Sa : Safety ( keamanan )
C : Comfort ( kenyamanan )
Se : Sense
LCC : Life cycle cost (siklus biaya) Life – cycle evaluation = Total sum
Penerapan atap bertanam atau green roof merupakan salah satu pendekatan arsitektur
hijau untuk meingkatkan keefesienan peafaatan energi. Atap bertanam mampu
meperbaiki kualitas udara lingkunga dengan melakukan penyerapan Co2 dan
menghasilkan o2. Disampng itu, green roof mampu menurukan suhu dalam bagunan.
Dalam sebuah peelitian disebutkan bahwa atap bertanam mampu mereduksi knsumsi
eeri tahuna hingga 14,5%, pengurangan beban pendigin ruanga hingga 71,4%, dan
reduksi puncak nilai transfer panas pada atap hingga 63% ( feriadi dan frick,2007 )
Green building council Indonesia (GBCI) merupakan salah satu Lembaga yang sangat
peudli terhadap bangunan ramah lingkungan yang berbasis pada pembangunan yang
berkelanjutan. GBCI mengeluarkan system rating greenship yang digunakan untuk
melakukan penilaian terhadap sebuah Gedung.
Dalam greenship, efisiansi dan konservasi energi,konservasi air, sumber dan siklus
material,kualitas udara dan kenyamanan ruang, serta manajemen lingkungan bangunan.
Persyaratan awal sebuah bangunan yang dapat dinilai kehijauannya adalah bangunan
komersial dengan dengan luas sekurang – kurangnya 2.500m2 dan lokasi tapak
bangunan sesuai dengan peruntukan rencana tata ruag wilayah setempat. Selain itu,
terdapat beberapa persyaratan administrasi dan teknis bahwa bangunan sudah
memenuhi syarat pengelolaan lingkungan hidup, tahan gempa, memiliki standar
keselamatan dan kebakaran , serta memiliki fasilitas penyandang cacat.
Kategori tepat guna lahan memiliki prasyarat area dasar hijau dengan kriteria penilaian
meliputi pemilihan tapak (Nilai maksimat 2), Aksebilitas komunitaS (2), transportation
massal (2), fasilitas pengguna sepeda (2), lanskap pada lahan (3), iklim mikro (3), Dan
manajemen limpasan air human (3).
Kategori efisoensi dan konservasi energi memiliki prsyarat pemasangan sub meter Dan
perhirungan OOTB dengan kriteria penilaian meliputi tindakan efisiensi energi,
pencahayaan alami, ventilasi, pengaruh perubahan iklim dan peanfaatan energi
terbarukan setempat.
Prasyarat kategori konservasi air adalah Gedung memiliki alat pengukur penggunaan
air bersih dengan kriteria penilaian pengurangan pemakaian air, pemilihan alat pengatur
keluaran air, daur ulang air, sumber air alternative, pengumpulan air hujan, dan
lanskaap hemat air.
Prasyarat kategori sumber dan siklus material terdiri atas penggunaan kembali Gedung
dan material bekas, penggunaan produk yang proses pembuatannya ramah lingkungan,
penggunaan bahan yang tidak megandung ODS, kayu yang bersertifikasi,desain dengan
material modular, dan material local.
Prasyarat kategori kualitas udara dan kenyamanan ruangan meliputi kadar Co2,
pengendalian lingkungan atau asap rokok , polutan kimia,pemandangan keluar ruangan,
kenyamanan visual, kenyamanan suhu ruangan dan tingkat kebisingan dalam ruangan.
Greeship Kawasan mulai dicetuskan pada tahun 2012 oleh GBCI. Pada tahun 2013
dilakukan perumusan masalah dan pemunculan studi-studi kasus untuk dibahas
Bersama para ahli. Tahun 2013 draf pertama diluncurkan. Direncanakan pada tahun
2014 akan dilakukan diskusi Teknik yang lebih mendalam sebelum akhirnya
diluncurkan “Green ship Kawasan Indonesia”
Pedoman yang digunakan dalam penyusunan Greenship Kawasan Indonesia mengacu
pada peraturan pemerintah (SNI, UU,PP,Perpu) beberapa rating tool yang ada seperti
LEED Neighbordhood development, BREEM green township. Selain itu, diskusi –
diskusi ilmiah dengan parah ahli mengenai isu-isu local yang mengeluarkan beberapa
rumusan dan rekomendasi juga menjadirujukan.
Beberapa Kawasan yang dapat dinilai menggunakan draf greenship Kawasan ini adalah
Kawasan perumahan, Kawasan pusat kota dan bisnis, serta Kawasan industry besar dan
kecil.
DAUR ULANG
Konsep arsitektur hijau yang ramah lingkungan mensyaratkan adanya proses daur ulang
terhadap bangunan yang telah di gunakan dan hendak dirubuhkan. Proses
pascapemanfaatan bangunan ini menjadi titik penting karena ketika bangunan
dirobohkan maka limbah material yang dihasilkan akan merusak dan mencemari
lingkungan. Oleh karena itu, dalam teori bangunan hijau, jenis material yang digunaka
disamping tidak beracun pada saat digunakan juga harus dipikirkan proses daur ulang
pada saat bangunan tidak bermanfaat.
Dalam daur ulang bahan bangunan, material yang dapat didaur ulang adalah bata, beton,
dan kayu serta material lain yang sekiranya masih bias dimanfaatkan.
Dalam penelitiannya menunjukkan hasil bahwa keausan agregat kasar dari beton bekas
berkisar 26,5-30,68% sementara keausan agregat asli adalah 23,95%. Uji tekan beton
menunjukkan bahwa beton daur ulang memiliki kuat tekan berkisar 19 MPa hingga
28,4 MPa, sementara beton asli memiliki kuat tekan 27 MPa.
ZERO WASTE
zero waste secara sederhana didefinisikan sebagai pengolahan sampah dengan prinsip
3R (reuse,reduce dan recycle) yang dilakukan di lokasi yang sedekat mungkin dengan
sumber sampah.
Konsep zero waste lahir sebagai respon terhadap permasalahan yang ditimbulkan oleh
penanganan sampah saat ini. System angkut dan buang ke TPA menimbulkan persoalan
baru yakni tumpukkan dan gunungan sampah yang mencemari tanah air di Kawasan
TPA.
Kegiatan – kegiatan yang mendorong terwujudnya zero waste dalam satu kawasa
adalah :
o Pengomposan sampah – sampah organic
o Pendaurulangan sampah anorganik
o Peningkatan teknologi pembuangan sampah
o Peningkatan peran serta masyarakat dalam penanganan sampah.