Anda di halaman 1dari 13

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Wilayah Indonesia mencakup daerah-daerah yang mempunyai tingkat resiko
gempa yang tinggi diantara beberapa daerah gempa diseIuruh dunia, hal ini disebabkan
karena wilayah kepulauan Indonesia berada di antara 4 (empat) sistem tektonik yang
aktif. Yaitu tapal batas lempeng Eurasia, lempeng Indo- Australia, lempeng Filipina
dan lempeng Pasifik. Di samping itu Indonesia adalah negara kepulauan dengan garis
pantai terpanjang di dunia sehingga selain rawan terhadap gempa juga rawan terhadap
tsunami.
Gempabumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di
dalambumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak
bumi. Energiyang dihasilkan dipancarkan kesegala arah berupa gelombang gempabumi
sehingga efeknyadapat dirasakan sampai ke permukaan bumi.
Gempa bumi merupakan gerakan atau pergeseran lempeng bumi dan menyebabkan
terjadinya gempa dislokasi (sesar).

1.2 Rumusan Masalah


Apa Penyebab gempa dan besaran gempa serta teknologi terkini bangunan tahan
gempa?

1.3 Tujuan
o Pembaca dapat mengetahui apa penyebab terjadinya Gempa Bumi
o Untuk Memenuhi Tugas Rekayasa Gempa
BAB II
ISI

2.1 Gempa Bumi dan Penyebabnya


Gempa bumi (earth quake) adalah suatu gejala fisik yang ditandai dengan
bergetarnya bumi dengan berbagai intensitas. Getaran gempa dapat disebabkan oleh
banyak hal antara lain peristiwa vulkanik, yaitu getaran tanah yang disebabkan oleh
aktivitas desakan magma ke permukaan bumi atau meletusnya gunung berapi. Gempa
yang terjadi akibat aktivitas vulkanik ini disebut gempa vulkanik. Gempa vulkanik
terjadi di daerah sekitar aktivitas gunung berapi, dan akan menyebabkan mekanisme
patahan yang sama dengan gempa tektonik.
Getaran gempa dapat juga diakibatkan oleh peristiwa tektonik, yaitu getaran
tanah yang disebabkan oleh gerakan atau benturan antara lempeng-lempeng tektonik
yang terdapat di dalam lapisan permukaan bumi. Gempa yang terjadi akibat aktivitas
tektonik ini disebut gempa tektonik.
Selain gempa vulkanik dan gempa tektonik, terdapat juga gempa runtuhan,
gempa imbasan, dan gempa buatan. Gempa runtuhan disebabkan oleh runtuhnya tanah
di daerah pegunungan, sehingga akan terjadi getaran disekitar runtuhan tersebut.
Gempa imbasan biasanya terjadi di sekitar dam karena fluktuasi air dam, sedangkan
gempa buatan adalah gempa yang sengaja dibuat oleh manusia seperti ledakan nuklir
atau ledakan untuk mencari bahan mineral. Skala gempa tektonik jauh lebih besar
dibadingkan dengan jenis gempa lainnya, sehingga efeknya lebih banyak terhadap
bangunan.
Gerakan atau getaran tanah yang terjadi akibat gempa disebabkan oleh
terlepasnya timbunan energi yang tersimpan di dalam bumi secara tiba-tiba. Energi
yang terlepas ini dapat berbentuk energi potensial, energi kinetik, energi kimia, atau
energi regangan elastis. Pada umumnya gempa-gempa yang merusak lebih banyak
diakibat oleh terlepasnya energi regangan elastis di dalam batuan (rock) di bawah
permukaan bumi. Energi gempa ini merambat ke segala arah. dan juga kepermukaan
tanah sebagai gelombang gempa (seismic wave), sehingga akan menyebabkan
permukaan bumi bergetar.

2.2 Besaran Gempa


2.2.1 Skala Mercalli
Sebelum ditemukannya alat-alat pencatat getaran gempa, satu-satunya cara
untuk mengukur besarnya gempa adalah dengan jalan pengamatan langsung oleh
manusia. Untuk memudahkan pengamatan tersebut, dibuatlah daftar-daftar yang
mengklasifikasikan besarnya gempa, berdasarkan derajat kerusakan yang ditimbulkan
oleh gempa terhadap bangunan-bangunan. Skala daftar derajat kerusakan ini
dinyatakan dalam angka Romawi ( I, II, III, ….). Skala ini pada umumnya
digunakan untuk pengamatan oleh orang-orang yang sudah berpengalaman untuk
memperkirakan tingkat intensitas suatu gempa.
Daftar skala intensitas, pertama kali dikembangkan oleh Rossi dari Italia dan
Forrel dari Swiss. Skala ini, merujuk pada nilai I sampai X, yang untuk pertama kalinya
digunakan untuk melaporkan gempa San Fransisco yang terjadi pada tahun 1906. Pada
tahun 1902 seorang seimolog dan vulkanolog dari Italia bernama Giuseppe Mercalli
mengusulkan skala intensitas dari I sampai dengan XII. Pada tahun 1931, Harry O.
Wood dan Frank Neumann memodifikasi skala Mercalli ini, dan disebut skala
Modified Mercalli Intensity (MMI Scale) untuk mengukur intensitas gempa yang
terjadi di California, Amerika.
Skala MMI mempunyai 12 tingkatan intesitas gempa (I s/d XII). Setiap
tingkatan intensitas didefinisikan berdasarkan pengaruh gempa yang didapat dari
pengamatan, seperti goncangan tanah, dan kerusakan dari struktur bangunan seperti
gedung, jalan, dan jembatan. Tingkat intensitas I sampai VI, digunakan untuk
mendeskripsikan apa yang dilihat dan dirasakan orang selama terjadinya gempa ringan
dan gempa sedang. Sedangkan tingkat intensitas VII sampai dengan XII digunakan
untuk mendeskripsikan kerusakan pada struktur bangunan selama terjadinya gempa
kuat
Di dunia, setiap tahunnya terjadi rata-rata satu gempa dengan tingkat intensitas
X sampai XII, 10 sampai 20 gempa dengan intensitas VII sampai IX, dan lebih dari
500 gempa dengan intensitas I sampai VI. Setiap tahun terjadi hampir 100000 gempa
tetapi tidak dicatat manusia, oleh karena itu gempa-gempa ini tidak diklasifikasikan di
dalam skala MMI. Gempa dengan intensitas II dan III pada skala MMI dapat dianggap
setara dengan gempa dengan magnitude M=3 sampai M=4 pada Skala Richter. Gempa
dengan intensitas XI dan III pada skala MMI dapat dianggap setara dengan gempa
dengan magnitude M=8 sampai M=9 pada Skala Richter.
Hal-hal yang dapat menyebabkan banyaknya kerusakan dari bangunan pada
saat terjadi gempa adalah, desain dari konstruksi bangunan, jarak lokasi bangunan dari
pusat gempa, dan kondisi lapisan permukaan tanah dimana bangunan tersebut
didirikan. Desain dari konstruksi bangunan yang berbeda, akan memiliki daya tahan
terhadap gempa yang berbeda pula, serta semakin jauh lokasi bangunan dari pusat
gempa, semakin sedikit kerusakan yang akan terjadi. Demikian juga pengaruh dari
kondisi tanah dasar dimana bangunan didirikan, akan menyebabkan perbedaan pada
tingkat kerusakan yang dapat terjadi. Pada lokasi dimana lapisannya merupakan tanah
lunak, gempa akan menyebabkan bangunan bergoncang lebih keras dibandingkan jika
lapisan tanahnya merupakan tanah lunak. Bangunan-bangunan yang didirikan di atas
lapisan tanah lunak akan mengalami kerusakan yang lebih parah dibandingkan dengan
bangunan-bangunan yang didirikan di atas lapisan tanah keras.
Dari penjelasan mengenai tingkat kerusakan bangunan yang dapat terjadi akibat
gempa, terlihat bahwa penentuan dari nilai Skala Mercalli sangat bersifat subjektif
karena beberapa hal sebagai berikut :
o Tergantung pada jarak epicenter sampai tempat yang dimaksud
o Keadaan geologi setempat
o Kualitas dari bangunan-bangunan setempat di lokasi terjadinya gempa.
o Pengamatan manusia sangat dipengaruhi oleh keadaan panik akibat kekacauan
yang biasanya terjadi pada saat gempa.
Skala Mercalli tidak dapat digunakan secara ilmiah seperti Skala Richter.
Karena skala ini bersifat subjektif, maka untuk suatu kerusakan yang diakibatkan oleh
gempa, pengamatan yang dilakukan oleh beberapa orang akan mempunyai pendapat
yang berbeda mengenai tingkat kerusakan yang terjadi.
Tabel 1.1 Skala Intensitas Modified Mercalli ( MMI Scale )
Skala Keterangan
Intensitas
I Tidak terasa orang, hanya tercatat oleh alat pencatat yang peka
II Getaran terasa oleh orang yang sedang istirahat, terutama orang yang
berada
di lantai dan di atasnya
III Benda-benda yang tergantung bergoyang, bergetar ringan
IV Getaran seperti truk lewat. Jendela, pintu dan barang pecah belah
bergemerincing
V Getaran terasa oleh orang di luar gedung. Orang tidur terbangun.
Benda-benda tidak stabil di atas meja terguling atau jatuh. Pintu
bergerak menutup dan membuka.
VI Getaran terasa oleh semua orang. Banyak orang takut dan keluar rumah.
Berjalan kaki sulit. Kaca jendela pecah. Meja dan kursi bergerak.
VII Sulit berdiri. Getaran terasa oleh pengendara motor dan mobil. Genteng
diatap terlepas.
VIII Pengemudi mobil terganggu. Tembok bangunan retak.
IX Semua orang panik. Tembok bangunan mengalami kerusakan berat.
Pipa-pipa dalam tanah putus.
X Sebagian konstruksi portal dan temboknya rusak beserta pondasinya.
Tanggul dan bendungan rusak berat. Rel kereta api bengkok sedikit.
Banyak terjadi tanah longsor.
XI Rel kereta api rusak berat. Pipa-pipa di dalam tanah rusak
XII Terjadi kerusakan total. Bangunan-bangunan mengalami kerusakan.
Barang-barang terlempar ke udara.
Beberapa orang saksi mungkin akan melebih-lebihkan betapa banyaknya hal
buruk yang terjadi saat terjadi gempa. Jumlah kerusakan yang disebabkan oleh gempa
tidak dapat didata dengan teliti, sama halnya dengan kekuatan gempa itu sendiri.
Dengan demikian, skala intensitas tidak dapat digunakan sebagai ukuran untuk
menyatakan besarnya suatu gempa. Meskipun demikian, skala intensitas sangat
berguna untuk membuat garis isoseismal pada peta suatu daerah atau lokasi guna
menetapkan tempat-tempat atau daerah-daerah yang mempunyai derajat kerusakan
yang sama. Peta ini adalah yang sering disebut sebagai peta jalur gempa, dan berguna
sekali sebagai informasi di dalam perencanaan struktur bangunan tahan gempa.
Dengan ditemukannya alat seismograf, yaitu alat pencatat getaran gempa, maka
terbukalah kemungkinan untuk mengukur besarnya suatu gempa dengan lebih teliti.
Dari hasil pencatatan suatu alat seismograf, akan dapat diketahui jumlah energi kinetik
yang terlepas pada pusat gempa.

2.2.2 Skala Richter


Salah satu skala yang paling sering digunakan untuk mengukur kekuatan atau
besarnya gempa adalah Skala Richter (Richter Magnitude Scale), atau disebut
Local Magnitude(ML). Skala ini dibuat oleh DR. Charles F. Richter dari California
Institute of Technology pada 1934. Skala Richter didasarkan pada skala logaritma dan
ditulis dalam angka Arab (1, 2, 3,…. ).Besaran dari Skala Richter ditentukan dengan
mengukur amplitudo maksimum dari gelombang seismik yang tercatat pada alat
seismograf standartn Wood-Anderson, yang ditempatkan pada jarak 100 km dari pusat
gempa. Alat seismograf dapat mendeteksi gerakan tanah yang sangat kecil sebesar
0,00001 mm, sampai gerakan tanah sebesar 1 meter.
Karena besaran pada Skala Richter ditulis berdasarkan skala logaritma (base
10), ini berarti bahwa setiap penambahan satu angka pada Skala Richter, akan
mempresentasikan kenaikan sebesar 10 kali lipat pada pergerakan tanah akibat gempa.
Jadi dengan menggunakan skala ini, gempa yang tercatat 5 pada Skala Richter
(magnitude gempa M=5), akan mengakibatkan goncangan tanah sepuluh kali lipat
lebih kuat dibandingkan gempa dengan skala 4 (magnitude gempa M=4), dan
permukaan bumi akan bergerak sejauh 10 kali.
Untuk memberi gambaran mengenai angka-angka pada Skala Richter, maka
anggaplah hal ini sebagai suatu bentuk energi yang dilepaskan oleh bahan peledak.
Suatu gelombang gempa dengan tingkat magnitude gempa M=1 pada Skala Richter
akan melepaskan energi setara dengan energi ledakan 6 ton bahan peledak TNT.
Sebuah gempa dengan tingkat magnitude gempa M=8 akan melepaskan energi setara
dengan banyaknya energi yang dihasilkan oleh ledakan 6 juta ton TNT. Untungnya,
kebanyakan dari gempa yang terjadi setiap tahunnya mempunyai tingkat magnitude
kurang dari 2.5, sehingga terlalu kecil untuk dapat dirasakan oleh manusia.
Meskipun Richter yang pertama kali mengusulkan cara ini untuk mengukur
kekuatan gempa, ia hanya menggunakan suatu jenis alat seismograf tertentu dan
mengukur gempa dangkal di California Selatan. Untuk penggunaan berbagai jenis alat
seismograf untuk mengukur magnitude dan kedalaman gempa dari semua tingkatan
gempa, para Ilmuwan sekarang telah membuat skala magnitude yang lain, yang
semuanya sudah dikalibrasikan terhadap metoda asli dari Richter. Berikut ini adalah
sebuah tabel yang menggambarkan tingkatan magnitude dan kekuatan gempa,
pengaruh-pengaruhnya, serta perkiraan jumlah gempa yang terjadi setiap tahunnya.
Tabel 1.2 Magnitude dan Kelas Kekuatan Gempa

Magnitude Kelas Perkiraan


Kekuatan Pengaruh gempa kejadian
Gempa
Gempa pertahun
< 2,5 Minor Pada umumnya tidak dirasakan, tetapi 900,000
earthquake dapat direkam oleh seismograf.
2,5 s.d 4,9 Light Selalu dapat dirasakan, tetapi hanya 30,000
earthquake menyebabkan kerusakan kecil.
5,0 s.d 5,9 Moderate Menyebabkan kerusakan pada bangunan 500
earthquake. dan struktur-struktur yang lain.
6,0 s.d 6,9 Strong Kemungkinan dapat menyebabkan 100
earthquake kerusakan besar, pada daerah dengan
populasi tinggi.
7.0 s.d 7.9 Major Menimbulkan kerusakan yang serius. 20
earthquake
8.0 Great Dapat menghancurleburkan daerah yang satu setiap 5-
earthquake dekat dengan pusat gempa. 10 tahun
Gempa dengan magnitude M=5 dianggap sebagai gempa sedang (moderate
earthquake), sedangkan gempa dengan magnitude M=6 merupakan gempa kuat (strong
earthquake). Gempa dengan magnitude M=8 atau lebih, merupakan gempa sangat kuat
(great earthquake). Sebagai contoh gempa Los Angeles 1994 mempunyai magnitude
M=6,7 dan gempa San Fransisco 1906 mempunyai magnitude M=7,9.
Meskipun Skala Richter tidak mempunyai batas atas, tetapi gempa dengan
magnitude lebih dari M=8 sangat jarang terjadi. Gempa ini hanya terjadi sekali setiap
5 sampai 10 tahunnya di dunia. Demikian juga tidak terdapat batas bawah pada Skala
Richter. Suatu gempa berukuran 1/10 dari gempa dengan magnitude M=1, adalah
gempa dengan skala 0 pada Skala Richter. Dan gempa berukuran 1/10 dari gempa
dengan magnitude 0, adalah gempa dengan skala -1 pada Skala Richter. Gempa dengan
magnitude negatif pada skala Richter terjadi setiap hari, tetapi sangat kecil getarannya
sehingga sulit untuk dideteksi.
Magnitude gempa dapat mencermikan kondisi sesungguhnya dari besarnya
gempa. Magnitude tidak memberikan gambaran mengenai derajat kerusakan yang
disebabkan oleh gempa. Perlu dicatat, bahwa suatu gempa dengan magnitude besar
yang terjadi di tengah samudera, mungkin tidak akan mengakibatkan kerusakan pada
bangunan, bahkan getarannya pun mungkin tidak akan dirasakan oleh manusia yang
berada di darat. Sebaliknya suatu gempa dengan magnitude rendah tetapi mempunyai
pusat gempa yang dekat pada suatu kota yang padat penduduk serta penuh dengan
bangunan-bangunan, mungkin akan menyebabkan banyak kerusakan. Hubungan
sesungguhnya antara intensitas dan magnitude sangat sulit untuk ditentukan. Banyak
faktor disamping magnitudegempa dan jarak yang mempengaruhi besarnya intensitas.
Salah satu faktor yang berpengaruh adalah kondisi tanah. Meskipun demikian,
hubungan perkiraan antara besaran magnitude (Richter) dengan intensitas (MMI dapat
ditentukan sebagai berikut :
Tabel 1.3 Hubungan antara Magnitude dan Intensitas Gempa
Magnitude Intensitas Pengaruh-pengaruh Tipikal
( Richter ) ( MMI )
≤2 I – II Pada umumnya tidak terasa
3 III Terasa di dalam rumah, tidak ada kerusakan
4 IV – V Terasa oleh banyak orang, barang-barang bergerak,
Tidak adak kerusakan struktural
5 VI – VII Terjadi beberapa kerusakan struktural, seperti
Retak-retak pada dinding
6 VII – VIII Kerusakan menengah, seperti hancurnya dinding
7 IX – X Kerusakan besar, seperti runtuhnya bangunan
≥8 XI – XII Rusak total atau hampir hancur total

2.3 Teknologi Tahan Gempi


2.3.1 Fondasi bangunan melayang
Konsep bangunan seperti ini membuat bangunan mampu “mengapung” di atas
pondasi berupa bantalan karet timbal. Bantalan ini mengandung inti timah padat yang
dibungkus dalam lapisan karet dan baja. Pelat baja berfungsi untuk menempelkan
bantalan ke bangunan dan pondasinya. Sehingga ketika terjadi gempa, fondasi
bangunan memang akan bergerak, tapi tidak memindahkan struktur bangunan di
atasnya.
2.3.2 Peredam getar
Peredam getar merupakan teknologi yang biasa dijumpai di mobil. Namun, kini
peredam getar juga bisa digunakan untuk mendirikan bangunan bangunan. Peredam
getar akan memperlambat dan mengurangi besarnya getaran dengan memutar energi
kinetik dari suspensi yang memantul.
2.3.3 Pendulum
Solusi lain untuk menahan goyangan gempa, terutama bagi gedung pencakar
langit, adalah dengan menggunakan kabel baja yang mendukung massa serta cairan
peredam di antara massa dan bangunan. Saat gempa terjadi, pendulum akan bergerak
ke arah yang berlawanan dan menghamburkan getaran gempa. Teknologi pendulum ini
didesain untuk melawan resonansi dan meminimalkan respons dinamis dari struktur
bangunan.
2.3.4 Sekring
Peneliti dari Stanford University dan University of Illinois telah bereksperimen
dengan konsep sekring pada listrik untuk membangun gedung tahan gempa. Mereka
menggunakan kabel vertikal yang mampu menjangkau bagian atas setiap gedung dan
membatasi goyangan gempa.
Tak hanya itu, kabel ini juga memiliki kemampuan untuk menarik kembali
struktur bangunan hingga tegak ketika gempa reda. Selain itu, komponen lainnya
adalah sekering baja yang dapat diganti. Besi dari sekering ini mampu menyerap energi
seismik sebagai batuan bangunan dan dapat diganti relatif cepat.
2.3.5 Dinding bergoyang
Dinding bergoyang dikombinasikan dengan isolasi dasar, bisa menjamin
keamanan bangunan di wilayah gempa. Batuan dari dinding bergoyang di permukaan
tanah berfungsi mencegah beton di dinding dari kecacatan permanen.
Untuk menghadirkan teknologi ini, para insinyur menggunakan dua tingkat
bangunan dengan baja dan menggunakan sistem post-tensioning. Dengan sistem post-
tensioning, tendon baja mampu begerak seperti karet gelang yang dapat direntangkan
oleh dongkrak hidrolik, untuk meningkatkan kekuatan tarik dari dinding.
2.3.6 Selubung seismic
Beberapa ilmuwan telah membuat selubung seismik untuk membuat bangunan
seolah tak terlihat oleh gelombang pada permukaan tanah. Selubung ini dibuat dari
seratus cincin plastik konsentris yang terkubur di bawah fondasi bangunan. Saat
gelombang gempa mendekat, gelombang akan memasuki salah satu cincin di dasar dan
gelombang akan terjebak oleh cincin-cincin tersebut.
Dengan teknologi ini, gelombang gempa tidak dapat memberikan energi ke
bangunan, melainkan hanya melewati fondasi bangunan dan muncul di sisi lain
permukaan tanah.
2.3.7 Material paduan memori
Untuk menahan getaran gempa yang besar, banyak insinyur yang
bereksperimen dengan material pengganti konstruksi baja dan beton konvensional.
Material tersebut merupakan perpaduan titanium, nikel, atau nitinol, yang menawarkan
elastisitas mulai dari sepuluh hingga 30 persen daripada baja dan mampu menurunkan
tingkat kerusakan bangunan akibat gempa.
2.3.8 Serat karbon
Untuk menciptakan struktur bangunan yang lebih tahan gempa, para insinyur
dan produsen bahan bangunan mencoba menghasilkan pembungkus plastik berserat.
Mereka mencampurkan serat karbon dengan polimer yang mengikat, seperti epoxy,
poliester, vinil ester, atau nilon, untuk menciptakan bahan komposit yang ringan, tetapi
sangat kuat.
2.3.9 Biomaterial
Para insinyur juga mendapat inspirasi membuat bangunan tahan gempa dari
kerang laut. Ternyata, kerang laut mampu menyerap goncangan dan membuang
energinya ketika sebuah gelombang datang.
Selain kerang, inspirasi juga datang dari benang laba-laba yang kaku ketika
ditarik, kemudian lentur, dan menjadi kaku lagi. Respons kompleks dari benang laba-
laba ini membuat jaring laba-laba menjadi dinamis di bawah tekanan yang berat. Kini,
para insinyur perlu mengembangkan bahan-bahan konstruksi yang mampu meniru
kemampuan kerang dan benang laba-laba.
2.3.10 Tabung karton
Kardus pun bisa menjadi bahan konstruksi bangunan yang kokoh dan tahan
lama. Mengapa demikian? Sebab, dengan sifatnya yang ringan dan fleksibel, struktur
tersebut dapat menahan guncangan gempa lebih baik daripada beton. Meskipun bisa
runtuh, kemungkinan untuk menimbun orang yang berada di dalam pun lebih kecil
karena bahannya yang ringan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pelcing. A. C. E : buku ajar rekayasa gempa
https://www.academia.edu/16294939/buku_ajar_rekayasa_gempa
2.

Anda mungkin juga menyukai