Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

THYPOID FEVER
DI RUANG RAUDHOH RUMAH SAKIT ISLAM FATIMAH

Disusun Oleh:
Nama : Agus Hadi Nuryanto
Nim : 2019.04.068

PROGRAM STUDY PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN
THYPOID FEVER

A. DEFINISI
Demam thypoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Rampengan, 2013).
Thypoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella para thypi A,B,C sinonim dari penyakit ini adalah Thypoid
dan Parathypoid abdominalis (Patriani,2008).
Demam thypoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri Salmonella
typhii dan bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit menular
(Cahyono,2010).

Demam thypoid adalah infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh


Salmonella Thypii (Elsevier,2013). Thipoid adalah penyakit infeksi sistemik
akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui
makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari
orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 2014 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari
penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis. (Syaifullah Noer,
2015).

B. ETIOLOGI
Etiologi dari demam thypoid adalah:
1. Bakteri Salmonella Thyposa.
2. Bakteri Salmonella Parathyposa A,B,dan C.
Salmonella Thyposa sangat resisten dan dapat hidup lama dalam air yang
keruh atau pada makanan yang terkontaminasi. Salmonella parathypi basil
gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora. Mempunyai
sekurang-kurangnya empat macam antigen yaitu antigen O (somatik), H
(flagela), VI dan protein membran hialin (Kasendaadhd,2013).
C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut ngastiyah (2012: 237), demam thypoid pada anak biasanya lebih
ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari
jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang
terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal,
perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak
bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan,
yaitu:
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris
remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat
lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun
dan normal kembali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-
pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung
dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut
kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen.
Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan
terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat
ditemukan pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol,
yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit,
yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan
pula trakikardi dan epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan
tetap berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua
setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut
teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak
dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.
D. PATOFISIOLOGI
Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang
tercemar oleh salmonella (biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian kuman
dapat dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke usus
halus. Jika respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka
basil salmonella akan menembus sel-sel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju
lamina propia dan berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum
distal dan kelejar getah bening mesenterika.
Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika
mengalami hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia)
melalui ductus thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikulo endotalial
tubuh, terutama hati, sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portar dari
usus.
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma,
dan sel mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa
(splenomegali). Di organ ini, kuman salmonlla thypi berkembang biak dan
masuk sirkulasi darah lagi, sehingga mengakibatkan bakterimia kedua yang
disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit
kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler, dan gangguan mental koagulasi).
Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di
sekitar plak peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses
patologis ini dapat berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan
mengakibatkan perforasi usus. Endotoksin basil menempel di reseptor sel
endotel kapiler dan dapat mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan
neuropsikiatrik kardiovaskuler, pernapasan, dan gangguan organ lainnya.
Pada minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi hyperplasia plak peyeri.
Disusul kemudian, terjadi nekrosis pada minggu kedua dan ulserasi plak
peyeri pada minggu ketiga. Selanjutnya, dalam minggu ke empat akan terjadi
proses penyembuhan ulkus dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut).
Sedangkan penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui
berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari
tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
PATHWAY
E. KOMPLIKASI
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perporasi usus
c. Ilius paralitik
2. Komplikasi extra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatansepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma
uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan
arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah tepi: dapat ditemukan leukopenia, limfositosis
relatif, aneosinofilia, trombositopenia, anemia.
b. Biakan empedu: basil salmonella thypii ditemukan dalam darah
penderita biasanya dalam minggu pertama sakit.
c. Pemeriksaan WIDAL: Bila terjadi aglutinasi.
d. Identifikasi antigen: Elisa, PCR, IgM S thyphi dengan Tubex TF
cukup akurat.
e. Pemeriksaan SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi kembali ke
normal setelah sembuhnya demam thypoid. Kenaikan SGOT dan
SGPT ini tidak memerlukan pembatasan pengobatan.(Patriani,2008)
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan untuk pasien penderita thypoid, yaitu:
1. Tirah baring selama demam masih ada sampai minimal 7 hari bebas
demam atau kurang lebih 14 hari.
2. Diet
a. Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein
b. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
d. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari.
3. Obat-obatan
Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit thypoid. Waktu
penyembuhan bisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan. Antibiotika,
seperti ampicillin, kloramfenikol, trimethoprim sulfamethoxazole, dan
ciproloxacin sering digunakan untuk merawat demam tipoid di negara-
negara barat. Obat-obat antibiotik adalah:
a. Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi
dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari.
b. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol, diberi
ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.
Pemberian intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari.
c. Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.
Pemberian oral/intravena selama 21 hari.
d. Kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3
kali pemberian, oral, selama 14 hari.
e. Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50 mg/kg
BB/kali dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali
sehari, intravena, selama 5-7 hari.
4. Bila ada indikasi perforasi usus dilakukan operasi.
5. Mobilisasi bertahap bila panas badan mulai menurun
(Ummusalma,2007).
H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register
dan diagnosa medik.
b. Keluhan utama
Keluhan utama demam thypoid adalah panas atau demam yang tidak
turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare
serta penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke
dalam tubuh.
d. Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam thypoid.
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
f. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan sama sekali.
2) Pola eliminasi
Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama.
Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya
warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam
thypoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat
banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan
kebutuhan cairan tubuh.
3) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
4) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu
tubuh.
5) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan
penyakit anaknya.
6) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu
waham pada klien.
7) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat
di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
8) Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 410C,
muka kemerahan.
2) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
3) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam
dengan gambaran seperti bronchitis.
4) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin
rendah.
5) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kulit menurun, muka tampak pucat, rambut
agak kusam
6) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas),
mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa
tidak enak, peristaltik usus meningkat.
7) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
8) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan
konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi
didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus
meningkat.
ANALISA DATA
ANALISA KEPERAWATAN
NO DATA PENUJANG ANALISA DATA & DIAGNOSA
PATOFLOW KEPERAWATAN
DS1:DDOS: Bakteri salmonela Hipertermia
thyposa
 klien mengeeluh
demam
Masuk lewat makanan
 klien mengeluh
lemas
Menginfeksi saluran
DO DO :
pencernaan
o kenaikan suhu
tubuh diatas
masuk ke usus halus
rentang normal
demam thypoid
36,5-37,5 C
o kulit kemerahan
Inflamasi
dan kering
o pertambahan RR Masuk kedalam darah
Normal 16-20
x/menit Bakteri mengeluarkan
endotoksin
o takikardi
o kulit teraba panas
Peradangan lokal
meningkat

Merangsang
hipotalamsu

HIPERTERMI

2. DS; Bakteri salmonela Ketidakseimbangan


thyposa
 klien mengeluh nutrisi kurang dari
mengalami penurunan kebutuhan tubuh
nafsu makan Masuk lewat makanan
 klien mengeluh
mengalami penurunan Menginfeksi saluran
pencernaan
berat badan
DO DO:
masuk ke usus halus
 penurunan berat badan
20 % dari berat badan demam thypoid
 Kelelahan penurunan
Inflamsi
kekuatan otot
Anoreksia
 Klien terlihat tidak
tertarik nafsu makan
Berat badan menurun
 Bising usus > 10
x/menit
Ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

DS:
3. DS : Ganguan keseimbangan
Inflamsi
 Klien mengatkan cairan.
Anoreksia
lelah
 Dan sering buang
Inflamasi
air Besar/diare
Peningkatan
DO DO:
peristaltik usus
 Perubahan status
mental Cairan tubuh tidak
 Penurunan turgor terabsobsi
kulit dan lidah
 Penurunan Dikeluarkan oleh usus
haluaran urin
 Penurunan diare
pengisian vena
 Kulit dan ganguan
membrane mukosa keseimbangan cairan
kering
 Hematokrit
meningkat
 Suhu tubuh
meningkat
 Peningkatan
frekuensi nadi,
penurunan TD,
penurunan volume
dan tekanan nadi
 Konsentrasi urin
meningkat
 Penurunan berat
badan yang tiba-
tiba
 Kelemahan

DS:
4. DS : Intoleransi aktifitas
Demam thypoid
 klien mengatakan
aktivitasnya Inflamsi
dibantu
Anoreksia
 klien mengatakan
lemah dan cepat
Inflamasi
lelah
Intek makanan untuk
DO DO:
tubuh menurun
 BAB dan BAK
Metabolisme turun
diantum oleh
keluarga dan Energi yang
dihasilkan sedik
perawat
 terpasang infus Keletihan/Kelemahan
otot
 klien terlihat lemah
 kekuatan otot turun Intoleran aktifitas

2. Diagnosa keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan usus
halus
b. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu
tubuh, intake cairan peroral yang kurang (mual, muntah)
c. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah, anoreksia
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
3. Intervensi
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan usus
halus
Tujuan : suhu tubuh kembali normal
Kriteria hasil:
1) Tidak demam
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal

Intervensi:

1) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh tiap 2 – 4 jam.


R/: Mengetahui keadaan umum pasien
2) Berikan kompres dingin.
R/: Mengurangi peningkatan suhu tubuh
3) Atur suhu ruangan yang nyaman.
R/: Memberikan suasana yang menyenangkan dan menghilangkan
ketidaknyamanan.
4) Anjurkan untuk banyak minum air putih
R/: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan sehingga
perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
5) Kolaborasi pemberian antiviretik, antibiotik
R/: Mempercepat proses penyembuhan, menurunkan demam.
Pemberian antibiotik menghambat pertumbuhan dan proses
infeksi dari bakteri
b. Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan
peroral yang kurang (mual, muntah)
Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Tidak mual
2) Tidak demam
3) Muntah
4) Suhu tubuh dalam batas normal

Intervensi:

1) Jelaskan kepada pasien tentag pentingnya cairan


R/: Agar pasien dapat mengetahui tentang pentingnya cairan dan
dapat memenuhi kebutuhan cairan.
2) Monitor dan catat intake dan output cairan
R/: Untuk mengetahui keseimbangan intake da output cairan
3) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetic
R/: Untuk mengetahui pemberian dosis yang tepat
4) Kaji tanda dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat muntah,
kehausan dan turgor kulit
R/: Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon
terhadap dan atau efek dari kehilangan cairan
5) Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, nadi
cepat dan lemah
R/: Agar segera dilakukan tindakan/ penanganan jika terjadi syok
6) Berikan cairan peroral pada klien sesuai kebutuhan
R/: Cairan peroral akan membantu memenuhi kebutuhan cairan
7) Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan asupan
cairan secara dekuat
R/: Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan untuk
menambah volume cairan tubuh
8) Kolaborasi pemberian cairan intravena
R/: Pemberian intravena sangat penting bagi klien untuk
memenuhi kebutuhan cairan yang hilang
c. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual,
muntah, anoreksia
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Tidak demam
2) Mual berkurang
3) Tidak ada muntah
4) Porsi makan tidak dihabiskan

Intervensi:

1) Berikan makanan yang tidak merangsang saluran cerna, dan


sajikan dalam keadaan hangat
R/: Untuk menimbulkan selera pasien dan mengembalikan status
nutrisi
2) Monitor dan catat makanan yang dihabiskan pasien
R/ : Untuk mengetahui keseimbangan haluaran dan masukan
3) Kaji kemampuan makan klien
R/: Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai
indikator intervensi selanjutnya
4) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual
dan muntah
5) Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
6) Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan
makanan yang disukai
R/: Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi
yang dibutuhkan klien
7) Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk menghindari
makanan yang mengandung gas/asam, pedas
R/: Dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual
dan muntah dan menurunkan asupan nutrisi
8) Kolaborasi berikan antiemetik, antasida sesuai indikasi
R/: Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung yang
dapat memicu mual/muntah
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
Tujuan : pola tidur efektif
Kriteria hasil :
1) Melaporkan tidur nyenyak
2) Klien tidur 8-10 jam semalam
3) Klien tampak segar

Intervensi:

1) Kaji pola tidur klien


R/: Mengetahui kebiasaan tidur klien, mengetahui gangguan yang
dialami, memudahkan intervensi selanjutnya
2) Berikan bantal yang nyaman
R/: Meningkatkan kenyamanan meningkatkan pemenuhan istirahat
tidur
3) Berikan lingkungan yang nyaman, batasi pengunjung
R/: Mengurangi stimulus yang dapat mengganggu istirahat tidur
4) Anjurkan untuk melakukan teknik relaksasi nafas
dalam/masasepunggung sebelum tidur
R/: Meningkatkan relaksasi menstimulasi istirahat tidur yang
nyaman
e. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : nyeri hilang/berkuran
Kriteria hasil :
1) Tidak ada keluhan nyeri
2) Wajah tampak tampak rileks
3) Ttv dalam batas normal

Intervensi:

1) Kaji tingkat nyeri, lokasi, sifat dan lamanya nyeri


R/: Sebagai indikator dalam melakukan intervensi selanjutnya dan
untuk mengetahui sejauh mana nyeri dipersepsikan.
2) Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien.
R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga
merelaksasikan otot-otot.
3) Ajarkan tehnik nafas dalam
R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga
mengurangi nyeri
4) Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi
misalnya visualisasi, aktivitas hiburan yang tepat
R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian
5) Kolaborasi obat-obatan analgetik
R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa
nyeri
4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan
mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan
perawat serta bukan atas petunjuk tenaga kesehatan yang lain. Sedangkan
tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh
hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.
5. Evaluasi
Dari hasil intervensi diatas, evaluasi yang diharapkan :
a. Suhu tubuh normal (36 0C) atau terkontrol.
b. Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat.
c. Pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari optimal.
d. Kebutuhan cairan terpenuhi
DAFTAR PUSTAKA

Herdman t. Heather. 2010. Diagnosis keperawatan. Jakarta : EGC

Wong, dona l. 2008. Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta : EGC

NANDA. 2015. Diagnosis keperawatan.Nanda : Definisi dan Klasifikasi

Price, Sylvia. 20013. Patofisiologi volume 2.Jakarta : EGC

Wong, Dona L, dkk,. 2013. Maternal child nursing care 2nd edition. Santa Luis:
Mosby Inc.

Anda mungkin juga menyukai