Anda di halaman 1dari 4

1. Bagaimana sejarah konsep civil society dan masyarakat madani?

Jawab :

Sebanarnya konsep masyarakat madani adalah penerjemahan dan kontekstualisasi konsep


civil society yang sebelumnya telah berkembang di barat. Civil Society merupakan
suatu sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah koinoniah politike, yakni sebuah
komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonom-
politik dan pengambian keputusan.

Istilah ini juga dipergunakan untuk menggambarkan suatu masyarakat politik dan etis
dimana warga negara di dalamnya berkedudukan sama di depan hukum. Konsep tersebut telah
dicutaskan oleh Aristoteles. Lalu, di Indonesia, masyarakat madani sebagai terjemahan dari
civil society diperkenalkan kali pertama oleh Anwar Ibrahim (ketika itu Menteri Keuangan
dan Timbalan Perdana Menteri Malaysia) dalam ceramah Simposium Nasional dalam rangka
Forum Ilmiah pada Festival Istiqlal, 26 September 1995 Jakarta. Istilah itu diterjemahkan dari
bahasa Arab mujtama’ madani, yang diperkenalkan oleh Prof. Naquib Attas, seorang ahli
sejarah dan peradaban Islam dari Malaysia, pendiri ISTAC.

Kata “madani” berarti civil atau civilized (beradab). Madani berarti juga peradaban,
sebagaimana kata Arab lainnya seperti hadlari, tsaqafi atau tamaddun. Konsep madani bagi
orang Arab memang mengacu pada hal-hal yang ideal dalam kehidupan.Konsep masyarakat
madani bersifat universal dan memerlukan adaptasi untuk diwujudkan di Negara Indonesia
mengingat dasar konsep masyarakatmadani yang tidak memiliki latar belakang yang sama
dengan keadaan sosial-budaya masyarakat Indonesia.

2. Sebutkan prinsip-prinsip masyarakat madani dan jelaskan!


Jawab :

Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab dalam membangun,menjalani dan


memaknai kehidupannya.

Prinsip-Prinsip

1.Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh
terhadap setiap kegiatan publik, mereka berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam
menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasikan kepada
publik.
2.Demokratisasi, yaitu proses untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi sehingga
muwujudkan masyarakat yang demokratis.

3.Toleransi, yaitu kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap
sosial yang berbeda dalam masyarakat, sikap saling menghargai dan menghormati pendapat
serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.

4.Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang majemuk
disertai dengan sikap tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif dan merupakan rahmat
dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

5.Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian yang proporsiaonal
antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya.

6.Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa,
intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain, sehingga masyarakat memiliki
kedewasaan dan kemandirian berpolitik yang bertanggungjawab.

7.Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan
harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan
hukum yang sama tanpa kecuali.

3. Bagaimana peran yang dapat dilakukan oleh umat beragama dalam mewujudkan masyarakat
madani?

Jawab :
Peran yang dimana akan dilakukan oleh seluruh umat beragama yang dimana termasuk ke dalam
masyarakat madani adalah :

Menciptakan sebuah bentuk sikap yang dimana akan selalu saling memberikan
pengertian yang dimana berada dinata sesama umat beragama. Peran tersebut akan dapatlah
dilakukan dengan cara mengciptakan sebuah dialog intensif.

Melakukan sebuah bentuk dari studi dibidang agama dengan cara menciptakan sebuah
tujuan dari kerukunan akan umat beragama.

Melakukan segala macam bentuk usaha untuk melakukan penumbuhan dari sikap
demokratis, pluralis hingga toleran dari kepada sesama dari umat beragama pada masa sejak dini
untuk melalui sebuah pendidikan Islam yang dimana mewajibkan dari umatnya guna untuk
melakukan pendakwaan.

4. Sebutkan beberapa poin penting hak asasi manusia dalam Islam beserta ayat al-Qur’an yang
berkaitan dengannya!

Jawab :

Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal.
Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh
diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan
kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja menahan
diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan
menjamin hak-hak ini.

Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu
tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak
hanya menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi
melindungi hak-hak ini. Dari sinilah kaum muslimin di bawah Abu Bakar memerangi orang-
orang yang tidak mau membayar zakat.

Negara juga menjamin tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak ini dari pihak individu.
Sebab pemerintah mempunyai tuga sosial yang apabila tidak dilaksanakan berarti tidak berhak
untuk tetap memerintah. Allah berfirman:
"Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di muka bumi, niscaya mereka
menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan
munkar. Dan kepada Allah-lah kembali semua urusan." (QS. 22: 4)

5. Bagaimana hubungan Islam dan demokrasi?

Jawab :

secara normatif doktriner, dalam ajaran Islam terdapat prinsip-prinsip dan elemen dalam
demokrasi, meskipun secara generik, global. Prinsip dan elemen-elemen demokrasi dalam ajara
Islam itu adalah: as-syura, al-‘adalah, al-amanah, al-masuliyyah dan al-hurriyyah. Realitas
demokrasi dalam sebuah negara pernah diterapkan pada masa Nabi Muhammad dan
khulafaurrasyidin. Tetapi setelah itu, pada sebagian besar negara-negara Islam tidak mewarisi
nilai-nilai demokrasi tersebut. Realitas ini tidak hanya terjadi pada negara-negara Islam saja,
tetapi juga negara non-Islam (Barat). Inilah problem yang dihadapi oleh banyak negara. Secara
umum nilai-nilai agama memang belum banyak dipraktikkan dalam ikut memberikan kontribusi
pada banyak negara, apalagi negara sekular. Oleh sebab itu statement Fukuyama maupun
Huntington, yang mengatakan bahwa secara empirik Islam tidak compatible dengan demokrasi
tidak sepenuhnya benar. Sebab di negara non-Muslim pun demokrasi juga tidak sepenuhnya
diterapkan.

Anda mungkin juga menyukai