MINI PROJECT
Disusun Oleh:
Pembimbing:
dr. Rahmi Asfiyatul Jannah
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memasuki era milenium baru ini perlu diupayakan pengembangan
strategi program kesehatan yang efektif guna mendapatkan generasi penerus
bangsa yang kuat dan berkualitas. Generasi penerus bangsa yang kuat dan
berkualitas dapat diwujudkan melalui upaya-upaya yang terarah, sehingga
dapat dihasilkan generasi yang sehat yang merupakan modal dasar untuk
pembentukan generasi yang diharapkan. Berdasarkan kesepakatan global
(Millenium Development Goals/MDGs, 2000) pada tahun 2015 diharapkan
semua negara yang merupakan perwakilan dari 189 negara Perserikatan
Bangsa-bangsa (PBB) akan menjalankan kesepakatan tersebut yang
dimulainya pada September tahun 2000 berupa delapan butir tujuan untuk
dicapai pada tahun 2015. Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan
pembangunan masyarakat pada 2015.
Dimana tujuan keenam dalam MDGs adalah menangani berbagai
penyakit menular paling berbahaya dapat menurun sesuai yang diharapkan.
Dalam MDGs urutan teratas adalah Human Immunodeviciency Virus (HIV),
yaitu virus penyebab Acquired Immuno Deviciency Syndrome (AIDS)
terutama karena penyakit ini dapat membawa dampak yang menghancurkan,
bukan hanya terhadap kesehatan masyarakat namun juga terhadap negara
secara keseluruhan. HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh
manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan berbagai jenis
penyakit. AIDS sebenarnya bukan suatu penyakit tetapi merupakan kumpulan
dari gejala-gejala penyakit yang disebabkan oleh infeksi berbagai macam
organisme serta keganasan lain yaitu turunnya daya tahan tubuh penderita.
HIV menyerang dan merusak sel-sel limfosit T yang mempunyai peran
penting dalam sistem kekebalan seluler (Kemenkes RI, 2014).
HIV/AIDS merupakan masalah besar yang mengancam tingkat
kesehatan Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Saat ini tercatat
sekitar 34 juta orang di dunia mengidap virus HIV penyebab AIDS. Menurut
data terbaru World Health Organisation (WHO) dan United Nations
International Children’s Emergency Found (UNICEF) pada tahun 2013,
wilayah Afrika memiliki jumlah penderita HIV/AIDS sebanyak 7.580.000
orang, wilayah Asia Tenggara sebanyak 940.000 orang, Amerika sebanyak
200.000 orang dan Mediterania sebanyak 27.000 orang (Indraswari, dkk.,
2015). Hal ini juga sesuai dengan data dari Kemenkes RI (2014) yang
menyebutkan bahwa saat ini diseluruh dunia diperkirakan lebih dari 40 juta
orang mengidap HIV/AIDS. Sekitar 75% yang tertular HIV/AIDS berada
dikawasan Asia Pasifik dan Afrika. Lebih dari 20 juta jiwa telah meninggal
karena AIDS.
Pada kasus HIV/AIDS di Indonesia selama delapan tahun terakhir
mulai dari tahun 2005 – 2012 menunjukkan adanya peningkatan. Kasus baru
infeksi HIV meningkat dari 859 kasus pada tahun 2005 menjadi 21.511 kasus
ditahun 2012, sedangkan kasus baru AIDS meningkat dari 2.639 kasus pada
tahun 2005 menjadi 5.686 kasus pada tahun 2012. Dilaporkan bahwa sejak
pertama kali ditemukan (1987) sampai dengan September 2012, kasus HIV-
AIDS tersebar di 341 dari 497 kabupaten/kota di seluruh (33) provinsi di
Indonesia. Kasus HIV dari bulan Juli sampai dengan September tahun 2012,
jumlah kasus baru HIV yang dilaporkan sebanyak 5.489 kasus. Persentase
faktor risiko AIDS tertinggi adalah hubungan seks tidak aman pada
heteroseksual (81,9%), penggunaan jarum suntik tidak steril pada Penasun
(7,2%), dari ibu (positif HIV) ke anak (4,6%), dan LSL (2,8%) (Widarma,
dkk., 2017).
Data Statistik Indonesia tahun 2014 untuk kasus HIV/AIDS
menunjukan peningkatan dengan melaporkan jumlah penderita HIV/ AIDS
dari 1 Januari sampai dengan 30 September 2014 berjumlah 22.869 untuk
penderita HIV dan 1.876 untuk penderita AIDS. Secara kumulatif kasus
HIV/AIDS per tanggal 1 April 1987 sampai dengan 30 September 2014
sebanyak 150.296 untuk penderita HIV dan 55.799 untuk penderita AIDS,
jumlah kumulatif paling tinggi terdapat pada usia 20 – 29 tahun dan 9.796
penderita sudah mengalami kematian (Indraswari dkk., 2015).
Menurut data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2016, tren kasus
HIV/AIDS di Provinsi Jawa Tengah juga mengalami kecenderungan yang
meningkat. Jumlah kasus baru HIV dari tahun 2014 sampai tahun 2016 terus
mengalami peningkatan yaitu 2.867 kasus menjadi 3.005 kasus, dan menjadi
4.032 kasus. Kasus AIDS juga mengalami peningkatan setiap tahunya dari
tahun 2014 sampai dengan tahun 2016. Jumlah nya mencapau 740 kasus,
kemudian menjadi 963 kasus, dan 1.402 kasus. Kasus-kasus yang muncul ini
lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan dengan wanita. data
menyebutkan kurang lebih kasus HIV/AIDS pada pria sebesar 61,88% dan
pada wanita 38,12% (Kemenkes, 2017).
Data profil kesehatan Kabupaten Kebumen Tahun 2015 juga
menunjukan adanya peningkatan kasus HIV/AIDS dari tahun 2011 sampai
dengan tahun 2015. Pada tahun 2015 ditemukan sebanyak 44 kasus dari
perkiraan jumlah penderita sebanyak 63. Kejadian ini diibaratkan seperti
fenomena gunung es, dimana kasus yang didapatkan lebih sedikit dari jumlah
yang sebenarnya. Hal yang juga perlu diperhatikan adalah hasil dari rentang
umur 20-24 tahun dan rentang umur 25-49 tahun merupakan hasil yang paling
dominan dari data profil kesehatan Kabupaten Kebumen Tahun 2015. Hal
tersebut bisa menjadi acuan bahwa pencegahan pada usia remaja agar
mengurangi faktor resiko terinfeksinya virus HIV sangat perlu diperhatikan
(Dinkes Kebumen, 2015).
Pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS masih minim, pola hidup
mereka khususnya pada sub-populasi beresiko masih pada tahap kesadaran
yang sangat kurang, bahkan perilaku seks bebas dan penggunaan NAPZA
makin merajalela, seolah-olah melegalkan sistem hidup mereka yang
menyimpang dari norma dan hukum. Sehingga harus diselenggarakan upaya
optimal dan kerjasama semua pihak secara universal agar puncak
penanggulangan HIV/AIDS efektif dan efisien. Keadaan seperti HIV/AIDS
masih dianggap suatu aib oleh masyarakat ditambah oleh akibat minimnya
pengetahuan serta tingkat kesadaran orang – orang yang beresiko tinggi untuk
memeriksakan dirinya masih sangat rendah, sehingga banyak kasus yang
ditemukan terlambat yaitu saat pasien telah menderita AIDS. Oleh sebab itu,
HIV membutuhkan penanganan yang tidak hanya dari segi medis saja tetapi
juga dari segi psikososial dan berdasarkan dengan pendekatan kesehatan
masyarakat melalui kegiatan promotif, preventif, dan kuratif serta
mengembalikan semangat hidupnya sehingga penderita dapat diterima
masyarakat secara seutuhnya dan dapat hidup produktif secara ekonomi dan
biologis (Widarma, dkk., 2017).
Rentannya remaja terhadap penyimpangan seksual dan AIDS
bersumber dari perubahan fisiologis dan psikologis, berkaitan dengan
perkembangan organ reproduksi mereka. Pada tahap ini, individu berada di
antara dua fase kehidupan yang berbeda, yaitu masa kanak-kanak dan dewasa.
Rata-rata pengetahuan remaja mengenai AIDS masih kurang, padahal
pengetahuan ini diperlukan untuk dasar pencegahan AIDS, kalau remaja dapat
menghindari penularan tersebut demikian pula pemahaman yang benar
mengenai masalah seksualitas oleh remaja masih kurang, padahal cara
penularan tersering adalah melalui hubungan seksual (Husaini, dkk., 2016).
Remaja dan kaum muda merupakan cikal bakal sekaligus generasi
penerus bangsa yang seharusnya dilindungi dan mendapat perhatian khusus.
Djoerban (2000) mengatakan bahwa hasil studi perilaku, diantaranya beberapa
penelitian pada remaja dalam kaitannya dengan AIDS di berbagai lapisan
masyarakat di berbagai kota di Indonesia menunjukkan hal yang
memprihatinkan. Pengetahuan remaja mengenai AIDS ternyata masih kurang
(Rustamiji, 2000). Padahal pengetahuan ini diperlukan untuk dasar
pencegahan AIDS.
Pandangan bahwa seks adalah tabu membuat remaja enggan untuk
berdiskusi mengenai kesehatan reproduksinya dengan orang lain. Selain itu,
ada perasaan tidak nyaman bila harus membahas seksualitas dengan anggota
keluarganya sendiri, informasi yang salah tentang seks dapat mengakibatkan
pengetahuan dan presepsi seseorang mengenai seluk- beluk seks itu sendiri
menjadi salah. Melihat begitu banyaknya masyarakat khususnya remaja yang
belum mempunyai pengetahuan yang benar tentang penyakit HIV/AIDS dan
seks bebas dikalangan remaja membuat kami tertarik untuk mengetahui
hubungan pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan perilaku seksual remaja di
tingkat SMA. Sebagai bahan pertimbangan karena di tingkat SMA masih
sangat jarang dilakukan penyuluhan dan edukasi tentang HIV/AIDS dan
perilaku seksual remaja.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang ini maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah pengaruh penyuluhan HIV/AIDS terhadap peningkatan pengetahuan
tentang HIV/AIDS pada remaja di MAN 2 Kebumen, Kabupaten Kebumen,
Jawa Tengah Tahun 2017.
C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penyuluhan
HIV/AIDS terhadap peningkatan pengetahuan tentang HIV/AIDS pada remaja
di MAN 2 Kebumen, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah Tahun 2017.
D. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan yang
bermanfaat bagi pelajar tingkat SMA khususnya pada wilayah kerja
Puskesmas Kebumen I.
2. Dapat mengurangi faktor resiko masyarakat khususnya remaja agar tidak
terinfeksi virus HIV/AIDS dan dapat menekan angka kejadian HIV/AIDS
di Kabupaten Kebumen.
3. Bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian selanjutnya berkenaan
topik peneliti dapat digunakan sebagai bahan informasi dan referensi.
4. Bagi peneliti dapat menambahkan ilmu peneliti tentang topik penelitian
dan mengembangkan kemampuan dalam bidang peneliti.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. HIV/AIDS
1. Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang
menyebabkan terjadinya AIDS (Acquired immune deficiency syndrome)
pada seseorang (Brashers, 2008). Penderita HIV akan mengalami infeksi
kerusakan pada sistem imun tubuh yang ditandai dengan gejala AIDS
(Nursalam, 2007).
2. Cara Penularan
Virus ini hanya dapat ditularkan kepada seseorang melalui cairan darah,
semen, cairan vagina, cairan rektal dan ASI dari ibu yang terinfeksi HIV
ke anak. Cairan ini harus datang dalam kontak dengan membran mukosa
atau jaringan yang rusak atau langsung disuntikan ke dalam aliran darah
seperti dari jarum suntik (CDC, 2014).
Penularan HIV yang utama adalah melalui :
a. Hubungan seksual, baik secara vagina atau anal tanpa menggunakan
kondom.
b. “Multiple partners” atau memiliki infeksi menular seksual lain dapat
meningkatkan resiko infeksi saat hubungan seksual.
c. Penggunaan jarum suntik secara bergantian.
3. Faktor Resiko
Lima kelompok dewasa telah diidentifikasi mempunyai faktor risiko untuk
mengembangkan AIDS (Kumar, 2010) :
a. Kelompok homoseksual atau biseksual
b. Kelompok penyalahguna narkoba intravena
c. Kelompok haemophiliacs
d. Kelompok penerima darah dan komponen darah
e. Kelompok heteroseksual
4. Patogenesis dan Gejala Klinis
Meskipun berbagai sel dapat menjadi target dari HIV, namun ada
dua target utama infeksi HIV yaitu sistem imunitas tubuh dan sistem saraf
pusat. Mekanisme utama infeksi HIV adalah melalui perlekatan selubung
glikoprotein virus gp 120 pada molekul CD4. Partikel HIV yang berikatan
dengan molekul CD4 akan masuk ke sel hospes melalui fusi antara
membran virus dengan membran sel hospes dengan bantuan gp 41 yang
terdapat pada permukaan virus. Molekul CD4 banyak terdapat pada sel
limfosit T helper, namun sel lain seperti makrofag dan sel dendritik dapat
juga terinfeksi HIV dengan kombinasi virus-antibodi. Partikel virus yang
terinfeksi akan terbentuk pada saat sel limfosit T teraktivasi. Aktivasi sel T
CD4+ akan mengakibatkan aktivasi provirus. Karena protein virus
dibentuk dalam sel hospes, maka membran plasma sel hospes akan disisipi
oleh glikoprotein virus yaitu gp 41 dan gp 120. RNA virus dan protein
akan membentuk membran dan menggunakan membran plasma sel hospes
yang telah dimodifikasi dengan glikoprotein virus, membentuk selubung
virus dalam proses yang dikenal “budding”.
Menurut CDC ( Centre for Disease Control) fase perjalanan
infeksi HIV dapat dibagi kepada tiga tahap yaitu:
a. Tahap infeksi akut HIV
Dalam waktu 2- 4 minggu setelah terinfeksi virus HIV,
kebanyakan tapi tidak semua orang mengalami gejala mirip flu yang
digambarkan “worst flu ever. Fase ini terdapat pada 40-90% kasus
yang merupakan keadaan klinis yang bersifat sementara yang
berhubungan dengan replikasi virus pada stadium tinggi dan ekspansi
virus pada respon imun spesifik. Proses replikasi tersebut
menghasilkan virus-virus baru yang jumlahnya jutaan dan
menyebabkan terjadinya viremia yang memicu timbulnya sindroma
infeksi akut atau “primary HIV infection”. Gejalanya bisa berupa
demam yaitu yang paling umum, pembengkakan kelenjar, sakit
tenggorokan, ruam, kelelahan, nyeri otot dan sendi dan sakit kepala.
Gejala ini dapat berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa
minggu. Virus ini menggunakan sel CD4 untuk mereplikasi dan
menghancurkan sel tersebut dan ini menyebabkan jumlah CD4
menurun dengan cepat. Oleh karena ini, respon kekebalan tubuh akan
mulai membawa tingkat virus tubuh kembali ke tingkat yang disebut
viral set point yang merupakan tingkat relatif stabil virus dalam tubuh.
Pada titik ini, jumlah CD4 mulai meningkat, tetapi kemungkinan tidak
kembali ke tingkat pra-infeksi.
5. Diagnosis
Penegakkan diagnosis HIV dapat didahului melalu anamnesis dan
pemeriksaan fisik awal. Gejala dan tanda klinis yang patut diduga infeksi
HIV antara lain :
Keadaan umum
- Kehilangan berat badan > 10% dari berat badan dasar
- Demam (terus-menerus atau intermitten, temperature oral > 37,5 ºC)
yang lebih dari satu bulan
- Diare (terus menerus atau intermitten) yang lebih dari satu bulan
- Limfadenopati meluas
Kulit
- PPE ( Popular Pruritic Eruption) dan kulit kering yang luas
merupakan dugaan kuat infeksi HIV
Infeksi
- Infeksi jamur : kandidiasis oral, dermatitis seboroik, kandidiasis vagina
berulang
- Infeksi viral : herpes zoster berulang atau melibatkan lebih dari satu
dermatom, herpes genital berulang, kondiloma, moluskum
kontagiosum
- Gangguan pernafasan : batuk lebih dari satu bulan, sesak nafasm
tuberkulosis, pneumonia berulang, sinusitis berulang
- Gejala neurologis : nyeri kepala yang semakin parah, kejang demam,
menurunya fungsi kognitif
Tes antibodi adalah tes HIV yang paling umum untuk mencari
antibodi HIV dalam tubuh. Tes EIA ( Enzyme immunoassay)
menggunakan darah, cairan oral atau urin untuk mendeteksi antibodi HIV.
Hasil untuk tes ini dapat mengambil waktu untuk dua minggu manakala
tes antibodi Rapid HIV mengambil masa 10- 20 menit untuk menunjukan
hasilnya. Jika hasil positif diperoleh dari salah satu dari tes tersebut, maka
tes Western Blot harus dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil tersebut. Tes
ini dapat mengambil waktu selama dua minggu untuk mengkonfirmasi
hasil positif. Tes yang digunakan untuk mendiagnosis infeksi HIV pada
orang tertentu membutuhkan sensitivitas dan spesifisitas. Di Amerika
Serikat, ini dicapai dengan penggunaan algoritma menggabungkan dua tes
untuk antibodi HIV. Jika antibodi terdeteksi oleh tes awal dengan
menggunakan metode ELISA (Enzyme- Linked Immunoabsorbent Assay),
maka tes kedua digunakan dengan prosedur Western bolt untuk
menentukan ukuran antigen dalam test kit yang mengikat dengan antibodi.
Kombinasi dari kedua metode ini adalah sangat akurat (Samant, 2005).
Prosedur pemeriksaan laboratorium untuk HIV sesuai dengan
panduan nasional yang berlaku pada saat ini, yaitu dengan menggunakan
strategi 3 dan selalu didahului dengan konseling pra tes atau informasi
singkat. Ketiga tes tersebut dapat menggunakan reagen tes cepat atau
dengan ELISA. Untuk pemeriksaan pertama (A1) harus digunakan tes
dengan sensitifitas yang tinggi (>99%), sedang untuk pemeriksaan
selanjutnya (A2 dan A3) menggunakan tes dengan spesifisitas tinggi
(>99%). Antibodi biasanya baru dapat terdeteksi dalam waktu 2 minggu
hingga 3 bulan setelah terinfeksi HIV yang disebut masa jendela. Bila tes
HIV yang dilakukan dalam masa jendela menunjukkan hasil ”negatif”,
maka perlu dilakukan tes ulang, terutama bila masih terdapat perilaku
yang berisiko (Kemenkes RI, 2011).
Alur Pemeriksaa Laboratorium Infeksi HIV Dewasa (Kemenkes RI,
2011):
6. Penatalaksanaan
Untuk memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan pemeriksaan jumlah
CD4 (bila tersedia) dan penentuan stadium klinis infeksi HIV-nya. Hal
tersebut adalah untuk menentukan apakah penderita sudah memenuhi
syarat terapi antiretroviral atau belum. Berikut ini adalah rekomendasi cara
memulai terapi ARV pada ODHA dewasa.
a. Tidak tersedia pemeriksaan CD4
Apabila tidak tersedia pemeriksaan CD4, maka penentuan mulai terapi
ARV adalah didasarkan pada penilaian klinis.
b. Tersedia pemeriksaan CD4
Rekomendasinya adalah :
1) Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4 <350
sel/mmᶟ tanpa memandang stadium klinisnya
2) Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif, ibu
hamil dan koinfeksi Hepatitis B tanpa memandang jumlah CD4
Untuk ODHA yang akan memulai terapi ARV dalam keadaan
jumlah CD4 di bawah 200 sel/mm3 maka dianjurkan untuk memberikan
Kotrimoksasol (1x960mg sebagai pencegahan IO) 2 minggu sebelum
terapi ARV. Hal ini dimaksudkan untuk mengkaji kepatuhan pasien untuk
minum obat dan menyingkirkan kemungkinan efek samping tumpang
tindih antara kotrimoksasol dan obat ARV, mengingat bahwa banyak obat
ARV mempunyai efek samping yang sama dengan efek samping
kotrimoksasol.
Paduan atau kombinasi yang ditetapkan oleh pemerintah untuk lini
pertama adalah 2 NRTI + 1 NNRTI. Kombinasi yang dapat diberikan
adalah sebagai berikut :
7. Pencegahan
Dalam usaha mengurangi infeksi HIV, berbagai kaedah telah diterapkan,
salah satunya adalah kaedah ABCD, yaitu:
- Abstinence, yaitu menunda atau tidak melakukan kegiatan seksual
sebelum menikah.
- Be faithful, yaitu saling setia kepada pasangannya.
- Condom, yaitu menggunakan kondom bagi orang yang melakukan
perilaku seks berisiko.
- Drugs, tidak menggunakan jarum suntik secara bergantian dan tidak
secara bersama-sama dalam penggunaan napza (Komisi
Penanggulangan AIDS, 2010-2011).
Hasil yang diperoleh dari rumus adalah 59 siswa, kami buat menjadi 60
siswa.
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Tingkat Pengetahuan tentang HIV/AIDS pada remaja
2. Variabel Tergantung
Penyuluhan HIV/AIDS
D. Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat Ukur Skala
Penyuluhan Kegiatan pendidikan yang dilakukan Dokumentasi Nominal
HIV/AIDS dengan cara menyebarkan pesan,
menanamkan keyakinan, sehingga
masyarakat tidak saja sadar, tahu
dan mengerti, tetapi juga mau dan
bisa melakukan suatu anjuran yang
ada hubungannya dengan kesehatan
mengenai HIV/AIDS
Tingkat Hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah Nilai hasil Rasio
Pengetahuan seseorang melakukan penginderaan kuisioner
tentang terhadap suatu objek tertentu. sebelum dan
HIV/AIDS Penginderaan terjadi melalui panca setelah
indera manusia, terutama indera penyuluhan
penglihatan, pendengaran mengenai
penyuluhan HIV/AIDS
E. Pengumpulan Data
1. Alat pengumpulan data
Alat pengumpulan data yang dipergunakan adalah menggunakan kuisioner
yang terdiri dari 20 soal mengenai pengetahuan tentang HIV/AIDS
2. Cara pengumpulan data
Kuisioner di bagikan kepada seluruh sampel penelitian 1 hari sebelum
penyuluhan, kemudian diberi nilai. Setelah itu, diadakan intervensi berupa
penyuluhan. Kemudian sampel penelitian kembali mengisi kuisioner di
akhir kegiatan penyuluhan dan diberi nilai
F. Tata Urutan Kerja
1. Tahap Perencanaan
a. Pembuatan dan Pengajuan Surat Tugas dari Puskesmas Kebumen I.
Peneliti mengajukan pembuatan dan pengajuan surat tugas mengenai
“pengaruh penyuluhan HIV/AIDS terhadap peningkatan pengetahuan
tentang HIV/AIDS pada remaja di MAN 2 Kebumen, Kabupaten
Kebumen
b. Pembuatan Kuesioner
Kuesioner terdiri dari 20 butir pertanyaan mengenai HIV/AIDS dengan
model pertanyaan pilihan ganda
c. Pengajuan Perijinan Penelitian
Peneliti mengajukan surat Perijinan kepada Kepala Sekolah MAN 2
Kebumen.
2. Tahap Pelaksanaan.
a. Persetujuan dari Subjek Penelitian
Peneliti akan memberikan surat pernyataan persetujuan partisipasi
dalam penelitian ke siswa.
b. Pembukaan Absesnsi, Pembagian kuisioner dan Penyuluhan
Peneliti menggunakan data absensi acuan untuk menentukan subyek
penelitian. Setelah itu, pembagian kuisioner sebelum penyuluhan dan
setelah itu diberi nilai. Penyuluhan dilaksanakan di ruang kelas dengan
peserta sesuai dengan subjek penelitian yang sudah mengisi kuisioner
sebelumnya. Di akhir penyuluhan, peneliti kembali membagikan
kuisioner untuk diisi oleh subjek penelitian, kemudian diberi nilai.
G. Analisis Data
Data diolah menggunakan perangkat lunak komputer dan disajikan dalam
bentuk tekstular, tabuler, dan grafikal. Analisis dilakukan untuk mengetahui
pengaruh penyuluhan terhadap peningkatan pengetahuan tentang HIV/AIDS
menggunakan uji paired T test. Pemenuhan syarat uji parametrik dilakukan
dengan menggunakan uji Saphiro-Wilk untuk melihat normal tidaknya
sebaran data. Pengaruh penyuluhan HIV/AIDS terhadap peningkatan
pengetahuan tentang HIV/AIDS bermakna bila p ≤ 0,05 (Dahlan, 2006).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Profil Puskesmas
Puskesmas Kebumen I adalah salah satu Puskesmas dalam wilayah Kerja
Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Tepatnya berada di desa Kembaran
Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen Propinsi Jawa Tengah.
a. Visi dan misi
- Visi
Menuju masyarakat sehat dengan pelayanan berkualitas
- Misi
1) Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
kesehatan,
2) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu dan
berkeadilan,
3) Bekerja dengan professional,
4) Menyediakan sarana dan prasarana untuk kemudahan akses,
5) Menciptakan inovasi untuk perbaikan berkelanjutan
2. Data geografis
a. Letak Wilayah
Puskesmas Kebumen I terletak pada posisi 7.656o Lintang Selatan
dan 109,670o Bujur Timur. Terdiri dari 11 desa dengan luas wilayah
1224,854 Ha atau 1,364.0 Km2. Meliputi lahan persawahan seluas
264,34 Ha (67,61%), tanah tegalan seluas 298,95 (13,60%) tanah
pekarangan 598,985 Ha (25,92%), lain-lain 62,914 Ha (2,87%).
Puskesmas Kebumen I mempunyai wilayah binaan 9 desa dan 2
kelurahan. Terdiri dari desa Bandung, Candimulyo, Candiwulan,
Kalijirek, Kawedusan, Kembaran, Sumberadi, Muktisari, dan Murtirejo
dan 2 kelurahan yaitu : Panjer dan Tamanwinangun.
b. Batas Wilayah
Batas-batas wilayah sebagai berikut :
1) Sebelah Barat : wilayah kerja Puskesmas
Kebumen III
2) Sebelah Selatan : wilayah kerja Puskesmas
Bulupesantren
3) Sebelah Timur : wilayah kerja Puskesmas
Puskesmas Kebumen II
4) Sebelah Utara : wilayah kerja Puskesmas Alian
3. Data demografis
a. Pertumbuhan dan Persebaran Penduduk
Masalah utama kependudukan adalah : jumlah penduduk yang besar,
persebaran yang kurang merata serta komposisi penduduk yang kurang
menguntungkan dimana proporsi penduduk yang berusia muda relatif
lebih tinggi berimplikasi pada rasio beban tanggungan. Jumlah
penduduk pada akhir tahun 2016 di wilayah kerja Puskesmas Kebumen
I sebanyak : 42.580 dengan rincian jenis kelamin pria sebanyak 21.312
jiwa dan wanita sebanyak 21.268 jiwa, dengan kepadatan penduduk
rata-rata 1,364 orang/Km2.
b. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur
Komposisi penduduk menurut kelompok umur- dapat menggambarkan
tinggi rendahnya tingkat kelahiran. Selain itu komposisi penduduk juga
mencerminkan Rasio Beban Tanggungan (Dependency Ratio) yaitu
perbandingan antara penduduk umur non produktif (umur 0-l4 tahun +
umur 65 tahun keatas) dengan penduduk produktif (umur 15-64 tahun).
Tingginya Dependency Ratio mencerminkan besarnya beban
tanggungan pemerintah secara ekonomi di wilayahnya. Rasio Beban
Tanggungan untuk wilayah Puskesmas Kebumen I tahun 2016 sebesar
54,23% dengan penduduk sebesar 42.580 jiwa yang terdiri dari
penduduk usia produktif (15-64 tahun) 26.554 jiwa (laki-laki 13.897
jiwa dan perempuan 13.657 jiwa), anak-anak dan remaja (usia 0-14
tahun) 12.015 jiwa (laki-laki 6.149 jiwa dan perempuan 5.994 jiwa)
dan lanjut usia ( > 65 tahun ) 2.883 jiwa.
N Correlation Sig.
Lower Upper
Semua data yang terdapat pada kuesioner ini akan dirahasiakan. Hanya peneliti
yang mengetahuinya. Silakan mengisi pertanyaan yang tersedia dengan
melingkari jawaban yang anda pilih. Mohon untuk mengisi semua bagian
kuesioner ini dengan baik dan jujur. Apabila terdapat bagian yang kurang jelas,
silakan menanyakan kepada peneliti.
A. Identitas Siswa
Nama :
Umur :
Jenis kelamin : laki-laki / perempuan
Tempat tinggal : rumah sendiri
dengan orang tua
kos
rumah sewa dengan teman : Laki-laki
Perempuan
Dengan keduanya
10. Apakah bayi yang dilahirkan dari Ibu dengan HIV pasti tertular HIV ?
a. Pasti tertular
b. Belum tentu, bisa di cegah dengan mengkonsumsi obat ARV sedini
mungkin
c. Tertular saat mengkonsumsi ASI
d. Tidak tahu
11. Untuk mendeteksi virus HIV di dalam tubuh dilakukan tes apa?
a. Elisa dan Western Bold
b. Kultur
c. Polymerase chain reaction (PCR)
d. Tidak tahu
12. Berapa lama virus HIV dapat bertahan hidup di luar tubuh ?
a. 1-2 menit
b. 3-4 menit
c. > 1 jam
d. Tidak tahu
13. Antara berikut yang manakah merupakan gejala dari infeksi akut
HIV/AIDS?
a. Pembengkakan kelenjar, demam, muntah
b. Gejala mirip flu, demam, ruam
c. Luka pada kulit, diare, pneumonia
d. Tidak tahu
14. Pernyataan berikut bener mengenai HIV dan Infeksi Menular Seksual
adalah…
a. HIV dan IMS tidak saling mempengaruhi
b. Penderita HIV dan IMS sama-sama tidak bisa sembuh
c. HIV dan IMS dapat sembuh sempurna
d. Infeksi Menular seksual menyebabkan HIV
16. Apakah kepanjangan dari VCT yang biasa dilakukan pada pemeriksaan
kehamilan ?
a. Voluntary Counselling and Testing
b. Vulnerable Clinical Test
c. Virus Compromizing Test
d. Tidak tahu