Anda di halaman 1dari 8

BAB II

POTENSI WILAYAH BORNEO

BARAT

A. Letak Geografi dan Ekologi Tanah


Luas pulau Borneo yang dikenal Kalimantan yakni 750.000 km atau 73% teletak di wilayah
Indonesia, sisanya termasuk di luar wilayah Indonesia. Secara politis wilayah Kalimantan dibagi
menjadi Kalimantan Selatan, Timur, Tenggah dan Barat. Luas keseluruhan Borneo Barat,
146.760 km2, yang terbagi menjadi empat afdeling yakni Singkawang, Pontianak, Ketapang dan
Sintang. Borneo Barat merupakan daerah yang dikelilingi dengan tanah gambut. Iklim pulau
Borneo sangat baik untuk beberapa tanaman keras salah satunya karet dan kelapa. Seperti daerah
Landak memiliki dataran-dataran yang luas dan tanah berawa dengan keadaan udara yang sering
berubah-ubah. Kelembapan yang cukup tinggi ternyata berpengaruh terhadap tanaman-tanaman
yang tumbuh didataran Borneo. Musim penghujan terjadi pada bulan September hingga Maret,
dan kemarau terjadi sering diantara musim penghujan. Namun perubahan iklim tidak dapat
diperkirakan karena dipengaruhioleh angin, karena di Borneo Barat sering terjadi angin ribut dan
badai yang kuat. Pengunungan yang utama terdapat di distrik Serawak yang membujur dari arah
Daya menuju ke arah Timur laut. Di Serawak pegunungan ini disebut pegunungan Kristal, yang
memiliki ketinggian rata-rata 1.000 meter. Lalu di daerah Borneo bagian Timur dan Selatan juga
terbentuk dataran tinggi sehingga membentuk batas wilayah Borneo Barat, yang bentuknya
seperti segi tiga biasa disebut Westerafdeeling. Wilayah Borneo Barat sungai utamanya adalah
Sungai Kapuas, sedangkan sebelah utaranya terdapat Sungai Sambas dan di sbelah selatannya
ada Sungai Pawan dan Sungai Simpang. Borneo Barat hampir semuanya ditutupi dengan hutan
yang lebat sehingga berpengaruh terhadap suhu udara yang dingin di malam hari. Hutan-hutan
dibelah oleh sungai dan danau sedangkan delta-delta yang berawa-rawa hingga ratusan mil
ditumbuhi dengan berbagai macam tumbuhan liar. Tidak hanya hutan yang lebat, terdapat juga
satwa yang banyak di cari manusia untuk diperdagangkan yakni sarang burung walet, ikan
jelawat, kepiting, udang, kepah yang merupakan bahan makananbagi banyak orang. Tanah
Borneo sangat subur dan dapat ditanami dengan semua jenis tanaman, padi salah satunya yang
sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Kopi, tebu, lada juga tidak lepas dari tanaman budi daya saat
itu. Selain itu kelapa, pinang, durian dan tanaman perkebunan yang banyak digemari masyarakat
Borneo.
Daerah pesisir Barat Borneo, Singkawang berada di pesisir laut dan pegunungan Poteng,
gunung Pasi, dan gunung Raya. Sungai Singkawang yang bermuara di laut Natuna berada tepat
ditengah wilayah ini. Singkawang merupakan wilayah yang mendapatkan perhatian penting oleh
pemerintah Hindia Belanda sejak akhir abad ke 19. Sungai adalah urat nadi kehidupan
masyarakat Borneo, baik antara kawasan pedalaman yakni melalui anak sungai dalam berbagai
ukuran bermuara di sungai Kapuas. Sintang merupakan daerah sungai yang menghubungkan ke
daerah hulu Kapuas. Daerah aliran sungai Kapuas biasa terbagi menjadi tiga bagian besar, yakni
ujung paling atas sungai (gunung Cemara) sampai Putusibau disebut atas atau Hulu. Borneo
barat temasuk Sintang yang merupakan daerah paling penting pada abad 19 bagi Hindi Belanda,
dipengaruhi angin, musim Tenggara yang kering pada awal bulai Mei hingga Oktober dan angin
barat Luaut yang basah pada awal November hingga April. Curah hujan yang tinggi di awal
bulan November hingga April digunakan masyarakat untuk berlayar jauh sepanjang sungai
Melawi dan anak-anak sungai lainnya.

B. Jaringan Lalu Lintas Layaran


Seiring perkembangan sistem navigasi laut, jalur perdagangan beralih melalui laut bermula
dari Tiongkok dan Nusantara melalui selat Malaka ke India seterusnya ke laut Tengah melalui
dua jalur. Pertama Peluk Persia melalui Suria ke laut Tangah. Kedua laut Merah melalui Mesir
hingga tiba di laut Tengah. Barang-barang yang diperdagangkan seperti alat-alat rumah tangga,
makanan, minuman, rempah-rempah, pewangi, obat-obatan, pewarna bahkan budak. Permintaan
barang-barang mewah dari Timur sangat besar oleh orang-orang kaya di Eropa. Pelayaran India
dan Tiongkok telah berkembang setelah di operasikan angkutan laut berukuran besar yang dapat
mengangkut penumpang antara 600-700 orang yang disebut Jung. Tenyata wilayah Borneo Barat
terutama Pontianak, Mempawah dan Sambas menjadi jaringan pelabuhan dunia dalam
mengangkut barang-barang ekspor-impor. Borneo Barat juga tidak lepas dari tempat transit
kapal-kapal dagang baik datang maupun masuk. Pelabuhan Pontianak merupakan tujuan kapal-
kapal tesebut sedangkan Sambas tempat untuk mengirim barang-barang ekspor ke daerah
lainnya. Sungai Kapuas adalah jalur yang terhubung dengan laut sehingga tidak jarang kapl-
kapal masuk dan merapat di pelabuhan. Pontianak merupakan pusat kota dagang yang sudah
tercipta pada awal abad ke 19 hal ini ditandai dengan peran sungai Kapuas dan dibentuknya
parit-parit di dalam kawasan pemerintahan Hindia Belanda. Dengan adanya pelabuhan yang
menjadi pusat ekonomi ketika itu membuat Pontianak sangat ramai bahkan pertumbuhan kota di
iringi dengan dibangunnya pertokoan dan bioskop, hotel atau kawasan penginapan di dekat
demaga. Peran wilayah pedalaman dalam memenuhi kebutuhan pusat akan keberdaan
perdagangan kelapa sangat penting dan petani mampu melakukan komunikasi yang baik dengan
para pedagang. Wilayah pesisir di Singkawang pada abad ke 19 mengalami peningkatan jumlah
usaha petani yang dimana sebagian besar penduduk memanfaatkan daerah lembah, bukit,
maupun aliran sungai seperti Kulor, Petengahan, Pak Mion Theo, Sibale, Sirukam dan sungai
Belitung yang dialiri sungai Selakau.
Posisi pelabuhan Singkawang menjadi sangat penting didalam lalu lintas perdagangan
dengan Singapura dan bahkan menjadi pelabuhan peringkat ke 2 setelah Pontianak, artinya
Singkawang menjadi pusat perhatian dalam dan luar negeri dengan jalur hubungan laut dan
sungai yang tentu saja berpengaruh terhadap pemerintahan Hindia Belanda. Perahu dagang yang
beroperasi biasanya melakukan pelayaran ke pulau Jawa, Palembang, dan China. Sedangkan
sisanya melakukan perdagangan dengan Singapura, Riau dan Belitung. Kemudian kapal-kapal
yang datang ke Pontianak melakukan pedagangan pada umunya datang dari daerah Sumenep
atau kepulauan Natuna dan Tembelan.
C. Hubungan Antara Pusat dan Pedalaman
Pontianak tunggu dari keberadaan sungai Kapuas sebgai penggerak yang dimanfaatkan
sebgai modal transportasi air sehingga terbentuk ruang kota yang modern dengan bukti
berdirinya pelabuhan-pelabuhan besar. Dengan adanya parit-parit yang diciptakan sebgai jalur
transportasi ternyata mendapat respon dari pendatang Eropa yang mendirikan benteng dan
dermaga sehingga membentuk kawasan baru yang terpisah dengan kawasan yang di bentuk oleh
keraton. Dengan adanya pembuatan parit-parit oleh penduduk dan pemerintahan Kolonial Hindia
Belanda membuat pusat kota menjadi ramai dan bahkan berkembang sangat pesat.
D. Masyarakat Lokal Sebagai Pioner dalam Penanaman Karet dan Kelapa
Pada abad 19 dan 20 merupakan periode-periode penting dalam sejarah dimana terdapat
kebijakan-kebijakan Liberal dan munculnya politik etis di Indonesia. Sektor perkebunan menjadi
salah satu sumber ekonomi utama bagi penguasa kolonial selain bidang pertambangan. Sektor
perkebunan mulai diperkenalkan pada awal abad 19 dan semakin berkembang ketika masuknya
pengusaha-pengusaha swasta sebagai dampak sistem ekonomi Liberal yang diterapkan. Karet
menjadi salah satu produk perkebunan yang besar maknanya bagi perindustrian dunia Barat.
Pada periode awal abad 20 karet mulai diperkenalkan di Hindia Belanda. Benih-benih karet
mulai dibagikan oleh pemerintah pada tahun 1906- 1907, karet masih belum terkenal dipasaran
dunia. Orang Tionghoa menyebarkan benih karet kepada petani kecil di pedalaman. Karet mulai
mengambil alih peran utama kelapa di Borneo Barat. Harga karet yang melonjak sekitar tahun
1910an membangkitkan minat orang kepada tanaman baru ini dan terlihat dalam bentuk
meluasnya penanaman. Perkembangan industri karet berawal dari perkebangan pasar dunia yang
saat itu membutuhkan karet sebgai bahan industri. Kondisi pasar dunia yang kemudian
berdampak pada pertumbuhan ekonomi di Borneo Barat. Pribumi yang tadinya menjadikan opadi
dan hasil hutan sebgai sumber pendapatan sekarang beralih kepada meningkatkan perkenalan
pada tanaman karet sebagai komoditas utama di daerah tersebut.
Melayu
Koloni-koloni Melayu pertama menempati Mempawah dan Sambas, karena keuletan yang
dimiliki mereka mendapatkan sebuah kepercayaan dari penduduk setempat untuk menjadi
penguasa. Peran masyarakat Melayu dalam kategori keikutsertaan pada perkebunan karet dan
kelapa di Borneo Barat pada dasarnya dari kebutuhan hidup. Onderneming karet kebnyakan
berada di Hulu sungai Kapuas seperti Meliau, Sanggau dan Sintang. Aliran sungai merupakan
daerah yang didiami oleh orang-orang Melayu secara produktif membuka lahan yang digarap
menjadi kebun. Seperti dialiran Sungai Melawi juga terdiri dari orang-orang Melayu dan
berbagai etnis Dayak. Hubungan orang-orang Melayu dengan orang Dayak relatif baik. Bereka
beragama islam dan proses islamisasi terjadi ketika melakukan hubungan lebih intensif melalui
perdagangan barter atau perkawinan dengan perempuan perempuan dayak. Orang –orang
melayu dipedalaman banyak yang membuka lahan untuk penanaman perkebunan keret, padi, dan
beberapa tanaman subsisten hal ini disebabkan oleh faktor tanah dan geografis tempat tinggal
mereka. Seperti di derah Sintang orang orang melayu ada juga yang berperan menjadi pembeli
hasil hutan yang dijual baik dari orang melayu sendiri maupun membeli dengan orang orang
dayak. Pemukiman di Pontianak didominasi oleh sebagian orang Melayu yang berasal dari Arab
yang bermukim disisi sisi sungai yang bertemu. Rumah-rumah yang tidak beraturan sebagian
berdiri rapat berdekatan satu sama lain sebagian lagi cukup luas bangunannya dengan taman-
taman kecil secara berselang-selang di dalam kampung. Semua rumah dibangun diatas tiang-
tiang terbuat dari kayu nibung setinggi 6-7 kaki diatas tanah rawa. Mata pencaharian utama
adalah perdagangan yang berlangsung di Pontianak.

Cina

Perekonomian modern yang beorientasi ekspor dari borneo barat yang di pusatkan pada hasil
kekayaan alam maupun pertanian terbentuk pada paruh kedua abad ke 19. Dalam abad ini orang
tionghoa yang menjadi pemeran kunci, sedangkan yang menjadi penanam modal dan kegiatan
masih dikuasai orang barat. Peran orang tionghoa yang konsisten menjadi dasar pada para
pedagan yang datang untuk bertahan dan sedang bertransaksi di borneo barat. Semasa perang
monterado, imigran tionghoa datang ke borneo barat. Antara awal tahun 1856 dan maret 1857,
hanya ada 169 orang tionghoa yang datang ke borneo barat. Pada tahun 1858 yang datang 120
orang tionghoa, kebanyakan dari mereka telah menetap bertahun tahun di Singapura. Pada tahun
1920an para imigran diwajibkan untuk mendapatkan pendapatan yang teratur dan membayar
uang pungutan sebesar 100 gulden, untuk sebelum izin masuk kewilayah keresidenan.
Kedatangan para imigran disebabkan oleh beberapa alasan, yang pertama adalah diundang untuk
menjadi guru di sekolah swasta Tiongkok, dan yang berikutnya alasan kerja yang di sponsori
oleh para calon majikannya. Walaupun populasi orang Tiongkok di Borneo Barat melampaui
angka 100.000 pada tahun 1930, namun pertumbuhannya di tahun tersebut tidak laju seperti
tahun sebelumnya. Pada saat orang Tionghoa menetap di Borneo, mereka tinggal di lingkungan
istana dan kota-kota pelabuhan seperti Sambas dan Sukadana. Merantaunya orang Tionghoa dan
berdiam diberbagai tempat di Borneo Barat namun keterikatan mereka terhadap daerah asalnya
begitu kuat. Kesetiaan terhadap Tiongkok dibuktikan dengan kewajiban mengirimkan upeti
kepada kaisar di Tiongkok sebesar 6% dari jumlah penghasilannya. Golongan masyarakat
tersebut yakni golongan Tionghoa yang taat pada RRC, golongan Tionghoa pro Taiwan serta
golongan Tionghoa yang menyesuaikan diri pada kondisi setempat. Beberapa dekade di tahun
1925, keterampilan para pedagang Tionghoa dalam melakukan hubungan dengan penduduk
pedalaman sangat menguntungkan mereka karena orang Tionghoa sudah menetap bertahun-
tahun lamanya secara berkesinambungan dan berkat mempermudah peminjaman uang kepada
penduduk yang memerlukannya dan menggunakan sistem barter dalam berdagang.

Masyarakat Tionghua telah memberikan sumbangan yang cukup besar untuk perkembangan
ekonomi di Borneo Barat dan bahkan Pemerintah Hindia Belanda, Tiongkok, Jepang, Singapura,
Malaya, dan Negara Eropa. Ternyata peran orang Tionghua di Borneo Barat sangat penting dan
memiliki pengaruh di pemerintahan kolonial Hindia Belanda dan orang-orang Pribumi. Dilihat
daei aktivitas yang dilakukan hampir semuanya dilakukan oleh orang-oramg Tionghua, baik
menjadi kuli tambang, petani, pedagang kecil, maupun pedagang besar.

Dayak

Berhubungan dengan orang-orang Dayak, Muntinghe berpendapat bahwa ikatan-ikatan


terkuat berasal dari kepentingan diri sendiri, akan mengikatkan mereka kepada kekuasaan Eropa
yang membutuhkan sebuah perlindungan dari penindasan. Orang dayak adalah masyarakat yang
mudah diajak untuk bekerja sama dan murah hati sehingga sering dijadikan sebagai alat oleh
orang Eropa untuk menjadi pekerja. Perhatian pemerintah kolonial Hindi Belanda erhadap orang-
orang dayak tampaknya membawa perubahan pada prinsip hidup manusia yang awalnya hanya
sebagai kelompok yang selalu dimanfaatkan. Hal ini dilakukan saat Gubernemen meakuka
perjanjian dan kotrak-kontrak dengan orang-orang melayu dalam rangka melumpuhkan dan
menghambat sehingga kepentingan orang-orang Melayu menjadi terbatas terhadap orang-orang
dayak. Usaha yang dilakukan oleh Gubernemen tersebut langsung mendapatkan pengaruh
terhadap masyarakat Dayak yanga akan dipergunakan untuk menngkatkan peradabannya dan
budidaya industri yang dibutuhkan pemerintah kolonial.

Bugis

Menurut catatan Muntinghe, yang menggambarkan bahwa masyarakat di Borneo Barat dibagi
dalam 3 kelas utama, yakni masyarakat yang pantai yang beragama islam, orang-orang cina dan
orang-orang dayak Muntinghe. Menilai orang-orang Bugis sangat positif, mereka datang sebagai
kolonis yang terdorong jiwa perdagangan. Salah satu fenomena yang menonjol dalam sejarah
migrasi di kepulauan Indonesia adalah perjalanan suku Bugis sejak abad ke-17 yang membangun
koloni-koloni di Kalimanta bagian timur, tenggara, Pontianak, Semenanjung Melayu, khususnya
di barat daya Johor dan wilayah lainnya (Mansyur, 2011;67). Arus perpindahan orang Bugis ke
daerah pesisir kepualuan dapat dikategorikan sebagai exspansion of Bugis trade. Salah satu
dampak dari migrasi Bugis ke daerah Borneo Barat, adalah munculnya jaringn ekonomi orang
Bugis di wilayah itu. Perkembangan ekonomi orang Bugis pada tahun 1930-an tidak terlepas dari
kondisi perekonomian di Hindia Belanda yang memberikan kesempatan kepada swasta untuk
mmbuka perkebunan dalam sistem politik terbuka. Permukiman yang dibangun orang-orang
Bugis tahun1735 hingga tahun 1842an menjadi cikal menuju jaringan perdagangan internasional.
Selain sebagai nelayan yang mencari ikan, diantaranya banyak menjadi petani dengan membuka
lahan perkebunan dan menanam padi, kelapa, dan karet pada akhirnya menjadi komoditas
ekspor. Migrasi bugis diBorneo Barat tersebar diberbagai wilayah seperti Pontianak,
Mempawah, Pemangkat dan berpencar di Daerah lain di Borneo Barat

E. Hubungan Perniagaan Borneo Barat dengan Singapura


Persaingan yang terjadi pada para pedagang lokal dan luar Borneo Barat memicu keuntungan
yang sangat luar biasa bagi pelaku atau petani kelapa maupun tanaman lainnya salah satunya
adalah produksi kopra memenuhi pasaran bebas sejak abad ke-19, setelah perkembangan Prancis
menemukan minyak kelapa sebagai bahan dasar pembuatan margarine dan sabun. Dengan
tingginya permintaan tersebut secara otomatis memancing pemerintah Hindia Bealanda untuk
memenuhi pasokan dari permintaan kopra bagi Eropa. Salah satu strategi yang diupayakan
pemerintah Hindia Belanda yakni dengan mengalakkan penanaman kelapa oleh petani. Kegiatan
tersebut disambut baik oleh para petani di Nusantara, karena kelapa termasuk tanaman keras
yang berumur panjang maka hasil usaha penanaman kelapa baru bergerak dan menghasilkan
panen yang besar pada tahun 1915-an. Menjelang abad ke-19, KPM disibukan dengan
perdagangan kelapa dan bersaing dengan pedagang-pedagang China, baik dipedalaman maupun
dalam perkapalan Singapura. Gubernur Ingris, Raffles, menilai Singapura sebagai daerah
pelabuhan yang strategis untuk menarik pedagangan Asia. Pada fase abad ke-19, Singapura
menjadi pusat lalu lintas dilautan Hindia.
Singapura merupakan pusat dari sebagian perdagangan ekspor-impor Borneo Barat. Bahkan
barang impor yang berasal dari berbagai tempat atau barang-barang yang menuju tujuan terlebih
dahulu singgah dipelabuhan yang berada di Borneo Barat. Pada tahun 1819, Singapura
mendominasi perdagangan luar negri kawasan tersebu. Kongsi-kongsi Bornoe selalu mencoba
untuk menghindari perdagangan dengan Belanda dengan membentuk perkumpulan rahasia, yang
berdagang dengan Singapura. Singapura dipandang oleh Belanda sebagai kepanjangan tangan
Kerajaan Inggris untuk melakukan ekspansi ekonomi ke wilayah Hindia Belanda. Dalam
kenyataannya, Singapura hanya basis ekonomi Kerajaan Inggris di Asia Tenggara, namun juga
menjadi basis orang-orang Tionghua menjadi ancaman bagi kepentingan Belanda di koloninya di
wilayah Hindia. Posisi Singapura dalam perdagangan dan keuangan tidak dapat terkalahkan
hingga saat ini. Para pedagang besar di Borneo Barat setelah beberapa tahun di Pontianak
seringkali berpindah ke Singapura dan Malaya untuk melanjutkan usahanya.
Pada masa peralihan abad, Borneo Barat memberikan satu andil yang signifikan pada ekpor
hasil hutan yang diproduksi oleh seluruh Hindia Timur Belanda. Dalam tahun 1899, 1902 dan
1903 Borneo Barat mempunyai jumlah ekspor terbesar dari masing-masing daerah di Hindia
Belanda, terutama rotan yang melampaui menjadi barang pengekspor terbesar. Borneo Barat
memproduksi hampir seluruh tengkawang dari Hindia. Semua hasil diangkut ke Singapura dan
hampir semua hasil produk dikirim juga Eropa Barat. Hasil lainnya yakni lilin dan madu,
komoditi ini kurang begitu berarti untuk ekspor. Ekspor hasil hutan diangkut ke Singapura.
Pengumpulannya dilakukan orang Dayak sedangkan orang Melayu dan Cina yang menjadi
pembeli. Yang paling banyak berperan dalam mengekspor barang-barang ke Singapura adalah
orang-orang Cina.

Anda mungkin juga menyukai