Anda di halaman 1dari 20

CASE REPORT

SEORANG LAKI-LAKI 61 TAHUN DENGAN EFUSI PLEURA DEKSTRA


MASIF ET CAUSA SIROSIS HEPATIS DENGAN ASCITES MASIF DAN
INFEKSI SEKUNDER DENGAN SEPSIS DAN SYOK SEPSIS

Pendamping: dr. Layali Musafiroh

Disusun oleh: dr. Astri Khaerunisa Putri

RSUD SURADADI KABUPATEN TEGAL


PROGRAM INTERNSHIP PERIODE NOVEMBER 2016-NOVEMBER 2017
2017

1
BAB I
KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. K
Usia : 61 tahun
Alamat : Desa Tanjungharja 3/4
Pekerjaan : Pegawai swasta
Status : Kawin
Masuk RS : 2 Oktober 2017
II. Anamnesis (Autoanamnesis)
 Keluhan utama
Sesak napas
 Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke RSUD Suradadi dengan keluhan sesak napas sejak 1
minggu SMRS dan memberat hingga hari ini disertai demam, muntah
sebanyak lebih dari 3 kali, tidak mau makan, BAK sedikit dan kedua kaki
membengkak disertai keluarnya cairan berwarna jernih dari bekas luka di
kaki kanan. Keluhan lain perut membesar dalam 1 bulan terakhir.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa diakui, pernah dirawat sebanyak 2 kali di
RSUD Suradadi bulan Juli 2017 dan bulan Agustus 2017, tapi pasien tidak
kontrol secara rutin. Riwayat DM, asma dan penyakit jantung disangkal.
 Riwayat penyakit keluarga
Keluhan yang sama, hipertensi, DM, penyakit jantung dan penyakit
ginjal dalam keluarga disangkal.
 Riwayat Alergi
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan,
makanan dan cuaca.
 Riwayat Psikososial
Riwayat merokok, minum alcohol serta obat-obatan disangkal pasien

2
III. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum tampak sakit berat dan sesak, kesadaran compos mentis,
tekanan darah 118/75 mmHg, frekuensi nadi 145 kali/menit, respiratory
rate 30 kali/menit, suhu 38,7oC, SpO2 90%, BB : 70 kg
 Kepala: Bentuk normocephal, simetris, rambut hitam, tidak mudah dicabut,
hematom (-)
 Mata: konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (+/+) ,pupil isokor kanan
dan kiri, refleks cahaya positif pada kedua mata
 Hidung: Septum di tengah, tidak deviasi, pernafasan cuping hidung (-),
sekret (-).
 Mulut: Mukosa bibir basah, lidah (-), faring dan tonsiltidak hiperemis
 Leher: Pada inspeksi bentuk normal, pembesaran kelenjar tiroid dan
kelenjar getah (-), JVP tidakmeningkat
 Thoraks.Pada inspeksi bentuk dada kanan dan kiri sama, pergerakan nafas
kanan dan kiri sama, iktus kordis tidak terlihat, auskultasi pernafasan
vesikuler (menurun/+), ronkhi (-/-),wheezing (+/+), bunyi jantung I-II
reguler, murmur (-) gallop (-/-).
 Abdomen. Pada inspeksi permukaan perut lebih tinggi dibanding
permukaan dinding dada, spider navy (-), caput medusa (-), distensi
minimal (+), auskultasi bising usus menurun, undulasi (+)
 Ekstremitas: akral hangat, oedema di ekstremitas inferior (+/+), terdapat
cairan keluar di bekas luka di cruris dekstra
IV. Pemeriksan penunjang
Laboratorium tanggal 2 Oktober 2017
Hematologi Hasil Nilai Rujukan Satuan
Rutin
Hemoglobin 12 14 – 16 g/dl
Hematokrit 33,6% 37 – 43 %
Eritrosit 3,74 juta/mm3 4–5 Juta/mm3
Leukosit 6.100 4.000-11.000 mm3
Trombosit 95.000 150000 – 450000 mm3
MCV 89,8 76 – 96 fL
MCH 32,1 27– 32 pg

3
MCHC 35,7 32 – 36 g/dl
Ureum 22 13.0-43.0 Mg/dl
Creatinin 1,0 0,70-1,30 Mg/dl
GDS 73 <200 mg/dl
SGOT 53,6 0,0-37,0 IU/L
SGPT 25,6 0,00-42,0 IU/L

Foto rontgen Thoraks proyeksi PA

Kesan:
Didapatkan perselubungan di paru sisi kanan, sudut costofrenikus kanan tumpul
atau tertutup perselubungan.

V. Diagnosis
1. Sirosis hepatis
2. Ascites massif
3. Efusi pleura dekstra massif
VI. Penatalaksanaan
 O2 nasal kanul 3 liter/menit
 Pro HCU
 Pasang DC  keluar urin kuning pekat di selang ± 10 cc
 Inf. RL 8 tpm
 Inj. Prosogan 2x30 mg iv

4
 Inj. Ondancetron 3x4 mg iv
 Inj. Furosemid 2x20 mg iv
 Curcuma 3x1 tab p/o
 Sistenol 3x1 tab p/o
 Spironolakton 100 mg 1-1-1
Konsul ke dr. Luqman Sp.PD, advis  inj. Furosemid 4x3 amp iv, terapi lain
lanjut
VII. Prognosis
 Quo ad vitam : Dubia ad malam
 Quo ad fungtionam : Dubia ad malam
 Quo ad Sanationam : Dubia ad malam

Follow up
3 oktober 2017
S O A P
Sesak nafas (+) KU/Kes: sakit berat/CM 1. Sirosis hepatis O2 nasal kanul
mual (-) TD: 82/47 mmHg 2. Ascites massif diganti NRM
muntah (-) RR: 30x/menit 3. Efusi pleura 12liter/menit
masih keluar HR:122 x/menit dextra massif Inf. RL 8 tpm
cairan rembes Spo2: 89% dengan o2 nasal kanul 4. Infeksi Inj. Prosogan 2x30
di kaki kanan Suhu 37,5⁰C sekunder mg iv
Mata: ca -/-, SI+/+ 5. Sepsis Inj. Ondancetron
Thorax: Cor BJ1=2 reg 6. Syok sepsis 3x4 mg iv
Pulmo SDV menurun/+, Rh+/- Inj. Furosemid 4x3
,Wh +/+ amp iv  tunda s/d
Abd: distended (+), bu menurun, TD > 100/70 mmhg
undulasi (+) ascites (+) Curcuma 3x1 tab
Ekstremitas: p/o
Oedema infor (+/+) Sistenol 3x1 tab p/o
Keluar cairan bening merembes Spironolakton 100
dari bekas luka kaki kanan mg 1-1-1 
TUNDA s/d TD >
100/70 mmhg
Vascon 0,05-0,15
mcg/kgBB
Levofloxacin
1x500 mg iv
Inf. Aminofusin
heparin 500 cc/hari
Diit cair hepasol
6x100 kkal
Pungsi pleura

5
3/10/2017 jam Ku: sakit berat 1. Sirosis hepatis Konsul dr. Luqman
20.22 Ks: cm 2. Ascites massif Sp.PD  cek
TD: 76/38 mmhg 3. Efusi pleura albumin
Sesak (+) Suhu: 37,3 C dextra massif
RR: 27 x/m 4. Infeksi
HR: 87 x/m sekunder
5. Sepsis
6. Syok sepsis

4/10/2017 Ku: apnea 1. Sirosis hepatis Keluarga menolak


Jam 02.00 TD: -/- 2. Ascites massif RJP
HR: - 3. Efusi pleura Pada jam 02.10
S: - RR: - dextra massif pasien dinyatakan
Spo2: - 4. Infeksi meninggal dunia
Mata: dilatasi maksimal (+/+) sekunder dihadapan dokter,
Eks: akral dingin 5. Sepsis perawat dan
EKG: hasil flat 6. Syok sepsis keluarga

6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Pleura


Pleura adalah membran tipis yang melapisi diluar paru dan didalam
rongga dada yang terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseral dan pleura
parietal.Pleura viseral menempel di paru, bronkus dan fisura mayor,
sedangkan pleura parietal melekat di dinding dada bagian dalam dan
mediastinum. Kedua lapisan ini dipisahkan oleh rongga kedap udara yang
berisi cairan lubrikan. Kedua lapisan pleura bersatu didaerah hilus dan
mengadakan penetrasi dengan cabang utama bronkus, arteri dan vena
bronkialis, serabut saraf dan pembuluh limfe. Secara histologis, kedua lapisan
ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan
pembuluh getah bening.(4,5)

Gambar 2.1 Anatomi Pleura


Pleura normal memiliki permukaan licin, mengkilap, dan
semitransparan. Luas permukaan pleura visceral sekitar 4000 cm2 pada laki-
laki dewasa dengan berat badan 70 kg. Pleura parietal terbagi menjadi
beberapa bagian, yaitu pleura kostalis yang berbatasan dengan iga dan otot-
otot intercostal, pleura diafragmatik, pleura servikal sepanjang 2-3 cm
menyusur sepertiga medial klavikula di belakang otot-otot
sternokleidomastoideus, dan pleura mediastinal yang membungkus organ-
organ mediastinum. (4.5)

B. Fisiologi
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura
parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk
mencegah pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogikan seperti dua

7
buah kaca objek yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek
tersebut dapat bergeseran satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit
dipisahkan. (4.6)
Eliminasi akumulasi cairan pleura terutama diatur oleh sistem limfatik
sistemik di pleura parietal. Cairan masuk ke dalam rongga pleura melalui
arteriol interkostalis pleura parietal melewati mesotel dan kembali ke sirkulasi
melalui stoma pada pleura parietal yang terbuka langsung menuju sistem
limfatik. (4,6)
Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang
ditimbulkan oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama dengan tekanan jalan
napas akan menimbulkan tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan
mempengaruhi pengembangan paru dalam proses respirasi. Rongga pleura
terisi cairan dari pembuluh kapiler pleura, ruang interstisial paru, saluran
limfatik intratoraks, pembuluh kapiler intratoraks, dan rongga peritoneum. (4,6)
Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam
pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura
viseralis. Masing-masing dari kedua pleura merupakan membran serosa
mesenkim yang berpori-pori, dimana sejumlah kecil transudat cairan
intersisial dapat terus menerus melaluinya untuk masuk kedalam ruang pleura.
Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar
daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan
permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga
dalam keadaan normal hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga
pleura. (4,6)
Jumlah cairan pleura bergantung pada mekanisme gaya Starling (laju
filtrasi kapiler di pleura parietal) dan sistem penyaliran limfatik melalui stoma
di pleura parietal. Senyawa-senyawa protein, sel-sel, dan zat-zat partikulat
(4,6)
dieliminasi dari rongga pleura melalui penyaliran limfatik ini. Jika jumlah
cairan pleura lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura, maka
kelebihan cairan akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka
secara langsung) dari rongga pleura kedalam mediastinum, permukaan
superior dari diafragma dan permukaan lateral pleural parietalis. Oleh karena
itu, ruang pleura (ruang antara pleura parietalis dan pleura visceralis) disebut

8
ruang potensial, karena ruang ini normalnya begitu sempit sehingga bukan
merupakan ruang fisik yang jelas. (4,6)

Gambar 2.2 Dinamika Pertukaran Cairan dalam Ruang Pleura


C. Efusi Pleura
1. Definisi
Efusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleuraatau efusi
pleura merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam
jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura.(2)
2. Epidemiologi
Estimasi prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang
di negara-negara industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan
prevalensi penyakit yang mendasarinya.Efusi pleura maligna juga
merupakan komplikasi keganasan stadium lanjut yang sangat
menyulitkan, dengan lebih dari 150.000 kasus per tahun di Amerika
Serikat. (2)
Di Amerika Serikat tercatat 1,5 juta orang mengalami efusi pelura
setiaptahunnya dengan etiologi terbanyak adalah keganasan (27%).
Sementara diIndonesia penderita yang mengalami efusi pleura kebanyakan
adalah akibat proses infeksi. Tuberkulosis menjadi penyakit yangpaling
sering mendasari kejadian efusipleura. Kasus infeksi lain yang juga sangat
sering menyebabkan efusi pleura karena kebocoran plasma adalah
infeksi dengue. Selain infeksi, kasus-kasus lain yang memicu terjadinya

9
efusi pleura di Indonesia juga terus meningkat seperti kanker, kelainan
ginjal, trauma, kelainan metabolik, kelainan jantung dan lain lain.
Sementarauntuk kondisi efusi pleura masif, keganasan merupakan etiologi
utama. (2)
3. Etiologi
Efusi pleura terjadi dari terganggunya keseimbangan berikut:
a) Perubahan permeabilitas dari membran pleura (misalnya, radang,
keganasan, emboli paru).
b) Penurunan tekanan onkotik intravaskular (misalnya, hipoalbuminemia,
sirosis).
c) Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan vaskuler (misalnya,
trauma, keganasan, peradangan, infeksi, infark paru, obat
hipersensitivitas, uremia, pankreatitis).
d) Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam sirkulasi sistemik dan
/atau paru (misalnya, gagal jantung kongestif, sindrom vena kava
superior).
e) Pengurangan tekanan dalam rongga pleura, mencegah ekspansi paru
penuh (misalnya, atelektasis yang luas, mesothelioma).
f) Penurunan drainase limfatik atau penyumbatan, termasuk obstruksi
duktus toraks atau pecah (misalnya, keganasan, trauma).
g) Peningkatan cairan peritoneal, dengan migrasi melintasi diafragma
melalui limfatik atau cacat struktural (misalnya, sirosis, dialisis
peritoneal). (2)
4. Klasifikasi
Efusi pleura umumnya diklasifikasikan sebagai transudat atau
eksudat, berdasarkan mekanisme pembentukan cairan dan kimia cairan
pleura. Transudat hasil dari ketidakseimbangan dalam tekanan onkotik
dan tekanan hidrostatik, sedangkan eksudat adalah hasil dari peradangan
pleura atau penurunan drainase limfatik. Dalam beberapa kasus, cairan
pleura mungkin memiliki kombinasi karakteristik transudat dan
eksudatif.Untuk membedakan transudat dan eksudat jika memenuhi dua
dari tiga kriteria Light, yaitu:
a) Ratio kadar protein cairan efusi pleura/kadar protein serum >0.5.
b) Ratio kadar LDH cairan efusi pleura/ kadar LDH serum <0.6.

10
c) Kadar LDH cairan efusi pleura <2/3 batas atas nilai normal kadar
LDH serum. (12,13)
Jika angka tersebut terlampaui, efusi pleura termasuk jenis
eksudat.ketika efusi pleura telah didiagnosis eksudat melalui kriteria
diatas, namun klinis dianggap transudat, perbedaan konsentrasi albumin
antara serum dan efusi >1.2 mg/dl dapat menunjukkan cairan efusi
bersifat transudat. (12,13)
Eksudat Transudat
Efusi parapneumonia Gagal jantung kiri
Neoplasma Sirosis hati
Hipoalbumin
Peritonial dialisis
Emboli paru Sindrom nefrotik
Arthritis reumatik Emboli paru
Efusi jinak yang disebabkan oleh asbestos Hipotiroid
Pankreatitis Stenosis mitral
Sindrom infark miokard
Penyakit autoimun
Post operasi bypass arteri koronaria
Abses hepatik Perikarditis
Uremia Sindrom meig
Chylothoraks Urinothoraks
Infeksi lainnya Obstruksi vena kava superior
Pengaruh obat
Radioterapi
Ruptur esophageal
Tabel 2.1 Jenis Cairan Efusi Pleura berdasarkan Etiologi

5. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan
antara cairan dan protein dalam rongga pleura.Dalam keadaan normal,
cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh
darah kapiler.Filtrasi yang terjadi karena perbedaan tekanan osmotik
plasma dan jaringan interstitial submesotelial kemudian melalui sel
mesotelial masuk ke dalam rongga pleura.Selain itu, cairan pleura dapat

11
melalui pembuluh limfe sekitar pleura.Pergerakan cairan dari pleura
parietal ke pleura viseral dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan
hidrostatik dan tekanan koloid osmotik.Cairan kebanyakan diabsorpsi
oleh sistem limfatik dan hanya sebagain kecil yang diabsorpsi oleh sistem
kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura
viseralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesotelial.
(1,4,9,10)

Bila penumpukan cairan dalam rongga pleura disebabkan oleh


peradangan kuman piogenik akan terbantuk pus/nanah, sehingga terjadi
empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar
pleura dapat menyebabkan hemotoraks.Penumpukan cairan pleura dapat
terjadi bila:
a. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura
b. Tekanan intra pleura yang sangat rendah
c. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura
d. Hipoproteinemia
e. Obstruksi dari saluran limfe pada pleura parietalis(4,9,10)
Efusi pleura dapat menghambat fungsi paru dengan membatasi
pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung
pada ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun
secara perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin
akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata. (4,9,10)
Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan
menyebabkan gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan
pernafasan bila tekanan partial oksigen (Pa O2) ≤60 mmHg atau tekanan
partial karbondioksida arteri (Pa Co2) ≥50 mmHg melalui pemeriksaan
analisa gas darah.(4,9,10)

12
Gambar 2.3Patofisiologi Efusi Pleura
6. Diagnosis
Diagnosis efusi pleura dibuat berdasarkan pada temuan klinis,
penunjang radiologis, serta pemeriksaan cairan pleura, baik analisis
maupun sitologi. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan:
i. Sesak nafas bila lokasi efusi luas. Sesak napas terjadi pada saat
permulaan pleuritis disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila
jumlah cairan efusinya meningkat, terutama apabila cairannya penuh.
ii. Rasa berat pada dada.
iii. Batuk pada umumnya non produktif dan ringan, terutama apabila
disertai dengan proses tuberkulosis di paru, Batuk berdarah pada
karsinoma bronkus atau metastasis.
iv. Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal.
v. Vokal fremitus menurun.
vi. Perkusi sonor memendek hingga redup.
vii. Bunyi pernafasan menurun sampai menghilang.
viii. Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba
pada trakea. (2)
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang biasanya dilakukan untuk memperkuatdiagnosis
efusi pleura antara lain:

13
a. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan
untuk mendiagnosis efusi pleura yang hasilnya menunjukkan adanya
cairan.Foto dada juga dapat menerangkan asal mula terjadinya efusi
pleura, yakni bila terdapat jantung yang membesar, adanya masa
tumor, adanya lesi tulang yang destruktif pada keganasan, dan adanya
densitas parenkim yang lebih keras pada pneumonia atau abses
paru.(1,4,9,10)
b. USG dada
USG bisa membantumenentukan lokasi dari pengumpulan cairan.
Jumlahnya sedikit dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat
membantu sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi cairan dalam
rongga pleura. Demikian juga dengan pemeriksaan CT Scan
dada.(1,4,9,10)
c. CT Scan dada
CT Scan dada dapatmenunjukkan adanya perbedaan densitas cairan
dengan jaringan sekitarnya sehingga sangat memudahkan dalam
menentukan adanya efusi pleura. Selain itu juga bisa menunjukkan
adanya pneumonia, abses paru atau tumor. Hanya saja pemeriksaan
ini tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.(1,4,9,10)

Gambar 2.4 CT Scan Pasien Efusi Pleura Ganas


d. Torakosintesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh
melalui torakosintesis. Torakosintesis adalah pengambilan cairan

14
melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam
rongga dada di bawah pengaruh pembiusan lokal dalam dan berguna
sebagai sarana untuk diagnostik maupun terapeutik.Pelaksanaan
torakosintesis sebaiknya dilakukan pada penderita dengan posisi
duduk. Aspirasi dilakukan di toraks, pada bagian bawah paru di sela
iga V garis aksilaris media dengan memakai jarum Abbocath nomor
14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-
1500 cc pada setiap kali aspirasi. Pengerjaan aspirasi berulang-ulang
lebih baik daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat
menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru.Edema paru
dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat. Mekanisme
sebenarnya belum diketahui betul, tetapi diperkirakan karena adanya
tekanan intrapleura yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan
aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang abnormal.(1,4,9,10)
e. Biopsi Pleura
Jika dengan torakosintesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi dimana contoh lapisan pleura sebelah luar untuk
dianalisis. Pemeriksaan histologi satu atau beberapa contoh jaringan
pleura dapat menunjukkan 50-75%diagnosis kasus-kasus pleuritis
tuberkulosa dan tumor pleura. Bila ternyata hasil biopsi pertama tidak
memuaskan, dapat dilakukan beberapa biopsi ulangan. Pada sekitar
20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh,
penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan. Komplikasi
biopsi antara lain pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau
tumor pada dinding dada.(1,4,9,10)
f. Analisa cairan pleura
Untuk diagnostik cairan pleura, dilakukan pemeriksaan:
1) Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan (serous-
xantho-citrone). Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada
trauma, infarkparu, keganasan.adanya kebocoran, dan aneurisma
aorta.Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan
adanya empiema.Bila merah tengguli, ini menunjukkan adanya
abses karena amoeba.

15
2) Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Perbedaan Transudat Eksudat
- Kadar protein dalam efusi (g/dl) <3 gr/100 cc >3
- Ratio kadar protein dalam efusi dan < 0,5 > 0,5
dalam serum
- Kadar LDH dalam efusi (I.U) < 200 > 200
- Ratio kadar LDH dalam efusidan
dalam serum < 0,6 > 0,6
- Berat jenis cairan efusi < 1,016 > 1,016
- Rivalta Negatif Positif
- Leukosit <1000/mm3 >1000/mm3
Tabel 2.2 Perbedaan Transudat dan Eksudat
Disamping pemeriksaan tersebut di atas, secara biokimia
diperiksakan jugakadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada
penyakit-penyakit infeksi, artitis reumatoid dan neoplasma. Serta kadar
amylase yang biasanya meningkat pada pankreatitis dan metastasis
adenokarsinoma. (1,4,9,10)
3) Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk
diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel
patologis atau dominasi sel-sel tertentu.dapat memberikan
konfirmasi suatu EPM dengan kemungkinan penemuan sel rata-rata
sekitar 64% (berkisar antara 50% sampai 90%)
i. Sel neutrofil adanya infeksi akut.
ii. Sel limfositadanya infeksi kronik sepertipleuritis
tuberkulosa atau limfomamalignum.
iii. Sel mesotel  bila jumlahnya meningkat,
menunjukkanadanya infarkparu. Biasanya juga ditemukan
banyak sel eritrosit.
iv. Sel mesotel maligna pada mesotelioma.
v. Sel-sel besar dengan banyak inti pada arthritis rheumatoid.

16
vi. Sel L.E pada lupus eritematosus sistemik. (1,4,9,10)
8. Tatalaksana
Tatalaksana pada efusi pleura bertujuan untuk menghilangkan
gejala nyeri dan sesak yang dirasakan pasien, mengobati penyakit dasar,
mencegah fibrosis pleura, dan mencegah kekambuhan. (1,9,10)
a) Aspirasi cairan pleura
Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna sebagai sarana untuk
diagnostik maupun terapeutik. Berikut ini cara melakukan
torakosintesis :
1) Pasien dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau
diletakkan di atas bantal. Jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat
dilakukan dalam posisi tidur terlentang.
2) Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks,
atau di daerah sedikit medial dari ujung skapula, atau pada linea
aksilaris media di bawah batas suara sonor dan redup.
3) Setelah dilakukan anestesi secara memadai, dilakukan penusukan
dengan jarum ukuran besar, misalnya nomor 18.
4) Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc
pada sekali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang
daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan
pleural shock (hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru dapat
terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat.
Cairan pleura dapat dikeluarkan dengan jalan aspirasi berulang
atau dengan pemasangan selang toraks yang dihubungkan dengan
Water SealDrainage (WSD). Cairan yang dikeluarkan pada setiap
pengambilan sebaiknya tidak lebih dari 1000 ml untuk mencegah
terjadinya edema paru akibat pengembangan paru secara
mendadak.Selain itu, pengeluaran cairan dalam jumlah besar secara
tiba-tiba dapat menimbulkan refleks vagal, berupa batuk-batuk,
bradikardi, aritmia yang berat, dan hipotensi.Jika jumlah cairan cukup
banyak, sebaiknya dipasang selang toraks dihubungkan dengan WSD,
sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat namun aman dan
sempurna.(7,11)

17
WSD perlu diawasi setiap hari dan jika sudah tidak terlihat
undulasi pada selang, maka cairan mungkin sudah habis dan jaringan
paru sudah mengembang. Untuk memastikan hal ini, dapat dilakukan
pembuatan foto toraks. Selang toraks dapat dicabut jika produksi cairan
kurang dari 100 ml dan jaringan paru telah mengembang, ditandai
dengan terdengarnya kembali suara napas dan terlihat pengembangan
paru pada foto toraks. Selang dicabut pada waktu ekspirasi maksimum.
Indikasi pemasangan WSD:
1) Hemotoraks, efusi pleura
2) Pneumotoraks > 25 %
3) Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
4) Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator
Kontraindikasi pemasangan WSD:
1) Infeksi pada tempat pemasangan
2) Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol
b) Drainase dengan indwelling catheter
Pemasangan indwelling catheter jangka panjang dapat memberikan
drainase intermiten sampai 1000 ml cairan pleura pada 2 sampai 3 kali
periode seminggu. Berkurangnya keluhan sesak napas segera dirasakan
pada 94% sampai 100% pasien. Terdapat beberapa jenis kateter yang
dapat dipakai pada prosedur ini, yang banyak dipakai belakangan ini
adalah kateter pleura Pleurx®.(9,10)
c) Pleurodesis
Tujuan utama tindakan ini adalah melekatkan pleura viseral dengan
pleura parietalis, dengan jalan memasukkan suatu bahan kimia ke
dalam rongga pleura sehingga terjadi keadaan pleuritis
obliteratif.Pleurodesis merupakan penanganan terpilih pada efusi
keganasan.Bahan kimia yang lazim digunakan adalah sitostatika
seperti kedtiotepa, bleomisin, nitrogen mustard,fluorourasil,
adriamisin, dan doksorubisin. Setelah cairan efusi dapat dikeluarkan
sebanyak-banyaknya, obat sitostatika (misalnya tiotepa 45 mg)
diberikan dengan selang waktu 7-10 hari; pemberian obat tidak perlu
disertai pemasangan WSD. Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi
pleuritis obliteratif yang menghilangkan rongga pleura sehingga

18
mencegah penimbunan kembali cairan didalam rongga tersebut. Obat
lain yang murah dan mudah didapatkan adalah tetrasiklin.(7,11)
d) Bedah Pintas Pleuro-Peritoneal
Tindakan ini merupakan pilihan pada pasien dengan efusi yang
menetap setelah dilakukan tindakan pleurodesis.Pintas
pleuroperitoneal dengan pompa Denver dilakukan dengan bantuan
torakoskopi atau torakotomi mini.Komplikasi prosedur ini yaitu infeksi
dan penyebaran tumor ke peritonium walaupun jarang terjadi. (7,10)
e) Pleurektomi
Pleurektomi adalah tindakan dengan membuang pleura parietal
yang menutupi daerah iga dan mediastinum.Pleurektomi dengan
VATSlebih aman walaupun belum banyak digunakan. (7,11)
9. Prognosis
Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang
mendasari kondisi itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan
pengobantan lebih dini akan lebih jauh terhindar dari komplikasi daripada
pasien yang tidak memedapatkan pengobatan dini. (1,14,15)
Efusi ganas memiliki prognosis yang sangat buruk, dengan
kelangsungan hidup rata-rata 4 bulan dan berarti kelangsungan hidup
kurang dari 1 tahun. Efusi dari kanker yang lebih responsif terhadap
kemoterapi, seperti limfoma atau kanker payudara, lebih mungkin untuk
dihubungkan dengan berkepanjangan kelangsungan hidup, dibandingkan
dengan mereka dari kanker paru-paru atau mesothelioma. Efusi
parapneumonik, ketika diakui dan diobati segera, biasanya dapat di
sembuhkan tanpa gejala sisa yang signifikan. Namun, efusi
parapneumonik yang tidak terobati atau tidak tepat dalam pengobatannya
dapat menyebabkan fibrosis konstriktif. (1,14,15)
10. Pencegahan
Lakukan pengobatan yang adekuat pada penyakit-penyakit dasarnya
yang dapat menimbulkan efusi pleura. Merujuk penderita ke rumah sakit
yang lebih lengkap bila diagnosis kausal ditegakkan. Tindakan yang dapat
dilakukan untuk menentukan dan mengobati penyakit dasarnya misalnya,
biopsi pleura, bronkoskopi, torakotomi, dan torakoskopi.(17)

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Halim, Hadi. Penyakit-Penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Sudoyo AW, et al. Edisi 4, Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD
FKUI. 2007. p. 1056-1060.
2. Firdaus, Denny. Efusi Pleura. RSUD Dr.H.Abdul Moeloek. Bandar Lampung.
2012. p. 321-322.
3. American Thoracic Society. Management of malignant pleural effusions. Am J
Respir Crit Care Med. 2004. p.1987-2001.
4. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit.Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC. 2005. p. 533-534.
5. Light RW, et al. Pleural Disease.5th Ed. Ch.1, Anatomy of the Pleura. Tennessee :
Lippincott Williams & Wilkins. 2007. p. 210-211.
6. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta : EGC. 2007. p. 598.
7. Rai IBN. Efusi Pleura: Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini. Jurnal Penyakit
Dalam. 2009. p. 208-217.
8. Senby, C. Respiratory Medicine. New York: Churchill livingstone. 2008. p. 246-
247.
9. Hanley, M. E. & WELSH, C. H.Current diagnosis & treatment in pulmonary
medicine. [New York]: McGraw-Hill Companies. 2003. p. 23-28.
10. Sahn SA. Pleural effusions. Semin Respir Crit Care Med. 2001. p. 607-615.
11. Antony VB, Loddenkeper R, Astoul P, Boutin C, Golsstraw P Hott J, et al.
ERS/ATS statement. Management of pleural effusions. Eur Respir J. 2001. p.
402-419.
12. Amin Z., dan Masna I. A. K., 2007. Indikasi dan Prosedur Pleurodesis. Majalah
Kedokteran Indononesia. 2007. p. 129-133.

13. McGrath E.E., Anderson P.B.. Diagnosis of Pleural Effusiom: a Systemic


Approach. American Journal of Critical Care. 2012. p. 120-130.
14. Jeffrey Rubins J., 2012. Pleural Effusion. Diakses dari
www.emedicine.medscape.com pada tanggal 24 Juli 2013. p. 1-3.
15. Syahruddin E., Hudoyo A., Arief N., Efusi Pleura Ganas Pada Kanker ParuJurnal
Respirasi Indonesia. 2013. p. 142.
16. Khairani R., Syahruddin S., Partakusuma L.C. Karakteristik Efusi Pleura di
Rumah Sakit Persahabatan. Jurnal Respirasi Indonesia. 2012. p. 155-159.

20

Anda mungkin juga menyukai