Anda di halaman 1dari 8

MKA, Volume 38, Nomor 1, Jan-Apr 2015 http://jurnalmka.fk.unand.ac.

id

Tinjauan Pustaka

DIAGNOSA DINI PADA INFEKSI HIV TIPE 1 DENGAN


MENGGUNAKAN TES DOUBLE-DETECT PROTEIN

Crisdina Suseno1, Carlo Prawira Azali2, Reynaldo Rahima Putra2, Malinda Meinapuri3

Abstrak
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan gagasan tertulis ini adalah menjelaskan kajian
biologi molekuler, imunologi dan aspek genetik pada infeksi HIV-1 serta memaparkan
diagnosa yang efektif untuk mengetahui infeksi HIV-1 yang dapat diterapkan. Pengumpulan
data dan informasi didapatkan melalui buku dan jurnal-jurnal ilmiah hasil penelitian. Data
dan informasi yang diverifikasikan lebih lanjut terbatas pada bukti yang menunjukkan
jenis-jenis diagnosa HIV-1 dan membuat jenis diagnosa yang lebih efektif. Setelah semua
data yang dibutuhkan terkumpul, dilakukan pengelolaan data dengan menyusun secara
sistematis dan logis. Tes Double-detect Protein kemungkinan memiliki keefektifan lebih
tinggi dari tes yang mendeteksi antigen p24 ataupun tes yang mendeteksi antibodi.
Diagnosa dini pada infeksi HIV merupakan diagnosa yang dapat membantu pendeteksian
HIV pada fase awal infeksi hingga sebelum masuknya fase serokonversi. Pada saat inilah
tes Double-Detect Protein dapat dilakukan. Namun, perlu dilakukan tes NASBA sebagai follow
up test.

Kata kunci: HIV-1, CD4+, NASBA, rapid tes, antigen p24

Abstract
The objectives of this writing were to explain the topic of molecular biology,
immunology, and the genetic aspect of HIV infection type I. And also to give out a more
effective diagnose of HIV type I that can be applied. The data and information were
collected from various books and scientific journals resulted from research. Data and
information was verified further limited to the evidence that shows the types of diagnoses
of HIV-1 and created a more effective type of diagnoses. Once all the required data
collected, data management was done by arranging a systematic and logical manner. The
Protein Double-Detect test had the possibility of having a higher effectiveness compared to p24
antigen test or antibody detection tests. Early diagnosis of HIV infection is a diagnosis that
can help the detection of HIV in the early phase of infection prior to the entry phase of
seroconversion. At this time Double-Detect Proteins Test can be done. However, NASBA tests
needed as a follow-up test.

Keywords: HIV-1 , CD4 +, NASBA , rapid tests , p24 antigen

Afiliasi Penulis:1. Finalis 10 Besar Gagasan Tertulis MedJonson Competition Universitas Muhamadiyah Yogyakarta
10-13 April 2014. 2. Mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2013. 3. Bagian Histologi
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Korespondensi: Crisdina Suseno, Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas Pendidikan Dokter 2013, Email: cris.crisdinasuseno@gmail.com, Telp/HP: 087792751295

41
MKA, Volume 38, Nomor 1, Jan-Apr 2015 http://jurnalmka.fk.unand.ac.id

PENDAHULUAN derita baru bisa mengetahui kalau


dia terinfeksi HIV jika dia diperiksa di
Sexual Transmitted Disease rumah sakit atau di laboratorium.2
(STD) atau yang lebih dikenal de-
ngan penyakit menular seksual (PMS) HIV terbagi atas dua tipe, yaitu
adalah penyakit infeksi yang ditular- HIV-1 dan HIV-2. Penderita AIDS pada
kan melalui hubungan seksual. Seba- umumnya terinfeksi oleh HIV-1. HIV-2,
gian besar PMS dapat ditularkan me- yang ditemukan pada tahun 1986,
lalui hubungan seksual antara penis, endemik pada wilayah Afrika Barat
vagina, anus dan/atau mulut. Contoh dan jarang ditemukan pada wilayah
penyakit ini adalah sifilis, herpes, lain. HIV-1 dan HIV-2 serupa dari
gonorrhea, AIDS, dan lainnya. STD segi morfologi dan tipe infeksinya.
disebabkan oleh berbagai jenis agen Perbedaan yang mencolok dari kedua
infeksi, seperti bakteri, virus (baik tipe HIV ini adalah HIV-1 lebih
virus yang memiliki asam nukleat reaktif dari HIV-2. Selain itu, antigen
DNA atau RNA), jamur dan parasit. yang reaktif terhadap core protein
Penyakit ini dapat menimbulkan akibat HIV-1 tidak reaktif terhadap core
yang cukup serius bahkan dapat me- protein HIV-2, begitu pun sebaliknya.
nyebabkan kematian. Salah satu pe- Perbedaan lainnya adalah HIV-1
nyakit menular tersebut adalah AIDS, merupakan tipe yang lebih virulen
penyakit yang cukup mudah cara pe- dan merupakan penginfeksi yang
nularannya dan memiliki dampak umum pada penderita AIDS seluruh
yang berbahaya. Berdasarkan hal ter- dunia dibandingkan dengan HIV-2
sebut, penulis memilih membahas ten- yang terkonsentrasi pada wilayah
tang AIDS.1 Afrika Barat. Oleh karena itu, penulis
memilih membahas HIV-1 yang men-
Acquired Immuno - Deficiency jadi penyebab utama dari penyakit
Syndrome (AIDS) adalah penyakit AIDS di dunia.3
yang tidak asing lagi di telinga kita,
yang mudah ditemui di setiap negara Setiap tahun, jumlah penderita
tanpa terkecuali. Penyakit ini sudah AIDS bertambah banyak dan semakin
menjadi masalah yang cukup signi- didominasi oleh kalangan remaja. Ke-
fikan di negara berkembang, salah menterian Kesehatan Republik Indo-
satunya Indonesia. Penyebab AIDS nesia mencatat jumlah penderita HIV
adalah infeksi yang disebabkan oleh dan AIDS rata-rata meningkat. Tahun
Human Immunodefisiensi Virus (HIV). 2011 sebanyak 21.031 kasus, 2012
Pada awalnya, penderita yang terin- sebanyak 21.511 kasus dan tahun
feksi HIV tidak menyadari bahwa me- 2013 sampai bulan Maret sebanyak
reka terinfeksi virus tersebut, tetapi 5.369 kasus. Jumlah kumulatif infeksi
mereka akan menyadarinya ketika HIV yang dilaporkan sampai dengan
sistem imun menurun. Kondisi ini me- Maret 2013 sebanyak 103.759. Data
nyebabkan mereka mudah diserang yang diperoleh mengenai jumlah
penyakit lainnya dan berakhir pada penderita AIDS, tahun 2011 seba-
AIDS. Hal ini disebabkan karena HIV nyak 7.004 kasus, tahun 2012
membutuhkan waktu yang cukup la- sebanyak 5.686 kasus dan pada
ma untuk menyerang sistem imun tahun 2013 sampai bulan Maret se-
penderita. Selain itu, penderita yang banyak 460 kasus. Jumlah kasus HIV
terinfeksi HIV tidak tampak perbe- di daerah Sumatera Barat pada ta-
daan yang signifikan dengan orang hun 2011 sebanyak 132 kasus, tahun
yang normal, baik warna kulit, suhu 2012 sebanyak 133 kasus dan tahun
tubuh, denyut nadi, dan lainnya. Pen- 2013 sampai bulan Maret sebanyak
42
MKA, Volume 38, Nomor 1, Jan-Apr 2015 http://jurnalmka.fk.unand.ac.id

38 kasus. Jumlah kumulatif infeksi dibutuhkan cukup lama, serta harus


HIV di Sumatera Barat sampai bulan diikuti dengan tes antigen dan tes
Maret mencapai 739. Data yang di- amplifikasi, sehingga dapat disim-
peroleh mengenai jumlah penderita pulkan kurang efektif. Pembahasan
AIDS di Sumatera Barat, tahun 2011 tentang diagnosa Double-Protein De-
sebanyak 130 kasus, tahun 2012 tect ini akan dijelaskan pada pemba-
sebanyak 120 kasus dan tahun 2013 hasan.
sampai bulan Maret tidak ada (0).
Jumlah kumulatif penderita AIDS Selain diagnosa Double-Protein
sampai Bulan Maret tahun 2013 Detect penulis menyarankan untuk
sebanyak 802 kasus.4,5 melakukan tes NASBA (Nucleat Acid
Sequence Based Amplification), seje-
Berdasarkan data tersebut, da- nis tes amplifikasi berdasarkan urutan
pat disimpulkan bahwa HIV-1 adalah asam nukleat yang memiliki validasi
suatu ancaman yang sangat potensial tinggi dan merupakan metode terbaru
dalam penyebaran penyakit menular setelah RT-PCR (Reverse Trans-
seksual. Mengetahui keberadaan HIV criptase Polymerase Chain Reaction).
di dalam tubuh yang terinfeksi sedini Penulis menyarankan agar tes
mungkin merupakan hal yang pen- NASBA dilakukan setelah melakukan
ting agar dapat terhindar dari penye- tes Double Detect Protein, mengingat
baran transmisi virus ke tubuh orang pentingnya follow up untuk memas-
lain dan antisipasi dalam kesulitan tikan keberadaan HIV pada tubuh
penanggulangannya. Dengan demiki- penderita. Alasan lainnya adalah ka-
an, penulis berpikir diperlukan sebuah rena pentingnya menutupi kekurangan
diagnosa dini yang lebih unggul dari satu tes dengan tes lainnya
dalam efektivitas dan sensitivitas sehingga dapat memperoleh hasil
untuk mengetahui keberadaan virus yang maksimal.
tersebut di dalam tubuh penderita.
Diagnosa terbaru yang penulis
bahas adalah diagnosa Double- METODE
Protein Detect yang merupakan kom-
Artikel ini ditulis berdasarkan hasil
binasi antara tes yang mendeteksi
penelusuran dan tinjauan kepustakaan
antigen p24 (protein) dengan tes yang
mengenai fakta dan hal yang belum
dapat mendeteksi enzim (protein)
terpecahkan terkait jenis diagnosa
yang berasal dari HIV (reverse trans-
HIV-1 yang lebih efektif dari diagnosa
kriptase, integrase, dan protease).
yang sebelumnya sebagai diagnosa
Diagnosa ini merupakan salah satu
dini. Penelusuran ditekankan pada bukti
jenis rapid test. Penulis mengusulkan
yang menunjukkan jenis-jenis diag-
kombinasi ini karena dapat mening-
nosa HIV-1 dan membuat jenis diag-
katkan validitas, efektifitas, dan dapat
nosa yang lebih efektif.
menghemat biaya tes. Alasan penulis
tidak menggunakan metode tes yang
mendeteksi respon antibodi (meng-
hitung jumlah sel CD4+ seperti tes HASIL DAN PEMBAHASAN
serologi) dikarenakan respon antibodi
atau penurunan jumlah sel CD4+ Pengertian HIV
dapat terjadi akibat infeksi selain HIV adalah virus jenis retrovirus
HIV, contohnya infeksi virus Hepatitis yang memiliki asam nukleat berupa
B. Selain itu, tes tersebut memiliki RNA dan memiliki enzim RNA-dire-
validitas yang rendah, waktu yang cted DNA polymerase (Reverse
43
MKA, Volume 38, Nomor 1, Jan-Apr 2015 http://jurnalmka.fk.unand.ac.id

Trancriptase) untuk memproduksi hi- virus yang diproduksi per unit waktu.
brid DNA di dalam sel inang yang Selain itu, waktu generasi virus dinilai
menyebabkan penyakit AIDS. HIV ju- lebih singkat, yaitu saat membentuk
ga memiliki protein inner core dengan pelepasan virion sampai menginfeksi
dua rantai RNA yang identik, dike- sel baru, telah diperkirakan sekitar 2
lilingi oleh selubung protein atau kap- hari. Dalam dua hari replikasi virus
sid dan sebuah envelope yang terdiri dapat mencapai jumlah kurang lebih
dari glikoprotein.3 Virus ini menyerang 109 virus. Keadaan ini diikuti dengan
sistem kekebalan tubuh manusia se- kesalahan yang dimunculkan oleh
hingga virus, jamur, bakteri dan para- enzim RT (Reverse Transcriptase), se-
sit mudah masuk dan menginfeksi hingga dapat menghasilkan populasi
tubuh. HIV pada umumnya menye- virus dalam sel inang yang terdiri dari
rang sel CD4+ yang menjadi faktor kelompok virus terkait genetik tetapi
pengikat dengan sel inang yang tidak identik dan menimbulkan ke-
terinfeksi. Selain itu, HIV juga menye- mungkinan adanya substitusi yang
rang sel dendritik dan makrofag untuk mungkin dalam populasi virus itu.8
memperbanyak reservoirnya.
Imunologi HIV
Penularan HIV dapat terjadi
melalui cairan tubuh yang terinfeksi Imunitas yang bereaksi pada
seperti hubungan seksual, penggu- HIV umumnya sama dengan respon
naan jarum suntik terkontaminasi, imun pada virus lainnya dan menye-
transfusi darah atau diturunkan dari rang kebanyakan virus yang ada
ibu yang terinfeksi HIV kepada anak- dalam darah dan sirkulasi sel T.
nya.3,6 Meskipun target utama infeksi HIV
adalah sel T CD4+, namun monosit,
Gen-Gen Utama Pada HIV-1 makrofag dan sel dendritik (misalnya
sel Langerhans) yang mengeks-
Seperti yang telah dibahas dia- presikan CD4+ serta kemokin ko-
tas, HIV-1 memiliki 3 gen utama yaitu reseptor juga menjadi target dari
gen gag, pol, dan env. Ketiga gen infeksi HIV. Hal ini dikarenakan HIV
tersebut memiliki fungsi masing- memperbanyak reservoirnya melalui
masing. Gen gag berfungsi mengatur sel-sel tersebut. Penyimpangan kinerja
proses replikasi virus dan protein sistem imun dapat terjadi karena in-
struktural, gen pol berfungsi meng- feksi oleh HIV, contohnya penurunan
kode enzim-enzim yang dibutuhkan jumlah sel T CD4+ pada tubuh,
untuk proses replikasi virus ,dan gen hypergammaglobulinemia (peningkatan
env berfungsi mengatur pembentukan level sirkulasi antibodi), dan kapasitas
envelope (glikoprotein membran) HIV. fagositosis yang menurun. Penurunan
Selain ketiga gen tersebut, terdapat populasi sel T CD4+ sangat ber-
gen-gen lain yang berfungsi mengatur bahaya bagi sistem imun. Peran
proses transkripsi HIV.7 utama sel T CD4+ adalah sekresi
sitokin, sebuah protein yang diper-
Aktivitas HIV
lukan pada hampir semua aspek dari
HIV-1 memiliki beberapa faktor sistem kekebalan tubuh.9
penting yang berkontribusi untuk
Biologi Molekuler HIV
mem-perbanyak dirinya agar dapat
bertahan di dalam sel inang ketika HIV-1 memiliki struktur virion
terjadi respon sistem imun. Virus yang terdiri dari inti nukleokapsid dan
meningkatkan kecepatan replikasi untuk envelope. Pada inti nukleokapsid
menghasilkan sejumlah besar partikel
44
MKA, Volume 38, Nomor 1, Jan-Apr 2015 http://jurnalmka.fk.unand.ac.id

terdapat dua salinan genom virus ada atau tidaknya HIV di dalam tu-
(ssRNA), protein inti (core protein) buh kurang lebih dalam waktu 20
dan enzim reverse transcriptase. Lain menit dan digunakan sebagai tes skri-
halnya dengan envelope, virion dibagi ning. Rapid test membutuhkan sampel
menjadi dua bagian, yaitu lipid seluler darah atau cairan mulut untuk men-
dan protein virus bagian envelope.11 deteksi adanya antibodi dan HIV. Tes
Molekul-molekul ini secara bersamaan ini dapat memberikan hasil yang sa-
memungkinkan virus untuk mengin- lah jika immunoassay berada dalam
feksi sel-sel sistem kekebalan tubuh window period (waktu setelah
dan mengontrol mereka untuk mem- exposure tetapi sebelum tes mene-
bangun salinan baru dari HIV. Setiap mukan antibodi). Tes immunoassays
molekul dalam HIV berperan dalam yang memberikan hasil positif akan
proses ini dari langkah pertama lam- menjalani follow up test.
piran virus untuk proses akhir
budding.10,11 Follow up Test

Enzim Virus Follow up test adalah serang-


kaian tes yang digunakan untuk
Enzim-enzim yang terdapat pa- memperkuat sekaligus membuktikan
da virion HIV-1 adalah reverse trans- kebenaran dari hasil rapid test. Tes
kriptase, integrase, dan protease. ini meliputi sebuah tes diferensiasi
Reverse transkriptase membangun antibodi yang membedakan HIV-1
salinan DNA dari genom RNA virus, dengan HIV-2, tes asam nukleat HIV-
yang kemudian digunakan untuk 1 yang mengidentifikasi virus secara
membangun virus baru. Enzim ini lang-sung, atau Western Blot yang
terikat pada RNA virus dan mulai bisa juga digantikan dengan tes
membangun untai DNA yang pertama. immunofluoresence assay yang men-
Kemudian, enzim menghancurkan
deteksi antibodi. Tingkat akurasi rapid
RNA dan membangun untai DNA
test ini sangat tinggi dan hampir tidak
yang kedua. Integrase mengambil
ada kesalahan. Follow up test dimak-
salinan DNA dari genom virus dan
memasukkan ke dalam genom sel sudkan untuk memperkuat hasil rapid
yang terinfeksi. Dengan cara ini, HIV test, sehingga minim adanya keke-
dapat laten dalam sel selama liruan diagnosa. Biasanya kesalahan
beberapa dekade, sehingga sangat ditemukan jika tes dilakukan selama
sulit untuk memberi perlawanan dari window period.20
antibodi. Protease HIV sangat penting
untuk pematangan partikel HIV. Protein RNA test
dalam HIV dibangun sebagai poli- RNA test akan mendeteksi
protein yang panjang, yang kemudian virus secara langsung (kebalikan dari
harus dibelah menjadi potongan-poto- antibodi terhadap HIV) dan hal ini
ngan fungsional yang cocok dengan
yang menguntungkan karena dapat
protease HIV.10
mendeteksi HIV dalam waktu 10 hari
Secara umum, diagnosa HIV akan setelah infeksi segera setelah muncul
melewati jenis-jenis tes berikut: dalam aliran darah, sebelum pemben-
tukan antibodi. Biasanya tes ini jarang
Rapid Test digunakan karena membutuhkan lebih
Rapid test adalah tes yang digu- banyak biaya dibandingkan tes lain-
nakan untuk mengetahui secara cepat nya.

45
MKA, Volume 38, Nomor 1, Jan-Apr 2015 http://jurnalmka.fk.unand.ac.id

Tes Antigen p24 masa serokonversi karena pada masa


serokonversi infeksi HIV tidak menun-
Sebelum Kombinasi Seperti jukkan gejala apapun yang dise-
yang telah dijelaskan, HIV memiliki babkan oleh latennya virus di dalam
sebuah antigen yang khas yaitu pro-
tubuh.
tein virus yang disebut p24, protein
struktural yang membentuk sebagian Kombinasi dari tes yang mende-
besar dari inti virus HIV atau bisa teksi antigen p24 dan tes yang mende-
disebut kapsid. Tingginya kadar p24 teksi enzim HIV-1 penulis namakan se-
yang hadir dalam serum darah dari bagai Double-Detect Protein. Pembe-
orang yang baru terinfeksi selama rian nama ini dikarenakan tes antigen
periode singkat antara infeksi dan se- p24 merupakan tes yang mendeteksi
rokonversi, membuat tes antigen p24 antigen yang struktur molekulnya
berguna dalam mendiagnosis infeksi berupa protein, juga tes yang men-
HIV primer. deteksi enzim HIV memiliki struktur
molekul berupa protein. Kedua protein
Untuk mendapatkan hasil tes
ini berasal dari virus sehingga gabu-
yang sempurna, protein virus p24 ha-
ngan dari kedua tes ini menguatkan
rus dalam keadaan baik berdasarkan
diagnosa keberadaan virus. Metode
aktifitas HIV, yang diukur menurut
tes Double-detect Protein ini dilakukan
sensitivitas dan akurasi. Terdapat be-
dengan cara mengambil serum darah
berapa cara untuk meningkatkan sen-
dari pasien yang ingin melakukan tes.
sitifitas tes antigen p24 diantaranya
Pengambilan sampel dari serum darah
adalah modifikasi sederhana dari
adalah cara yang paling mudah dan
penggunaan penyangga untuk melisis
paling efisien karena keberadaan HIV
virus agar lebih efisien, modifikasi se-
dapat dideteksi bersamaan dengan
derhana energi panas yang digunakan
keberadaan sel T CD4+ sebagai fak-
untuk metode deteksi dengan cara
tor antibodi yang penting dalam tu-
pemisahan antibodi dan antigen, serta
buh. tes ini diharapkan dapat mendeteksi
modifikasi sinyal tiramid dari ampli-
keberadaan virus yang juga terdapat
fikasi.
di dalam serum pasien.
Diagnosa Dini pada Infeksi HIV de-
Metode tes Double-Detect Pro-
ngan Menggunakan Tes Double-de-
tein adalah mengambil serum darah
tect Protein
pasien yang ingin dites, kemudian
Diagnosa dini pada kasus infe- dilakukan pengasingan pada kedua
ksi HIV merupakan diagnosa yang protein ini dengan menggunakan kit
membantu mendeteksi keberadaan yang compatible untuk kedua jenis
HIV pada masa awal infeksi hingga protein tersebut. Selanjutnya dideteksi
masa serokonversi. Diagnosa dini menggunakan pemeriksaan lainnya. Ka-
rena protein ini jenisnya berbeda, ma-
infeksi HIV terdiri dari beberapa tes,
ka untuk menyatukannya dalam satu
terutama rapid test. Hal ini disebab-
metode deteksi harus disesuaikan
kan selain hasilnya bisa didapatkan
dengan suhu yang dipakai karena ada
dengan cepat, rapid test juga memilki kemungkinan terdapat perbedaan pada
validitas yang tinggi, tetapi harus suhu denaturasi dan suhu optimal pa-
memperhatikan fase yang sedang da masing-masing protein. Selain
dijalani oleh pasien yang ingin men- suhu, yang dibutuhkan untuk penye-
jalani tes tersebut. Caranya adalah suaian setelah serum diambil adalah
dengan mengenali gejala-gejala awal pH (derajat keasaman). Kadar pH
yang dirasakan oleh pasien sebelum yang diatur sedemikian rupa akan
46
MKA, Volume 38, Nomor 1, Jan-Apr 2015 http://jurnalmka.fk.unand.ac.id

mengoptimalkan proses kedua tes ini. bagai faktor poliferasi yang penting
Faktor penting lainnya adalah kit atau bagi HIV.
alat yang digunakan untuk mendeteksi
kedua jenis protein ini, perlu dibuat Alasan penulis memilih kom-
kit yang baru yang dapat mendeteksi binasi antara tes mendeteksi antigen
antigen p24 sekaligus tiga jenis enzim p24 dengan tes yang mendeteksi
yang terdapat di dalam virus yaitu re- enzim karena antigen p24 sendiri
verse transkriptase, integrase, dan adalah suatu protein inti yang khas
protease. yang berasal dari HIV sedangkan
enzim reverse trankriptase, integrase,
Hal penting yang diperhatikan dan protease merupakan protein inti
sebelum menggabungkan kedua tes yang khas dari HIV. Sehingga dengan
tersebut menjadi tes Double-detect adanya pendeteksian kedua unsur
Protein adalah persamaan yang dari virus ini akan menguatkan
terdapat dalam struktur molekular keberadaan dari virus. Namun untuk
yang ada pada protein antigen p24 menutupi kelemahan tersebut, penulis
dengan protein yang ada pada ketiga menyarankan untuk melakukan follow-
enzim HIV. Hal ini akan up test yaitu tes NASBA yang
mempermudah pembuatan kit yang merupakan tes amplifikasi berdasarkan
baru untuk medeteksi kedua jenis urutan asam nukleat yang memiliki
protein ini.23 Namun, gagasan penulis validitas yang tinggi, murah, efisien
ini masih dalam bentuk rencana dan tidak memilki batasan fase yang
karena untuk mengetahui struktur dialami oleh tubuh yang terinfeksi
protein yang ada pada antigen dan HIV. Berikut penulis akan bahas
yang ada pada enzim membutuhkan tentang tes NASBA.
penelusuran lebih lanjut berikut
dengan penelitian untuk menunjang Tes NASBA Sebagai Follow Up Test
data-data yang diperlukan.
Amplifikasi urutan asam nukleat
Selain itu dibutuhkan pengum- berbasis (NASBA) adalah metode
pulan informasi mengenai perbedaan dalam biologi 24 molekuler yang
struktur pada kedua protein ini yang digunakan untuk memperkuat urutan
menyebabkan mereka tidak dapat RNA. NASBA dikembangkan oleh J
disatukan pada hal tertentu, tentunya Compton pada tahun 1991, yang
hal ini juga dibutuhkan penelurusan didefinisikan sebagai "teknologi ter-
dan penelitian lebih lanjut. Untuk lebih gantung primer yang dapat digunakan
lanjut akan dapat disimpulkan tentang untuk amplifikasi asam nukleat secara
faktor yang cocok dan tidak cocok terus-menerus dalam campuran tung-
pada kombinasi deteksi kedua protein gal pada satu suhu." Segera setelah
ini. Jika terlalu banyak ketidakcocokan penemuannya, NASBA digunakan un-
dikarenakan protein inti seperti p24 tuk diagnosis cepat dan kuantifikasi
dan ketiga enzim pada HIV, maka HIV-1 dalam serum pasien. Meskipun
diusahakan pada penelusuran pene- RNA juga dapat diperkuat dengan
litian tersebut untuk lebih fokus pada PCR, keuntungan utama NASBA
hubungan antara antigen p24 dengan adalah bahwa ia dapat bekerja pada
enzim reverse transkriptase. Hal ini kondisi isotermik, biasanya pada suhu
disebabkan karena enzim ini meru- konstan 41°C. NASBA telah
pakan enzim utama yang bertanggung diperkenalkan ke bidang kedokteran
jawab dalam merubah RNA pada HIV dan telah terbukti memberikan hasil
menjadi DNA hingga menyusup ke yang lebih cepat dari PCR, selain itu
dalam sel inang, dan berperan se- juga dapat menjadi lebih sensitif .12
47
MKA, Volume 38, Nomor 1, Jan-Apr 2015 http://jurnalmka.fk.unand.ac.id

SIMPULAN bangan HIV-AIDS triwulan I. 17 Mei


2013;hal 1-2
Berdasarkan pembahasan atas ga-
gasan yang dikaji, kami menyimpulkan 5. Dirjen Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. Laporan
beberapa hal. Diagnosa dini pada perkembangan HIV-AIDS triwulan I. 17
infeksi HIV merupakan diagnosa yang Mei 2013;hal 11-16
dapat membantu pendeteksian HIV
pada fase awal infeksi hingga 6. Baratawijaya KG. Imunologi dasar. 8th
sebelum masuknya fase serokonversi. ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.
Pada saat inilah tes Double-detect 7. Wibowo HA, Setiawaty V, Salwati E.
Protein dapat dilakukan. Namun, perlu Epidemology molekuler genotype HIV-1
dilakukan tes NASBA untuk meng- pada orang dengan AIDS. Bul. Penelit.
konfirmasi hasil tes Double-detect Kasehat. 2011;39(1):1-9
Protein untuk mengantisipasi keti-
8. Berry IM.Genetic aspect of HIV-1
dakoptimalan hasil yang diperoleh. evolution and transmission. Stockholm:
Karolinska Instutet; 2008.
Tes Double-detect Protein ke-
mungkinan memiliki keefektifan lebih 9. Stanley J. Essentials of immunology
tinggi dari tes yang mendeteksi anti- and serology. West Indies: Thomson
gen p24 ataupun tes yang men- Delmal Learning; 2002.
deteksi antidbodi.
10. RCSB. The structural biology of HIV.
Mekanisme tes Double-detect Pro- Protein data bank. 2011
tein adalah dengan cara mengambil 11. Jia X, Singh R, Homann S, Yang H,
serum pasien yang ingin dites, Guatelli J, Xiong Y. Structural basis of
kemudian dilakukan pengasingan evasion of cellular adaptive immunity
antigen yang berupa p24 dan enzim by HIV-1 Nef. Nat Struct Mol Biol.
dengan menggunakan alat yang 2012 Jun 17;19(7):701-6.
kompatibel pada struktur molekul dari
12. Schneider P, Wolters L, Schoone G,
kedua protein tersebut. Schallig H, Sillekens P, Hermsen, R.
Real-time nucleic acid sequence-based
amplification is more convenient than
real-time PCR for quantification of
DAFTAR RUJUKAN
Plasmodium falciparum. J clin microbiol.
1. Hubach RD, Dodge B, Davis A, Smith 2005;43 (1): 402–5
AD, Zimet GD, Van Der Pol B.
Preferred methods of sexually
transmitted infection service delivery
among an urban sample of
underserved midwestern men. Sex
Transm Dis. 2014 Feb;41(2):129-32

2. Mendoza Y, Bello G, Castillo M J,


Martínez AA, González C, García-
Morales C, Avila- Ríos S, Reyes-Terán
G, Pascale JM. PLoS One. 2014 Jan
13;9(1): e85153

3. Stevens CD. Clinical immunology and


serology. 2th ed. North Carolina: F. A.
Davis Company; 2003.

4. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Pe-


nyehatan Lingkungan. Laporan perkem-
48

Anda mungkin juga menyukai