Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS HIPERBILIRUBIN


DI RUANG PERINA RSUD KOTA SALTIGA

Disusun oleh :
Hendri Kristiyawan
P27220019273

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


POLTEKKES SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK
2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Hendri Kristiyawan


NIM : P27220019273
Prodi / Jurusan : Profesi Ners
Judul : Laporan Pendahuluan Pada Pasien Bayi Dengan Diagnosa Medis
Hiperbilirubin Di Ruang Perina Rsud Kota Saltiga

Salatiga, November 2019

Mengetahui,

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

____________________ ___________________
LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBIN PADA BAYI

1. DEFINISI
Hiperbilirubinemia adalah suatu kondisi bayi baru lahir dengan kadar bilirubin
serum, total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan
ikterus, yang dikenal dengan ikterus neonatorum patologis. (A. Aziz Alimul H,
2008)
Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin di
dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga konjungtiva, kulit, dan mukosa berwarna
kuning. (A. Aziz Alimul H, 2008)
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin darah yang kadar nilainya
lebih dari normal. Nilai normal bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk
0,1 – 0,4 mg/dl. (Suriadi 2010)
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubinemia mencapai
suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernicterus kalau tidak
ditanggulangi dengan baik.
Hyperbilirubinemia (icterus pada bayi baru lahir) adalah meningginya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa,
dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. (Ngastiyah, 2010).

2. ETIOLOGI
a. Produksi yang berlebih
Hal ini melebihi kemampuan bayi mengeluarkannya , misalnya pada
hemolisis yang meningkat pada inkomptabilitas darah Rh, ABO, golongan
darah lain, defisiensi enzim G–6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup,
dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses ‘ uptake’ dan konjugasi hepar
Disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi
bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau
tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase, defisiensi protein Y dalam
hepar yang berperanan penting dalam ‘uptake’ bilirubin ke hepar.
c. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar.
Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya
salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat
ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar.
Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan.
Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh
penyebab lain. ( Ilmu Kesehatan Anak, Buku kuliah 3, FKUI, 1985 )
Rumus Kramer

Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin

1 Kepala dan Leher 5 mg%

2 Daerah 1 + badan bagian atas 9 mg%

3 Daerah 1, 2 + badan bagian bawah dan 11 mg%


tungkai

4 Daerah 1, 2, 3 + lengan dan kaki dibawah 12 mg%


lutut

5 Daerah 1,2,3,4 + tangan dan kaki 16 g%


3. Pathway/Fatofisiologi

Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari


pengrusakan sel darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan
masuk sirkulasi, diimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Gloobin
{protein} digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme akan diruah menjadi
bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan albumin.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab
bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia,
memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain,
atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan
protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan
anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim
glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya
penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan
jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat
indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi
dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut
kernikterus atau ensefalopati biliaris.
Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan
neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila
pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia,
hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin
plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat
terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia,
asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah
apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami
gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu
Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama
ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah
larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak
apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi
pada otak disebut kernikterus.
4. GEJALA/ TANDA
Menurut A. Aziz Alimul H:
Gejala atau tanda hiperbilirubinemia yaitu:
1) Adanya ikterus yang timbul. Ikterus ada 2 macam:
1) Ikterus fisiologis
a) Timbul pada hari kedua dan hari ketiga dan menghilang pada minggu
pertama selambat-lambatnya 10 hari pertama
b) Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10mg% pada neonates cukup
bulan dan 12,5mg% untuk neonates kurang bulan.
c) Kecepatan kenaikan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% setiap hari,
kadar bilirubin indirek tidak melebihi 1 mg%.
2) Ikterus patologis
a) Terjadi pada 24 jam pertama
b) Kadar bilirubin serum melebihi 10 mg% pada neonates cukup bulan,
dan melebihi 12 mg% pada neobatus kurang bulan
c) Terjadi peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari
d) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama dan kadar bilirubin direk
melebihi 1 mg%.
Gejala/tanda secara umum
a. Kulit berwarna kuning sampai jingga.
b. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
c. Pasien tampak lemah.
d. Nafsu makan berkurang.
e. Reflek hisap kurang.
f. Urine pekat.
g. Perut buncit.
h. Pembesaran lien dan hati.
i. Gangguan neurologik.
j. Feses seperti dempul.
k. Kadar bilirubin total mencapai > 30 mg/dl.
l. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
m. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada
bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetik atau infeksi.
n. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke
3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.
o. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung
tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk)
kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya
dapat dilihat pada ikterus yang berat.
p. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental.
q. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus,
kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
5. KOMPLIKASI
a. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
b. Kernikterus : kerusakan neurologis, cerebral palsy, retrdasi mental,
hiperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi dan tangisan yang
melengking.
c. Asfiksia
d. Hipoglikemi
e. Hipotermi dan hipertermi
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
b. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari
10 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 14 mg/dl merupakan keadaan
yang tidak fisiologis. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak
10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari
14mg/dl tidak fisiologis.
1) Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
2) Protein serum total.
c. USG
Untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
d. Radioisotop Scan
Dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan atresia billiari.
e. Pemeriksaan Radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
f. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra
hepatic.
g. Biopsy Hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar
seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic
selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati,
hepatoma.
h. Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi
untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
i. Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi
untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
7. PENATALAKSANAAN
a. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi.
Contohnya : pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas.
Albumin dapat diganti dengan plasma dosis 15 – 20 ml/kgbb. Pemebrian
glukosa perlu untuk kojugasi hepar sebagai sumber energi.
b. Melakukan dekompensasi bilirubin dengan fototerapi
c. Terapi sinar diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari 10 mg %.
Terapi sinar menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol
yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air
dan dikeluarkan melalui urin, tinja, sehingga kadr bilirubin menurun. Selain
itu pada terapi sinar ditemukan pula peninggian konsentrasi bilirubin indirek
dalam cairan empedu duodenum dan menyebabkan bertambahnya pengeluaran
cairan empedu kedalam usus sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin
akan keluar bersama feses.
1) Penatalaksanaan terapi sinar:
a) Baringkan bayi telanjang, hanya genitalia yang ditutup ( maksmal 500
jam ) agar sinar dapat merata ke seluruh tubuh.
b) Kedua mata ditutup dengan penutup yang tidak tembus cahaya. Dapat
dengan kain kasa yang dilipat lipat dan dibalut. Sebelumnya katupkan
dahulu kelopak matanya. ( untuk mencegah kerusakan retina )
c) Posisi bayi sebaiknya diubah ubah, telentang, tengkurap, setiap 6
jam bila mungkin, agar sinar merata.
d) Pertahankan suhu bayi agar selalu 36,5 37 C, dam observasi suhu tiap
4- 6 jam sekali. Jika terjadi kenaikan suhu matikan sebentar lampunya
dan bayi diberikan banyak minum. Setelah 1 jam kontrol kembali
suhunya. Jika tetap hubungi dokter.
8. ASUHAN KEPERAWATAN
a. PENGKAJIAN
1) Aktivitas/ istirahat : letargi, malas
2) Sirkulasi : mungkin pucat, menandakan anemia
3) Eliminasi : Bising usus hipoaktif, vasase meconium mungkin lambat,
faeces mungkin lunak atau coklat kehijauan selama pengeluaran
billirubin. Urine berwarna gelap.
4) Makanan cairan : Riwayat pelambatan/ makanan oral buruk.
5) Palpasi abdomen : dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar.
6) Neurosensori :
a) Chepalohaematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua
tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran.
b) Oedema umum, hepatosplenomegali atau hidrops fetalis, mungkin
ada dengan inkompathabilitas Rh.
c) Kehilanga refleks moro, mungkin terlihat.
d) Opistotonus, dengan kekakuan lengkung punggung, menangis lirih,
aktifitas kejang.
7) Pernafasan : krekels (oedema fleura), riwayat asfiksia
8) Keamanan : Riwayat positif infeksi atau sepsis neonatus, akimosis
berlebihan, pteque, perdarahan intrakranial, dapat tampak ikterik pada
awalnya pada wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh.
9) Seksualitas : mungkin praterm, bayi kecil usia untuk gestasi (SGA), bayi
dengan letardasio pertumbuhan intra uterus (IUGR), bayi besar untuk
usia gestasi (LGA) seperti bayi dengan ibu diabetes. Terjadi lebih sering
pada bayi pria daripada bayi wanita.

b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya air
(IWL) tanpa disadari akibat dari fototerapi dan kelemahan menyusu.
b. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan fototerapi.
c. Resiko injury (internal) berhubungan dengan peningkatan serum
bilirubin sekunder dari pemecahan sel darah merah dan gaangguan
ekskresi bilirubin
d. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi bayi
e. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengalaman
orang tua.

c. RENCANA TINDAKAN
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Resiko Setelah dilakukan a. Monitor suhu tiap 3 jam
kurangnya tindakan b. Pertahankan intake, beri
volume keperawatan selama minum sesuai program dan
cairan 3 x24 jam kebutuhan
berhubungan diharapkan c. Perhatikan frekuensi BAB,
dengan kebutuhan volume mungkin susu tidak cocok (
hilangnya air cairan terpenuhi jika bukan asi )
(IWL) tanpa dengan kriteria d. Kaji adanya dehidrasi
disadari hasil : membrae mukosa, ubun-
akibat dari a. Balance cairan ubun torgor kulit, mata
fototerapi intake output = e. Kolaborasi terapi infus
dan 0 sesuai program
kelemahan b. Reflek isap f. Tambah cairan 20% dari
menyusu bagus kebutuhan normal
c. Tidak terjadi
hipertermi
d. Mukosa bibir
lembab
2 Resiko Setelah dilakukan a. Inspeksi kulit tiap 3 jam.
gangguan tindakan b. Gunakan baby oil atau sabun
integritas keperawatan selama oil, untuk melembabkan
kulit 3x24 jam kulit
berhubungan diharapkan c. Merubah posisi bayi dengan
dengan gangguan integritas sering.
fototerapi kulit tidak terjadi d. Gunakan pelinndung daerah
dengan kriteria genital
hasil : e. Gunakan pengalas yangb
a. Tidak ada tanda lembut
tanda infeksi
seperti,
kemerahan,
demam, nyeri
b. Kulit dalam
keadaan bersih
dan lembab
c. Tidak terjadi
proritus

3 Resiko injury Setelah diberikan


(internal) tindakan perawatan a. Perhatikan dan
berhubungan selama 3x24 jam dokumentasikan warna kulit
dengan diharapkan tidak dari kepala, sclera dan tubuh
peningkatan terjadi injury akibat secara progresif terhadap
serum peningkatan serum ikterik setiap pergantian
bilirubin bilirubin sekunder shift
sekunder dari dari pemecahan sel b. Monitor kadar bilirubin dan
pemecahan darah merah dan kolaborasi bila ada
sel darah gaangguan ekskresi peningkatan kadar.
merah dan bilirubin. c. Monitor kadar Hb, Hct
gaangguan Criteria Hasil: adanya penurunan.
ekskresi Tidak adanya d. Kolaborasi dengan tim
bilirubin. tanda-tanda injury medis dalam pemberian
internal phototerapi

4 Kecemasan Setelah diberikan


orang tua penjelasan selama
berhubungan 2x15 menit
dengan diharapkan orang
kondisi bayi. tua menyatakan a. Kaji pengetahuan keluarga
mengerti tentang tentang penyakit pasien
perawatan bayi b. Beri pendidikan kesehatan
hiperbilirubin dan penyebab dari kuning,
kooperatif dalam proses terapi dan
perawatan. perawatannya.
Criteria Hasil: c. Beri pendidikan kesehatan
Orang tua tidak mengenai cara perawatan
cemas. bayi dirumah.

5 Kurangnya Setelah diberikan a. Ajak orang tua untuk diskusi


pengetahuan penjelasan selama dengan menjelaskan tentang
berhubungan 2x30 menit penyebab hiberbilirubin
dengan diharapkan orang fisiologis, alasan perawatan,
kurangnya tua menyatakan dan pengobatan.
pengalaman mengerti tentang b. Libatkan dan ajarkan orang
orang tua. perawatan bayi tua dalam merawat bayi
hiperbilirubin dan c. Jelaskan komplikasi dengan
kooperatif dalam mengenal tanda dan gejala;
perawatan. kekakuan otot, kejang dan
Criteria Hasil: tidak mau makan/ minum,
Orang tua meningkatnya temperature,
menyatakan dan tangisan yang
mengerti tentang melengking.
penyebab bayi
hiperbilirubin dan
kooperatif dalam
perawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Arief ZR, dkk. 2009. Neonatus dan Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta:
Nuha Medika

Aziz Alimul H. 2008. ILMU KESEHATAN ANAK. Jakarta: Salemba Medika

Dwijayanti K, dkk. 2014. Laporan Pendahuluan Hiperbilirubin.


(https://www.scribd.com) Diakses pada 28 Oktober 2019

Doengoes, E. Marlyn & Moerorse Mary Frace.2010. Rencana Perawatan Maternal


Bayi.EGC. Jakarta

Riyadi Sujono, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit.


Yogyakarta: Gosyen Publishing

Suriadi, dan Rita Y. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Fajar Inter Pratama.
Jakarta

Wardah Yulia. 2015. LAPORAN PENDAHULUAN (LP) HIPERBILIRUBINEMIA


(https://www.academia.edu/11325092/LAPORAN_PENDAHULUAN
LP_HIPERBILIRUBINEMIA). Diakses pada 28 Oktober 2019

Anda mungkin juga menyukai