Anda di halaman 1dari 18

INTERAKSI OBAT

INTERAKSI OBAT DILUAR TUBUH MANUSIA

Disusun Oleh:

NUR AMRINA NOFIANI (19334715)

Dosen Pembimbing:

Dra. Refdanita, M.Si., Apt

PROGRAM STUDI FARMASI


INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA 2019
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Interaksi Obat Diluar Tubuh
Manusia. Makalah ini membahas tentang pembuatan Interaksi Obat Diluar Tubuh Manusia.

Makalah ini masih memiliki banyak sekali kekurangan, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembacanya agar makalah ini agar
dapat menjadi lebih baik lagi. Akhir kata kami berharap agar makalah ini dapat berguna bagi
pembaca lebih khusus dapat membantu memahami tentang pembuatan Interaksi Obat Diluar
Tubuh Manusia.

Jakarta, Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................... ii


Daftar Isi .................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
I. 1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
I. 2 Perumusan Masalah ....................................................................................... 2
I. 3 Tujuan Penulisan ............................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian ..................................................................................................... 3
2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi obat .......................................... 4
2.3 Mekanisme terjadinya interaksi-obat ............................................................. 4
2.4 Strategi Penatalaksanaan Interaksi Obat ........................................................ 5

BAB III PEMBAHASAN


3.1 Interaksi obat di luar tubuh ........................................................................... 7
3.2 Mekanisme Kerja Interaksi Obat .................................................................. 7
3.3 Contoh interaksi obat di luar tubuh ............................................................... 9
3.4. Tindakan untuk menghindari interaksi farmasetik ...................................... 12
3.5. Review Jurnal................................................................................................ 12

BAB IV PENUTUP
IV.1 Kesimpulan ................................................................................................. 14
IV.2 Saran ............................................................................................................ 14

Daftar Pustaka ............................................................................................................ 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang


Interaksi obat terjadi jika efek suatu obat (index drug) berubah akibat adanya obat lain
(precipitant drug), makanan, atau minuman. Interaksi obat dapat menghasilkan efek
yang memang dikehendaki (Desirable Drug Interaction), atau efek yang tidak
dikehendaki (Undesirable/Adverse Drug Interactions = ADIs) yang lazimnya
menyebabkan efek samping obat dan/atau toksisitas karena meningkatnya kadar obat
di dalam plasma, atau sebaliknya menurunnya kadar obat dalam plasma yang
menyebabkan hasil terapi menjadi tidak optimal. Sejumlah besar obat baru yang
dilepas di pasaran setiap tahunnya menyebabkan munculnya interaksi baru antar obat
akan semakin sering terjadi. Beberapa laporan studi menyebutkan proporsi interaksi
obat dengan obat lain (antar obat) berkisar antara 2,2% sampai 30% terjadi pada
pasien rawat-inap dan 9,2% sampai 70,3% terjadi pada pasien-pasien rawat jalan,
walaupun kadang-kadang evaluasi interaksi obat tersebut memasukkan pula interaksi
secara teoretik selain interaksi obat sesungguhnya yang ditemukan dan
terdokumentasi.1
Di Indonesia, data mengenai insidens interaksi obat masih belum terdokumentasi
antara lain juga karena belum banyak studi epidemiologi dilakukan di Indonesia untuk
hal tersebut. Sebagian besar informasi diperoleh dari laporan-laporan kasus terpisah,
uji-uji klinik, dan/atau studi-studi farmakokinetik pada subyek sehat dan usia muda
yang tidak sedang menggunakan obat-obat lainnya, sehingga untuk menetapkan risiko
efek samping akibat suatu interaksi obat pada seorang pasien tertentu seringkali tidak
dapat secara langsung. Profil keamanan suatu obat seringkali baru didapatkan setelah
obat tersebut sudah digunakan cukup lama dan secara luas di masyarakat, termasuk
oleh populasi pasien yang sebelumnya tidak terwakili dalam uji klinik obat tersebut.
Konsekuensinya, diperlukan beberapa bulan atau bahkan tahun sebelum diperoleh
data yang memadai tentang masalah efek samping akibat interaksi obat.

1
I.2 Perumusan masalah
Informasi mengenai risiko efek samping karena interaksi obat, dan seberapa jauh
risiko efek samping dapat dikurangi diperlukan jika akan mengganti obat yang
berinteraksi dengan obat alternatif. Dengan mengetahui bagaimana mekanisme
interaksi antar obat, dapat diperkirakan kemungkinan efek samping yang akan terjadi
dan melakukan antisipasi. Karena kebanyakan interaksi obat memiliki efek yang tak
dikehendaki, umumnya interaksi obat dihindari karena kemungkinan mempengaruhi
prognosis sehingga faktor farmasetiknya pun harus diperhatikan.

I.3 Tujuan penulisan


Makalah ini bermaksud menguraikan beberapa mekanisme interaksi fisiko-kimia yang
terjadi pada saat obat diformulasikan/disiapkan sebelum obat di gunakan oleh
penderita.dan implikasi klinik akibat efek samping yang terjadi karena interaksi
tersebut.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian
Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau dipengaruhi oleh
obat lain yang di berikan bersamaan. Interaksi obat terjadi jika suatu obat mengubah
efek obat lainnya. Kerja obat yang diubah dapat menjadi lebih atau kurang Aktif
(Harknes 1989).
Interaksi obat merupakan kejadian di mana suatu zat mempengaruhi aktivitas obat.
Efek-efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau menghasilkan efek baru
yang tidak dimiliki sebelumnya. Biasanya yang terpikir oleh kita adalah antara satu obat
dengan obat lain. Tetapi, interaksi bisa saja terjadi antara obat dengan makanan, obat
dengan herbal, obat dengan mikronutrien, dan obat injeksi dengan kandungan infus.
Interaksi obat bisa ditimbulkan oleh berbagai proses, antara lain perubahan dalam
farmakokinetika obat tersebut, seperti Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi
(ADME) obat. Kemungkinan lain, interaksi obat merupakan hasil dari sifat-sifat
farmakodinamik obat tersebut, misal, pemberian bersamaan antara antagonis reseptor
dan agonis untuk reseptor yang sama
Obat dapat berinteraksi karena pengobatan dengan beberapa obat sekaligus
(polifarmasi), makanan, zat kimia yang masuk dari lingkungan, atau dengan obat lain.
Pada interaksi obat melibatkan dua jenis obat yaitu:
a. Obat Presipitan yakni obat yang mempengaruhi atau mengubah aksi efek obat
lain. Ciri - ciri dari obat presipitan adalah sebagai berikut:
 Obat - obat dengan ikatan protein yang kuat sehingga akan menggusur
obat dengan ikatan protein yang lemah. Dengan demikian obat-obat yang
tergusur kadarnya akan bebas dalam darah dan meningkat sehingga
menimbulkan efek toksik.
 Obat-obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau merangsang
(Inducer) enzim-enzim yang memetabolisir obat dalam hati.
 Obat-obat yang dapat mempengaruhi atau merubah fungsi ginjal sehinga
eliminasi obat-obat lain dapat dimodifikasi.

3
b. Obat Objek merupakan obat yang hasil atau efeknya dipengaruhi atau diubah
oleh obat lain. Cirinya adalah :
 Mempunyai kurva dose response yang curam
 Obat-obat dengan rasio toksis yang rendah

2.2.Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi obat


a. Faktor penderita:
1) Umur (yang paling peka adalah bayi, balita dan orang lanjut usia)
2) Sifat keturunan
3) Penyakit yang sedang diderita
4) Fungsi hati dan ginjal
b. Faktor obat:
1) Jumlah obat yang digunakan
2) Jangka waktu pengobatan
3) Jarak waktu penggunaan dua obat
4) Urutan pemberian ohat
5) Bentuk sediaan obat

2.3. Mekanisme terjadinya interaksi-obat


Mekanisme interaksi obat dapat melalui beberapa cara, yakni interaksi secara
farmasetik (inkompatibilitas); interaksi secara farmakokinetik dan interaksi secara
farmakodinamik.

a. Interaksi farmasetik
Interaksi farmasetik terjadi jika antara dua obat yang diberikan secara
bersamaan tersebut terjadi inkompibilitas atau terjadinya reaksi lansung, yang
umumnya di luar tubuh dan berakibat berubah atau lhilang nya efek
farmakologis obat yang diberikan. Sebagai contoh, Pencampuran penisilin dan
aminoglikosida akan menyebabkan hilangnya efek farmakologik yang
diharapkan.

4
b. Interaksi farmakokinetik
Interaksi dalam proses farmakokinetik, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme
dan ekskresi (ADME) dapat meningkatkan ataupun menurunkan kadar plasma
obat. Interaksi obat secara farmakokinetik yang terjadi pada suatu obat tidak
dapat diekstrapolasikan (tidak berlaku) untuk obat lainnya meskipun masih
dalam satu kelas terapi, disebabkan karena adanya perbedaan sifat fisikokimia,
yang menghasilkan sifat farmakokinetik yang berbeda..
Contohnya, interaksi farmakokinetik oleh simetidin tidakdimiliki oleh H2-
bloker lainnya; interaksi oleh terfenadin, aztemizole tidak dimiliki oleh
antihistamin non-sedatif lainnya.

c. Interaksi farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada sistem
reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek
yang aditif, sinergistik, atau antagonistik, tanpa ada perubahan kadar plasma
ataupun profil farmakokinetik lainnya. Interaksi farmakodinamik umumnya
dapat diekstrapolakan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang
berinteraksi, karena klasifikasi obat adalah berdasarkan efek
farmakodinamiknya. Selain itu, umumnya kejadian interaksi farmakodinamik
dapat diramalkan sehingga dapat dihindari sebelumnya jika diketahui
mekanisme kerja obat.

2.4.Strategi Penatalaksanaan Interaksi Obat

1. Menghindari kombinasi obat yang berinteraksi  Jika resiko terjadinya


interaksi obat lebih besar dari manfaatnya, makaharus dipertimbangkan untuk
memakai obat pengganti.

2. Penyesuaian dosis  Jika hasil interaksi obat meningkatkan atau menurunkan


efek obat, maka perlu dilakukan modifikasi dosis salah satu atau kedua obat
untuk mengimbangi kenaikan atau penurunan efek obat tersebut. Penyesuaian
dosis diperlukan pada saat mulai atau menghentikan penggunaan obat yang
menyebabkan interaksi.

5
3. Memantau pasien  Keputusan dari memantau atau tidak memantau tergantung
dari berbagai faktor, seperti karakteristik pasien, penyakit lain yang diderita
pasien, waktu mulai menggunakan obat yang menyebabkan interaksi, dan waktu
timbulnya reaksi interaksi obat.

4. Melanjutkan pengobatan seperti sebelumnya dengan modifikasi  Jika


kombinasi obat yang berinteraksi tersebut merupakan pengobatan yang optimal,
atau bila interaksi tersebut tidak bermakna secara klinis.

6
BAB III

PEMBAHASAN

3.1.Interaksi obat di luar tubuh


Interaksi yang terjadi diluar tubuh (sebelum obat di berikan) antara obat yang tidak
bisa di campur disebut inkompatibel atau intraksi farmasetis. Pencampuran obat
demikian menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisika atau kimiawi,
yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna dan
lain-lain, atau mungkin juga tidak terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat inaktivasi
obat.
Hal yang paling penting untuk diketahui oleh dokter maupun apoteker sebagai
tenaga kesehatan adalah interaksi obat diluar tubuh yaitu interaksi antara obat suntik
dengan cairan infus, dimana banyak sekali obat-obat suntik yang inkompatibilitas
dengan cairan infus. Selain itu interaksi obat dapat terjadi pada saat formulasi atau
disiapkan sebelum digunakan oleh pasien.

Prinsip interaksi obat diluar tubuh manusia adalah interaksi langsung secara fisik dan
atau kimiawi, yang mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna,
dll, atau mungkin juga tidak terlihat dari hasil interaksi yang terjadi

3.2.Mekanisme Kerja Interaksi Obat


Interaksi yang terjadi karena adanya perubahan atau reaksi kimia dan fisika antara 2
obat atau lebih yang dapat dikenal/dilihat yang berlangsung diluar tubuh dan
mengakibatkan aktivitas farmakologik obat tersebut hilang/berubah.
Macam macam inkompatibilitas
a. Inkompatibilitas terapeutik.
Inkompatibilitas golongan ini mempunyai arti bahwa bila obat yang satu
dicampur/ dikombinasikan dengan obat yang lain akan mengalami perubahan-
perubahan sedemikian rupa hingga sifat kerjanya dalam tubuh (in vivo) berlainan
daripada yang diharapkan. Hasil kerjanya kadang-kadang menguntungkan, namun
dalam banyak hal justru merugikan dan malah dapat berakibat fatal. Sebagai

7
contoh : Absorpsi dari tetrasiklin akan terhambat bila diberikan bersama-sama
dengan suatu antasida (yang mengandung kalsium, aluminium, magnesium atau
bismuth). Fenobarbital dengan MAO--inhibitors menimbulkan efek potensiasi dari
barbituratnya. Kombinasi dari quinine dengan asetosal dapat menimbulkan
chinotoxine yang tidak dapat bekerja lagi terhadap malaria. Mencampur hipnotik
dan sedatif dengan kafein hanya dalam perbandingan yang tertentu saja
rasionilpun harus diperhatikan bahwa mengkombinasikan berbagai antibiotik
tanpa indikasi bakteriologis yang layak sebaiknya tidak dianjurkan

b. Inkompatibilitas fisika.
Yang dimaksudkan disini adalah perubahan-perubahan yang tidak diinginkan
yang timbul pada waktu obat dicampur satu sama lain tanpa terjadi perubahan-
perubahan kimia.
Contoh :

1) Meleleh atau menjadi basahnya campuran serbuk.


2) Tidak dapat larut dan obat-obat yang apabila disatukan tidak dapat
bercampur secara homogen.
3) Penggaraman (salting out).
4) Adsorpsi obat yang satu terhadap obat yang lain.

c. Inkompatibilitas kimia.
Yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada waktu pencampuran obat yang
disebabkan oleh berlangsungnya reaksi kimia/interaksi. Termasuk di sini adalah :

1) Reaksi-reaksi di mana terjadi senyawa baru yang mengendap.


2) Reaksi antara obat yang bereaksi asam dan basa.
3) Reaksi yang terjadi karena proses oksidasi/reduksi maupun hidrolisa.
4) Perubahan-perubahan warna.
5) Terbentuknya gas dll.

8
3.3.Contoh interaksi obat di luar tubuh

No. Obat Obat Object Mekanisme kerja Efek Solusi


Precipitant (A) (B)

1. Cefrtiaxon Larutan RL Terbentuknya larutan Penurunan absorbsi obat tidak


(Ringer keruh dan berunah ceftriaxon dicampur
Laktat) warna bersamaan

2. Karbenisilin Gentamisin menghambat kerja Gentamisin tidak Tidak dicampur


gentamisin aktif, kabenisilin secara
rusak (hilangnya bersamaan
efek farmakologi
yang dirapkan)

3. Rifampisin Isoniazid Digerus bersamaan, INH mengalami Pemberian


(INH) menurunkan aktifitas penurunan aktifitas obatnya dipisah,
INH karena sifat tidak digerus
rifampisin yang bersama.
higroskopis.

4. Amfoterisin Larutan Membentuk senyawa Amfoterisin akan Amfoterisin


garam kompleks sehingga mengendap dalam tidak dicampur
fisiologis/ terjadi proses larutan garam bersamaan
larutan pengendapan fisiologis/larutan dengan cairan
Ringer Ringer infus

5. Fenitoin Larutan Terjadinya interaksi Fenitoin akan Fenitoin tidak


dextrose 5 % antara fenitoin mengendap dalam dicampur
dengan larutan larutan dextrose 5% bersamaan
dextrose 5 % jika dengan cairan
diberikan secara infus
bersamaan

6. Penicilin Larutan RL Terbentuknya Penicillin tidak obat tidak


(Ringer senyawa kompleks aktif (endapan) dicampur
Laktat) dan endapan bersamaan

9
7. Oleum Sesami Aqua Membentuk 2 fase Fase minyak berda Penambah
destilata yang sukar homogen di permukaan air emulgator

8. Oksitetra Diphenhidra Terjadinya interaksi Oksitetrasiklin-HCl Oksitetrasiklin-


min antara oksitetrasiklin- akan mengendap HCl tidak
siklin- HCl HCl dengan dalam larutan dicampur
diphenhidramin jika diphenhidramin bersama cairan
diberikan secara diphenhidramin
bersamaan

9. Phenitoin-Na Infus Terjadinya interaksi Phenitoin-Na akan Phenitoin-Na


antara phenitoin-Na mengendap dalam tidak dicampur
dengan infus jika larutan infus bersama cairan
diberikan secara infus
bersamaan

10. Oksitertrasiklin- MgS04 Terjadi interaksi Terbentuk ikatan Oksitertrasiklin-


HCl antara oksitetrasiklin- komplek tak larut HCl tidak di
HCl dengan MgSO4 Oksitetrasiklin-Ca campur bersama
MgSO4

Ceftriaxon inj merupakan suatu antibiotik yang apabila di campur dengan RL (ringer
Laktat akan membentuk suatu larutan keruh dan perubahan warna. Dari pemerikasaan
menggunakan spektrofotometeri berpengaruh pada serapan absorbansi menggunakan
pelarut yang berbeda. Pelarut kompatibel yaitu WFI dan NaCl didapatkan absorbansi
sebesar 3,9-4,4, sedangkan dengan pelarut ringer laktat di dapatkan absorbansi 2,3.
Penurunan nilai absorbansi ini akan mempengaruhi penyerapan yang mempengaruhi
efektifitas dari ceftriaxone. Ceftriaxone sebaiknya tiadak dicampur dengan RL.
Karbenisilin sebaiknya tidak dicampur dengan Gentamisin, karena jika dberikan
bersama karbenisilin akan dapat menghambat kerja gentamisin. Hal ini membuat
Gentamisin menjadi tidak aktif selain itu kabenisilin akan rusak. Oleh karena itu sebaiknya
kedua obat tersebut tidak dicampur secara bersamaan.

10
Rifampisin dapat berinteraksi dengan Isoniazid (INH) pada proses pencampuran. Bila
digerus bersamaan,maka menurunkan aktifitas INH hal ini dikarenakan sifat rifampisin
yang higroskopis. Efek yang ditimbulakan adalah INH mengalami penurunan aktifitas.
Oleh karena itu pemberian obatnya harus dipisah, dan tidak digerus bersama pada saat
pembuatan.

Amfoterisin jika dicampur dengan Larutan garam fisiologis/ larutan Ringer maka akan
terbentuknya suatu senyawa kompleks antara amfoterisin dengan larutan ringer. Hal ini
dapat menyebabkan proses pengendapan. Amfoterisin akan mengendap dalam larutan
garam fisiologis/larutan Ringer. Oleh karena itu Amfoterisin tidak dicampur bersamaan
dengan cairan infus.

Fenitoin dapat bereaksi dengan Larutan dextrose 5 % diluar tubuh. Jika diberikan
bersama maka akan terjadinya interaksi antara fenitoin dengan larutan dextrose 5 % . hal ini
menyebabkan Fenitoin akan mengendap dalam larutan dextrose 5%, sehingga Fenitoin tidak
dicampur bersamaan dengan cairan infus.

Penicilin merupakan salah satu antibiotic yang apabila di reaksikan bengan Larutan RL
(Ringer Laktat) akan terbentuk suatu senyawa kompleks antara penicillin dengan larutan
ringer sehingga dapat terjadi proses pengendapan. Hal ini membuat Penicillin menjadi tidak
aktif karena eddapan yang dihasilkan. Untuk itu Penicillin sebaiknya tidak dicampur
bersamaan dengan hidrokortison taua dalan hal ini larutan ringer laktat.

Aspirin dapat berinteraksi dengan Natrium bikarbonat di lingkungan terbuka. H2O yang
terdapat dalam udara memungkinan terjadinya hidrolisis Aspirin. Cahaya mataharipun
berperan dalam hidrolisis aspirin. Oleh karena itu perlu diperhatikan pemakaian wadah
ampul yang berwarna gelap untuk menghindari terjadinya hidrolisis.

Oleum sesami dengan aqua destilata akan membentuk 2 fase yang sukar homogen. Hal
ini terjadi pembentukan fese minyak yang berada di permikaan air. Karena iti ditambahkan
emulgator untuk pencampurannya.

Phenitoin-Na bereaksi dengan Infus diluar tubuh manusia. Terjadinya interaksi antara
phenitoin-Na dengan infus apabila diberikan secara bersamaan. Hal ini
menyebabkanPhenitoin-Na akan mengendap dalam larutan infus. Karena hal tersebut
Phenitoin-Na tidak dicampur bersama cairan infus.

11
Oksitertrasiklin-HCl dapat berinteraksi dengan MgS04. Terjadi interaksi antara
oksitetrasiklin-HCl dengan MgSO4 dengan terbentuknya ikatan komplek tak larut.
Oksitetrasiklin-Ca. Sebaiknya Oksitertrasiklin- HCl tidak di campur bersama MgSO4 saat
pemberian.

3.4.Tindakan untuk menghindari interaksi farmasetik


a. Jangan memberikan suntikan campuran obat kecuali kalau yakin betul bahwa tidak
ada interaksi antar masing-masing obat
b. Dianjurkan sedapat mungkin juga menghindari pemberian obat bersama-sama lewat
infus
c. Selalu memperhatikan petunjuk pemberian obat dari pembuatnya (manufacturer
leaflet), untuk melihat peringatan-peringatan pada pencampuran dan cara pemberian
obat (terutama untuk obat-obat parenteral misalnya injeksi infus dan lain-lain)
d. Sebelum memakai larutan untuk pemberian infus, intravenosa atau yang lain,
diperhatikan bahwa perubahan warna, kekeruhan, dari larutan
e. Siapkan larutan hanya kalau diperlukan saja
f. Botol infus harus selalu diberi label tentang jenis larutannya, oabt-obatan yang sudah
dimasukan, termasuk dosis dan waktunya.
g. Jika harus memberi per infus dua macam obat, berikan 2 jalur infus, kecuali kalau
yakin tidak ada interaksi.
h. Mengetahui sifat masing-masing obat sehingga dapat memilih obat yang tidak
berinteraksi saat proses pembuatan atau pencampuran obat.
i. Pemilihan wadahpun harus diperhatikan sehingga tidak terjadi interaksi yang tidak
diinginkan.

3.5. Review Jurnal


Studi Inkompatibilitas Parenteral dan Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Rawat Inap Di
Rumah Sakit Surakarta
Pencampuran sediaan intravena merupakan suatu proses pencampuran obat steril
dengan larutan intravena steril untuk menghasilkan suatu sediaan steril yang bertujuan
untuk penggunaan intravena. Ruang lingkup dari intravenous admixtures adalah pelarutan
atau rekonstitusi serbuk steril, penyiapan suntikan intravena sederhana, dan penyiapan
suntikan intravena kompleks. Penelitian indentifikasi dan evaluasi kejadian
inkompatibilitas tahap dispensing obat di rumah sakit bertujuan untuk mengetahui

12
kejadian inkompatibilitas, mengetahui pola peresepan sediaan intravena,mengetahui
proses rekostitusi (dispensing) obat, mengetahui pengaruh kemampuan farmasis pada
kejadian inkompatibilitas, mengetahui hubungan inkompatibilitas dengan outcome terapi,
dan kejadian inkompatibilitas pada penggunaan antibiotika. Penelitian menggunakan studi
eksperimen, yaitu memberikan mengetahui pengaruh inkompatibilitas secara kuantitatif
dan studi observasional untuk mengetahui kejadin inkompatibilitas antibiotika. Sampel
yang digunakan yaitu pasien rawat inap di Rumah sakit , tidak termasuk pasien
hemodialisa dan pasien persalinan. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif, untuk
mendapatkan data kualitatif dan secara prospektif, untuk mendapatkan data kuantitatif.
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa:
1) Antibiotika yang sering digunakan di Rumah Sakit adalah ceftriaxone sebesar 40,5 %,
Cefoperazone Sulbactam (13,6%), dan Levofloksasin (13,2%),
2) Pelarut yang digunakan pada umumnya adalah NaCl , WFI , Ringer Laktat , dan
Dextrosa 5%
3) Inkompatibilitas yang terjadi sebanyak 19,5%
4) Inkompatibilitas yang terjadi adalah inkompatibilitas fisika (keruh) dan
inkompatibilitas kimia (perubahan warna dan penurunan absorbansi)
5) Hubungan antara inkompatibilitas dengan Outcome terapi tidak dapat diamati karena
semua pasien yang diambil dinyatakan kondisi sembuh

13
BAB IV

PENUTUP

IV. 1 Kesimpulan

Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau dipengaruhi oleh
obat lain yang di berikan bersamaan. Interaksi obat terjadi jika suatu obat mengubah
efek obat lainnya. Kerja obat yang diubah dapat menjadi lebih atau kurang Aktif.
Mekanisme interaksi obat dapat melalui beberapa cara, yakni interaksi secara
farmasetik (inkompatibilitas); interaksi secara farmakokinetik dan interaksi secara
farmakodinamik.

Interaksi langsung secara fisik dan atau kimiawi dapat terjadi di luar tubuh manusia,
yang mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna, dll, atau
mungkin juga tidak terlihat dari hasil interaksi yang terjadi

IV. 2 Saran
Dalam pemberian suatu sediaan khusunya sediaan iv kebanyakan interaksi obat
memiliki efek yang tak dikehendaki sehingga faktor farmasetiknya pun harus
diperhatikan sehingga tidak terjasi efek yang dapat merugikan

14
Daftar Pustaka

Gitawati, Retno., 2008. Interaksi obat dan beberapa implikasinya. Media Litbang Kesehatan
Volume XVIII Nomor 4.
Richard, Harkness., 1989. Interaksi Obat. Penerbit ITB : Bandung.

Eka avika,lukito, Inkompatibilitas Parenteral dan Penggunaan Antibiotika Pada Pasien


Rawat Inap Di Rumah Sakit Surakarta, Jurnal Farmasi Indonesia,
1RYHPEHU 2018, hal 109 - 114

Baxter,K. (2018). Stokley’s Drug Interaction.Edisi VIII. London: pharmaceutical press.

15

Anda mungkin juga menyukai