Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

“UROLOGI KOLIK URETER”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Di Ruang Bedah Lantai IV RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat

DISUSUN OLEH :

LENI APRIANI

131 0721 024

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

2014
BAB I
KONSEP DASAR

A. Anatomi Fisiologi Sistem Urinaria


Ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra membentuk system urinarius. Fungsi
utama ginjal adalah mengatur cairan serta elektrolit dan komposisi asam – basa
cairan tubuh, mengeluarkan produk akhir metabolik dari dalam darah dan mengatur
tekanan darah. Urin yang terbentuk sebagai hasil dari proses ini diangkut dari ginjal
melelui ureter ke dalam kandung kemih tempat urin tersebut disimpan untuk
sementara waktu. Pada saat urinasi, kandung kemih berkontraksi dan urin akan
diekskresikan dari tubuh lawat uretra.
Dalam keadaan normal, manusia memiliki 2 ginjal. Setiap ginjal memiliki
sebuah ureter, yang mengalirkan air kemih dari pelvis renalis (bagian ginjal yang
merupakan pusat pengumpulan air kemih) ke dalam kandung kemih. Dari kandung
kemih, air kemih mengalir melalui uretra, meninggalkan tubuh melalui penis (pria)
dan vulva (wanita).
1. Ginjal
Ginjal adalah suatu kelenjar yang terletak di bagian belakang dari kavum
abdominalis di belakang peritoneum, melekat langsung di bagian belakang
abdomen. Bentuknya seperti biji kacang, jumlahnya ada dua kiri dan kanan,
ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih
panjang dari ginjal wanita.
Ginjal juga merupakan salah satu organ tubuh yang sangat penting. Ginjal
berfungsi :
a. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun.
b. Mempertahankan suasana keseimbangan cairan.
c. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh.
d. Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh.
e. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari protein ureum,
kreatinin

2. Ureter
Ureter terdiri dari dua saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke
kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya 25-30 cm. Ureter sebagian terletak
dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap lima menit
sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih.
Gerakan peristaltik urin melalui ureter yang diekskresikan oleh ginjal dan
disemprotkan dalam bentuk pancaran melalui osteum uretralis masuk ke
kandung kemih. Pada laki-laki uretra berjalan berkelok-kelok melalui tengah-
tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang
pubis ke bagian penis panjangnya ± 20 cm. Uretra pada laki-laki terdiri dari
uretra prostatika, uretra membranosa, dan uretra kavernosa. Uretra prostatika
merupakan saluran terlebar dengan panjang 3 cm, dengan bentuk seperti
kumparan yang bagian tengahnya lebih luas dan makin ke bawah makin dangkal
kemudian bergabung dengan uretra membranosa. Uretra membranosa
merupakan saluran yang paling pendek dan paling dangkal. Uretra kavernosa
merupakan saluran terpanjang dari uretra dengan panjang kira-kira 15 cm. Pada
wanita, uretra terletak di belakang simfisis pubis berjalan miring sedikit kearah
atas, panjangnya ± 3-4 cm. Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas
vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra disini hanya sebagai saluran
ekskresi. Uretra wanita jauh lebih pendek daripada uretra laki-laki
3. Kandung kemih
Merupakan kantong muscular yang bagian dalamnya dilapisi oleh membran
mukosa dan terletak di depan organ pelvis lainnya sebagai tempat menampung
air kemih yang dibuang dari ginjal melalui ureter yang merupakan hasil
buangan penyaringan darah. Dalam menampung air kemih kandung kemih
mempunyai kapasitas maksimal yaitu untuk volume orang dewasa lebih kurang
adalah 30-450 ml.
Kandung kemih bersifat elastis, sehingga dapat mengembang dan mengkerut.
Ketika kosong atau setengah terdistensi, kandung kemih terletak pada pelvis dan
ketika lebih dari setengah terdistensi maka kandung kemih akan berada pada
abdomen di atas pubis. Dimana ukurannya secara bertahap membesar ketika
sedang menampung jumlah air kemih yang secara teratur bertambah. Apabila
kandung kemih telah penuh, maka akan dikirim sinyal ke otak dan
menyampaikan pesan untuk berkemih. Selama berkemih, sfingter lainnya yang
terletak diantara kandung kemih dan uretra akan membuka dan akan diteruskan
keluar melalui uretra. Pada saat itu, secara bersamaan dinding kandung kemih
berkontrasksi yang menyebabkan terjadinya tekanan sehingga dapat membantu
mendorong air kemih keluar menuju uretra
4. Vesika urinaria kandung kemih
Adalah satu kantong berotot yang dapat mengempes yang mempunyai tiga
muara, dua muara ureter serta satu muara uretra. Distensi kandung kemih oleh
air kemih akan merangsang stresreseptors yang terdapat pada dinding kandung
kemih dengan jumlah 250 cc sudah cukup untuk merangsang berkemih (proses
miksi). Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi dinding kandung kemih, dan
pada saat yang sama terjadi relaksasi spinter internus, segera diikuti oleh
relaksasi spinter eksternus, akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.
Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter
internus dihantarkan melalui serabut-serabut saraf para simpatis. Kontraksi
spinter eksternus secara volunter ini hanya mungkin bila saraf-saraf yang
menangani kandung kemih uretra medula spinalis dan otak masih utuh. Bila ada
kerusakan pada saraf-saraf tersebut maka terjadi inkontinensia urin (kencing
keluar terus-menerus tanpa disadari) dan retensi urin (kencing tertahan).
Gambar saluran kemih pada manusia dapat dilihat sebagai berikut:

B. Definisi Batu Ginjal


Batu di dalam saluran kemih (Urinary Calculi) adalah massa keras seperti
batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri,
perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam
ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses
pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis,nefrolitiasis).
Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius. Batu
dapat terbentuk di traktus urinarius ketika konsentrasi substansi tertentu seperti
kalsium oksalat, kalsium fosgat dan asam urat. (Brunner and Suddarth, 2002)
Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal di dalam ginjal, mengandung
komponen kristal dan matriks organik. (Arif Mansjoer, 2001)
C. Etiologi Pembentukan Batu Saluran Kemih
Sampai saat sekarang penyebab terbentuknya batu belum diketahui secara pasti.
Beberapa faktor predisposisi terjadinya batu :
1. Ginjal : tubular rusak pada nefron, mayoritas terbentuknya batu
2. Immobilisasi : kurang gerakan tulang dan muskuloskeletal menyebabkan
penimbunan kalsium. Peningkatan kalsium di plasma akan meningkatkan
pembentukan batu.
3. Infeksi : infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan
menjadi inti pembentukan batu.
4. Kurang minum : sangat potensial terjadi timbulnya pembentukan batu.
5. Pekerjaan : dengan banyak duduk lebih memungkinkan terjadinya pembentukan
batu dibandingkan pekerjaan seorang buruh atau petani.
6. Iklim : tempat yang bersuhu dingin (ruang AC) menyebabkan kulit kering dan
pemasukan cairan kurang. Tempat yang bersuhu panas misalnya di daerah
tropis, di ruang mesin menyebabkan banyak keluar keringat, akan mengurangi
produksi urin.
7. Diuretik : potensial mengurangi volume cairan dengan meningkatkan kondisi
terbentuknya batu saluran kemih.
8. Makanan, kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kalsium seperti susu, keju,
kacang polong, kacang tanah dan coklat. Tinggi purin seperti : ikan, ayam,
daging, jeroan. Tinggi oksalat seperti : bayam, seledri, kopi, teh, dan vitamin D.

D. Klasifikasi
Teori pembentukan batu :
1. Teori Intimatriks
Terbentuknya Batu Saluran Kencing memerlukan adanya substansi organik
Sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A
yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.
2. Teori Supersaturasi
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin,
asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
3. Teori Presipitasi-Kristalisasi
Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine.
Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan garam urat, urine
alkali akan mengendap garam-garam fosfat.
4. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
Berkurangnya Faktor Penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat,
sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya
Batu Saluran Kencing.

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada adanya
obstruksi, infeksi dan edema.
1. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal.
a. Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam dan
disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu
menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan merusak unit fungsional
(nefron) ginjal.
b. Nyeri yang luar biasa dan ketidak nyamanan.
2. Batu di piala ginjal
a. Nyeri dalam dan terus-menerus di area kastovertebral.
b. Hematuri dan piuria dapat dijumpai.
c. Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita
nyeri ke bawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati
testis.
d. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di area
kostoveterbal, dan muncul Mual dan muntah.
e. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal
ini akibat dari reflex renoinstistinal dan proksimitas anatomic ginjal ke
lambung pancreas dan usus besar.
3. Batu yang terjebak di ureter
a. Menyebabkan gelombang Nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang
menyebar ke paha dan genitalia.
b. Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine yang keluar.
c. Hematuri akibat aksi abrasi batu.
d. Biasanya batu bisa keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5-1 cm.
4. Batu yang terjebak di kandung kemih
a. Biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi
traktus urinarius dan hematuri.
b. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi
retensi urine.

F. Patofisiologi
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan
urolitiasis belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor predisposisi
terjadinya batu antara lain : Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari intake
cairan yang kurang dan juga peningkatan bahan-bahan organik akibat infeksi
saluran kemih atau stasis urin menyajikan sarang untuk pembentukan batu.
Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat, oxalat, dan faktor lain
mendukung pembentukan batu meliputi : pH urin yang berubah menjadi asam,
jumlah solute dalam urin dan jumlah cairan urin. Masalah-masalah dengan
metabolisme purin mempengaruhi pembentukan batu asam urat. pH urin juga
mendukung pembentukan batu. Batu asam urat dan batu cystine dapat mengendap
dalam urin yang asam. Batu kalsium fosfat dan batu struvite biasa terdapat dalam
urin yang alkalin. Batu oxalat tidak dipengaruhi oleh pH urin.
Imobilisasi yang lama akan menyebabkan pergerakan kalsium menuju tulang
akan terhambat. Peningkatan serum kalsium akan menambah cairan yang akan
diekskresikan. Jika cairan masuk tidak adekuat maka penumpukan atau
pengendapan semakin bertambah dan pengendapan ini semakin kompleks sehingga
terjadi batu.
Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi, ada batu yang
kecil dan batu yang besar. Batu yang kecil dapat keluar lewat urin dan akan
menimbulkan rasa nyeri, trauma pada saluran kemih dan akan tampak darah dalam
urin. Sedangkan batu yang besar dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih yang
menimbulkan dilatasi struktur, akibat dari dilatasi akan terjadi refluks urin dan
akibat yang fatal dapat timbul hidronefrosis karena dilatasi ginjal.
Kerusakan pada struktur ginjal yang lama akan mengakibatkan kerusakan
pada organ-organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis karena ginjal
tidak mampu melakukan fungsinya secara normal. Maka dapat terjadi
penyakit GGK yang dapat menyebabkan kematian.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum menunjukkan
adanya sel darah merah, sel darah putih dan kristal(sistin,asam urat, kalsium
oksalat), serta serpihan, mineral, bakteri, pus, pH urine asam(meningkatkan
sistin dan batu asam urat) atau alkalin meningkatkan magnesium, fosfat
amonium, atau batu kalsium fosfat.
2. Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin
meningkat.

3. Kultur urine : menunjukkan adanya infeksi saluran kemih (stapilococus aureus,


proteus,klebsiela,pseudomonas).

4. Survei biokimia : peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat,


protein dan elektrolit.

5. BUN/kreatinin serum dan urine : Abnormal ( tinggi pada serum/rendah pada


urine) sekunder terhadap tingginya batu okkstuktif pada ginjal menyebabkan
iskemia/nekrosis.

6. Kadar klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida dan penurunan
kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.

7. Hitung Darah lengkap : sel darah putih mungkin meningkat menunjukan


infeksi/septicemia.

8. Sel darah merah : biasanya normal.

9. Hb, Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi


( mendorong presipitas pemadatan) atau anemia(pendarahan, disfungsi ginjal).
10. Hormon paratiroid : mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH
merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan
kalsium urine).

11. Foto rontgen : menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area
ginjal dan sepanjang ureter.

12. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis, seperti penyebab nyeri


abdominal atau panggul. Menunjukan abdomen pada struktur anatomik
( distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.

13. Sistoureterokopi : visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat


menunjukan batu dan efek obstruksi.

14. Stan CT : mengidentifikasi/ menggambarkan kalkuli dan massa lain, ginjal,


ureter, dan distensi kandung kemih.

15. USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.

H. Komplikasi
1. Hidronefrosis
2. Pionefrosis
3. Uremia
4. Sumbatan : akibat pecahan batu
5. Infeksi : akibat desiminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi
6. Kerusakan fungsi ginjal : akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan dan
pengangkatan batu ginjal

I. Pencegahan
1. Usahakan diuresis yang adekuat: minum air 2-3 liter per hari dapat di capai
diuresis 1,5 liter/hari.
2. Pelaksanaan diet bergantung dari jenis penyakit batu (rendah kalsium tinggi sisa
asam, diet tinggi sisa basa, dan diet rendah purin).
3. Eradikasi infeksi saluran kemih khususnya untuk batu struvit.
J. Penatalaksanaan
1. Tujuannya :
a. Menghilangkan Batu
b. Menentukan jenis Batu
c. Mencegah kerusakan nefron
d. Mengendalikan infeksi
e. Mengurangi obstuksi yang terjadi
f. Mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi (terulang kembali).

2. Cara penanganan :
a. Pengurangan nyeri, mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat
dihilangkan, morfin diberikan untuk mencegah sinkop akibat nyeri luar
biasa. Mandi air hangat di area panggul dapat bermanfaat. Cairan yang
diberikan, kecuali pasien mengalami muntah atau menderita gagal jantung
kongestif atau kondisi lain yang memerlukan pembatasan cairan. Ini
meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruang belakang batu sehingga
mendorong passase batu tersebut ke bawah. Masukan cairan sepanjang hari
mengurangi kosentrasi kristaloid urine, mengencerkan urine dan menjamin
haluaran urine yang besar.
b. Pengangkatan batu, pemeriksaan sistoskopik dan passase kateter ureteral
kecil untuk menghilangkan batu yang menyebabkan obstruksi ( jika
mungkin), akan segera mengurangi tekanan belakang pada ginjal dan
mengurangi nyeri.
c. Terapi nutrisi dan Medikasi. Terapi nutrisi berperan penting dalam
mencegah batu ginjal. Masukan cairan yang adekuat dan menghindari
makanan tertentu dalam diet yang merupakan bahan utama pembentuk
batu(mis.kalsium), efektif untuk mencegah pembentukan batu atau lebih
jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Minum paling sedikit 8 gelas
sehari untuk mengencerkan urine, kecuali dikontraindikasikan.

1) Batu kalsium, pengurangan kandungan kalsium dan fosfor dalam diet


dapat membantu mencegah pembentukan batu lebih lanjut.
2) Batu fosfat, diet rendah fosfor dapat diresepkan untuk pasien yang
memiliki batu fosfat, untuk mengatasi kelebihan fosfor, jeli aluminium
hidroksida dapat diresepkan karena agens ini bercampur dengan fosfor,
dan mengeksikannyamelalui saluran intensial bukan ke system urinarius.

3) Batu urat, untuk mengatasi batu urat, pasien diharuskan diet rendah
purin, untuk mengurangi ekskresi asam urat dalam urine.
4) Batu oksalat, urine encer dipertahankan dengan pembatasan pemasukan
oksalat. Makanan yang harus dihindari mencakup sayuran hijau berdaun
banyak, kacang,seledri, coklat,the, kopi.

d. Jika batu tidak dapat keluar secara spontan atau jika terjadi komplikasi,
modaritas penanganan mencakup terapi gelombang kejut ekstrakorporeal,
pengankatan batu perkutan, atau uteroroskopi.
e. Lithotrupsi Gelombang Kejut Ekstrakorporeal, adalah prosedur
noninvasive yang digunakan untuk menghancurkan batu kaliks ginjal.
Setelah batu itu pecah menjadi bagian yang kecil seperti pasir, sisa batu-batu
tersebut dikeluarkan secara spontan
f. Metode Endourologi Pengangkatan batu, bidang endourologi
menggabungkan keterampilan ahli radiologi dan urologi untuk mengankat
batu renal tanpa pembedahan mayor.

g. Uteroskopi, mencakup visualisasi dan askes ureter dengan memasukan suatu


alat ureteroskop melalui sistoskop. Batu dihancurkan dengan menggunakan
laser, lithotripsy elektrohidraulik, atau ultrasound kemudian diangkat.

h. Pelarutan batu, infuse cairan kemolitik, untuk melarutkan batu dapat


dilakukan sebagai alternative penanganan untuk pasien kurang beresiko
terhadap terapi lain, dan menolak metode lain, atau mereka yang memiliki
batu yang mudah larut (struvit).

i. Pengangkatan Bedah,sebelum adanya lithotripsy, pengankatan batu ginjal


secara bedah merupakan terapi utama. Jika batu terletak di dalam ginjal,
pembedahan dilakukan dengan nefrolitotomi (Insisi pada ginjal untuk
mengangkat batu atau nefrektomi, jika ginjal tidak berfungsi akibat infeksi
atau hidronefrosis. Batu di piala ginjal diangat dengan pielolitotomi,
sedangkan batu yang diangkat dengan ureterolitotomi, dan sistostomi jika
batu berada di kandung kemih., batu kemudian dihancur dengan penjepit alat
ini. Prosedur ini disebut sistolitolapaksi.

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Aktivitas atau istirahat
Pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajan pada lingkungan
bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas atau mobilisasi sehubungan dengan kondisi
sebelumnya (penyakit yang tidak sembuh, cedera medula spinalis)
2. Sirkulasi
Peningkatan tekanan darah atau nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal), kulit
kemerahan, hangat, pucat.
3. Eliminasi
Riwayat ISK kronis, penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh, rasa
terbakar, dorongan berkemih, diare, oliguria, hematuria, piuria, perubahan pola
berkemih.
4. Makanan atau cairan
Mual, muntah, nyeri tekan andomen, diet tinggi purin, , kalsium oksalat,
ketidakcukupan masukan cairan, tidak minum air dengan cukup, distensi
abdominal, penurunan bising usus, muntah.
5. Nyeri atau Ketidaknyamanan
Episode nyeri akut berat, nyeri kolik, melindungi daerah yang sakit, perilaku
distraksi, nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi.
6. Keamanan
Penggunaan alkohol, demam, menggigil.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury (biologi, kimia, fisik, psikologis),
kerusakan jaringan
2. Perubahan eliminasi urine b.d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal
atau ureteral, obstruksi mekanik, inflamasi.
3. Resti kekurangan volume cairan b.d mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan
pelviks umum dari ginjal atau kolik uretral)
C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (Noc) Intervensi (Nic)


Nyeri NOC : NIC :
akut berhubungan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
dengan: Pasien tidak mengalami nyeri, dengan lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
kriteria hasil: presipitasi
Agen injuri (biologi, - Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
kimia, - Mampu mengontrol nyeri (tahu - Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
penyebab nyeri, mampu menggunakan dukungan
fisik, psikologis), - Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
tehnik nonfarmakologi untuk
kerusakan suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
mengurangi nyeri, mencari bantuan) - Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
jaringan
dengan menggunakan manajemen - Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam,
nyeri relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
- Mampu mengenali nyeri (skala, - Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Tingkatkan istirahat
intensitas,frekuensi dan tanda nyeri) - Berikan informasi tentang nyeri
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri - Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
berkurang analgesik pertama kali
- Tanda vital dalam rentang normal
- Tidak mengalami gangguan tidur
D. Implementasi Keperawatan

Yaitu perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan di


implementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil.

Komponen tahap Implementasi:

1. Tindakan keperawatan mandiri


2. Tindakan keperawatan kolaboratif
3. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan.

E. Evaluasi Keperawatan

1. Menunjukkan berkurangnya nyeri

2. Menunjukkan peningkatan perilaku sehat untuk mencegah kekambuhan

a. Mengkonsumsi masukan cairan (10-12 gelas per hari)

b. Melakukan aktivitas yang sesuai

c. Mengkonsumsi diet yang diresepkan untuk mengurangi faktor predisposisi


pembentukan batu.

d. Memantau pH urine sesuai anjuran

e. Mematuhi medikasi seperti yang dianjurkan untuk mengurangi pembentukan


batu.

3. Tidak adanya komplikasi

a. Tidak memperlihatkan tanda sepsis dan infeksi

b. Berkemih sebanyak 200-400 ml urine jernih tanpa mengandung sel darah


merah setiap kali berkemih

c. Melaporkan tidak adanya disuria, frekwensi dan resistensi.

d. Memperlihatkan suhu normal.


DAFTAR PUSTAKA

Baradero Mary, 2009. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC

Pearce Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia

Sloane Ethel.2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC

Aru W. Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasian. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif, dkk. 2002. Kapita selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesulapius.

Nursalam. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner & Suddarh
Vol 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai