Anda di halaman 1dari 7

Peran Pendidikan karakter untuk menciptakan Generasi

muslim BAPER (Bawa Perubahan)

Muhammad Ikhwal
Universitas Negeri Medan
A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap Muhammad Ikhwal


2 Jenis Kelamin Laki-Laki
3 Program Studi Pendidikan Sejarah
4 NIM/NIDN 3161121028
5 Tempat dan tanggal Lahir Sei Rumbia, 7 Maret 1998
6 E- mail Muhammadikhwa14@gmail.c
om
7 Nomor Telepon/HP 082273015601
8 Asal Universitas Universitas Negeri Medan
Peran Pendidikan karakter untuk menciptakan Generasi
muslim BAPER (Bawa Perubahan)

Ditengah peradaban era modernisasi yang semuanya serba instan, orang-


orang sekarang lebih memfokuskan diri untuk mencari kesenangan dunia
dibanding memikirkan untuk mengedepankan nilai agama. Tidak jarang kita
jumpai ditengah masyarakat generasi muda muslim yang menunjukkan akhlak
yang tidak semestinya dimiliki oleh generasi islami. Walaupun dari segi fasilitas
pendidikan, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, bahkan belajar
agama sekalipun sudah lebih mudah bahkan dapat dikatakan maju dan
berkembang, akan tetapi perkembangan itu kurang dimaksimalkan oleh generasi
muda muslim untuk meningkatkan kadar keimanan dan meningkatkan kualitas
pendidikan islam namun justru perkembangan itu sebagian besar dipengaruhi oleh
modernisasi ala barat.
Melihat fenomena yang terjadi sekarang sungguh sangat miris dan sangat
disayangkan, banyak sekali dari berita-berita yang beredar dimedia kita
mendengar terdapat anak-anak sekolah yang menganiaya gurunya, menganiaya
teman sekolahnya (Bullying), menghina guru di media sosial seperti facebook,
instagram dan lainnya, kekerasan terhadap orang tua, sex bebas, narkoba, tawuran
dan kegiatan negatif lainnya. Dilain sisi, orang tua dari sang murid justru seperti
membela perilaku dari anaknya. Padahal telah terbukti anaknya melakukan
kesalahan yang melanggar undang-undang bahkan hukum agama. Tapi yang
terjadi malah orang tua ada yang menantang pihak sekolah dan guru bahkan
sampai ada yang melaporkan ke polisi. Baru-baru ini kita dengan kejadian yang
sangat miris terjadi yaitu seorang guru dianiaya oleh orang tua murid karena tidak
terima anaknya dimarahi. Sungguh miris melihat fenomena yang terjadi
digenerasi muda muslim sekarang. Jadi jangan heran kalau saat ini dan kedepan
nantinya akan lahir generasi yang berperilaku dan berakhlak tidak baik. Setiap ada
masalah dihadapi dengan anarkis, rasis dan emosional.
Selain masalah diatas juga sering kita jumpai, corak budaya remaja
muslim masa kini yang hanya mengikuti trend dan hanya ikut-ikutan, walaupun
banyak remaja muslimah yang berbusana panjang tertutup jilbab namun model
busana itu bukan untuk menutup aurat justru malah untuk mengikuti trend fashion
agar bertujuan untuk terlihat menarik, gaul, dan exis bagi orang lain khususnya
lawan jenis, belum lagi generasi muslim yang sama sekali tidak tertarik datang
kekajian islam dan lebih tertarik kepada lagu-lagu korea, artis korea, dance korea
bahkan sampai-sampai menjadikan artis korea itu menjadi role model dan idola
bagi mereka sungguh bukan sebagai sifat yang diajarkan oleh rasulullah dan para
pendahulu islam kepada generasi muslim yang sekarang. Pengaruh lingkungan
pergaulan, teman sebaya, keharmonisan dalam keluarga serta lingkungan belajar
merupakan faktor yang sangat berefek negatif bagi kepribadian remaja muslim.
Apalagi terhadap anak-anak yang usianya mulai dewasa ini biasanya suka
mencoba hal yang baru dan populer dikomunitas lingkungan.
Salah seorang tokoh pendidikan indonesia pernah berkata pendedekan yang
hanya menekankan atau menetekberatkan pada kecerdasan entelektual saja akan
membuat anak dedek jauh dare masyarakatnya (K.H.Dewantara). ini dikarenakan
kemampuan setiap peserta didik atau anak memiliki kemampuan yang berbeda-
beda, tetapi disisi lain mereka juga harus tetap diperlakukan secara adil,
penitikberatkan pendidikan pada kecerdasan intelektual semata tanpa
menanamkan nilai karakter dan moral akan membuat ketidakseimbangan dalam
menanamkan nilai sosial pada anak-anak generasi muslim.
Kebanyakan dari pemuda lebih suka bermalas-malasan terlalu banyak
bermain-main dengan game online nya, dan enggan untuk bekerja keras. Jika ada
pemuda yang bekerja keras itupu untuk memenuhi tuntutan gaya hidup yang
bersifat komsumtif saja bahkan lebih banyak pemuda yang hanya memikirkan
dirinya sendiri saja. Sangat jarang pemuda yang matang secara emosional, cerdas
dalam berpikir, dan kaya akan keimanan. Karena pemuda yang hebat bukan hanya
dilihat dari kesuksesan akademiknya saja, ataupun tingkat kepopulerannya
dikalangan masyarakat, apalagi kepandaiannya mencari uang. Pemuda yang
terbaik adalah pemuda yang matang dengan kecerdasan, kesantunan, dan
ketaqwaan, mandiri secara keuangan, kuat fisiknya, jujur dan dewasa.
Maka dalam upaya memperbaiki masalah tersebut keluarga adalah peran
utama dalam membentuk generasi muslim yang berakhlak mulia, sebab madrasah
pertama bagi anak-anak adalah keluarga. Ketika didalam keluarga anak-anak di
didik disiplin dan bertanggung jawab, maka dalam kehidupan sehari-hari akan
terikut dengan sendirinya. Maka dari itu, sebagai orang tua harus mampu
mendidik anaknya agar lebih baik dan tidak terjerumusdalam hal-hal yang negatif
untuk membentuk pendidikan yang berkarakter islami. Selain peran orang tua,
sekolah juga sebagai sarana atau wadah dari anak-anak mengekspresikan dirinya
harus mampu untuk mendidik anak-anak agar mempunyai pendidikan yang
berkarakter. Karena dari masalah yang ada diatas bahwa peran pendidikan
haruslah lebih mengutamakan nilai karakter dibanding hanya mengutamakan
prestasi dan nilai yang tinggi.
Tidak sedikit pemerhati pendidikan kita yang sudah banyak membahas
masalah pendidikan karakter di negeri ini, dari mulai konsep dasar sampai pada
penerapannya baik dari jenjang sekolah dasar sampai menengah bahkan perguruan
tinggi. Semua itu dilakukan karena kesadarannya yang tinggi akan pentingnya
pendidikan karakter dengan sebuah harapan terpeliharanya generasi penerus
bangsa yang memiliki kepribadian religius, berakhlaqul karimah, berpikir kritis,
inovatif, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta di landasi
dengan iman dan takwa yang tinggi dengan berlandaskan Al-qur’an.
Kecerdasan intelektual tanpa diikuti dengan karakter dan akhlak yang
mulia maka tidak akan memiliki nilai lebih. Maka dari itu, karakter dan akhlak
adalah sesuatu yang sangat mendasar dan saling melengkapi. Masyarakat yang
tidak berkarakter atau berakhlak mulia maka disebut sebagai manusia tidak
beradab dan tidak memiliki harga diri atau nilai sama sekali (Musrifah : 2016).
Maka dari itulah peran pendidik bukan hanya harus dapat menyampaikan
informasi umum namun juga harus menanamkan nilai moral dalam setiap
pengajarannya dan seharusnya sekolah selain memiliki program-program yang
mengasah kemampuan berpikir anak dibidang akademik harus memiliki program
yang menanamkan nilai akhlak dan moral, misalnya seperti membiasakan setiap
paginya sebelum memulai pelajaran Berdoa, mengucapkan salam kepada guru,
mengaji bersama, shalat dhuha bersama, ketika azan seluruh kegiatan pelajaran
dihentikan sementara, dan mewajibkan seluruh peserta didiknya untuk mengikuti
kajian islam setiap seminggu sekali misalnya, karena ketika jiwa sudah dekat
dengan agama apalagi dekat dengan Al-qur’an maka akhlak sang anak juga akan
memiliki akhlak yang Qur’ani.
Sebab, jika kita mengulang kisah kemasa lalu kita dapat melihat pemuda-
pemuda islam yang sangat luar biasa, semisal sultan Muhammad Al Fatih.
Muhammad Al Fatih dididik oleh keluarganya dan dititipkan kepada ulama-ulama
terkemuka untuk belajar ilmu agama. Hasilnya adalah dia diangkat menjadi sultan
diusianya yang sangat muda yaitu 12 tahun, diusianya yang ke 21 tahun dia
berhasil menguasai seluruh konstantinopel dan selain itu dia juga sebagai pemuda
muslim yang pintar dari segi akademiknya, yaitu pakar dalam bidang kemiliteran,
sains dan matematika, serta menguasai 6 bahasa. Selain Muhammad Al Fatih juga
banyak lagi pemuda muslim yang di didik dan ditempah dengan pendidikan
berkarakter islami mampu menciptakan sejarah yang amat luar biasa khususnya
untuk agama, seperti Zaid bin tsabit yang diusianya masih menginjak 13 tahun
sudah mampu menjadi penterjemah rasul dan sudah hafal kitabullah, thalhah bin
ubaidullah dan pemuda muslim lainnya. Mereka membawa perubahan yang a,at
besar untuk dunia dan untuk agama.
Karena salah seorang ulama besar Ikhwanul muslimin Syaikh Hasan al-
Banna berpendapat pembentukan kepribadian dalam pendidikan Islam mencakup
sepuluh aspek: pertama, bersihnya akidah; kedua, lurusnya ibadah; ketega,
kukuhnya akhlak; keempat, mampu mencari penghidupan; kelema, luasnya
wawasan berpikir; keenam, kuat fisiknya; ketujuh, teratur urusannya; kedelapan,
perjuangan diri sendiri; kesembelan, memerhatikan waktunya; dan kesepuluh,
bermanfaat bagi orang lain (Musrifah : 2016).
Pembentuk kepribadian dalam pendidikan Islam meliputi sikap, sifat,
reaksi, perbuatan, dan perilaku. Pembentukan ini secara relatif menetap pada diri
seseorang yang disertai beberapa pendekatan, yakni pembahasan mengenai tipe
kepribadian, tipe kematangan kesadaran beragama , dan tipe orang-orang beriman.
Melihat kondisi yang terjadi sekarang dengan semakin maraknya praktek korupsi,
sex bebas yang mengakibatkan aborsi, narkoba, kekerasan (bullying), dan lain
sebagainya, Untuk itu membentuk kepribadian dalam pendidikan Islam harus
direalisasikan sesuai al-Qur’an dan al-Sunnah Nabi sebagai identitsa
kemuslimannya, dan mampu mengejar ketinggalan dalam bidang pembangunan
sekaligus mampu mengentas kebodohan dan kemiskinan.

Daftar Pustaka :
Musrifah. 2016. Pendedekan Karakter dalam Perspektef Islam. STAI BREBES :
Edukasia Islamika : Volume 1, Nomor 1.
http://www.dakwatuna.com/2007/12/327/kepribadian-muslim

Anda mungkin juga menyukai