0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
29 tayangan10 halaman
Dokumen tersebut membahas pentingnya pendidikan karakter untuk membentuk generasi muslim yang bawa perubahan di era digital. Pendidikan karakter perlu ditingkatkan untuk menanamkan nilai-nilai agama dan moral pada siswa, mengingat banyaknya perilaku negatif di kalangan remaja saat ini seperti bullying, narkoba, dan tawuran. Peran orang tua dan sekolah dalam pendidikan karakter sangat penting untuk menciptakan generasi muslim yang berakhl
Deskripsi Asli:
Judul Asli
MUHAMMAD IKHWAL_UNIMED_Peran Pendidikan karakter untuk menciptakan Generasi muslim BAPER Bawa Perubahan Di era Millenial.docx
Dokumen tersebut membahas pentingnya pendidikan karakter untuk membentuk generasi muslim yang bawa perubahan di era digital. Pendidikan karakter perlu ditingkatkan untuk menanamkan nilai-nilai agama dan moral pada siswa, mengingat banyaknya perilaku negatif di kalangan remaja saat ini seperti bullying, narkoba, dan tawuran. Peran orang tua dan sekolah dalam pendidikan karakter sangat penting untuk menciptakan generasi muslim yang berakhl
Dokumen tersebut membahas pentingnya pendidikan karakter untuk membentuk generasi muslim yang bawa perubahan di era digital. Pendidikan karakter perlu ditingkatkan untuk menanamkan nilai-nilai agama dan moral pada siswa, mengingat banyaknya perilaku negatif di kalangan remaja saat ini seperti bullying, narkoba, dan tawuran. Peran orang tua dan sekolah dalam pendidikan karakter sangat penting untuk menciptakan generasi muslim yang berakhl
Muhammad Ikhwal Universitas Negeri Medan A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap Muhammad Ikhwal
2 Jenis Kelamin Laki-Laki 3 Program Studi Pendidikan Sejarah 4 NIM/NIDN 3161121028 5 Tempat dan tanggal Lahir Sei Rumbia, 7 Maret 1998 6 E- mail Muhammadikhwa14@gmail.c om 7 Nomor Telepon/HP 082273015601 8 Asal Universitas Universitas Negeri Medan Peran Pendidikan Karakter Untuk Menciptakan Generasi Muslim BAPER (Bawa Perubahan) Di Era Digital
Ditengah peradaban era modernisasi yang semuanya serba instan, orang-
orang sekarang lebih memfokuskan diri untuk mencari kesenangan dunia dibanding memikirkan untuk mengedepankan nilai agama. Tidak jarang kita jumpai ditengah masyarakat generasi muda muslim yang menunjukkan akhlak yang tidak semestinya dimiliki oleh generasi islami. Walaupun dari segi fasilitas pendidikan, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, bahkan belajar agama sekalipun sudah lebih mudah bahkan dapat dikatakan maju dan berkembang, akan tetapi perkembangan itu kurang dimaksimalkan oleh generasi muda muslim untuk meningkatkan kadar keimanan dan meningkatkan kualitas pendidikan islam namun justru perkembangan itu sebagian besar dipengaruhi oleh modernisasi ala barat. Melihat fenomena yang terjadi sekarang sungguh sangat miris dan sangat disayangkan, banyak sekali dari berita-berita yang beredar dimedia kita mendengar terdapat anak-anak sekolah yang menganiaya gurunya, menganiaya teman sekolahnya (Bullying), menghina guru di media sosial seperti facebook, instagram dan lainnya, kekerasan terhadap orang tua, sex bebas, narkoba, tawuran dan kegiatan negatif lainnya. Dilain sisi, orang tua dari sang murid justru seperti membela perilaku dari anaknya. Padahal telah terbukti anaknya melakukan kesalahan yang melanggar undang-undang bahkan hukum agama. Tapi yang terjadi malah orang tua ada yang menantang pihak sekolah dan guru bahkan sampai ada yang melaporkan ke polisi. Baru-baru ini kita dengan kejadian yang sangat miris terjadi yaitu seorang guru dianiaya oleh orang tua murid karena tidak terima anaknya dimarahi. Sungguh miris melihat fenomena yang terjadi digenerasi muda muslim sekarang. Jadi jangan heran kalau saat ini dan kedepan nantinya akan lahir generasi yang berperilaku dan berakhlak tidak baik. Setiap ada masalah dihadapi dengan anarkis, rasis dan emosional. Selain masalah diatas juga sering kita jumpai, corak budaya remaja muslim masa kini yang hanya mengikuti trend dan hanya ikut-ikutan, walaupun banyak remaja muslimah yang berbusana panjang tertutup jilbab namun model busana itu bukan untuk menutup aurat justru malah untuk mengikuti trend fashion agar bertujuan untuk terlihat menarik, gaul, dan exis bagi orang lain khususnya lawan jenis, belum lagi generasi muslim yang sama sekali tidak tertarik datang kekajian islam dan lebih tertarik kepada lagu-lagu korea, artis korea, dance korea bahkan sampai-sampai menjadikan artis korea itu menjadi role model dan idola bagi mereka sungguh bukan sebagai sifat yang diajarkan oleh rasulullah dan para pendahulu islam kepada generasi muslim yang sekarang. Pengaruh lingkungan pergaulan, teman sebaya, keharmonisan dalam keluarga serta lingkungan belajar merupakan faktor yang sangat berefek negatif bagi kepribadian remaja muslim. Apalagi terhadap anak-anak yang usianya mulai dewasa ini biasanya suka mencoba hal yang baru dan populer dikomunitas lingkungan. Binti Maunah dalam Jurnal Pendidikan Karakter (2015:90) Menyebutkan Data tahun 2013, setidaknya terjadi 128 kasus tawuran antarpelajar. Angka ini melonjak tajam lebih dari 100 Persen pada tahun 2012. Kasus tawuran tersebut menewaskan 82 pelajar, pada tahun 2014 telah terjadi 139 tawuran yang menewaskan 12 pelajar. Sementara itu Data UNICEF tahun 2016 menunjukkan bahwa kekerasan pada sesama remaja di indonesia mencapai 50%, Sementara dilansir dari data kementrian kesehatan RI 2017, terdapat 3,8 persen pelajar dan mahasiswa terjangkit Narkoba (Sumber : http://fk.ugm.ac.id). Dalam jurnalnya Nanda Ayu Setiawati (2017:348) menemukakan bahwa Pasca reformasi 1998 bangsa Indonesia menunjukkan indikasi terjadinya krisis karakter yang cukup memprihatikan. Demoralisasi mulai merambah ke dunia pendidikan yang belum memberi ruang untuk berperilaku jujur karena proses pembelajaran cenderung mengajarkan pendidikan moral dan budi pekerti sebatas pengetahuan yang tertulis dalam teks dan kurang mempersiapkan siswa untuk menyikapi dan menghadapi kehidupan yang kontradiktif. Bisa jadi, fenomena maraknya praktik korupsi juga berawal dari kelemahan dunia pendidikan dalam menjalankan fungsinya sebagai institusi yang turut bertanggung jawab membenahi moralitas anak bangsa. Ditemukannya beberapa bukti seperti tingginya angka kebocoran di institusi pendidikan, pengkatrolan nilai oleh guru, plagiatisme naskah-naskah skripsi dan tesis, menjamurnya budaya nyontek para siswa, korupsi waktu mengajar, dan sebagainya telah menunjukkan betapa telah terjadi reduksi moralitas dan nurani sebagian dari kalangan pendidik dan peserta didik. Di sisi lain, praktik pendidikan Indonesia yang cenderung terfokus pada pengembangan aspek kognitif dan sedikit mengabaikan aspek soft skils sebagai unsur utama pendidikan karakter, membuat nilai-nilai positif pendidikan belum optimal dicapai. Menurut Nopan Omeri (2015:465) Pendidikan karakter adalah suatu sistem penamaan nilai-nilai karakter yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan. Perkembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Pengertian Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peseta didik agar menjadi manusia yag beriman,dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karakter bangsa Indonesia haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu Nilai Religius harus dimunculkan agar karakter anak juga terarah menjadi karakter yang tidak hanya cinta kepada negaranya namun juga cinta kepada negara. Hasan al banna Berpendapat bahwa Pembentukan kepribadian dalam pendidikan Islam teradapat 10 macam yaitu (Husain : 2017) : a. Salimul Aqidah b. Sahibul Ibadah c. Matinul Khuluq d. Qowiyul Jismi e. Mutsaqqaful Fikri f. Qadirun Alal Kasbi g. Munazzamun Fi Syu’unihi h. Harishun Ala Waqtihi i. Nafi’un Lighairihi j. Mujahidun Linafsihi Salah seorang tokoh pendidikan indonesia pernah berkata pendidikan yang hanya menekankan atau menitikberatkan pada kecerdasan intelektual saja akan membuat anak didik jauh dari masyarakatnya (K.H.Dewantara). ini dikarenakan kemampuan setiap peserta didik atau anak memiliki kemampuan yang berbeda- beda, tetapi disisi lain mereka juga harus tetap diperlakukan secara adil, penitikberatkan pendidikan pada kecerdasan intelektual semata tanpa menanamkan nilai karakter dan moral akan membuat ketidakseimbangan dalam menanamkan nilai sosial pada anak-anak generasi muslim. Kebanyakan dari pemuda lebih suka bermalas-malasan terlalu banyak bermain-main dengan game online nya, dan enggan untuk bekerja keras. Jika ada pemuda yang bekerja keras itupun untuk memenuhi tuntutan gaya hidup yang bersifat komsumtif saja bahkan lebih banyak pemuda yang hanya memikirkan dirinya sendiri saja. Sangat jarang pemuda yang matang secara emosional, cerdas dalam berpikir, dan kaya akan keimanan. Karena pemuda yang hebat bukan hanya dilihat dari kesuksesan akademiknya saja, ataupun tingkat kepopulerannya dikalangan masyarakat, apalagi kepandaiannya mencari uang. Pemuda yang terbaik adalah pemuda yang matang dengan kecerdasan, kesantunan, dan ketaqwaan, mandiri secara keuangan, kuat fisiknya, jujur dan dewasa. Maka dalam upaya memperbaiki masalah tersebut keluarga adalah pemeran utama dalam membentuk generasi muslim yang berakhlak mulia, sebab madrasah pertama bagi anak-anak adalah keluarga. Ketika didalam keluarga anak- anak di didik disiplin dan bertanggung jawab, maka dalam kehidupan sehari-hari akan terikut dengan sendirinya. Maka dari itu, sebagai orang tua harus mampu mendidik anaknya agar lebih baik dan tidak terjerumusdalam hal-hal yang negatif untuk membentuk pendidikan yang berkarakter islami. Selain peran orang tua, sekolah juga sebagai sarana atau wadah dari anak-anak mengekspresikan dirinya harus mampu untuk mendidik anak-anak agar mempunyai pendidikan yang berkarakter. Karena dari masalah yang ada diatas bahwa peran pendidikan haruslah lebih mengutamakan nilai karakter dibanding hanya mengutamakan prestasi dan nilai yang tinggi. Tidak sedikit pemerhati pendidikan kita yang sudah banyak membahas masalah pendidikan karakter di negeri ini, dari mulai konsep dasar sampai pada penerapannya baik dari jenjang sekolah dasar sampai menengah bahkan perguruan tinggi. Semua itu dilakukan karena kesadarannya yang tinggi akan pentingnya pendidikan karakter dengan sebuah harapan terpeliharanya generasi penerus bangsa yang memiliki kepribadian religius, berakhlaqul karimah, berpikir kritis, inovatif, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta di landasi dengan iman dan takwa yang tinggi dengan berlandaskan Al-qur’an. Kecerdasan intelektual tanpa diikuti dengan karakter dan akhlak yang mulia maka tidak akan memiliki nilai lebih. Maka dari itu, karakter dan akhlak adalah sesuatu yang sangat mendasar dan saling melengkapi. Masyarakat yang tidak berkarakter atau berakhlak mulia maka disebut sebagai manusia tidak beradab dan tidak memiliki harga diri atau nilai sama sekali (Musrifah : 2016). Maka dari itulah peran pendidik bukan hanya harus dapat menyampaikan informasi umum namun juga harus menanamkan nilai moral dalam setiap pengajarannya dan seharusnya sekolah selain memiliki program-program yang mengasah kemampuan berpikir anak dibidang akademik harus memiliki program yang menanamkan nilai akhlak dan moral, misalnya seperti membiasakan setiap paginya sebelum memulai pelajaran Berdoa, mengucapkan salam kepada guru, mengaji bersama, shalat dhuha bersama, ketika azan seluruh kegiatan pelajaran dihentikan sementara, dan mewajibkan seluruh peserta didiknya untuk mengikuti kajian islam setiap seminggu sekali misalnya, karena ketika jiwa sudah dekat dengan agama apalagi dekat dengan Al-qur’an maka akhlak sang anak juga akan memiliki akhlak yang Qur’ani. Sebab, jika kita mengulang kisah kemasa lalu kita dapat melihat pemuda- pemuda islam yang sangat luar biasa, semisal sultan Muhammad Al Fatih. Muhammad Al Fatih dididik oleh keluarganya dan dititipkan kepada ulama-ulama terkemuka untuk belajar ilmu agama. Hasilnya adalah dia diangkat menjadi sultan diusianya yang sangat muda yaitu 12 tahun, diusianya yang ke 21 tahun dia berhasil menguasai seluruh konstantinopel dan selain itu dia juga sebagai pemuda muslim yang pintar dari segi akademiknya, yaitu pakar dalam bidang kemiliteran, sains dan matematika, serta menguasai 6 bahasa. Selain Muhammad Al Fatih juga banyak lagi pemuda muslim yang di didik dan ditempah dengan pendidikan berkarakter islami mampu menciptakan sejarah yang amat luar biasa khususnya untuk agama, seperti Zaid bin tsabit yang diusianya masih menginjak 13 tahun sudah mampu menjadi penterjemah rasul dan sudah hafal kitabullah, thalhah bin ubaidullah dan pemuda muslim lainnya. Mereka membawa perubahan yang sangat besar untuk dunia dan untuk agama. Selain Keluarga untuk menanamkan Nilai Karakter terhadap anak-anak, guru juga memiliki peranan yang sangat penting bagaimana didalam jurnal dari Evinna Cinda Dan Arnold Jacobus (2016:27) menyebutkan bahwa Di sekolah peran guru amat penting dan perilaku guru akan menjadi ukuran keteladanan peserta didiknya. “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”, itu adalah pepatah yang disampaikan betapa seorang guru bisa menjadikan anak didiknya memiliki karakter baik atau buruk. Pembentuk kepribadian dalam pendidikan Islam meliputi sikap, sifat, reaksi, perbuatan, dan perilaku. Pembentukan ini secara relatif menetap pada diri seseorang yang disertai beberapa pendekatan, yakni pembahasan mengenai tipe kepribadian, tipe kematangan kesadaran beragama , dan tipe orang-orang beriman. Melihat kondisi yang terjadi sekarang dengan semakin maraknya praktek korupsi, sex bebas yang mengakibatkan aborsi, narkoba, kekerasan (bullying), dan lain sebagainya, Untuk itu membentuk kepribadian dalam pendidikan Islam harus direalisasikan sesuai al-Qur’an dan al-Sunnah Nabi sebagai identitsa kemuslimannya, dan mampu mengejar ketinggalan dalam bidang pembangunan sekaligus mampu mengentas kebodohan dan kemiskinan. Beberapa teladan yang dapat kita lakukan dalam penanaman nilai-nilai karakter pada siswa, yaitu : a. Religius, selalu taat beribadah/shalat, dan berdoa. b. Disiplin, masuk dan keluar kelas tepat waktu c. Bersahabat/Komunikatif, memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, dan memuji siswa yang bertanya atau menjawab pertanyaan guru. d. Jujur, menepati apa yang dijanjikan. e. Peduli lingkungan, memungut sampah yang berserakan di lantai. Selain itu untuk menciptakan dan memunculkan Generasi Islam yang membawa perubahan terhadap agama dan negara diperlukan 4 Olah yaitu : 1. Olah Raga 2. Olah Hati 3. Olah Pikir, dan 4. Olah Rasa Ketika 4 Itu sudah terpenuhi maka akan muncul karakter yang kuat dan karakter yang memiliki ciri khas. Daftar Pustaka : Musrifah. 2016. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam. STAI BREBES : Edukasia Islamika : Volume 1, Nomor 1. Muhammad Husain Isa Ali Manshur. 2017. Syarah 10 Muwashofat. Solo : Era Intermedia Ayu Setiawati, Nanda. 2017. Pendidikan Karakter Sebagai Pilar Pembentukan Karakter Bangsa. Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan. 1(1) Cinda Hendriana, Evinna dan Arnold Jacobus. 2016. Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah Melalui Keteladanan Dan Pembiasaan. Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia. 1(2). p-ISSN: 2477-5940 Omeri, Nopan. 2015. Pentingnya Pendidikan Karakter Dalam Dunia Pendidikan. Manajer Pendidikan. 9(3). Hlm 464-468 Maunah, Binti. 2015. Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Pembentukan Kepribadian Holistik Siswa. Jurnal Pendidikan Karakter. V(1). http://www.dakwatuna.com/2007/12/327/kepribadian-muslim