Anda di halaman 1dari 9

Nama Penulis : Ida Bagus Ekaputra Darsana (1705521039)

I Gede Ramaputra (1705521042)


I Gede Ravi Ananda Widyana (1705521044)
I Made Agung Mas Surianta (1705521057)

Abstrak

Rumah merupakan bangunan yang berfungsi sebagai hunian dan sarana pembinaan
keluarga. Rumah ramah lingkungan merupakan rumah yang bijak dalam menggunakan lahan,
efisien dan efektif dalam penggunaan energi maupun dalam menggunakan air, memperhatikan
konservasi material sumber daya alam serta sehat dan aman bagi penghuni rumah. Konsep rumah
ramah lingkungan sudah sepatutnya memenuhi dasar layak huni dengan memenuhi persyaratan
keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya.

Desa Pedawa merupakan salah satu desa Bali Aga yang masih lestari sampai sekarang,
menurut data website resmi Desa Pedawa memilliki jumlah KK sebanyak 294 yang dihuni oleh
938 penduduk. Desa ini memiliki tradisi-tradisi yang berbeda daripada desa-desa yang berada di
Kabupaten Buleleng. Menurut Bpk. Suartika (penduduk Desa Pedawa) Desa Pedawa tidak
mengenal adanya sistem kasta, jadi tidak ada penduduk yang memilliki gelar Ida Ayu maupun Ida
Bagus, semuanya memiliki derajat social yang sama.

Konsep vernacular sangat berkaitan dengan konsep eko-arsitektur atau arsitektur ekologis.
Arsitektur vernacular sendiri muncul dan berkembang sesuai kebutuhan civitas serta ketersediaan
material bangunannya. Secara tidak langsung arsitektur vernacular menerapkan konsep desain
yang ekologis. Arsitektur vernacular Desa Pedawa yang diwariskan leluhur mereka hingga
sekarang masih tetap eksis

Kata kunci : Ekologi, Arsitektur Ekologis, Vernakular, Energi, Lingkungan,


Penerapan Konsep Eko-Arsitektur pada Gaya Arsitektur Vernakular Perumahan
Penduduk Desa Pedawa

Data Spasial Desa Pedawa

Desa Pedawa merupakan salah satu desa Bali Aga yang masih lestari sampai sekarang,
menurut data website resmi Desa Pedawa memilliki jumlah KK sebanyak 294 yang dihuni oleh
938 penduduk. Desa ini memiliki tradisi-tradisi yang berbeda daripada desa-desa yang berada di
Kabupaten Buleleng. Menurut Bpk. Suartika (penduduk Desa Pedawa) Desa Pedawa tidak
mengenal adanya sistem kasta, jadi tidak ada penduduk yang memilliki gelar Ida Ayu maupun Ida
Bagus, semuanya memiliki derajat social yang sama.

BPS Kabupaten Buleleng menyebutkan Desa Pedawa berada dikawasan Kecamatan


Banjar, Kabupaten Buleleng. Dengan luas wilayah 16,68 km2. Desa Pedawa berbatasan dengan
Desa Tigawasa dan Desa Kayu Putih Melaka disebelah utara, bebatasan dengan Desa Gobleg di
bagian selatan-timur, dan Desa Banjar di bagian Barat. Sumber Utama mata pencaharian penduduk
adalah petani yang mengembangkan komoditas cengkeh, kopi.

Desa Bali Aga

Desa Bali Aga (Bali Mula), yaitu desa pakraman yang masih tetap menganut tradisi Jaman
Bali Asli (1800-1343 M) atau tradisi pra-Majapahit, yakni masa sebelum adanya pengaruh agama
Hindu sampai datangnya pengaruh Hindu yang dibawa dari Majapahit. Konsep Bali Aga sendiri
secara etimologis berarti “Bali Asli” yakni penduduk Hindu Bali yang mendiami desa-desa di
wilayah pegunungan tanpa atau sedikit sekali kena pengaruh budaya dan agama Hindu Jawa,
khususnya yang berasal dari Majapahit (Danandjaja, 1980).

Tipe rumah Bali Aga merupakan perumahan penduduk asli Bali yang kurang dipengaruhi
oleh Kerajaan Hindu Jawa. Lokasi perumahan ini terletak di daerah pegunungan yang membentang
membujur di tangahtangah Bali, sebagian beralokasi di Bali Utara dan Selatan. Bentuk fisik pola
perumahan Bali Aga dicirikan dengan adanya jalan utama berbentuk linear yang berfungsi sebagai
ruang terbuka milik komunitas dan sekaligus sebagai sumbu utama desa. Contoh perumahan Bali
Aga: Julah (di Buleleng), Tenganan, Timbrah dan Bugbug (Acwin, 2003).
Arsitektur Vernakular pada Perumahan Penduduk Desa Pedawa

Berdasar pada berbagai pendapat di atas maka saat ini, arsitektur vernakular dapat
disimpulkan sebagai arsitektur yang memiliki sifat ke-lokal-an. Arsitektur vernakular adalah
desain arsitektur yang menyesuaikan iklim lokal, menggunakan teknik dan material lokal,
dipengaruhi aspek sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat setempat. Pandangannya ini berasal
dari rangkuman pandangan ahli-ahli lain yang pernah membahasnya secara terpisah. Faktor iklim
lokal (climatic factor) terinspirasi oleh Koenigsberger dalam bukunya yang terbit tahun 1974.
Faktor teknik dan material lokal mendapat inspirasi dari Spence dan Cook dalam bukunya (terbit
tahun 1983) yang membahas pengaruh material dan teknik lokal pada karya arsitektur vernakular.
Pengaruh faktor sosial dan budaya mendapat inspirasi dari Rapoport (terbit tahun 1969) yang
membahas secara khusus tentang faktor sosial dan budaya dalam arsitektur vernacular (Mentayani,
2012).

Konsep vernacular sangat berkaitan dengan konsep eko-arsitektur atau arsitektur


ekologis. Menurut Yeang, dari awal hingga pertengahan 1980an, perancang-perancang dari
disiplin yang lebih luas mencari cara untuk menciptakan eco-efficient dalam bangunan-bangunan,
produk dan jasa. Respon arsitektural yang dilakuakan adalah mengikuti strategi yang pasti:
sebuah pembaharuan dari tradisi vernacular dan teknik yang sensitif secara kultural yang relevan
dengan perancangan, reuse dan recycling material, menambahkan eco teknologi terbaru untuk
mengurangi beban lingkungan bangunan. Dan biasanya strategi ini adakalanya hybridized untuk
mencapai suatu kualitas lingkungan binaan yang lebih baik. Jika disederhanakan, arsitektur
vernacular merupakan salah satu sumber inspirasi konsep arsitektur ekologis. Arsitektur
vernacular yang berkembang pada suatu wilayah dibentuk melalui trial and eror selama ratusan
tahun terhadap kondisi lingkungan, budaya, dan aktivitas civitas sehingga menghasilkan gaya
arsitektur yang kontekstual terhadap existing iklim maupun budaya penduduk setempat.

Nenek moyang masyarakat Pedawa yang diceritakan oleh Bpk. Nyoman Suartikan
(Penduduk Pedawa) mewariskan bentuk arsitektur yang terbuat dari material lokal yang dapat
ditemui disekitaran wilayah desa. Salain itu, struktur konstruksi, hingga zoning dan penampilan
bangunan perumahan penduduk didapat melalui proses trial and eror selama ratusan tahun.
Konsep arsitektur vernacular yang diterapkan sangat konstekstual dengan alam serta budaya.
Konsep kontekstual yang merupakan salah satu dasar konsep arsitektur ekologis memberikan
hipotesis mengenai hubungan yang sangat erat antara gaya arsitektur vernacular Perumahan
Penduduk Pedawa dengan konsep arsitektur ekologis.

Penerapan konsep eko arsitektur pada gaya arsitektur Vernakular Perumahan Penduduk
Desa Pedawa

Pola perumahan Bali Aga pada desa Pedawa menunjukan kekhasan pola perumahan
penduduk, mulai dari zoning, pola massa, fungsi bangunan, bentuk massa, penampilan bangunan,
penggunaan material, komponen struktur, utilitas, hingga pola aktivitas yang menurut pengamtan
sangat menyesuaikan dan memberikan ruang kepada alam untuk hidup bersama. Berikut
dipaparkan mengenai penerapan konsep eko arsitektur pada gaya arsitektur vernacular
perumahan penduduk Desa Pedawa,

 Makro

Secara Makro penerapan konsep ekologis sangat berkaitan dengan pola hidup dan pola
pemukiman maysarakat. Hasil observasi menunjukan pemukiman masyarakat memang
disengaja untuk memberikan space kepada alam. Hutan perkebunan disekeliling perumahan
dipelihara agar memiliki manfaat ekologis.

 Mikro

Secara mikro konsep ekologis yang diterapkan pada hunian masyarakat Pedawa dapat
dipaparkan sebagai berikut,

1. Zoning dan Pola Massa


Hasil observasi penulis menampilkan konsep efisiensi penggunaan lahan pada masing-
masing pekarangan. Setiap pekarangan menyediakan tanah yang cukup dan tidak berlebih.
Masing-masing pekarangan memiliki bangunan utama yang menjadi ciri perumahan masyarakat
Pedawa, yaitu Merajan/sanggah, Bale Serbaguna (Bandung Rangki/Sri Dandan, serta jingeng).
Bangunan tersebut ditata sesuai dengan konsep Hulu-Teben serta Tri Hita Karana. Untuk
mewujudkan konsep palemahan yang menjaga hubungan manusia dengan lingkungan, rumah
juga menyediakan natah sebagai pertemuan elemen akasa-pertiwi dan sebagai area sirkulasi
udara agar dapat bersirkulasi masuk ke dalam masing-masing bangunan. Untuk membedakan
zoning, pada satu pekarangan rumah akan dibuat perbedaan leveling yang cukup mencolok, area
yang lebih Uttama dibuat lebih tinggi. Selain itu, pada masing-masing pekarangan penduduk
tidak selalu menyekat secara masif menggunakan tembok pembatas, ada beberapa rumah
pekarangan yang hanya menggunakan void perbedaan leveling untuk memberikan aksen
pembeda batas pekarangan, sehingga sangat efisien dalam biaya dan dapat mendekatkan
hubungan silaturahmi antar teteangga.
2. Fasad Bangunan

Bangunan warga di Desa Pedawa saat ini sudah mengalami perubahan besar baik dari segi
bentuk, fasad bangunan, dan juga fungsi ruangnya dan elemen bangunan. Perubahan yang terjadi
baik pada bentuk, ruang maupun elemen bangunan adalah suatu bentuk adaptasi terhadap cuaca,
perkembangan teknologi dan perubahan gaya hidup. Perubahan yang cukup signifikan pada
rumah Bandung Rangki dan Sri Dandan terjadi pada keseluruhan elemen pembentuk ruangnya.
Baik dari elemen dasar, elemen badan bangunan dan elemen kepala bangunan.

3. Struktur dan Utilitas Bangunan

Pencahayaan alami pada bangunan induk berasal dari cahaya langit. Cahaya langit yang
masuk ke dalam bangunan induk melewati material atap yakni genteng skylight. Genteng
skylight ada 4 biji pada bangunan induk, ditempatkan pada setiap sisi atap. Jadi pada siang hari
suasana didalam bangunan tidak gelap. Dengan memanfaatkan cahaya matahari sebagai
penerangan dalam bangunan maka telah menerapkan Konservasi dan Efisiensi Energi (Energy
Efficiency and Conservation/EEC) yang merupakan salah satu kriteria penilaian dalam Green
Building Council.

Penghawaan alami untuk menciptakan kenyamanan termal civitas pada bangunan induk
salah satunya terlihat dari penenmpatan dapur terutama tungku api yang terletak tepat disebelah
tempat tidur utama. Penempatan tungku api disebelah tempat tidur utama dimaksudkan ketika
suhu udara dingin karena daerah Desa Pedawa memiliki suhu yang rendah, tungku api
bermanfaat selain untuk memasak juga untuk menghangatkan suhu udara.
Daftar Pustaka

Anony. 2019. Green Building Council Indonesia. http://www.gbcindonesia.org.

Diakes pada 18 April 2019

Danandjaja, James. 1980. Kebudayaan petani desa Trunyan Bali.

Jakarta: Pustaka Jaya

Dwijendra, N. K. A., & Ketut, N. (2003). Perumahan dan Permukiman Tradisional Bali.

Jurnal Permukiman “Natah, 1(1), 8-24.

Mentayani, I., & Ikaputra, A. (2012). Menggali Makna Arsitektur Vernakular: Ranah, Unsur,
dan Aspek-Aspek Vernakularitas. LANTING Journal of Architecture, 1(2), 68-82.

Suacana, W. G. (2011). Budaya demokrasi dalam kehidupan masyarakat desa di Bali.

Jurnal Kajian Bali (Journal of Bali Studies), 1(1).

Yeang K, Yeang LD. 2008. A Manual for Ecological Design. London (GB): John Wiley &
Sons, Ltd.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai