Anda di halaman 1dari 18

Uji Sensitifitas Antibiotik

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Antibiotik maupun jenis-jenis antimikroba lainnya telah umum

dikenal dikalangan masyarakat kita. Penggunaan dari antibiotik dan

antimikroba inipun telah meningkat, seiring dengan bermunculannya

berbagai jenis infeksi yang kemungkinan ditimbulkan oleh jenis bakteri

baru ataupun virus baru. Kenyataannya adalah bahwa penggunaanya

dikalangan awam seringkali disalah artikan atau disalah gunakan, dalam

artian seringkali penatalaksanaan dalam menangani suatu jenis infeksi

yang tidak tepat, yang berupa pemakaian antibiotik dengan dosis dan

lama terapi atau penggunaan yang tidak tepat, karena kurangnya

pemahaman mengenai antibiotik ini sendiri. Hal ini pulalah yang

kemudian hari merupakan penyebab utama dari timbulnya resistensi dari

obat-obat antibiotik maupun antimikroba terhadap jenis bakteri tertentu.

Obat-obat antimikroba efektif dalam pengobatan infeksi karena

kemampuan obat tersebut membunuh mikroorganisme yang menginvasi

penjamu tanpa merusak sel.

Dalam percobaan ini akan dilakukan uji sensitifitas, yang merupakan

suatu teknik untuk menetapkan sensitifitas suatu antibiotika dengan

mengukur efek senyawa tersebut pada pertumbuhan suatu

mikroorganisme, yaitu seberapa besar hambatan pertumbuhan yang


dapat dilakukan oleh antibiotik dan untuk mengetahui apakah suatu

antibiotik dapat membunuh jenis mikroba berspektrum luas atau hanya

dapat membunuh satu jenis mikroba yang disebut spektrum sempit,

karena hanya beberapa penyakit yang tidak cocok dengan antibiotik dan

terhadap penyakit yang fatal, serta berhubungan dengan waktu inkubasi

untuk melihat antibiotik mana yang kerjanya lebih cepat menghambat

atau membunuh mikroba lain. Alasan penggunaan beberapa macam

antibiotik yaitu untuk melihat antibiotik mana yang kerjanya lebih cepat

menghambat atau membunuh mikroba, antibiotic mana yang telah

resisten dan antibiotic mana yang betul-betul cocok untuk suatu jenis

mikroba.

Pada percobaan ini dilakukan suatu uji beberapa antibiotik

terhadap serum penyakit tifus . Pada percobaan ini akan dibandingkan

antibiotik mana yang paling sensitiv.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari praktikum inin adalah apakah

antibiotik yang digunakan pada penyakit tifus sensitiv?

C. Maksud

Praktikum

Adapun maksud dari praktikum ini adalah untuk melakukan

pengujian sensitifitas antibiotic terhadap penyakit tifus.

D. Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu untuk menentukan

sensitivitas sampel serum penyakit tifus terhadap antibiotik


Cotrimoksazolel® , Amoxicillin®, Cefixime®, Ciprolksacin®, dan

Kloramfenikol®.

E. Manfaat Praktikum

Adapun manfaat dari praktikum ini adalah Mengetahui dan

memahami antibiotic mana yang cocok untuk penyakit tifus.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Teori umum

Antibiotik secara umum didefinisikan sebagai bahan yang diproduksi

oleh mikroorganisme yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme

lain. Adanya metode sintetik, bagaimanapun dihasilkan pada modifikasi

dari definisi ini dan antibiotic saat ini megarah pada bahan yang

diproduksi oleh mikroorganisme , atau bahan yang sama (yang diproduksi

keseluruhan atau sebagian oleh sintetis kimia), yang dimana ada

konsentrasi yang rendah menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain

(hugo, 2004).

Antibiotik adalah bahan yang dihasilkan mikroorganisme yang

membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme

lainnya.Antibiotik banyak digunakan dalam pengobatan penyakit. Namun

demikian tidak semua antibiotic dapat digunakan dalam pengobatan

penyakit. Sebelum diberikan sebagai pengobatan, sebaiknya ditentukan

dahulu antibiotic mana yang paling ampuh untuk mengobati penyakit.

Cara yang lazim digunakan untuk engetahui keampuhan antibiotic adalah


antibiogram atau uji kepekaan antibiotic terhadap pathogen penyebab

penyakit ( Bibiana, 1994).

Antibiotik dapat diklasifikasikan berdasarkan spectrum atau kisaran

kerja mekanisme aksi, strain penghasil, cara biosintesis maupun

berdasarkan struktur biokimianya. Berdasarkan spectrum atau kisaran

kerjanya antibiotic dapat dibedakan menjadi antibiotic berspektrum sempi

(narrow spectrum) dan antibiotic berspektrum luas ( broad spectrum).

Berdasarkan mekanisme aksinya antibiotic dibedaka menjadi lima, yaitu

antibiotic dengan mekanisme menghambat sintesis dinding sel,

perusakan membrane plasma, penghambatan sintesis protein,

penghambatan sintesis asam nukleat, dan penghambatan sintesis

metabolit esensial (Pratiwi, 2007).

Penggunaan antibiotic secara kombinasi ( dua antibiotic yang

digunakan secara bersama-sama) dapat saling mempengaruhi kerja dari

masing-masing antibiotic. Kombinasi antibiotic tersebut dapat bersifat

antagonis, dimana antibiotic yang satu bersifat mengurangi atau

meniadakan khasiat antibiotic kedua. Kombinasi antibiotic dapat pula

bersifat sinergis, yaitu penggunaan antibiotic secara kombinasi yang

menyebabkan timbulnya efek teraupetiknya yang lebih besar

dibandingkan bila antibiotic tersebut diberikan secara sendiri-sendiri.

(Pratiwi, 2007).

Resisten adalah ketahan suatu mikroorganisme terhadap suatu anti

mikroba atau antibiotic tertentu. Resisten tersebut dapat berupa resisten

alamiah, resisten karena adaya mutasi spontan (resisten kromonal) dan

resisten karena adanya factor R pada sitoplasma (resistensi


ekstrakrosomal) atau resisten karena terjadinya pemindahan gen yang

resisten atau factor R atau plasmid R atau plasmid (resisten silang) atau

dapat dikatakan bahwa suatu mikroorganisme dapat resisten terhadap

obat-obat antimikroba, karena mekanisme genetic atau no-genetik (Djide,

2008).

Penyebab terjadiya resisten terhadap mikroorganisme adalah

penggunaan antibiotic yang tidak tepat, mislanya penggunaan dengan

dosis yang tidak memadai, pemakaian yang tidak teratur atau tidak

kontinyu, demikian juga waktu pengobatan yang tidak cukup lama,

sehingga untuk mencegah atau memperlambat terjadinya resisten

tersebut , maka cara pemakaian antibiotic perlu diperhatikan ( Djide ,

2008).

Ada beberapa cara untuk menentukan kekuatan preparat antibiotic.

Penentuan ini biasanya dilakukan dalam “Laboratorium pengontrol”

dibawah pengawasan instansi pemerintah, misalnya di Amerika dilakukan

oleh FDA. Cara-cara penentuan ini biasanya dimuat dalam farmakope dari

tiap egara pada pemeriksaan ini semua bahan-bahan yang digunakan,

medium pembiakan, organisme uji, alat-alat harus menurut ketentuan

yang telah dibakukan. Penentuan kekuatan ini dapat dilakukan dengan

tujuan sebagai berikut (Irianto, 2006) :

1. Menghitung daerah penghambatan dalam lempeng agar dapat

menghambat pertumbuhan ( Minimal Inhibitory Concentration, MIC)

2. Penentuan kesensitifan (Sensivity test) dari suatu antibiotic terhadap

organism yang belum diketahui. Penentuan ini bisanya dilakukan di

laboratorium rumah sakit, dan penting untuk melakukan terapi.


C. Uraian Bahan

1. Kotrimoksazole ( ISO, 2010)

: Sulfametoksazol dan trimetoprim 200 mg dan 40 mg/5 ml; suspensi

400 mg dan 80 mg/tablet.

: infeksi saluran kemih, saluran cerna, pernafasan, pengobatan dan

pencegahan radang paru-paru pada penedira AIDS

g : exanthema, stomatitis, dan gangguan lambung-usus, demam,

gangguan fungsi hati.

: 2 dd 2 tablet selama 3-7 hari. Pada tifus 2 dd 3 tablet salam 14 hari

2. Amoksisilin (Iso farmakoterapi, 2008)

i : infeksi saluran kemih, otitsmedia, sinusitis, bronkitis, kronis,

salmonelosis, gonore, profilaksis endokartis dan terapi tambahan pada

meningitis listeria

erja obat : Amoxicillin adalah senyawa Penisilina semisintetik dengan aktivitas

antibakteri spektrum luas yang bersifat bakterisid, efektif terhadap

sebagian besar bakteri gram positip dan beberapa gram negatip yang

patogen. Bakteri patogen yang sensitif terhadap Amoxicillin antara lain :

Staphylococci, Streptococci, Enterococci, S. pneumoniae, N. gonorrhoeae,

H influenzas, E. coli, dan P. mirabiiis. Amoxicillin kurang efefktif terhadap

species Shigella dan bakteri penghasil beta laktamase.

atan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritmetous pada glandular

fever, leukimia limfositik kronik dan AIDS


ndikasi : hipersensitifitas terhadap penisilin

mping : mual, diare ruam, kadang-kadang terjadi kolitis karena antibiotil

: oral dewasa 250-500mg tiap 8 jam, infeksi saluran nafas

berat/berulang 3 gram tiap 12 jam, infeksi salura kemih 3 gram diulang

setelah 10-12 jam

3. Ciprofloxasin (ISO Farmakoterapi, 2008)

sis : Tiap tablet salut selaput mengandung : Ciprofloksasin 500 mg

i : Infeksi saluran kemih, saluran cerna, termasuk demam tifoid dan

paratiroid, saluram nafas kecuali pneumonia akibat Streptococcus, infeksi

kulit dan jaringan lunak, tulang dan sendi.

ndikasi : Hipersensitif terhadap ciprofloxasin dan derivat kinolon yang lain,

wanita hamil dan menyusui, anak dan remaja sebelum akhir fase

pertumbuhan.

ologi : Ciprofloxacin (1-cyclopropyl-6-fluoro-1,4-dihydro-4-oxo-7-(-1-

piperazinyl-3-quinolone carboxylic acid) merupakan salah satu obat

sintetik derivat quinolone. mekanisme kerjanya adalah menghambat

aktifitas DNA gyrase bakteri, bersifat bakterisida dengan spektrum luas

terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif. ciprofloxacin

diabsorbsi secara cepat dan baik melalui saluran cerna, bioavailabilitas

absolut antara 69-86%, kira-kira 16-40% terikat pada protein plasma dan

didistribusi ke berbagai jaringan serta cairan tubuh. metabolismenya

dihati dan diekskresi terutama melalui urine.

: Infeksi ringan(saluran kemih) : sehari 2x250 mg

Infeksi berat(saluran kemih) : sehari 2x500 mg


Infeksi ringan (saluran nafas) : sehari 2x500 mg

Infeksi berat (saluran nafas) : sehari 2x750 mg

Infeksi saluran pencernaan : sehari 2x500 mg

amping : Kadang kadang terjadi keluhan saluran pencernaan seperti mual,

diare, muntah, dispepsia, sakit perut dan meteorisme

4. Cloramfenicol kapsul (ISO Farmakoterapi, 2008)

i : Infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella thypni, infeksi mata

konjungtivitas bakterial

indikasi : Hipersensitifitas atau adanya riwayat reaksi toksisitas terhadap

kloramfenikol

sme Kerja : Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein

kuman. Yang dihambat ialah enzim peptidil transferase yang berperan

sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptide pada proses

sintesis protein kuman.

mping : Gangguan hati dan ginjal, superinfeksi

: 50 mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam, bayi (<2 minggu):Z5

mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam

5. Cefixime (ISO Farmakoterapi, 2008)

Indikasi : infeksi bakteri gram positif dan gram negatif.

samping : Diare dan colitis yang disebabkan oleh antibiotik, mual dan muntah,

rasa tidak enak pada saluran cerna, sakit kepala, reaksi alergi berupa
ruam, pruritus, urtikaria, serum sickness, demam, atralgia, anafilaksis,

eritema, gangguan fungsi hati, hepatitis sementara dan hikteruscolestatik.

s : Dewasa dan anak-anak diatas 10 tahun; 200-400 mg per hari

sebagai dosis tunggal atau dibagi dua dosis. Bayi diatas 6 bulan; 8 mg/kg

perhari sebagai dosis tunggal atau dibagi dua dosis. Bayi 6 bulan – 1

tahun; 75 mg perhari. Anak 1-4 tahun; 100 mg perhari. Anak 5-10 tahun;

200 mg perhari.

D. Prosedur Praktikum (Djide, 2003)

1. Penyiapan mikroorganisme uji inokulum


Mikroorganisme uji yang telah terpilih dan sesuai untuk suatu

pengujian antibiotic (tabel FI III, 1979) digunakan media no. 1 (FI IV, 1995)

diinkubasi pada suhu 35 – 37oC selama 24 jam. Pertumbuhann pada

permukaan agar dibilas dengan larutan NaCl fisiologis (0,9) % dan

dipindahkan kedalam media yang sama pada botol roux untuk

perbanyakan (250 ml). disebarkan dan diinkubasikan pada suhu 35– 37 o C

selama 24 jam.
2. Penyiapan media agar (lempeng)
Cawan Petri steril disiapkan sebanyak jumlah replikasi yang

dibutuhkan sesuai dengan desian pengujian yang ditetapkan, kedalam

media setiap cawan petri dituangi media agar (45 o) sebanyak 15 ml

sebagai base layer


3. Uji Sensivitas
Diatas permukaan lapisan dasar (base layer) dituangi 4-5 ml

inokulum yang telah disiapkan sebelumnya diratakan, kecuali beberapa

antibiotic tertentu volumenya berbeda. Putar cawan Petri untuk menyebar

inokulum pada permukaan dan biarkan sampai memadat. Lalu dijatuhkan

pencadang sebanyak 6 buah ntuk setiap cawan Petri kepermukaan media


tadi dengan ketingian tertentu dan diatur sedemikian rupa, sehingga

jaraknya satu sama lain kurang lebih 3 cm dengan sudut 60o.

BAB III

KAJIAN PRAKTIKUM

A. Alat Yang Digunakan

Adapun alat yang dipakai adalah Autoklaf, botol pengenceran,

cawan petri, incubator, lampu spiritus, mistar, paper disk, pinset, spoit 10

ml, tabung reaksi, ose bulat, vial

B. Bahan yang digunakan

Adapun bahan yang digunakan adalah Air suling, , antibiotik

amoksisilin®,Cefixime®, Ciprofloksaxin®, Cotrimoksazole®, kloramfenikol®,

kapas, medium NB, medium PCA, dan sampel Serum penyakit tifus.

C. Cara Kerja

A. Penyiapan mikroba uji

Pertama-tama disiapkan alat dan bahan, kemudian diinokulasikan

Spesimen serum penyakit tifus ke dalam medium transport yaitu Nutrien

Broth, lalu diinkubasi 1 x 24 jam.

B. Penyiapan antimikroba uji


Pertama-tama disiapkan alat dan bahan kemudian ditimbang

seksama semua semua antibiotic yang diujikan. dilarutkan dalam aquades

atau pelarut yang sesuai hingga di peroleh konsentrasi yang diinginkan.

Dimasukkan ke dalam masing-masing vial, lalu dimasukkan paper disk


C. Pengujian sensivitas antimikroba
Pertama-tama disiapkan alat dan bahan , dimasukkan 10 ml medium

PCA ke dalam Vial, kemudian dimasukkan 1 ose spesiemen serum


penyakit tifus. setelah itu dituang pada cawan petri yang steril,

dihomogenkan dan dibiarkan setengah memadat. Setelah setengah

memadat, Kemudian diletakkan piper disk kedalam cawan petri yang

sudah dibagi menjadi 5 bagian. Cawan petri diinkubasi dalam incubator

selama 1 x 24 jam pada suhu 37 oC. Kemudian diamati dan diukur zona

hambatan yang terbentuk.

1. Tabel Pengamatan

Diameter Zona Hambatan


KE
ANTIBIOTIK
L. Rata-rata
I II III
(mm)

Ciprofloksazin 22 20 23
21,33

- - - -
Ampicilin

I - - - -
Azitrozit

- - - -
Eritromicin

- - - -
Cefadroxil

45 35 40 40
Cefadroxil

15 10 9 11,35
Eritromicin

II 40 40 40 40
Doxysiklin

10 12 13 11,67
Tetrasiklin

15 10 10 11,67
Kloramfenikol
III
- - - -
Cefixim
- - - -
Amoksisilin
- - - -
Cefadroxil

- - - -
Ciprofloksacin

- - - -
Ampisilin
Cotrimoksazol - - - -
Amoksisilin - - - -
IV Cefixim - - - -
Ciprofloksazin - - - -
Kloramfenikol - - - -

A. Pembahasan

Antimikroba (AM) ialah obat pembasmi mikroba, khususnya

mikroba yang merugikan manusia. Dalam pembicaraan di sini, yang

dimaksud dengan mikroba terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk

kelompok parasit

Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama

fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain.

Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik

penuh. Namun dalam praktek sehari - hari AM sintetik yang tidak

diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamida dan kuinolon) juga

sering digolongkan sebagai antibiotik.

Resisten adalah dalam konsentrasi antimikroba yang sangat besar

atau dalam konsentrasi berapa pun,ia tidak dapat menghambat ataupun

membunuh mikroorganisme.

Sensitivitas adalah suatu keadaan dimana mikroba sangat peka

terhadap antibiotik. Atau sensitivitas adalah kepekaan suatu antibiotik

yang masih baik untuk memberikan daya hambat terhadap mikroba. Uji
sensitivitas terhadap suatu antimikroba untuk dapat menunjukkan pada

kondisi yang sesuai dengan efek daya hambatnya terhadap mikroba.

Suatu penurunan aktivitas antimikroba akan dapat menunjukkan

perubahan kecil yang tidak dapat ditunjukkan oleh metode kimia,

sehingga pengujian secara mikrobiologis dan biologi dilakukan. Biasanya

metode merupakan standar untuk mengatasi keraguan tentang

kemungkinan hilangnya aktivitas antimikroba.

Intermediat adalah suatu keadaan dimana terjadi pergeseran dari

keadaan sensitive ke keadaan yang resisten tetapi tidak resisten

sepenuhnya. Sedangkan resisten adalah suatu keadaan dimana mikroba

sudah peka atau sudah kebal terhadap antibiotik.

Uji sensitivitas antibiotik terhadap berbagai macam mikroba

dilakukan untuk mengetahui apakah suatu antibiotik dapat membunuh

beberapa jenis mikroba atau berspektrum luas atau hanya dapat

membunuh satu jenis mikroba saja yang disebut berspektrum sempit.

Karena adanya beberapa penyakit yang tidak cocok dengan antibiotik

terhadap penyakit yang fatal, serta berhubungan dengan waktu inkubasi

untuk melihat antibiotik mana yang kerjanya lebih cepat menghambat

atau membunuh mikroba.

Ada tiga metode utama tes sensitivitas antimikroba atau antibiotic

yaitu Broth Dilution (pengenceran medium), Agar Dilution (pengenceran

agar), Agar diffusion (difusi agar/disc difusion). Dan dalam percobaan ini

yang dilakukan adalah menggunakan metode agar difusion dimana

metode ini didasarkan pada difusi antibiotic dari paper disk yang dipasang

tegak lurus pada lapisan agar padat dalam cawan petri sehingga mikroba
yang ditambahkan dihambat pertumbuhannya pada daerah berupa

lingkaran atau zona yang disekeliling peper disk yang berisi larutan

antibniotik.

Pada percobaan ini, uji sensitivitas antimikroba dilakukan dengan

metode difusi agar. Karena selain pengerjaan di laboratorium mudah,tidak

rumit,peralatan yang di gunakan juga lebih sederhana. Selain itu

pengerjaan dengan metode difusi agar sudah sering dilakukan dan mudah

untuk mengamati daya hambat pertumbuahan mikroba oleh suatu

antibiotic. Digunakan medium PCA karena PCA merupakan medium yang

baik untuk semua jenis mikroba karena di dalamnya mengandung

komposisi casein enzymic hydrolisate yang menyediakan asam amino dan

substansi nitrogen komplek lainnya serta ekstrak yeast mensuplai vitamin

B kompleks.

Pada percobaan ini digunakan serum penyakit tifus dengan tujuan

untuk mengetahui mikroba yang terdapat dalam serum tersebut sensitiv

terhadap antibiotik mana dan resisten terhadap antibioik apa dari 5

antibiotik yang digunakan. Tifus adalah Dimana penyakit tersebut

disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dapat oleh makan dan /

atau minum makanan dan air yang terkontaminasi. Bakteri yang

ditumpahkan oleh orang yang terinfeksi serta orang-orang yang pembawa

melalui tinja mereka. Tinja yang terinfeksi itu menemukan jalan ke dalam

makanan dan air minum dan dengan demikian mencemari mereka

dengan bakteri. Ketika ini makanan atau air yang tertelan oleh seseorang,

ia mendapat tifus.
antibiotik yang digunakan adalah Kloramfenikol®,

Cotrimoksazolel® , Amoxicillin®, Cefixime®, Ciprolksacin®.

Ciprofloksasin termasuk ke dalam antibiotik yang berspektrum luas,

artinya antibiotik ini dapat membunuh bakteri baik Gram positif maupun

Gram negatif. Ciprofloksacin bekerja sebagai bakterisidal dengan

menghambat replikasi DNA dari bakteri melelui pengikatan pada enzim

DNA girase, yaitu enzim yang penting untuk memisahkan DNA yang sudah

bereplikasi sehingga menyebabkan pemutusan rantai ganda pada

kromosom bakteri. Atau dengan kata lain, ciprofloksasin berfungsi

menghambat pembelahan sel.

Amoxicilin merupakan antibiotika golongan penisilin, yang

menghambat sensitivitas dinding sel mikroba. Dengan mekanisme

menghambat reaksi dalam proses sintesis dinding sel sehingga tekanan

osmotis dalam sel kuman lebih tinggi dari pada diluar sel maka terjadi lisis

sel.

Cefixime adalah sefalosforin semi-sintetik generasi ketiga yang

dapat diberikan secara oral. Selain cefixime, keluarga sefalosporin lain

diantaranya sefaleksin, cefaclor, cefuroxime, cefpodoxime, cefprozil dan

lain-lain. Mekanisme kerja sefalosporin yaitu dengan cara menghambat

sintesa dinding sel bakteri, sehingga tanpa dinding sel, bakteri akan mati.

Cefixime tahan terhadap hidrolisa berbagai macam enzim betalaktamase

yang dihasilkan bakteri. Beberapa bakteri yang peka terhadap cefixime

yaitu Staphylococcus aureus , Streptococcus pneumoniae , Streptococcus

pyogenes (penyebab radang tenggorokan ), Haemophilus influenzae,


Moraxella catarrhalis, E. coli , Klebsiella , Proteus mirabilis, Salmonella ,

Shigella , dan Neisseria gonorrhoeae.

Cotrimoxazole merupakan antibiotik sulfonamide kombinasi dari

sulfamethoxazole dan trimethoprime. Antibiotik ini memiliki spektrum

kerja yang luas, dan daya antibakteri trimetophrim sekitar 20-100 kali

lebih kuat dibandingkan sulfamethoxazole. Mekanisme kerja

cotrimoxazole adalah dengan menghambat reaksi enzimatik

pembentukan asam tetrahidrofolat. Dimana Sulfonamid atau

sulfamethoxazole menghambat masuknya molekul PABA (p-amibobenzoic

acid) ke dalam molekul asam folat. Dan trimethoprim menghambat reaksi

reduksi dari asam dihidrofolat menjadi asam

Kloramfenikol merupakan antibiotik spectrum luas yang mekanisme

kerjanya menghambat sistesis portein pada bakteri dan dalam jumlah

terbatas, pada sel eukariot. Obat ini segera berpenetrasi ke sel bakteri,

kemungkinan melalui difusi terfasilitasi. Kloramfenikol terutama bekerja

dengan memikat subunit ribosom 50 S secara reversibel (di dekat tempat

kerja antibiotic makrlida dan klindamisin, yang dihambat secara kompetitif

oleh obat ini). Walaupun pengikatan tRNA pada bagian pengenalan kodon

ini ternyata menghalangi pengikatan ujung tRNA aminosil yang

mengandung asam amino ke tempat akseptor pada subunit ribosom 50 S.

interkasi antara pepdiltranferase dengan substrat asam aminonya tidak

dapat terjadi, sehingga pembentukan ikatan peptide terhambat.

Parameter tingkat sensitivitas suatu antimikroba berdasarkan luas

zona hambatan, jika suatu antimikroba memiliki zona hambatan yang

paling luas maka antimikroba tersebut dinyatakan paling sensitive


terhadap bakteri yang diuji artinya antimikroba ini paling efektif

digunakan untuk pengobatan jika terinfeksi bakteri uji tersebut.

Berdasarakan hasil pengamatan yang telah dilakukan maka dapat

dilihat bahwa antibiotik Cotrimoksazolel® , Amoxicillin®, Cefixime®,

Ciprolksacin®, dan Kloramfenikol® resisten terhadap sampel serum

penyakit tifus karna tidak ada zona hambat yang terbentuk.

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarakan hasil pengamatan yang telah dilakukan maka dapat

dilihat bahwa antibiotik Cotrimoksazolel® , Amoxicillin®, Cefixime®,

Ciprolksacin®, dan Kloramfenikol® resisten terhadap sampel serum

penyakit tifus karna tidak ada zona hambat yang terbentuk.

B. Saran

Sebaiknya dilakukan percobaan untuk antibiotic lain sebagai

pembanding.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2010. “Tuntutan Praktikum Mikrobiologi farmasi Dasar”. UMI:


Maksaar.
Bibiana, W, Lay.1994.”Analisis Mikrobiologi di Laboratorium”.PT.Raya
Grafindo Persada: Jakarta.
Djide M, Natsir.2008.“Dasar-dasar Mikrobiologi”.Universitas
Hasanuddin:Makassar.
Ganiswara, S, G.2001. “Farmakologi dan Terapi”.Universitas
Indonesia:Jakarta.
Irianto.2006. “mikrobiologi menguak dunia mikroorganisme”, Yrama
Widya:Jakarta.
Pratiwi, 2007, “Mikrobiologi Farmasi”. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Tjay, H, T, & Rahardja, K.2001. “Obat-obat Penting”, Edisi V, PT Elex
Media Komputindo:Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai