perusahaan johnson untuk produk Desyrel yakni antidepresan berakhir pada petengahan 1980 an, AT
mengembangkan obat generik baru sebagai salinan dari Desyrel yang diberi nama Trazodone
Hydrochloride. Tahun 1987, Charles Y chang seorang ahli kimia teratas di FDA, diberi uang senilai
$13.000 oleh AT untuk membeli perabot dan perlengkapan komputer, perusahaan juga membayar
$1.688 untuk biaya pengiriman dan biaya lain yang berasal dari Chang. Biaya yang dikeluarkan
tersebut disamarkan dan dirubah menjadi biaya relokasi karyawan sehingga sulit untuk dilacak.
Selebihnya usaha untuk mempercepat proses persetujuan obatnya, perusahaan memperoleh
informasi tambahan dari Jan T sturm, petugas perlindungan konsumen FDA.
Analisis
1. Terdapat beberapa tindakan yg tidak etis yang dilakukan oleh CEO AT dengan melakukan
penyuapan dan gratifikasi terhadap pihak FDA serta telah memanipulasi laporan keuangan
perusahaan. Stakeholder dalam kasus tersebut adalah perusahaan American Therapeutics sebagai
produsen dari obat, FDA sebagai regulator, dan konsumen yang menggunakan produk obat
tersebut.
2. Walaupun pihak konsumen tidak disebutkan di dalam kasus, namun pihak konsumen harus
mendapat perhatian utama karena jika tidak diperhatikan produk tersebut dapat membahayakan
konsumen. Prioritas kedua diberikan kepada FDA, kedua pihak ini seharusnya berjalan beriringan
sehingga keduanya tetap dapat menguntungkan dan beretika di industri tersebut, ketiga,
kompetitor karena akibat penyuapan tersebut berdampak pada operasional kompetitor.
3. Beberapa tindakan etis yang dilanggar oleh Vegesna, Chang dan Sturm.
a. Vegesna memamanipulasi keuangan perusahaan untuk mempercepat proses persetujuan,
b. Chang menerima uang yang diberikan oleh Vegesna atas dasar keinginan mempercepat
proses persetujuan dan
c. Sturm menyampaikan informasi internal perusahaan kepada pihak luar.
4. Telah terjadi pelanggaran Prinsip utilitarian dan keadilan pada kasus ini karena konsumen tidak
mendapatkan informasi yang benar, dan perusahaan lebih mementingkan profitabilitas
perusahaan semata, padahal dengan melakukan tindakan tersebut konsumen yang lebih dirugikan,
dan produsen obat generik lain juga terkena dampaknya karena kepercayaan konsumen terhadap
produsen obat generik akan menurun dikarenakan konsumen khawatir apakah obat yang akan
mereka konsumsi aman atau tidak. Selain itu kasus ini juga melanggar Hak dari para konsumen
karena hak-hak akan perlindungan konsumen dilanggar oleh AT . Yang paling diuntungkan pada
kasus ini adalah AT dan anggota FDA yang terlibat, karena telah mendapatkan keuntungan sepihak
dari tindakan kurang etis tersebut. Pihak AT menerima persetujuan di awal dan Anggota FDA
tersebut mendapat keuntungan pribadi dari sejumlah gratifikasi yang diberikan oleh AT.
5. Pihak yang dirugikan dalam kasus ini jelas adalah konsumen karena konsumen berisiko
mengkonsumsi obat yang proses persetujuannya tidak dilakukan dengan cara yang benar dan tidak
aman. Namun, dalam jangka panjang AT dan anggota FDA tersebut berisiko mengalami kerugian
akan tindakannya tersebut. Tujuan utama dari perilaku tersebut adalah manfaat secara finansial
bagi perusahaan AT, dengan diluncurkannya obat tersebut AT akan mendahului para pesaingnya
sebagai pelopor antidepresan generik, meningkatkan jumlah market sharenya. Tindakan ini justru
membahayakan industri generik karena secara keseluruhan akan mengurangi trust dari konsumen
akan obat yang akan mereka konsumsi.
6. Pada kasus ini, AT tidak melakukan upaya good corporate governance, AT telah melanggar nilai-
nilai dasar corporate governance yaitu
a. fairness karena dampak dari tindakan penyuapan Vegesna berdampak pada reputasi
perusahaan yang buruk dan akan merugikan para shareholder perusahaan,
b. responsibility yaitu AT telah melanggar hak konsumen dengan tidak menyampaikan informasi
yang benar,
c. transparency dan accountability yakni dengan melakukan manipulasi laporan keuangan
perusahaan dengan mengubah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan tidakan penyuapan
dengan biaya relokasi karyawan. Tindakan yang telah dilakukan oleh AT jelas akan merusak
reputasi perusahaan itu sendiri sebagai dampak dari tindakan yang tidak menerapkan prinsip
good corporate governance.