Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mastitis adalah infeksi peradangan pada mammae, terutama pada primipara yang
biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus. Infeksi ini terjadi melalui luka pada puting
susu, tetapi mungkin juga melalui peredaran darah (Prawirohadjo, 2001). Mastitis adalah
peradangan payudara, yang dapat disertai atau tidak disertai dengan infeksi.Penyakit ini
biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional atau mastitis
puerperalis. Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi fatal apabila tidak diberi tindakan
yang adekuat. Keadaan ini menyebabkan beban penyakit yang berat dan memerlukan biaya
yang sangat besar untuk pengobatannya. Penelitian terbaru juga ada yang menyatakan bahwa
mastitis dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui menyusui.
Pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat teknik menyusui yang kurang benar
merupakan penyebab yang penting, tetapi pada kenyataannya saat ini masih banyak petugas
kesehatan yang menganggap bahwa mastitis masih sama dengan infeksi payudara. Mereka
sering tidak mampu membantu pasien mastitis untuk terus menyusui, dan mereka bahkan
mungkin menyarankan pasien tersebut untuk berhenti menyusui, yang sebenarnya hal
tersebut tidak perlu.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas maka penulis membuat suatu rumusan masalah yaitu
bagaimana asuhan keperawatan yang dapat di berikan pada pasien yang menderita mastitis?
mengetahui anatomi dan fisiologi payudara;
1) mengetahui definisi mastitis;
2) mengetahui epidemiologi mastitis;
3) mengetahui etiologi mastitis
4) mengetahui tanda dan gejala mastitis;
5) mengetahui patofisiologi mastitis;
6) mengetahui komplikasi dan prognosis mastitis;
7) mengetahui pengobatan mastitis;
8) mengetahui pencegahan mastitis;
9) mengetahui pemeriksaan penunjang mastitis;
10) mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan mastitis.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara. Biasanya
terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus aureus. Bakteri biasanya masuk melalui
puting susu yang pecah-pecah atau terluka. Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, dapat
terbentuk abses payudara (penimbunan nanah di dalam payudara). Mastitis adalah reaksi
sistematik seperti demam, terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai komplikasi
sumbatan saluran air susu (Masjoer, 2001).
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai
infeksi.Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional
atau mastitis puerperalis.Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi fatal bila tidak diberikan
tindakan yang adekuat.Abses payudara, pengumpulan nanah lokal di dalam payudara,
merupakan komplikasi berat dari mastitis. Keadaan inilah yang menyebabkan beban penyakit
bertambah berat (Sally I, Severin V.X, 2003 dalam Anonim, 2013). Sumber lain
menyebutkan bahwa mastitis adalah infeksi dan peradangan pada payudara yang terjadi
melalui luka pada puting, dapat berasal dari peredaran darah. Tanda -tanda mastitis yang
dirasakan ibu adalah rasa panas dingin disertai kenaikan suhu, ibu merasa lesu, tidak nafsu
makan, payudara membesar, nyeri perabaan, mengkilat dan kemerahan pada payudara, dan
terjadi pada 3 – 4 minggu masa nifas. Hal ini dapat diatasi dengan membersihkan puting
sebelum dan sesudah menyusui; menyusui pada payudara yang tidak sakit; kompres dingin
sebelum menyusui;menggunakan BH untuk menyokong payudara, berikan antibiotik dan
analgetik, istirahat yang cukup dan banyak minum (USU, tanpa tahun). Mastitis adalah
infeksi yang disebabkan karena adanya sumbatan pada duktus hingga puting susu mengalami
sumbatan. Mastitis paling sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga pasca
kelahiran.Penyebab penting dari mastitis ini adalah pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat
teknik menyusui yang buruk.Untuk menghambat terjadinya mastitis ini dianjurkan untuk
menggunakan bra atau pakaian dalam yang memiliki penyangga yang baik pada
payudaranya (Sally I, 2003 dalam Anonim, 2013). Berdasarkan beberapa pengertian di atas
maka dapat di tarik suatu kesimpulan.
mastitis adalah suatu infeksi atau peradangan pada jaringan payudara yang
diakibatkan karena adanya bakteri (staphylococcus aureus) yang masuk melalui puting susu
yang pecah-pecah atau terluka. Mastitis diklasifikasikan menjadi4 jenis, yaitu: mastitis
puerparalis epidemic, mastitis aninfeksosa, mastitis subklinis dan mastitis infeksiosa. Dimana
keempat jenis tersebut muncul dalam kondisi yang berbeda-beda. Diantaranya adalah sebagai
berikut (Bertha, 2002 dalam Djamudin, 2009):

1. Mastitis Puerparalis Epidemik Mastitis puerparalis epidemic ini biasanya timbul


apabila pertama kali bayi dan ibunya terpajan pada organisme yang tidak dikenal atau
verulen. Masalah ini paling sering terjadi di rumah sakit, yaitu dari infeksi silang atau
bekesinambungan strain resisten.
2. Mastitis Noninfesiosa Mastitis moninfeksiosa terjadi apabila ASI tidak keluar dari
sebagian atau seluruh payudara, produksi ASI melambat dan aliran terhenti.Namun
proses ini membutuhkan waktu beberapa hari dan tidak akan selesai dalam 2 – 3
minggu. Untuk sementara waktu, akumulasi ASI dapat menyebabkan respons
peradangan.
3. Mastitis Subklinis Mastitis subklinis telah diuraikan sebagai sebuah kondisi yang
dapat disertai dengan pengeluaran ASI yang tidak adekuat, sehingga produksi ASI
sangat berkurang yaitu kira-kira hanya sampai di bawah 400 ml/hari (<400 ml/hari).

4. Mastitis Infeksiosa Mastitis infeksiosa terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan
proteksi oleh faktor imun dalam ASI dan oleh respon – respon inflamasi. Secara
normal, ASI segar bukan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.

2.2 Epidemiologi
Organisasi kesehatan dunia/WHO (2008) memperkirakan lebih dari 1,4 juta orang
terdiagnosis menderita mastitis. The American Society memperkirakan 241.240 wanita
Amerika Serikat terdiagnosis mastitis. Sedangkan di Kanada jumlah wanita yang
terdiagnosis mastitis adalah 24.600 orang dan di Australia sebanyak 14.791 orang. Di
Indonesia diperkirakan wanita yang terdiagnosis mastitis adalah berjumlah 876.665 orang
dan di Sumatera Utara berkisar antara 40-60% wanita terdiagnostik mastitis (Djamudin,
2009).
Berdasarkan hasil survei lapangan, ditemukan jumlah penderita mastitis di Klinik
Bidan Elfrida Fitri Simamora Periode Tahun 2008 (Januari-Desember) adalah sebanyak 30
orang. Hal ini menunjukkan bahwa masih rendahnya pengetahuan ibu post partum tentang
mastitis terutama dalam teknik menyusui yang baik (Fitri, 2009). Mastitis dan abses payudara
terjadi hampir pada semua populasi. Insiden yang dilaporkan bervariasi sampai 33% wanita
menyusui, tetapi biasanya di bawah 10%. Walaupun demikian, menurut beberapa laporan,
terutama dari negara-negara berkembang, suatu abses dapat terjadi tanpa didahului dengan
mastitis yang nyata. Mastitis paling sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga pasca
kelahiran, dengan sebagian besar laporan menunjukkan bahwa 74% sampai 95% kasus terjadi
dalam 12 minggu pertama. Namun, mastitis juga dapat terjadipada setiap tahap laktasi,
termasuk pada tahun kedua. Abses payudara juga paling sering terjadi pada 6 minggu
pertama pascakelahiran tetapi dapat timbul kemudian ( Ananonim 2013).

2.3 Faktor Resiko


Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis (Prasetyo, 2010),
yaitu:
a) Umur Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada wanita di
bawah usia 21 tahun atau di atas 35 tahun.
b) .Serangan sebelumnya Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini
merupakan akibat teknik menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki.
c) Melahirkan Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan risiko mastitis, walupun
penggunaan oksitosin tidak meningkatkan resiko.
d) Gizi Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi
terjadinya mastitis. Wanita yang mengalami anemia akan beresiko mengalami mastitis
karena kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu akan memudahkan tubuh
mengalami infeksi (mastitis). Antioksidan dari vitamin E, vitamin A dan selenium
dapat mengurangi resiko mastitis.
e) Faktor kekebalan dalam ASI Faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan
mekanisme pertahanan dalam payudara.
f) Pekerjaan di luar rumah Interval antar menyusui yang panjang dan kekurangan waktu
dalam pengeluaran ASI yang adekuat sehingga akan memicu terjadinya statis ASI.
g) Trauma Trauma pada payudara yang disebabkan oleh apapun dapat merusak jaringan
kelenjar dan saluran susu dan haltersebut dapat menyebabkan mastitis.

2.4 Etiologi
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada kulit
yang normal yaitu Staphylococcus aureus.Bakteri ini seringkali berasal dari mulut bayi yang
masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit pada puting
susu.Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering terjadi dalam
waktu 1-3 bulan setelah melahirkan.Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis pada
beberapa minggu pertama setelah melahirkan. Soetjiningsih (1997) menyebutkan bahwa
peradangan pada payudara (Mastitis) di sebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya tejadi mastitis.
b. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi payudara bengkak.
c. Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental engorgement
sehingga jika tidak disusu secara adekuat bisa erjadi mastitis.
d. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan mempermudah terkena
infeksi.

Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan peradangan


menahun dari saluran air susu yang terletak di bawah puting susu. Perubahan hormonal di
dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan saluran air susu oleh sel-sel kulit yang mati.
Saluran yang tersumbat ini menyebabkan payudara lebih mudah mengalami infeksi.Dua
penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan infeksi.Stasis ASI biasanya merupakan
penyebab primer yang dapat disertai atau berkembang menuju infeksi.Guther pada tahun
1958 menyimpulkan dari pengamatan klinis bahwa mastitis diakibatkan oleh stagnasi ASI di
dalam payudara, dan bahwa pengeluaran ASI yang efisien dapat mencegah keadaan
tersebut.Ia menyatakan bahwa bila terjadi infeksi, bukan primer, tetapi diakibatkan oleh
stagnasi sebagai media pertumbuhan bakteri. Thomsen,dkk pada tahun 1984 menghasilkan
bukti tambahan tentang pentingnya stasis ASI. Mereka menghitung leukosit dan bakteri
dalam ASI dari payudara dengan tanda klinis mastitis dan mengajukan klasifikasi berikut,
yaitu:
a) Stasis ASI Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara.
Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap saat
jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk pada payudara, pengisapan
yang tidak efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada saluran
ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua/lebih. Statis
ASI dapat membaik hanya dengan terus menyusui, tentunya dengan teknik yang
benar
b) Inflamasi non infeksiosa (atau mastitis noninfeksiosa) Mastitis jenis ini biasanya
ditandai dengan gejala sebagai berikut:Adanya bercak panas/nyeri tekan yang akut,
bercak kecil keras yang nyeri tekan, dan tidak terjadi demam dan ibu masih merasa
baik-baik saja.Mastitis non infeksiosa membutuhkan tindakan pemerasan ASI setelah
menyusui.
c) Mastitis infeksiosa Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut:
lemah, nyeri kepala seperti gejala flu, demam suhu > 38,5 derajat celcius, ada luka
pada puting payudara, kulit payudara tampak menjadi kemerahan atau mengkilat,
terasa keras dan tegang, payudara membengkak, mengeras, dan teraba hangat, dan
terjadi peningkatan kadar natrium sehingga bayi tidak mau menyusu karena ASI
yang terasa asin. Mastitis infeksiosa hanya dapat diobati dengan pemerasan ASI dan
antibiotik sistemik. Tanpa pengeluaran ASI yang efektif, mastitis non infeksiosa
sering berkembang menjadi mastitis infeksiosa, dan mastitis infeksiosa menjadi
pembentukan abses. .

2.5 Tanda dan Gejala


Tanda dan Gejala dari mastitis ini biasanya berupa:
a) Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras dan kadang terasa nyeri.
b) Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan puting teregang menjadi rata.
c) ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI
sampai pembengkakan berkurang.
d) Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan gejala demam, rasa dingin dan
tubuh terasa pegal dan sakit.
e) Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan
payudara yang terkena. Gejala yang muncul juga hampir sama dengan payudara yang
membengkak karena sumbatan saluran ASI antara lain :
a. Payudara terasa nyeri
b. Teraba keras
c. Tampak kemerahan
e. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti pecah –
pecah, dan badan terasa demam seperti hendak flu, bila terkena sumbatan tanpa
infeksi, biasanya di badan tidak terasa nyeri dan tidak demam. Pada payudara juga
tidak teraba bagian keras dan nyeri serta merah.
Namun terkadang dua hal tersebut sulit untuk dibedakan, gampangnya bila didapat
sumbatan pada saluran ASI, namun tidak terasa nyeri pada payudara, dan permukaan kulit
tidak pecah – pecah maka hal itu bukan mastitis. Bila terasa sakit pada payudara namun
tidak disertai adanya bagian payudara yang mengeras, maka hal tersebut bukan mastitis
(Pitaloka, 2001 dalam Anonim, 2013).

2.6 Patofisiologi
Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat terjadi karena proses
infeksi ataupun noninfeksi. Namun semuanya bermuara pada proses infeksi. Mastitis akibat
proses noninfeksi berawal dari proses laktasi yang normal. Namun karena sebab-sebab
tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan pengeluaran ASI atau yang biasa
disebut sebagai stasis ASI.Hal ini membuat ASI terperangkap di dalam ductus dan tidak
dapat keluar dengan lancar.Akibatnya mammae menjadi tegang.Sehingga sel epitel yang
memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan.permeabilitas jaringan ikat meningkat,
beberapa komponen(terutama protein dan kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk
ke dalam ASI dan jaringan sekitar sel memicu respon imun. Terjadi inflmasi hingga sehingga
mempermudah terjadinya infeksi.
Kondisi ini membuat lubang duktus laktiferus menjadi port de entry bakteri, terutama
bakteri Staphylococcus aureus dan Strepcococcus sp. Hampir sama dengan kejadian pada
mastitis noninfeksi, mastitis yang terjadi akibat proses infeksi terjadi secara langsung, yaitu
saat timbul fisura/robekan/perlukaan pada puting yang terbentuk saat awal laktasi akan
menjadikan port de entry/tempat masuknya bakteri. Proses selanjutnya adalah infeksi pada
jaringan mammae.

2.7 Komplikasi dan Prognosis


A. Komplikasi Berikut beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis.
a) Abses payudara Abses
Payudara merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena
pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras,
merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus memikirkan
kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut
menjadi abses.Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya
cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang
berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi
jarum secara serial/berlanjut. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan
tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan, ibu harus mendapatkan terapi
medikasi antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik
yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.
b) Mastitis berulang/kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak
adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum, mengonsumsi makanan
dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena
infeksi bakteri biasanya diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali
sehari) selama masa menyusui.
c) Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur
seperti,candida albicans.Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi
antibiotik.Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar
yang menjalar di sepanjang saluran ASI. Diantara waktu menyusui permukaan
payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak nampak kelainan. Pada kasus ini, ibu dan
bayi perlu mendapatkan pengobatan. Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin
krim yang juga mengandung kortison ke puting dan areola setiap selesai bayi
menyusu dan bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama.

2.8 Pengobatan
Setelah diagnosa mastitis dipastikan, hal yang harus segera dilakukan adalah
pemberian susu kepada bayi dari mamae yang sakit dihentikan dan diberi antibiotik. Dengan
tindakan ini terjadinya abses seringkali dapat dicegah, karena biasanya infeksi disebabkan
oleh Staphylococcus aureus. Penicilin dalam dosis cukup tinggi dapat diberikan sebagai
terapi antibiotik. Sebelum pemberian penicilin dapat diadakan pembiakan/kultur air susu,
supaya penyebab mastitis benar-benar diketahui. Apabilaada abses maka nanah
dikeluarkan,kemudian dipasang pipa ke tengah abses agar nanah dapat keluar terus. Untuk
mencegah kerusakan pada duktus laktiferus, sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktus-
duktus tersebut.
Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis adalah:
1) Konseling suportif Mastitis merupakan pengalaman yang paling banyakwanita merasa
sakit dan membuat frustasi.Selain dalam penanganan yang efektif dan pengendalian
nyeri, wanita membutuhkan dukungan emosional. Ibu harus diyakinkan kembali
tentang nilai menyusui, yang aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari payudara yang
terkena tidak akan membahayakan bayinya dan bahwa payudaranya akan pulih, baik
bentuk maupun fungsinya. Klien membutuhkan bimbingan yang jelas tentang semua
tindakan yang dibutuhkan untuk penanganan, dan bagaimana meneruskan
menyusui/memeras ASI dari payudara yang sakit. Klien akan membutuhkan tindak
lanjut untuk mendapat dukungan terus menerus dan bimbingan sampai kondisinya
benar-benar pulih.
2) Pengeluaran ASI dengan efektif Hal ini merupakan bagian terapi terpenting, antara
lain:
a) Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya
b) Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki, tanpa
pembatasan.
c) Bila perlu peras ASI dengan tangan/pompa/botol panas, sampai menyusui
dapat dimulai lagi
3) Terapi antibiotik Terapi antibiotik diindikasikan pada:
a). Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan infeksi
b). Gejala berat sejak awal
c). Terlihat puting pecah-pecah
d). Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki
maka Laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap Staphylococcus aureus.
Untuk organisme gram negatif, sefaleksin/amoksisillin mungkin paling tepat. Jika
mungkin, ASI dari payudara yang sakit sebaiknya dikultur dan sensivitas bakteri
antibiotik ditentukan.
Antibiotik Dosis
Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam
Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam
Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam per oral
Amoksasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam
Sefaleksin 250-500 ng setiap 6 jam
Tabel Dosis Antibiotik
a) Pada kasus infeksi mastitis, penanganannya antara lain:
a) Berikan antibiotik Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari setiap 6 jam
selama 10 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10
hari.
b) Bantulah ibu agar tetap menyusui.
c) Bebat/sangga payudara
d) Kompres hangat sebelum menyusui untuk mengurangi bengkak dan nyeri
yaitu dengan memberikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam dan
lakukan evaluasi secara rutin.
Pengobatan yang tepat dengan pemberian antibiotik, mintalah pada dokter antibiotik
yang baik dan aman untuk ibu yang menyusui, selain itu bila badan terasa panas, ibu dapat
minum obat turun panas, kemudian untuk bagian payudara yang terasa keras dan nyeri, dapat
dikompres dengan menggunakan air hangat untuk mengurangi rasa nyeri. Bila tidak tahan
nyeri, dapat meminum obat penghilang rasa sakit, istirahat yang cukup amat perlu untuk
mengembalikan kondisi tubuh menjadi sehat kembali. Disamping itu, makan dan minum
yang bergizi, minum banyak air putih juga akan membantu menurunkan demam, biasanya
rasa demam dan nyeri itu akan hilang dalam dua atau tiga hari dan ibu akan mampu
beraktivitas seperti semula

4). Terapi simtomatik


Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesik. Ibuprofen dipertimbangkan sebagai obat
yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi inflamasi dan nyeri. Parasetamol
merupakan alternatif yang paling tepat. Istirahat sangat penting, karena tirah baring dengan
bayinya dapat meningkatkan frekuensi menyusui, sehingga dapat memperbaiki pengeluaran
susu. Tindakan lain yang dianjurkan adalah penggunaan kompres hangat pada payudara yang
akan menghilangkan nyeri dan membantu aliran ASI, dan yakinkan bahwa ibu cukup minum
cairan. Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama 15-20 menit, 4 kali/hari.
Diberikan antibiotik dan untuk mencegah pembengkakan, sebaiknya dilakukan pemijatan
dan pemompaan air susu pada payudara yang terkena.
a. Mastitis (Payudara tegang / indurasi dan kemerahan)
a) Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan sebelum
terbentuk abses biasanya keluhannya akan berkurang.
b) Sangga payudara.
c) Kompres dingin.
d) Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
e) Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS.
f) Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.
b. Abses Payudara (Terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang kemerahan).
a) Diperlukan anestesi umum.
b) Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya tidak
mendorong saluran ASI.
c) Pecahkan kantung PUS dengan klem jaringan (pean) atau jari tangan.
d) Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam.
e) Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
f) Sangga payudara.
g) Kompres dingin.
h) Berikan parasetamol 500 mg setiap 4 jam sekali bila diperlukan.
i) Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau ada pus.
j) Lakukan follow up setelah peberian pengobatan selama 3 hari.
Jika terjadi abses, biasanya dilakukan penyayatan dan pembuangan nanah, serta
dianjurkan untuk berhenti menyusui.Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan obat pereda
nyeri (misalnya acetaminophen atau ibuprofen).Kedua obat tersebut aman untuk ibu
menyusui dan bayinya.

2.9 Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya mastitis dapat dilakukan beberapa tindakan sebagai
berikut (Soetjiningsih, 1997):
a. Menyusui secara bergantian antara payudara kiri dan kanan
b. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan payudara
dengan cara memompanya
c. Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah robekan/luka
pada puting susu
d. Minum banyak cairan
e. Menjaga kebersihan puting susu
f. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui. Tindakan-tindakan berikut ini
juga dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya mastitis, yaitu:
a) Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui:
(a) Menyusui sedini mungkin setelah melahirkan;
(b) Menyusui dengan posisi yang benar;
(c) Memberikan ASI On Demand dan memberikan ASI eklusif;
(d) Makan dengan gizi yang seimbang;
b) Pemberian infotentang hal-hal yang mengganggu proses menyusui,
membatasi, mengurangi isapan proses menyusui dan meningkatkan statis ASI
antara lain:
(a). Penggunaan dot;
(b) Pemberian minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama;
(c) Tindakan melepaskan mulut bayi dari payudara pertama sebelum bayi
siapuntuk menghisap payudara yang lain;
(d) Beban kerja yang berat atau penuh tekanan;
(e) Kealpaan menyusui bila bayi mulai tidur sepanjang malam
(f) Trauma payudara karena tindakan kekerasan atau penyebab lain.
c). Pemberian infotentang penatalaksaan yang efektif pada payudara yangpenuh
dan kencang. Adapun hal-hal yang harus dilakukan yaitu:

(a) Ibu harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan pada payudara oleh bayinya
untuk memperbaiki pengeluaran ASI serta mencegah luka pada punting susu.
(b) Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi
cmenghendaki tanpa batas.
(c) Perawatan payudara dengan dikompres dengan air hangat dan pemerasan ASI

d). Pemberian informasi tentang perhatian dini terhadap semua tanda statis ASIIbu
harus memeriksa payudaranya untuk melihat adanya benjolan,
nyeri/panas/kemerahan:
(a) Bila ibu mempunyai salah satu faktor resiko, seperti kealpaan menyusui.
(b) Bila ibu mengalami demam/merasa sakit, seperti sakit kepala.
(c) Bila ibu mempunyai satu dari tanda-tanda tersebut, maka ibu perlu
untuk:beristirahatdi tempat tidur bila mungkin, sering menyusui pada
payudara yang terkena, mengompres panas pada payudara yang terkena,
berendam dengan air hangat/pancuran, memijat dengan lembut setiap
daerah benjolan saat bayi menyusui untuk membantu ASI mengalir dari
daerah tersebut, mencari pertolongan dari nakes bila ibu merasa lebih baik
selanjutnya.
e). Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain Ibu membutuhkan bantuan terlatih
dalam menyusui setiap saat dan ibu mengalami kesulitan yang dapat menyebabkan
statis ASI, seperti:
(a). Nyeri/puting pecah-pecah
(b). Ketidaknyaman payudara setelah menyusui
(c). Kompresi puting susu (garis putih melintasi ujung puting ketika bayi
melepaskan payudara)
(d). Bayi yang tidak puas, menyusu sangat sering, jarang atau lama
(e). Kehilangan percaya diri pada suplay ASInya, menganggap ASInya tidak
cukup
(f). Pengenalan makanan lain secara dini Menggunakan dot.

f). Pengendalian infeksi


Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan secara menyeluruh dan sering
sebelum dan setelah kontak dengan bayi. Kontak kulit dini, diikuti dengan rawat
gabung bayi dengan ibu merupakan jalan penting untuk mengurangi infeksi rumah
sakit

2.10. Pemeriksaan Penunjang


Data yang mendukung pemeriksaan yang tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan
fisik meliputi pemeriksaan laboratorium dan rontgen. Pada ibu nifas dengan mastitis tidak
dilakukan pemeriksaan laboratorium/rontgen (Wiknjosastro, 2005). Namuan World Health
Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada beberapa
keadaan yaitu bila:
a) pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan respons yang baik dalam 2 hari.
b) terjadi mastitis berulang;
c) mastitis terjadi di rumah sakit; dan
d) penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang langsung
ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan terlebih dulu dan
bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk mengurangi kontaminasi dari
kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur. Beberapa
penelitian memperlihatkan beratnya gejala yang muncul berhubungan erat dengan tingginya
jumlah bakteri atau patogenitas bakteri.
PATWHAYS
BAB IV.
ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
a) Identitas klien :
Nama :.
Umur :
Suku :
Agama :
Pendidikan:
Pekerjaan :

b) Riwayat kesehatan keluarga


1.Riwayat kesehatan dahulu:
Kemungkinan wanita yang mengalami mastitis ini karena adanya faktor-faktor
predisposisi seperti faktor kekebalan ASI yang rendah, sehingga dapat dengan mudah
mengalami infeksi utamanya pada payudara (mastitis). Asupan nutrisi yang tidak
adekuat dan lebih banyak mengandung garam dan lemak juga dapat memicu
terjadinya mastitis, adanya riwayat trauma pada payudara juga dapat menjadi
penyebab terjadinya mastitis karena adanya kerusakan pada kelenjar dan saluran susu.
Selain itu juga dengan adanya faktor penyebab yang pasti seperti stasis ASI karena
bayi yang susah menyusu, adanya luka lecet di area puting susu dan penggunaan bra
yang tidak tepat/teralalu ketat juga dapat menjadi penyebab terjadinya mastitis,
dimana hal-hal tersebut kemungkinan besar adalah merupakan hal yang sering sekali
diabaikan oleh wanita. Infeksi mammae pada kehamilan sebelumnya juga dapat
menjadi penyebab terjadinya mastitis.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien biasanya kelihatan lemah, suhu tubuh meningkat (>38 derajat celcius), tidak
ada nafsu makan, nyeri pada daerah mammae, bengkak dan merah pada mammae.
Jika tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat, maka dapat timbul berbagai
komplikasi seperti abses payudara, infeksi berulang dan infeksi jamur. Oleh sebab itu,
perlu dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, misalnya memberikan info tentang
perawatan payudara, teknik menyusui yang benar
3.Riwayat kesehatan keluarga
Faktor herediter tidak mempengaruhi kejadian mastitis.
c). Pengkajian Keperawatan
(1) Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan Persepsi: masih banyak masyarakat
yang menganggap bahwa nyeri yang sering muncul saat masa menyusui
adalah hal yang normal, dimana tidak perlu mendapatkan perhatian khusus
untuk penanganannya. Pasien dengan mastitis biasanya kebersihan badannya
kurang terjaga terutama pada area payudara dan lingkungan yang kurang
bersih.
(2) Pola Nutrisi / Metabolik Asupan garam yang terlalu tinggi juga dapat memicu
terjadinya mastitis. Dengan adanya asupan garam yang terlalu tinggi maka
akan menyebabkan terjadinya peningkatan kadar natrium dalam ASI, sehingga
bayi tidak mau menyusu pada ibunya karena ASI yang terasa asin. Hal ini
akan mengakibatkan terjadinya penumpukan ASI dalam payudara (Stasis ASI)
yang dapat memicu terjadinya mastitis.
Wanita yang mengalami anemia juga akan beresiko mengalami mastitis karena
kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu akan memudahkan tubuh
mengalami infeksi (mastitis). Pemenuhan nutrisi juga seringkali menurun akibat
dari penurunan nafsu makan karena nyeri dan peningkatan suhu tubuh.
(3) Pola Eliminasi Secara umum pada pola eliminasi tidak mengalami gangguan
yang spesifik akibat terjadinya mastitis.
(a). Tidak ada nyeri saat berkemih
(b). Konsistensi dan warna normal
(c). Jumlah dan frekuensi berkemih normal.
(4). Pola Aktivitas dan Latihan
Pola aktivitas terganggu akibat peningkatan suhu tubuh (hipertermi : >38
derajat celcius) dan nyeri. Sehingga biasanya pasien akan mengalami penurunan
aktivitas karena lebih fokus pada gejala yang muncul.
(5).Pola Tidur dan Istirahat
Pola tidur terganggu karena kurang nyaman saat tidur, mengeluh nyeri. Pasien
akan lebih fokus pada gejala yang muncul.
(6).Pola Kognitif dan Perseptual
Kurang mengetahui kondisi yang dialami, anggapan yang ada hanya nyeri
biasa.Pasien merasa biasa dan jika ada orang lain yang mengetahui dapat terjadi
penurunan harga diri.
(7).Pola Persepsi Diri Tidak ada gangguan.
(8).Pola Seksual dan Reproduksi
Biasanya seksualitas terganggu akibat adanya penurunan libido dan pasien
pasti akan lebih fokus pada gejala yang muncul sehingga untuk pemenuhan
kebutuhan seksualitas ini sudah tidak lagi menjadi prioritas.
(9).Pola Peran dan Hubungan Ada gangguan, lebih banyak untuk istirahat karena
nyeri.
(10). Pola Manajemen Koping-Stress Pasien terlihat tidak banyak bicara, banyak
istirahat.
(11). Sistem Nilai dan Keyakinan
Biasanya akan mengalami gangguan, namun hal itu juga tergantung pada
masing-masing individu, kadangkala ada individu yang lebih rajin ibadah dan
mendekatkan diri kepada Tuhan.namun di lain sisi juga ada individu yang karena
sakit itu, ia malah menyalahkan dan menjauh dari Tuhan.

d).Pengkajian Fisik
1). Keadaan umum
a. Keadaan Umum: pada ibu dengan mastitis keadaan umumnya baik.
b. Derajat kesadaran : pada ibu dengan mastitis derajat kesadarannya adalah compos
mentis.
c. Derajat gizi : pada ibu dengan mastitis derajat gizinya cukup.

2. Pemeriksaan Fisik Head to too


a) Tanda-tanda Vital
- Tekanan darah: pada ibu dengan mastitis TD dalam keadaan normal 120/80
mmHg
- Nadi: pada ibu dengan mastitis nadi mengalami penaikan 90-110/menit.
Dimna normalnya 60-80/menit.
- Frekuensi Pernafasan: pada ibu dengan mastitis frekuensi pernafasan
mengalami peningkatan 30x/menit. Dimana normalnya 16-20x/menit.
- Suhu: suhu tubuh waniti setelah partus dapat terjadi peningkatan suhu badan
yaitu tidak lebih dari 37,2ᵒ C dan pada ibu dengan mastitis, suhu mengalami
peningkatan sampai 39,5ᵒ C.
b) Kulit
Tidak ada gangguan, kecuali pada area panyudara sehingga perlu
pemeriksaan fisik yang terfokus pada panyudara. c) Kepala Pada area ini tidak
terdapat gangguan. Namun biasanya ibu dengan mastitis mengeluh nyeri kepala
seperti gejala flu.
c).Wajah
Wajah terlihat meringis kesakitan.
d).Mata
Pada ibu dengan mastitis konjungtiva terlihat anemis. Dimana anemia merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya mastitis, karena seseorang dengan anemis
akan mudah mengalami infeksi.
e). Hidung Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi (-/-). Tidak ada
gangguan pada area ini.
f).Mulut Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-). Tidak ada gangguan pad
area ini
h) Telinga Daun telinga dalam batas normal, sekret (-). Tidak ada gangguan ada area
ini.
i) Tenggorokan Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1. Tidak
ada gangguan pada area ini.
j) Leher Pada area leher tidak di temukan adanya gangguan atau perubahan fisik.
k)Kelenjar getah bening Pada kelenjar bening yang terdapat pada area ketiak terjadi
pembesaran. pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan
payudara yang terkena mastitis.
l) Panyudara
Pada daerah panyudara terlihat kemerahan atau mengkilat, gambaran pembuluh darah
terlihat jelas di permukaan kulit, terdapat lesi atau luka pada puting panyudara,
panyudara teraba keras dan tegang, panyudara teraba hangat, terlihat bengkak, dan
saat di lakukan palpasi terdapat pus.
m) Toraks Bentuk: normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada simetris. Tidak ada
gangguan pada derah toraks.
a. Cordis:
1) Inspeksi: iktus kordis tidak tampak
2) Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
3) Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
4) Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

b. Pulmo:
1)Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
2)Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
3)Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
4)Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) Suara tambahan: (-/-)

n) Abdomen
1) Inspeksi: dinding perut lebih tinggi dari dinding dada karena post partum sehingga
pembesaran fundus masih terlihat.
2) Auskultasi: bising usus (+) normal
3) Perkusi: tympani
4) Palpasi: supel, hepar dan lien tidak teraba

e. Pemeriksaan penunjang
Pada ibu nifas dengan mastitis tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium/rontgen
(Wiknjosastro, 2005). Namun jika dilakukan pemeriksaan laboratorium biasanya ditemukan
jumlah sel darah putih (SDP) meningkat karena adanya reaksi inflamasi. Selain itu pada
pemeriksaan kultur ASI ditemukan beberapa bakteri penyebab mastitis. Dimana pemeriksaan
kultur ASI tersebut juga digunakan untuk menentukan antibiotik yang tepat bagi klien.

4.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi.
2. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan denganterhentinya menyusui sekunder
akibat ibu yang sakit, bayi tidak mau menyusu.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengankerusakan jaringan.
4. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit, kurang pengetahuan.
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik akibat
penyakit.
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
BAB V.
PENUTUP

Kesimpulan
Mastitis merupakan proses peradangan payudara yang mungkin disertai infeksi atau
tanpa infeksi. Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama setelah bayi
lahir.Diagnosis mastitis ditegakkan apabila ditemukan gejala demam, menggigil, nyeri
seluruh tubuh serta payudara menjadi kemerahan, tegang, panas dan bengkak.Beberapa faktor
risiko utama timbulnya mastitis adalah puting lecet, frekuensi menyusui yang jarang dan
pelekatan bayi yang kurang baik.Melancarkan aliran ASI merupakan hal penting dalam tata
laksana mastitis.Selain itu, ibu perlu banyak beristirahat, banyak minum, mengonsumsi
nutrisi yang seimbang dan apabila perlu mendapatkan terapi medikasi analgesik dan
antibiotik. Infeksi payudara atau mastitis perlu diperhatikan oleh ibu-ibu yang baru
melahirkan.Infeksi ini biasanya terjadi disebabkan adanya bakteri yang hidup di permukaan
payudara. Berbagai macam faktor seperti kelelahan, stres, dan pakaian ketat dapat
menyebabkan penyumbatan saluran air susu dari payudara yang nyeri dan jika tidak
dilakukan pengobatan, maka akan menjadi abses.

Saran
Diharapkan kepada seluruh masyarakat, khususnya bagi wanita untuk selalu menjaga
kesehatan payudaranya agar tidak berpotensi terkena mastitis. Namun, banyak hal yang
dapat dilakukan untuk mengurangi risiko mastitis yaitu dengan cara tidak mengenakan bra
atau pakaian yang tepat menekan saluran susu danmenghambat aliran susu, menyusui
sesering bayi menginginkannya. Karenadengan membiarkan pada waktu menyusui terlalu
lama, saluran susu dapat tersumbat saat pertama kali bayi tidur semalaman tanpa menyusui.
Bagi mahasiswa keperawatan supaya lebih memahami secara mendalam mengenai asuhan
keperawatan pada pasien dengan tumor ginjal sehingga nantinya dapat menerapkan asuhan
keperawatan kepada pasien dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Moyet, Lynda Juall. 2006. BukuSakuDiagnosaKeperawatan. Jakarta: EGC.


Mansjoer, A. dkk. 2001.

KapitaselektaKedokteran

. Jakarta: Media Aesculapius. NANDA. 2010. Prawirohadjo, S. 2001.

Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal

. Jakarta: YBP Soetjiningsih. 1997. Asi: Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC.
Winknjosastro, H. 2005. Ilmu kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo Anonim. 2013. Asuhan keperawatan pada ibu dengan mastitis. [serial online].
http://bidaniaku.com/2013/03/07/anatomi-dan-fisiologi-sistem-endokrin/#more-50. (4
Februari 2014). Djamudin, syahrul. 2009. Askep Nifas Pada Ibu Dengan Infeksi Payudara.
[serial online]. http://healthycaus..com/ (4 Februari 2014). Fitri. 2009. Gambaran
Pengetahuan Ibu Post Partum tentang Mastitis di Klinik Bidan Elfrida Tahun 2009. [serial
online]. http://karyatulisilmiah/20009/03/07/Gambaran-pengetahuan-ibu- postpartum-
tentang-mastitis-diklinik-bidan-elfrida-tahun-2009.pdf (4 februari 2014). Prasetyo, Doddy
Yuman, 2010. Asuhan Keperawatan Mastitis. [serial online].
http://doddyy.askepmastitis.com/2010/06/askep-mastitis.pdf (04 Februasy 2014) USU. Tanpa
Tahun. Bab II Tinjauan
Teori.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24253/4/Chapter%20II. pdf . (4
Februari 2014).

Anda mungkin juga menyukai