PENDAHULUAN
2.1 Pengertian
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara. Biasanya
terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus aureus. Bakteri biasanya masuk melalui
puting susu yang pecah-pecah atau terluka. Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, dapat
terbentuk abses payudara (penimbunan nanah di dalam payudara). Mastitis adalah reaksi
sistematik seperti demam, terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai komplikasi
sumbatan saluran air susu (Masjoer, 2001).
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai
infeksi.Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional
atau mastitis puerperalis.Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi fatal bila tidak diberikan
tindakan yang adekuat.Abses payudara, pengumpulan nanah lokal di dalam payudara,
merupakan komplikasi berat dari mastitis. Keadaan inilah yang menyebabkan beban penyakit
bertambah berat (Sally I, Severin V.X, 2003 dalam Anonim, 2013). Sumber lain
menyebutkan bahwa mastitis adalah infeksi dan peradangan pada payudara yang terjadi
melalui luka pada puting, dapat berasal dari peredaran darah. Tanda -tanda mastitis yang
dirasakan ibu adalah rasa panas dingin disertai kenaikan suhu, ibu merasa lesu, tidak nafsu
makan, payudara membesar, nyeri perabaan, mengkilat dan kemerahan pada payudara, dan
terjadi pada 3 – 4 minggu masa nifas. Hal ini dapat diatasi dengan membersihkan puting
sebelum dan sesudah menyusui; menyusui pada payudara yang tidak sakit; kompres dingin
sebelum menyusui;menggunakan BH untuk menyokong payudara, berikan antibiotik dan
analgetik, istirahat yang cukup dan banyak minum (USU, tanpa tahun). Mastitis adalah
infeksi yang disebabkan karena adanya sumbatan pada duktus hingga puting susu mengalami
sumbatan. Mastitis paling sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga pasca
kelahiran.Penyebab penting dari mastitis ini adalah pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat
teknik menyusui yang buruk.Untuk menghambat terjadinya mastitis ini dianjurkan untuk
menggunakan bra atau pakaian dalam yang memiliki penyangga yang baik pada
payudaranya (Sally I, 2003 dalam Anonim, 2013). Berdasarkan beberapa pengertian di atas
maka dapat di tarik suatu kesimpulan.
mastitis adalah suatu infeksi atau peradangan pada jaringan payudara yang
diakibatkan karena adanya bakteri (staphylococcus aureus) yang masuk melalui puting susu
yang pecah-pecah atau terluka. Mastitis diklasifikasikan menjadi4 jenis, yaitu: mastitis
puerparalis epidemic, mastitis aninfeksosa, mastitis subklinis dan mastitis infeksiosa. Dimana
keempat jenis tersebut muncul dalam kondisi yang berbeda-beda. Diantaranya adalah sebagai
berikut (Bertha, 2002 dalam Djamudin, 2009):
4. Mastitis Infeksiosa Mastitis infeksiosa terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan
proteksi oleh faktor imun dalam ASI dan oleh respon – respon inflamasi. Secara
normal, ASI segar bukan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
2.2 Epidemiologi
Organisasi kesehatan dunia/WHO (2008) memperkirakan lebih dari 1,4 juta orang
terdiagnosis menderita mastitis. The American Society memperkirakan 241.240 wanita
Amerika Serikat terdiagnosis mastitis. Sedangkan di Kanada jumlah wanita yang
terdiagnosis mastitis adalah 24.600 orang dan di Australia sebanyak 14.791 orang. Di
Indonesia diperkirakan wanita yang terdiagnosis mastitis adalah berjumlah 876.665 orang
dan di Sumatera Utara berkisar antara 40-60% wanita terdiagnostik mastitis (Djamudin,
2009).
Berdasarkan hasil survei lapangan, ditemukan jumlah penderita mastitis di Klinik
Bidan Elfrida Fitri Simamora Periode Tahun 2008 (Januari-Desember) adalah sebanyak 30
orang. Hal ini menunjukkan bahwa masih rendahnya pengetahuan ibu post partum tentang
mastitis terutama dalam teknik menyusui yang baik (Fitri, 2009). Mastitis dan abses payudara
terjadi hampir pada semua populasi. Insiden yang dilaporkan bervariasi sampai 33% wanita
menyusui, tetapi biasanya di bawah 10%. Walaupun demikian, menurut beberapa laporan,
terutama dari negara-negara berkembang, suatu abses dapat terjadi tanpa didahului dengan
mastitis yang nyata. Mastitis paling sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga pasca
kelahiran, dengan sebagian besar laporan menunjukkan bahwa 74% sampai 95% kasus terjadi
dalam 12 minggu pertama. Namun, mastitis juga dapat terjadipada setiap tahap laktasi,
termasuk pada tahun kedua. Abses payudara juga paling sering terjadi pada 6 minggu
pertama pascakelahiran tetapi dapat timbul kemudian ( Ananonim 2013).
2.4 Etiologi
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada kulit
yang normal yaitu Staphylococcus aureus.Bakteri ini seringkali berasal dari mulut bayi yang
masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit pada puting
susu.Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering terjadi dalam
waktu 1-3 bulan setelah melahirkan.Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis pada
beberapa minggu pertama setelah melahirkan. Soetjiningsih (1997) menyebutkan bahwa
peradangan pada payudara (Mastitis) di sebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya tejadi mastitis.
b. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi payudara bengkak.
c. Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental engorgement
sehingga jika tidak disusu secara adekuat bisa erjadi mastitis.
d. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan mempermudah terkena
infeksi.
2.6 Patofisiologi
Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat terjadi karena proses
infeksi ataupun noninfeksi. Namun semuanya bermuara pada proses infeksi. Mastitis akibat
proses noninfeksi berawal dari proses laktasi yang normal. Namun karena sebab-sebab
tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan pengeluaran ASI atau yang biasa
disebut sebagai stasis ASI.Hal ini membuat ASI terperangkap di dalam ductus dan tidak
dapat keluar dengan lancar.Akibatnya mammae menjadi tegang.Sehingga sel epitel yang
memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan.permeabilitas jaringan ikat meningkat,
beberapa komponen(terutama protein dan kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk
ke dalam ASI dan jaringan sekitar sel memicu respon imun. Terjadi inflmasi hingga sehingga
mempermudah terjadinya infeksi.
Kondisi ini membuat lubang duktus laktiferus menjadi port de entry bakteri, terutama
bakteri Staphylococcus aureus dan Strepcococcus sp. Hampir sama dengan kejadian pada
mastitis noninfeksi, mastitis yang terjadi akibat proses infeksi terjadi secara langsung, yaitu
saat timbul fisura/robekan/perlukaan pada puting yang terbentuk saat awal laktasi akan
menjadikan port de entry/tempat masuknya bakteri. Proses selanjutnya adalah infeksi pada
jaringan mammae.
2.8 Pengobatan
Setelah diagnosa mastitis dipastikan, hal yang harus segera dilakukan adalah
pemberian susu kepada bayi dari mamae yang sakit dihentikan dan diberi antibiotik. Dengan
tindakan ini terjadinya abses seringkali dapat dicegah, karena biasanya infeksi disebabkan
oleh Staphylococcus aureus. Penicilin dalam dosis cukup tinggi dapat diberikan sebagai
terapi antibiotik. Sebelum pemberian penicilin dapat diadakan pembiakan/kultur air susu,
supaya penyebab mastitis benar-benar diketahui. Apabilaada abses maka nanah
dikeluarkan,kemudian dipasang pipa ke tengah abses agar nanah dapat keluar terus. Untuk
mencegah kerusakan pada duktus laktiferus, sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktus-
duktus tersebut.
Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis adalah:
1) Konseling suportif Mastitis merupakan pengalaman yang paling banyakwanita merasa
sakit dan membuat frustasi.Selain dalam penanganan yang efektif dan pengendalian
nyeri, wanita membutuhkan dukungan emosional. Ibu harus diyakinkan kembali
tentang nilai menyusui, yang aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari payudara yang
terkena tidak akan membahayakan bayinya dan bahwa payudaranya akan pulih, baik
bentuk maupun fungsinya. Klien membutuhkan bimbingan yang jelas tentang semua
tindakan yang dibutuhkan untuk penanganan, dan bagaimana meneruskan
menyusui/memeras ASI dari payudara yang sakit. Klien akan membutuhkan tindak
lanjut untuk mendapat dukungan terus menerus dan bimbingan sampai kondisinya
benar-benar pulih.
2) Pengeluaran ASI dengan efektif Hal ini merupakan bagian terapi terpenting, antara
lain:
a) Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya
b) Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki, tanpa
pembatasan.
c) Bila perlu peras ASI dengan tangan/pompa/botol panas, sampai menyusui
dapat dimulai lagi
3) Terapi antibiotik Terapi antibiotik diindikasikan pada:
a). Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan infeksi
b). Gejala berat sejak awal
c). Terlihat puting pecah-pecah
d). Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki
maka Laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap Staphylococcus aureus.
Untuk organisme gram negatif, sefaleksin/amoksisillin mungkin paling tepat. Jika
mungkin, ASI dari payudara yang sakit sebaiknya dikultur dan sensivitas bakteri
antibiotik ditentukan.
Antibiotik Dosis
Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam
Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam
Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam per oral
Amoksasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam
Sefaleksin 250-500 ng setiap 6 jam
Tabel Dosis Antibiotik
a) Pada kasus infeksi mastitis, penanganannya antara lain:
a) Berikan antibiotik Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari setiap 6 jam
selama 10 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10
hari.
b) Bantulah ibu agar tetap menyusui.
c) Bebat/sangga payudara
d) Kompres hangat sebelum menyusui untuk mengurangi bengkak dan nyeri
yaitu dengan memberikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam dan
lakukan evaluasi secara rutin.
Pengobatan yang tepat dengan pemberian antibiotik, mintalah pada dokter antibiotik
yang baik dan aman untuk ibu yang menyusui, selain itu bila badan terasa panas, ibu dapat
minum obat turun panas, kemudian untuk bagian payudara yang terasa keras dan nyeri, dapat
dikompres dengan menggunakan air hangat untuk mengurangi rasa nyeri. Bila tidak tahan
nyeri, dapat meminum obat penghilang rasa sakit, istirahat yang cukup amat perlu untuk
mengembalikan kondisi tubuh menjadi sehat kembali. Disamping itu, makan dan minum
yang bergizi, minum banyak air putih juga akan membantu menurunkan demam, biasanya
rasa demam dan nyeri itu akan hilang dalam dua atau tiga hari dan ibu akan mampu
beraktivitas seperti semula
2.9 Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya mastitis dapat dilakukan beberapa tindakan sebagai
berikut (Soetjiningsih, 1997):
a. Menyusui secara bergantian antara payudara kiri dan kanan
b. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan payudara
dengan cara memompanya
c. Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah robekan/luka
pada puting susu
d. Minum banyak cairan
e. Menjaga kebersihan puting susu
f. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui. Tindakan-tindakan berikut ini
juga dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya mastitis, yaitu:
a) Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui:
(a) Menyusui sedini mungkin setelah melahirkan;
(b) Menyusui dengan posisi yang benar;
(c) Memberikan ASI On Demand dan memberikan ASI eklusif;
(d) Makan dengan gizi yang seimbang;
b) Pemberian infotentang hal-hal yang mengganggu proses menyusui,
membatasi, mengurangi isapan proses menyusui dan meningkatkan statis ASI
antara lain:
(a). Penggunaan dot;
(b) Pemberian minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama;
(c) Tindakan melepaskan mulut bayi dari payudara pertama sebelum bayi
siapuntuk menghisap payudara yang lain;
(d) Beban kerja yang berat atau penuh tekanan;
(e) Kealpaan menyusui bila bayi mulai tidur sepanjang malam
(f) Trauma payudara karena tindakan kekerasan atau penyebab lain.
c). Pemberian infotentang penatalaksaan yang efektif pada payudara yangpenuh
dan kencang. Adapun hal-hal yang harus dilakukan yaitu:
(a) Ibu harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan pada payudara oleh bayinya
untuk memperbaiki pengeluaran ASI serta mencegah luka pada punting susu.
(b) Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi
cmenghendaki tanpa batas.
(c) Perawatan payudara dengan dikompres dengan air hangat dan pemerasan ASI
d). Pemberian informasi tentang perhatian dini terhadap semua tanda statis ASIIbu
harus memeriksa payudaranya untuk melihat adanya benjolan,
nyeri/panas/kemerahan:
(a) Bila ibu mempunyai salah satu faktor resiko, seperti kealpaan menyusui.
(b) Bila ibu mengalami demam/merasa sakit, seperti sakit kepala.
(c) Bila ibu mempunyai satu dari tanda-tanda tersebut, maka ibu perlu
untuk:beristirahatdi tempat tidur bila mungkin, sering menyusui pada
payudara yang terkena, mengompres panas pada payudara yang terkena,
berendam dengan air hangat/pancuran, memijat dengan lembut setiap
daerah benjolan saat bayi menyusui untuk membantu ASI mengalir dari
daerah tersebut, mencari pertolongan dari nakes bila ibu merasa lebih baik
selanjutnya.
e). Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain Ibu membutuhkan bantuan terlatih
dalam menyusui setiap saat dan ibu mengalami kesulitan yang dapat menyebabkan
statis ASI, seperti:
(a). Nyeri/puting pecah-pecah
(b). Ketidaknyaman payudara setelah menyusui
(c). Kompresi puting susu (garis putih melintasi ujung puting ketika bayi
melepaskan payudara)
(d). Bayi yang tidak puas, menyusu sangat sering, jarang atau lama
(e). Kehilangan percaya diri pada suplay ASInya, menganggap ASInya tidak
cukup
(f). Pengenalan makanan lain secara dini Menggunakan dot.
4.1 Pengkajian
a) Identitas klien :
Nama :.
Umur :
Suku :
Agama :
Pendidikan:
Pekerjaan :
d).Pengkajian Fisik
1). Keadaan umum
a. Keadaan Umum: pada ibu dengan mastitis keadaan umumnya baik.
b. Derajat kesadaran : pada ibu dengan mastitis derajat kesadarannya adalah compos
mentis.
c. Derajat gizi : pada ibu dengan mastitis derajat gizinya cukup.
b. Pulmo:
1)Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
2)Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
3)Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
4)Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) Suara tambahan: (-/-)
n) Abdomen
1) Inspeksi: dinding perut lebih tinggi dari dinding dada karena post partum sehingga
pembesaran fundus masih terlihat.
2) Auskultasi: bising usus (+) normal
3) Perkusi: tympani
4) Palpasi: supel, hepar dan lien tidak teraba
e. Pemeriksaan penunjang
Pada ibu nifas dengan mastitis tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium/rontgen
(Wiknjosastro, 2005). Namun jika dilakukan pemeriksaan laboratorium biasanya ditemukan
jumlah sel darah putih (SDP) meningkat karena adanya reaksi inflamasi. Selain itu pada
pemeriksaan kultur ASI ditemukan beberapa bakteri penyebab mastitis. Dimana pemeriksaan
kultur ASI tersebut juga digunakan untuk menentukan antibiotik yang tepat bagi klien.
Kesimpulan
Mastitis merupakan proses peradangan payudara yang mungkin disertai infeksi atau
tanpa infeksi. Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama setelah bayi
lahir.Diagnosis mastitis ditegakkan apabila ditemukan gejala demam, menggigil, nyeri
seluruh tubuh serta payudara menjadi kemerahan, tegang, panas dan bengkak.Beberapa faktor
risiko utama timbulnya mastitis adalah puting lecet, frekuensi menyusui yang jarang dan
pelekatan bayi yang kurang baik.Melancarkan aliran ASI merupakan hal penting dalam tata
laksana mastitis.Selain itu, ibu perlu banyak beristirahat, banyak minum, mengonsumsi
nutrisi yang seimbang dan apabila perlu mendapatkan terapi medikasi analgesik dan
antibiotik. Infeksi payudara atau mastitis perlu diperhatikan oleh ibu-ibu yang baru
melahirkan.Infeksi ini biasanya terjadi disebabkan adanya bakteri yang hidup di permukaan
payudara. Berbagai macam faktor seperti kelelahan, stres, dan pakaian ketat dapat
menyebabkan penyumbatan saluran air susu dari payudara yang nyeri dan jika tidak
dilakukan pengobatan, maka akan menjadi abses.
Saran
Diharapkan kepada seluruh masyarakat, khususnya bagi wanita untuk selalu menjaga
kesehatan payudaranya agar tidak berpotensi terkena mastitis. Namun, banyak hal yang
dapat dilakukan untuk mengurangi risiko mastitis yaitu dengan cara tidak mengenakan bra
atau pakaian yang tepat menekan saluran susu danmenghambat aliran susu, menyusui
sesering bayi menginginkannya. Karenadengan membiarkan pada waktu menyusui terlalu
lama, saluran susu dapat tersumbat saat pertama kali bayi tidur semalaman tanpa menyusui.
Bagi mahasiswa keperawatan supaya lebih memahami secara mendalam mengenai asuhan
keperawatan pada pasien dengan tumor ginjal sehingga nantinya dapat menerapkan asuhan
keperawatan kepada pasien dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
KapitaselektaKedokteran
. Jakarta: YBP Soetjiningsih. 1997. Asi: Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC.
Winknjosastro, H. 2005. Ilmu kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo Anonim. 2013. Asuhan keperawatan pada ibu dengan mastitis. [serial online].
http://bidaniaku.com/2013/03/07/anatomi-dan-fisiologi-sistem-endokrin/#more-50. (4
Februari 2014). Djamudin, syahrul. 2009. Askep Nifas Pada Ibu Dengan Infeksi Payudara.
[serial online]. http://healthycaus..com/ (4 Februari 2014). Fitri. 2009. Gambaran
Pengetahuan Ibu Post Partum tentang Mastitis di Klinik Bidan Elfrida Tahun 2009. [serial
online]. http://karyatulisilmiah/20009/03/07/Gambaran-pengetahuan-ibu- postpartum-
tentang-mastitis-diklinik-bidan-elfrida-tahun-2009.pdf (4 februari 2014). Prasetyo, Doddy
Yuman, 2010. Asuhan Keperawatan Mastitis. [serial online].
http://doddyy.askepmastitis.com/2010/06/askep-mastitis.pdf (04 Februasy 2014) USU. Tanpa
Tahun. Bab II Tinjauan
Teori.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24253/4/Chapter%20II. pdf . (4
Februari 2014).