(COMBUSTIO)
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA pasien DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)
By Muhammad Nursaid.
Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas melebihi kerusakan
fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung. Masalah kompleks ini
mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan yang mengancam kehidupan. Dua
puluh tahun lalu, seorang dengan luka bakar 50% dari luas permukaan tubuh dan mengalami
komplikasi dari luka dan pengobatan dapat terjadi gangguan fungsional, hal ini mempunyai
harapan hidup kurang dari 50%. Sekarang, seorang dewasa dengan luas luka bakar 75%
mempunyai harapan hidup 50%. dan bukan merupakan hal yang luar biasa untuk
memulangkanpasien dengan luka bakar 95% yang diselamatkan. Pengurangan waktu
penyembuhan, antisipasi dan penanganan secara dini untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan
fungsi tubuh dalam perawatan luka dan tehnik rehabilitasi yang lebih efektif semuanya dapat
meningkatkan rata-rata harapan hidup pada sejumlah klien dengan luka bakar serius.
Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan khusus yang
berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab(etiologi) dan anatomi luka bakar. Luka
bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih
dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih kecil dan
superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai
perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang disebabkan oleh api
atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang
berbeda dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau persikan api. Luka bakar yang
mengenai genetalia menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar daripada di tempat lain dengan
ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi
kerja klien dan memerlukan tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain.
Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit, patofisiologi luka bakar sangat
diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat luka bakar tertentu dan berguna untuk
mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya komplikasi multi organ yang menyertai.
Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung dengan
lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan sebelumnya dan inhalasi
asap dapat mempengaruhi beratnya luka bakar dan pengaruh lain yang menyertai. Klien luka
bakar sering mengalami kejadian bersamaan yang merugikan, seperti luka atau kematian anggota
keluarga yang lain, kehilangan rumah dan lainnya. Klien luka bakar harus dirujuk untuk
mendapatkan fasilitas perawatan yang lebih baik untuk menangani segera dan masalah jangka
panjang yang menyertai pada luka bakar tertentu.
Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia
dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD
Dr.Soetomo, 2001).
Etiologi
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
A. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang
penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening. Dalam fase awal
penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme
bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau
beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat
cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama
penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
cedera termal yang berdampak sistemik. Problema sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok
(terjadinya ketidakseimbangan antara paskan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan
jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih
ditingkahi denagn problema instabilitas sirkulasi.
C. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit
berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
C. Ringan – minor:
a) Tingkat II : kurang 15%
b) Tingkat III : kurang 1%
Beberapa luka jaringan yang diterima tubuh sebagai ancaman homeostasis yang
normal adalah respon pertahanan yang dirangsang sebagai sebagai kondisi dan kerusakan, urutan
respun aktual ini selalu sama. Besarnya respon tergantung pada intensitas dan lamanya
permulaam kerusakan. Satu hal yang penting untuk diingat dahwa respon keradangan
(inflamatory respon) merupakan mekanisme kompensasi yang segera membantu tubuh bila
invasi atau luka terjadi. Aksi-aksi ini merencanakan pertahanan lokal dan dalam waktu yang
relatif pendek. Bila aksi-aksi ini menyebar cepat dan menetap, maka akan menyebabkan
komplikasi fisiologis yang merugikan yang juga mempengaruhi pertahanan homeostasis.
Respon terhadap keradangan pada luka terjadi secara primer pada tingkat vasculer.
Kerusakan jaringan dan makrofage dalam jaringan mengurangi kelenjar kimia tubuh (histamin,
bradikinin, serotonin dan vasoaktif-amin yang lain) yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah
(vaso) dan meningkatkan permiabilitas kapiler. Bila kerusakan jaringan bersifat luas, substansi
ini disekresi dalam jumlah besar, diedarkan secara sistemik dan menyebabkan perubahan
vaskuler pada semua jaringan. perubahan vaskuler ini bertanggungjawab terhadapmanifestasi
klinik dini pembuluh darah (kardiovasculer) dan komplikasi yang menyertai luka bakar.
Substansi ini juga mempengaruhi darah dan pembuluh darah, substansi kimiawi (chemotaksik)
yang disertai oleh jaringan makrofage yang mengikal leukosit khusus pada lokasi luka dan
merubah sumsum tulang dan kematangan leukosit. Perubahan ini segera menyeluruh dan lebih
jauh mempengaruhi fungsi kekebalan tubuh.
Respon sistem syaraf simpatis dibangkitkan oleh pemisahan simpatis pada sistem
syaraf otonom pada hubungan sistem endokirn sebagai reaksi internal pada kondisi yang
mengancam kekacauan homeostasis internal. Reaksi ini kadang-kadang berbentuk gejala
adaptasi umum (general adaptif syndrom) atau reaksi bertempur dan lari (fight or flight) karena
mereka mempersiapkan tubuh untuk aktifitas yang mengijinkan perubahan pada keadaan semula.
Respon terhadap stress segera menimbulkan perubahan fisiologi (adaptasi) yang merangsang
atau menambah fungsi untuk keperluan bertempur atau lari (fight or flight) atau menambah
fungsi agar tidak segera menyebabkan fight or flight.
Perubahan rangsangan fisiologis meliputi peningkatan rata-rata dan kedalaman
pernafasan, peningkatan rata-rata denyut jantung, vasokunstriksi selektif, peningkatan aliran
darah otak, hati, muskuloskeletal dan miokardium, peningkatan metabolisme dan pembentukan
substansi energi tinggi dan penurunan persediaan glikogen dan lemak. Perubahan fisiologis yang
terhambat meliputi penurunan aliran darah ke kulit, ginjal dan saluran pencernaan (traktus
intestinal) serta penurunan pergerakan sistem pencernaan (Gastrointestinal) dan sekresi. Respon
ini berguna bagi tubuh untuk waktu yang pendek dan membantu mempertahankan fungsi organ
vital dalam kondisi yang merugikan atau memperburuk keadaan. Bagaimanapun bila respon
simpatis berlanjut untuk waktu yang lama tanpa pengaruh dari luar, respon tubuh menjadi lebih
tertekan dan menyebabkan kondisi patologis menuju kehabisan sumber yang bersifat adaptasi.
Tingkatan diuretik
Tingkatan hipovolemik
(12 jam – 18/24 jam
Perubaha ( s/d 48-72 jam pertama)
pertama)
n
Dampak Dampak
Mekanisme Mekanisme
dari dari
Pergesera Vaskuler ke Hemokonse Interstitial ke Hemodilusi.
n cairan insterstitial. ntrasi vaskuler.
ekstraselul oedem pada
er. lokasi luka
bakar.
Fungsi Aliran darah Oliguri. Peningkatan Diuresis.
renal. renal berkurang aliran darah
karena desakan renal karena
darah turun dan desakan
CO berkurang. darah
meningkat.
Kadar Na+ direabsorbsi Defisit Kehilangan Defisit
sodium/na oleh ginjal, tapi sodium. Na+ melalui sodium.
trium. kehilangan Na+ diuresis
melalui eksudat (normal
dan tertahan kembali
dalam cairan setelah 1
oedem. minggu).
Penatalaksanaan
A. Resusitasi A, B, C.
1) Pernafasan:
a) Udara panas mukosa rusak oedem obstruksi.
b) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin iritasi Bronkhokontriksi obstruksi
gagal nafas.
2) Sirkulasi:
gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler
hipovolemi relatif syok ATN gagal ginjal.
Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ diberikan 8 jam pertama
½ diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua:
Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
D. Monitor urine dan CVP.
E. Topikal dan tutup luka
- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
- Tulle.
- Silver sulfa diazin tebal.
- Tutup kassa tebal.
- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
F. Obat – obatan:
o Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
o Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
o Analgetik : kuat (morfin, petidine)
o Antasida : kalau perlu
1. Pengkajian
a) Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan
massa otot, perubahan tonus.
b) Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi
perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi,
kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik);
pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
c) Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
d) Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan
bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran
kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada
luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
e) Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f) Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera
ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan
ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera
listrik pada aliran saraf).
g) Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk
disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua
sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan
ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h) Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi
oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau
stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas:
gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
i) Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jarinagn dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan
dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada
adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas
yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah;
lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis;
atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan
kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan
luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan
aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan
dengan syok listrik).
j) Pemeriksaan diagnostik:
(1) LED: mengkaji hemokonsentrasi.
(2) Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk
memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat
menyebabkan henti jantung.
(3) Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada
cedera inhalasi asap.
(4) BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
(5) Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka
bakar ketebalan penuh luas.
(6) Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
(7) Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
(8) Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
2. Diagnosa Keperawatan
Sebagian klien luka bakar dapat terjadi Diagnosa Utama dan Diagnosa Tambahan selama
menderita luka bakar (common and additional). Diagnosis yang lazim terjadi pada klien yang
dirawat di rumah sakit yang menderila luka bakar lebih dari 25 % Total Body Surface Area
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and documenting
patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1 Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi
trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan
nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.
2 Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute
abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan.
Kehilangan perdarahan.
3 Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom
kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
4 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan
perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb,
penekanan respons inflamasi.
5 Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manifulasi jaringan
cidera contoh debridemen luka.
6 Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer
berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar
ekstremitas dengan edema.
7 Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik
(sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme
protein.
8 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman,
penurunan kekuatan dan tahanan.
9 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit karena
destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
10 Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik
peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.
11 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber informasi.
Rencana Intervensi
Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan
Keperawa dan
Intervensi Rasional
tan Kriteria
Hasil
Resiko Bersihan Kaji refleks Dugaan cedera
bersihan jalan nafas gangguan/menelan; inhalasi
jalan nafas tetap perhatikan pengaliran
tidak efektif. air liur,
efektif Kriteria ketidakmampuan Takipnea,
berhubung Hasil : menelan, serak, batuk penggunaan otot
an dengan Bunyi mengi. bantu, sianosis dan
obstruksi nafas Awasi frekuensi, perubahan sputum
trakheobro vesikuler, irama, kedalaman menunjukkan terjadi
nkhial; RR dalam pernafasan ; distress
oedema batas perhatikan adanya pernafasan/edema
mukosa; normal, pucat/sianosis dan paru dan kebutuhan
kompressi bebas sputum mengandung intervensi medik.
jalan nafas dispnoe/cy karbon atau merah
. anosis. muda. Obstruksi jalan
nafas/distres
Auskultasi paru, pernafasan dapat
perhatikan stridor, terjadi sangat cepat
mengi/gemericik, atau lambat contoh
penurunan bunyi sampai 48 jam
nafas, batuk rejan. setelah terbakar.
Temuan-temuan ini
mennadakan
hipovolemia dan
perlunya
peningkatan cairan.
Pada lka bakar luas,
perpindahan cairan
dari ruang
intravaskular ke
ruang interstitial
menimbukan
hipovolemi.
Kain nilon/membran
Tinggikan area graft silikon mengandung
bila mungkin/tepat. kolagen porcine
Pertahankan posisi peptida yang
yang diinginkan dan melekat pada
imobilisasi area bila permukaan luka
diindikasikan. sampai lepasnya
atau mengelupas
Pertahankan balutan secara spontan kulit
diatas area graft baru repitelisasi.
dan/atau sisi donor Menurunkan
sesuai indikasi. pembengkakan
/membatasi resiko
Cuci sisi dengan pemisahan graft.
sabun ringan, cuci, Gerakan jaringan
dan minyaki dengan dibawah graft dapat
krim, beberapa waktu mengubah posisi
dalam sehari, setelah yang mempengaruhi
balutan dilepas dan penyembuhan
penyembuhan selesai. optimal.
Lakukan program Area mungkin
kolaborasi : ditutupi oleh bahan
- Siapkan / bantu dengan permukaan
prosedur tembus pandang tak
bedah/balutan reaktif.
biologis.
Kulit graft baru dan
sisi donor yang
sembuh memerlukan
perawatan khusus
untuk
mempertahankan
kelenturan.
aftar pustaka
Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott
Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.
Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia.
Hal. 752 – 779.
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT EGC.
Jakarta.
Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). F.A. Davis
Company. Philadelpia.
Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical Surgical Nursing. A Nursing Process
Approach. W. B. Saunders Company. Philadelphia. Hal. 357 – 401.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2, (terjemahan).
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis. Alih bahasa Ni
Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC.
Jakarta
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku Kedoketran
EGC. Jakarta.
Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo Surabaya. (2001). Pendidikan Keperawatan
Berkelanjutan (PKB V) Tema: Asuhan Keperawatan Luka Bakar Secara Paripurna.
Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.
Jane, B. (1993). Accident and Emergency Nursing. Balck wellScientific Peblications. London.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
R. Sjamsuhidajat, Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Sylvia A. Price. (1995). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4 Buku 2. Penerbit
Buku Kedokteran Egc, Jakarta