Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cinta kasih merupakan paduan dua kata yang mengandung arti psikologis yang dalam, yang sulit
didefinisikan dengan rangkaian kata-kata. Mungkin cinta baru dapat dimengerti dan dirasakan bagi orang
yang sudah atau sedang dirundung cinta. Cinta kasih merupakan anugerah Allah SWT. kepada ummat-
Nya, manusia makhluk yang paling sempurna dan sebagai khalifah-Nya dimuka bumi tercinta ini.

Dunia kita sekarang terbelenggu dengan belenggu materialisme dan tergoncang oleh hawa nafsu
individualisme. Hati manusia penuh dengan dendam, dengki, dan berbagai macam kebencian. Ia
membutuhkan siraman cinta dan air kasih sayang untuk mengkompres luka, mencuci dengki,
mendinginkan dendam, meredamkan fitnah, menekan kesewenang-wenangan, menghilangkan
kebencian dan nafsu ananiyah.

Kiranya kemanusiaan hari ini, yang terus menghadapi pertarungan dan ditindih beban kehidupan
materialistis dan penuh luka, sangat membutuhkan cinta Islami yang dapat mengantarkan kepada
kedamaian, keamanan, keimanan serta persaudaraan yang suci. Oleh karena itu, penulis sangat tertarik
mengambil judul makalah “Manusia Dan Cinta Kasih Dalam Islam” guna membasuh kekeringan hati kita
dari cinta kasih yang tak berlandaskan ke-Islaman dan menerangkan cinta kasih yang sesuai dengan
tuntunan cahaya ke-Ilahian.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari cinta kasih?

2. Apa saja macam-macam cinta kasih?

3. Bagaimana Al-Qur’an memandang cinta kasih?

C. Tujuan

1. Mendeskripsikan pengertian dari cinta kasih

2. Menjelaskan macam-macam cinta kasih

3. Menjelaskan pandangan Al-Qur’an tentang cinta kasih


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Cinta Kasih

Cinta kasih dapat dirumuskan secara sederhana sebagai perasaan kasih sayang, kemesraan, belas
kasihan, dan pengabdian yang diungkapkan dengan tingkah laku yang bertanggung jawab. Sehingga
menciptakan keserasian, keseimbangan, dan kedamaian antara sesama manusia, antara manusia dengan
lingkungan, dan antara manusia dengan Tuhan.[1]

Cinta memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia, sebab ia merupakan landasan kehidupan
perkawinan, pembentukan keluarga dan pemeliharaan anak-anak. Ia adalah landasan hubungan erat di
masyarakat dan pembentukan hubungan-hubungan manusiawi yang akrab. Ia adalah pengikat yang
kokoh dalam hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Dan membuatnya ikhlas berkorban, ikhlas
dalam menyembah-Nya., mengikuti jalan-Nya, dan berpegang teguh pada syariat-Nya.

Sebagai manifestasi perasaan cinta, manusia mempunyai banyak lambang tentang cinta. Lambangnya
dapat berupa bau bunga, warna, cium tangan, cium kening, dan sebagainya. Seperti dikatakan oleh Filsuf
Islam al Kindi: “Jika bau bunga sedap malam dicampur dengan bau mawar, akan lahir bau baru yang bisa
membangkitkan perasaan cinta dan bangga.

Pemahaman orang modern bahwa cinta adalah kebebasan tanpa batas dan ikatan serta pelepasan nafsu
hewani yang menjerumuskan mereka kedalam hidup yang penuh dengan ketidaktenangan, harus segera
dilepaskan. Dan tiada yang dapat melepaskan dan membebaskan mereka kecuali dengan cahaya cinta
yang bersumber dari-Nya. Dia-lah Zat pemberi cahaya cinta berupa keselamatan dan kedamaian.
Sesungguhnya dalam kitab Allah banyak membicarakan masalah cinta, menunjukkan dan membimbing
ke arahnya.[2]

B. Macam-Macam Cinta Kasih

1. Cinta Kepada Allah

Merupakan puncak cinta manusia yang paling jernih dan yang dapat memberikan tingkat perasaan kasih
sayang yang luhur, khususnya perasaan simpatik dan sosial. Cinta yang ikhlas seorang manusia kepada
Allah akan membuat cinta menjadi kekuatan pendorong yang mengarahkannya dalam kehidupan dan
menundukkan semua bentuk cinta yang lainnya.[3]

Cinta ini akan membuatnya menjadi seorang yang cinta pada sesama manusia, hewan, semua makhluk
Allah dan seluruh alam semesta. Sebab, dalam pandangannya semua wujud yang ada di sekelilingnya
merupakan manifestasi dari Tuhannya yang membangkitkan kerinduan-kerinduan spiritualnya dan
harapan kalbunya.

Firman Allah:

“Katakanlah: jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Imran : 31).

Ibnul Qayyim, dalam kitabnya Madariyus Shalihin Juz 1 halaman 99, mengatakan: “Pokok ibadah adalah
cinta kepada Allah, bahkan mengkhususkan cinta hanya kepada Allah, tidak mencintai yang lain,
bersamaan mencintai-Nya. Ia mencintai sesuatu hanyalah karena Allah dan jalan Allah.”

Demikianlah jalan cinta, berawal dari perintah Ilahi, berakhir dengan ketaatan insani.

2. Cinta Kepada Rasulullah

Cinta kepada Rasul menduduki peringkat kedua setelah cinta kepada Allah. Karena Rasul merupakan
ideal yang sempurna bagi manusia baik dalam tingkah laku, moral, maupun berbagai sifat luhur lainnya.
Sebagaimana dikemukakan Al-Qur’an:

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”

(QS. Al-Qalam : 4)

Beliau kekasih Allah yang berjuang dengan segala daya dan kemampuan sehingga akidah yang suci murni
ini dapat eksis di bumi. Iman dan agama Allah dapat berkembang di dunia manusia. Disamping itu
dibimbingnya pula para makhluk menuju kepada al-Khalik.

Dari Anas Ra. Ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Tidak sempurna keimanan seseorang diantara kalian
hingga ia lebih mencintai aku daripada kedua orang tuanya, anaknya, dan manusia semuanya.”

Beliau junjungan, kekasih, dan penolong kita. Rasul pembawa misi kemanusiaan, keselamatan,
kedamaian, dan al-Islam. Dialah Sayyidina Muhammad bin Abdullah SAW yang diistimewakan oleh Allah
untuk memberi syafaat kubro dan syafaat-syafaat lainnya, yang diberinya telaga al-Kautsar, yang
senantiasa diberi rahmat oleh-Nya, dan didoakan oleh para malaikat agar memperoleh rahmat dan
karunia-Nya.

3. Cinta Orang Tua

Anak merupakan buah alami dari kuatnya kasih sayang suami istri. Status sebagai ayah dan ibu
merupakan kedudukan mulia, penuh makna sebagai ekspresi bahwa Tuhan telah menumpahkan rahmat-
Nya, sehingga keduanya saling dipenuhi rasa kasih sayang dan perasaan terikat satu sama lain secara
langgeng.
Cinta orang tua kepada anak-anaknya tidak boleh sama sekali diselingi keraguan. Cinta semacam itu
merupakan tanda ke-Tuhanan dan suatu rahmat yang besar bagi kemanusiaan. Allah berfirman:

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih
sayang.” (QS. Ar-Rum : 21)

Sebagian mufassir beranggapan bahwa yang dimaksudkan dengan mawaddah (cinta) dan rahmat di
dalam ayat ini ialah anak yang memperkuat hubungan suami istri serta menjamin hubungan tersebut
menjadi lebih aman dan damai.

Cinta orang tua kepada anaknya adalah cahaya yang diberikan Tuhan kepada mereka. Nabi SAW
menjelaskan kepada para sahabat sambil menunjuk kepada seorang wanita:

“Dapatkah kau bayangkan bahwa wanita ini kelak melemparkan anaknya ke dalam api.” Mereka
menjawab: “Tidak” Nabi bersabda: “Kasih sayang Tuhan kepada hamba-Nya lebih kuat daripada kasih
sayang wanita ini kepada anaknya.” (Hadits Syarif)

4. Cinta Diri Sendiri

Cinta ini erat kaitannya dengan dorongan menjaga diri. Manusia senang untuk tetap hidup,
mengembangkan potensi dirinya dan mengaktualisasikan diri. Ia juga mencintai segala sesuatu yang
mendatangkan kebaikan, ketentraman, dan kebahagiaan pada dirinya. Al-Quran telah mengungkapkan
cinta alamiah manusia terhadap dirinya sendiri, kecenderungannya untuk menuntut segala sesuatu yang
bermanfaat dan berguna bagi dirinya, dan menghindar dari segala sesuatu yang membahayakan
keselamatannya, melalui ucapan Nabi SAW, bahwa seandainya beliau mengetahui hal-hal gaib, tentu
beliau akan memperbanyak hal-hal yang baik bagi dirinya dan menjuahkan diri dari segala keburukan.
Firman Allah:

“…Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku akan memperbanyak kebaikan bagi diriku
sendiri dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan…” (QS Al-A’raf : 188)

Diantara gejala yang menunjukkan kecintaan manusia terhadap dirinya sendiri, ialah kecintaannya
terhadap harta.

“Dan sesungguhnya dia amat sangat cintanya kepada harta.” (QS Al-Adiyat : 8)

5. Cinta Kepada Sesama Manusia

Agar manusia dapat hidup dengan penuh keserasian dan keharmonisan dengan manusia lainnya, tidak
boleh tidak ia harus membatasi cintanya pada dirinya sendiri dan egoismenya. Juga hendaknya ia
menyeimbangkan cintanya itu dengan cinta dan kasih sayang kepada orang-orang lain.
Al-Quran dan Hadits telah menyeru kepada orang-orang yang beriman agar saling mencintai seperti cinta
mereka kepada diri mereka sendiri. Dalam seruan itu sesungguhnya terkandung pengarahan kepada para
mukmin agar tidak berlebihan dalam mencintai diri sendiridan emngarahkan cinta mereka kepada
saudara mereka seiman. Firman- Nya:

“Sesungguhnya orang-orang mukmin dalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu
dan bertawakllah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS Al-Hujurat : 10)

Dari Anas r.a. bahwa Nabi SAW bersabda, "Tidak sempurna keimanan seseorang dari kalian, sebelum ia
mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri"

6. Cinta Seksual

Cinta erat kaitannya dengan dorongan seksual. Sebab dialah yang bekerja dalam melestarikan kasih
sayang, keserasian dan kerja sama antara suami dan istri. Ia merupakan factor primer bagi
keberlangsungan hidup keluarga. Firman Allah:

“Dan diantara tanda-tanda kekuasan-Nya, ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih
sayang, sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir.” (QS Ar-Rum : 21)

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini: wanita-wanita…”
(QS Ali Imran : 14)

Dorongan seksual melakukan suatu fungsi, yaitu melahirkan keturunan demi kelangsungan jenis. Lewat
dorongan seksuallah terbetuk keluarga. Dari keluarga terbentuk masyarakat dan bangsa. Dengan
demikian bumi pun menjadi ramai, bangsa-bangsa saling mengenal, kebudayaan berkembang, dan ilmu
pengetahuan dan industri menjadi maju. Firman-Nya:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal…” (QS Al-Hujurat :
13)

Islam menyerukan pengendalian dan penguasaan cinta ini lewat pemenuhan dorongan tersebut dengan
cara yang sah yaitu melalui pernikahan.

7. Cinta Kepada Lingkungan

Apabila seseorang menciptakan taman yang indah, memelihara taman pekarangan, tidak menebang
kayu di hutan seenaknya, menanam tanah gundul dengan teratur, tidak berburu hewan secara semena-
mena atau dikatakan bahwa orang itu menaruh cinta kasih atau menyayangi lingkungan hidupnya.[5]
C. 8 Jenis Cinta Dalam Al-Qur’an

1. Cinta mawaddah adalah jenis cinta mengebu-gebu, membara dan “nggemesi”. Orang yang memiliki
cinta jenis mawaddah, maunya selalu berdua, enggan berpisah dan selalu ingin memuaskan dahaga
cintanya. Ia ingin memonopoli cintanya, dan hamper tak bisa berfikir lain.

Cinta rahmah adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut, siap berkorban, dan siap melindungi.
Orang yang memiliki cinta jenis rahmah ini lebih memperhatikan orang yang dicintainya dibanding
terhadap diri sendiri. Baginya yang penting adalah kebahagiaan sang kekasih meski untuk itu ia harus
menderita. Ia sangat memaklumi kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan kekasihnya.
Termasuk dalam cinta rahmah adalah cinta antar orang yang bertalian darah, terutama cinta orang tua
terhadap anaknya, dan sebaliknya. Dari itu maka dalam al Qur’an ,kerabat disebut al arham, dzawi al
arham , yakni orang-orang yang memiliki hubungan kasih saying secara fitri, yang berasal dari garba kasih
saying ibu, disebut rahim (dari kata rahmah). Sejak janin seorang anak sudah diliputi oleh suasana
psikologis kasih saying dalam satu ruang yang disebut rahim. Selanjutnya diantara orang-orang yang
memiliki hubungan darah dianjurkan untuk selalu bersilaturrahim, atau silaturrahmi artinya
menyambung tali kasih sayang. Suami isteri yang diikat oleh cinta mawaddah dan rahmah sekaligus
biasanya saling setia lahir batin-dunia akhirat.

3. Cinta mail, adalah jenis cinta yang untuk sementara sangat membara, sehingga menyedot seluruh
perhatian hingga hal-hal lain cenderung kurang diperhatikan. Cinta jenis mail ini dalam al Qur’an disebut
dalam konteks orang poligami dimana ketika sedang jatuh cinta kepada yang muda (antamilukulla al
mail), cenderung mengabaikan kepada yang lama.

4. Cinta syaghaf. Adalah cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil dan memabukkan. Orang yang
terserang cinta jenis syaghaf (qad syaghafaha hubba) bisa seperti orang gila, lupa diri dan hampir-hampir
tak menyadari apa yang dilakukan. Al Qur’an menggunakan term syaghaf ketika mengkisahkan
bagaimana cintanya Zulaikha, istri pembesar Mesir kepada bujangnya, Yusuf.

5. Cinta ra’fah, yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan norma – norma kebenaran, misalnya
kasihan kepada anak sehingga tidak tega membangunkannya untuk salat, membelanya meskipun salah.
Al Qur’an menyebut term ini ketika mengingatkan agar janganlah cinta ra`fah menyebabkan orang tidak
menegakkan hukum Allah, dalam hal ini kasus hukuman bagi pezina (Q/24:2).

6. Cinta shobwah, yaitu cinta buta, cinta yang mendorong perilaku penyimpang tanpa sanggup
mengelak. Al Qur’an menyebut term ini ketika mengkisahkan bagaimana Nabi Yusuf berdoa agar
dipisahkan dengan Zulaikha yang setiap hari menggodanya (mohon dimasukkan penjara saja), sebab jika
tidak, lama kelamaan Yusuf tergelincir juga dalam perbuatan bodoh, waillatashrif `anni kaida hunnaash
builaihin nawaakun min al jahilin (Q/12:33)
7. Cinta syauq (rindu). Term ini bukan dari al Qur’an tetapi dari hadis yang menafsirkan al Qur’an.
Dalam surat al `Ankabut ayat 5 dikatakan bahwa barang siapa rindu berjumpa Allah pasti waktunya akan
tiba. Kalimat kerinduan ini kemudian diungkapkan dalam doa ma’tsur dari hadis riwayat Ahmad;
waas’alukaladzzata an nadzoriilawajhikawa as syauqailaliqa’ika, aku mohon dapat merasakan nikmatnya
memandang wajah Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan Mu. Menurut Ibn al Qayyim al
Jauzi dalam kitab Raudlat al Muhibbinwa Nuzhat al Musytaqin, Syauq (rindu) adalah pengembaraan hati
kepada sang kekasih (safar al qalbila al mahbub), dan kobaran cinta yang apinya berada di dalam hati
sang pecinta, hurqat al mahabbah wailtihabnaruha fi qalb al muhibbi

8. Cinta kulfah. Yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik kepada hal-hal yang positif
meski sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya menyapu, membersihkan kamar sendiri, meski
ada pembantu. Jenis cinta ini disebut al Qur’an ketika menyatakan bahwa Allah tidak membebani
seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, la yukallifullahnafsanillawus`aha (Q/2:286).

D. Ungkapan Cinta Kasih

Cinta kasih adalah ungkapan perasaan yang diwujudkan dengan tingkah laku atau perbuatan seperti
dengan kata-kata, tulisan, gerak, atau media lainnya. Cinta kasih juga dapat diungkapkan dalam bentuk
karya budaya, misalnya seni suara, seni sastra, seni drama, film, dan seni lukis.

Orang yang mempunyai perasaan cinta kasih, hidupnya penuh dengan gairah, inisiatif dan kreatif. Bagi
seniman perilaku cinta kasih dituangkan dalam bentuk karya budaya sehingga dapat dinikmati pula oleh
masyarakat. Dengan demikian, masyarakat dapat memetik nilai-nila kemanusiaan yang terungkap
melalui karya budaya itu.[7]

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Cinta kasih dapat dirumuskan secara sederhana sebagai perasaan kasih sayang, kemesraan, belas
kasihan, dan pengabdian yang diungkapkan dengan tingkah laku yang bertanggung jawab. Sehingga
menciptakan keserasian, keseimbangan, dan kedamaian antara sesama manusia, antara manusia dengan
lingkungan, dan antara manusia dengan Tuhan

Cinta kasih yang paling utama adalah cinta kepada Allah. Cinta yang ikhlas seorang manusia kepada Allah
akan membuat cinta menjadi kekuatan pendorong yang mengarahkannya dalam kehidupan dan
menundukkan semua bentuk cinta yang lainnya. Macam-macam cinta yang terpancar dari cinta kepada
Allah diantaranya ialah, cinta kepada Rasulullah, cinta kepada anak-anak (cinta orang tua), cinta kepada
diri sendiri yang positif, cinta seksual yang berlandaskan pernikahan secara sah, dan cinta terhadap
lingkungan. Sebab, dalam pandangannya semua wujud yang ada di sekelilingnya merupakan manifestasi
dari Tuhannya yang membangkitkan kerinduan-kerinduan spiritualnya dan harapan kalbunya.

DAFTAR PUSTAKA

Mawardi, dan Hidayati, Nur, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Budaya Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Bandung: CV
Pustaka Setia, 2000

Rohiman Notowidagdo, Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Quran Dan Hadits, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2000

From.Erich, Seni Mencintai, Jakarta: Sinar Harapan, 1983

Syahirah, 8 Pengertian Cinta Menurut Al-Qur’an, diakses dari


http://cintaitumilikallah.blogspot.com/2012/10/8-pengertian-cinta-menurut-al-quran.html

Anda mungkin juga menyukai