1.laporan Pendahulua1 Adhf
1.laporan Pendahulua1 Adhf
Disusun Oleh :
Ayuni Rizka Utami
Kelompok 1
Klasifikasi
2. ETIOLOGI
Penyebab umum ADHF biasaya berasal dari ventrikel kiri, disfungsi diastolik,
dengan atau tanpa Coronary Artery Disease (CAD), dan abnormalitas valvular.
Meskipun sebagian pasien ADHF adalah pasien dengan riwayat Heart Failure (HF) dan
jatuh pada kondisi yang buruk, 20% pasien lainnya yang dinyatakan ADHF tidak
memiliki diagnosa HF sebelumnya (Joseph, 2009).
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan
kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi
aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi
stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada
infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal
sebagai pompa adalah gangguan pengisian ventrikel (stenosis katup atrioventrikuler),
gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade
jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah
pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan gangguan penghantaran kalsium di dalam
sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia A, 1995).
Penyebab utama left-sides cardiac failure adalah hipertensi sistemik, mitral or
aortic valve disease, iskemia artery, primary heart disease of the myocardium.
Penyebab paling utama dari right-sided cardiac failure adalah left ventricular failure yang
berkaitan dengan penyumbatan pulmonary dan peningkatan tekanan arteri pulmonary.
Ini juga bisa terjadi pada ketidakberadaan left-sided failure pada pasien dengan intrinsic
disease pada parenkim jantung atau pulmonary vasculature (cor pumonale) dan pada
pasien tricuspid valve disease. Terkadang diikuti dengan congenital heart disease,
dimana terjadi left to-right shunt
Faktor risiko :
Faktor presipitasi kardiovaskular
a. Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada (kardiomiopati)
b. Sindroma koroner akut
1) Infark miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang bertambah luas dan
disfungsi sistemik
2) Komplikasi kronik IMA
3) Infark ventrikel kanan
c. Krisis Hipertensi
d. Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial, takikardia
supraventrikuler, dll)
e. Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan regurgitasi
katup yang sudah ada
f. Stenosis katup aorta berat
g. Tamponade jantung
h. Diseksi aorta
i. Kardiomiopati pasca melahirkan
Faktor presipitasi non kardiovaskuler
1) Volume overload
2) Infeksi terutama pneumonia atau septikemia
3) Severe brain insult
4) Pasca operasi besar
5) Penurunan fungsi ginjal
6) Asma
7) Penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol
8) Feokromositoma
(Putra, 2012)
3. PATOFISIOLOGI
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung
kronik asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada
mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF dapat
bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan
faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung yang
diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau
kerusakan katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi
gangguan preload maupun afterload sehingga menurunkan curah jantung. Bila curah
jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme neurohormonal untuk
mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme ini melibatkan sistem
adrenergik, renin angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan
darah akibat vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air (Ulfiyah,2015).
Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi
akan menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya
telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar tetap
dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai ambang
batas kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga muncul gejala
klinis tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF. Proses remodeling
maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi miokard menurun dan tidak
efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan stroke volume dan
akhirnya terjadi penurunan curah jantung. Penurunan kontraktilitas miokard pada
ventrikel kiri (apabila terjadi infark di daerah ventrikel kiri) akan menyebabkan
peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena penurnan kontraktilitas
miokard disertai dengan peningkatan venous return (aliran balik vena). Hal ini tentunya
akan meningkatkan bendungan darah di paru–paru. Bendungan ini akan menimbulkan
transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah oedema paru.
Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru–paru.
Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan
melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk
mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak mampu
lagi melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan memicu penurunan
aliran darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan
memicu retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron. Retensi ini akan
menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium
kanan akibat proses dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang
berujung pada oedema perifer (Ulfiyah, 2015).
4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut The Consensus Guideline in The Management of Acute Decompensated Heart
Failure tahun 2006, manifestasi klinis ADHF antara lain tertera dalam tabel berikut :
No. Volume overload Hypoperfusion
1 Dispnea saat melakukan kegiatan Kelalahan
2 Orthopnu Perubahan status mental
3 PND Penyempitan nadi
4 Ronkhi Hipotensi
5 Mual muntah Ekstremitas dingin
6 Hepatomegali, splenomegali Abnormalitas fungsi ginjal
7 Reflex hepatojugular
8 Asites
Decompensasi cordis akut dapat dimanifestasikan oleh penurunan curah jantung dan/atau
pembendungan darah di vena sebelum jantung kiri atau kanan, meskipun curah jantung
mungkin normal atau kadang-kadang di atas normal.Tanda dominan gagal jantung adalah
meningkatnya volume intravaskuler. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena
yang meningkat akibat turunnya curah jantung dan kegagalan jantung. Peningkatan tekanan
vena pulmonalis dapat menyebakan cairan mengalir dari kapiler ke alveoli, akibatnya terjadi
edema paru yang dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek. Meningkatnya tekanan
vena sistemik dapat mengakibatkan edema perifer umum dan penambahan berat badan.
Turunnya curah jantung pada gagal jantung dimanifestasikan secara luas karena darah tidak
dapat mencapai jaringan dan organ (perfusi rendah) untuk menyampaikan oksigen yang
dibutuhkan. Beberapa efek yang biasanya timbul akibat perfusi rendah adalah pusing, konfusi,
kelelahan, tidak toleran terhadap aktivitas dan panas, ektremitas dingin, dan haluaran urin
berkurang (oliguri). Tekanan perfusi ginjal menurun, mengakibatkan pelepasan renin dari ginjal,
yang pada gilirannya akan menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan serta
peningkatan volume intravaskuler.
Dampak dari cardiac output dan kongesti yang terjadi pada sistem vena atau sistem pulmonal
antara lain:
Lelah
Angina
Cemas
penurunan aktifitas GI
Kulit dingin dan pucat
Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balik dari ventrikel kiri, antara lain :
Dyspnea
Batuk
Orthopnea
Rales paru
Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru
Edema perifer
Distensi vena leher
Hati membesar (hepatomegali)
Peningkatan central venous pressure (CPV)
1. Peningkatan tonus simpatis >> Peningkatan sistem saraf simpatis yang mempengaruhi
arteri dan vena jantung. Akibatnya meningkatkan aliran balik vena ke jantung dan
peningkatan kontraksi. Tonus simpatis membantu mempertahankan tekanan darah
normal
2. Retensi air dan natrium >> Bila ginjal mendeteksi adanya penurunan volume darah yang
ada untuk filtrasi, ginjal merespon dengan menahan natrium dan air dengan cara
demikian mencoba untuk meningkatkan volume darah central dan aliran balik vena.
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Laboratorium :
1. Hematologi : Hb, Ht, Leukosit
2. Elektrolit : K, Na, Cl, Mg
3. Enzim Jantung (CK-MB, Troponin, LDH)
4. Gangguan fungsi ginjal dan hati : BUN, Creatinin, Urine Lengkap,
SGOT, SGPT.
5. Gula darah
6. Kolesterol, trigliserida
7. Analisa Gas Darah
Acute Decompensated Heart Failure National Registry (ADHERE) trial: a blood urea
nitrogen of ≥43 g/dL, systolic blood pressure <115 mmHg, and/or serum creatinine
>2.75 mg/dL (Abraham, 2005).
b. Elektrokardiografi, untuk melihat adanya :
– Penyakit jantung koroner : iskemik, infark
– Pembesaran jantung ( LVH : Left Ventricular Hypertrophy )
– Aritmia
– Perikarditis
c. Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya :
–Edema alveolar
–Edema interstitiels
–Efusi pleura
–Pelebaran vena pulmonalis
–Pembesaran jantung
d. Echocardiogram
– Menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung
e. Radionuklir
– Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri
– Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard
f. Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri Pulmonal Multilumen)
bertujuan untuk :
– Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru
– Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung
– Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung
– Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent
– Mengetahui beratnya lesi katup jantung
– Mengidentifikasi penyempitan arteri koroner
– Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel, fungsi
ventrikel kiri)
– Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri koroner)
(Putra, 2012)
6. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Tirah Baring >> Kebutuhan pemompaan jantung diturunkan, untuk gagal jantung
kongesti tahap akut dan sulit disembuhkan.
2. Pemberian diuretik >> Pemberian terapi diuretik bertujuan untuk memacu ekskresi
natrium dan air melalui ginjal. Obat ini tidak diperlukan bila pasien bersedia
merespon pembatasan aktivitas, digitalis dan diet rendah natrium
3. Pemberian morphin >> Untuk mengatasi edema pulmonal akut, vasodilatasi perifer,
menurunkan aliran balik vena dan kerja jantung, menghilangkan ansietas karena
dispnea berat
4. Terapi vasodilator >> Obat-obat vasoaktif merupakan pengobatan utama pada
penatalaksanaan gagal jantung. Obat ini berfungsi untuk memperbaiki
pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan
pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan dan dapat dicapai penurunan dramatis
kongesti paru dengan cepat.
5. Terapi digitalis >> Digitalis adalah obat utama yang diberikan untuk meningkatkan
kontraktilitas (inotropik) jantung dan memperlambat frekuensi ventrikel serta
peningkatam efisiensi jantung. Ada beberapa efek yang dihasilkan seperti :
peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah, dan
peningkatan diuresis yang mengeluarkan cairan dan mengurangi edema.
6. Inotropik positif
o Dopamin >> Pada dosis kecil 2,5 s/d 5 mg/kg akan merangsang alpha-adrenergik
beta-adrenergik dan reseptor dopamine ini mengakibatkan keluarnya katekolamin
dari sisi penyimpanan saraf. Memperbaiki kontraktilitas curah jantung dan isi
sekuncup. Dilatasi ginjal-serebral dan pembuluh koroner. Pada dosis maximal 10-
20 mg/kg BB akan menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban kerja
jantung.
o Dobutamin >> Merangsang hanya betha adrenergik. Dosis mirip dopamine
memperbaiki isi sekuncup, curah jantung dengan sedikit vasokonstriksi dan
tachicardi.
7. Dukungan diet (pembatasan natrium) >> Pembatasan natrium ditujukan untuk
mencegah, mengatur, atau mengurangi edema, seperti pada hipertensi atau gagal
jantung. Dalam menentukan ukuran sumber natrium harus spesifik dan jumlahnya
perlu diukur dalam milligram.
Tindakan-tindakan mekanis
Dukungan mekanis ventrikel kiri (mulai 1967) dengan komterpulasi balon intra aortic
/ pompa PBIA. Berfungsi untuk meningkatkan aliran koroner, memperbaiki isi
sekuncup dan mengurangi preload dan afterload ventrikel kiri.
Tahun 1970, dengan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO). Alat ini
menggantikan fungsi jantung paru. Mengakibatkan aliran darah dan pertukaran gas.
Oksigenasi membrane extrakorporeal dapat digunakan untuk memberi waktu
sampai tindakan pasti seperti bedah by pass arteri koroner, perbaikan septum atau
transplantasi jantung dapat dilakukan (Nasution, 2006).
Menurut Heart Failure Society of America, terapi untuk pasien ADHF dapat berangkat dari goal
treatment di bawah ini :
Discharge Planning pada pasien ADHF dapat dilakukan jika pasien dapat
memenuhi kriteria di bawah ini :
1) Faktor eksaserbasi dapat ditangani.
2) Pemberian obat oral stabil dalam 24 jam
3) Pasien dan keluarga sudah di KIE
4) Fraksi ejeksi ventrikel kiri terdokumentasi.
5) Adanya konseling smoking cessation.
6) Kontrol ulang selama 7-10 hari setelah KRS.
7) Sudah menerima semua terapi.
8) Dokumentasi discharge planning sudah dibuat.
Algoritma ADHF menurut Empowering Physician with Evidence Based Content,
penatalaksanaan ADHF adalah seperti berikut :
7. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan nafas, adanya
benda asing, adanya suara nafas tambahan.
2) Breathing
Frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu nafas, retraksi dada,
adanya sesak nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi suara nafas, kaji
adanya suara nafas tambahan.
3) Circulation
Pengkajian mengenai volume darah dan cardiac output serta adanya
perdarahan. pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
b. Pengkajian Sekunder
1. Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia,
nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital
berubah pada aktivitas.
2. Sirkulasi
a. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit
jantung, bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septik, bengkak pada
kaki, telapak kaki, abdomen.
b. Tanda : TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan), Tekanan Nadi ;
mungkin sempit, Irama Jantung ; Disritmia, Frekuensi jantung ; Takikardia
, Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah, posisi secara inferior
ke kiri, Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat, terjadi, S1
dan S2 mungkin melemah, Murmur sistolik dan diastolic, Warna ;
kebiruan, pucat abu-abu, sianotik, Punggung kuku ; pucat atau sianotik
dengan pengisian, kapiler lambat, Hepar ; pembesaran/dapat teraba,
Bunyi napas ; krekels, ronkhi, Edema ; mungkin dependen, umum atau
pitting , khususnya pada ekstremitas.
3. Integritas ego
a. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
b. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan
dan mudah tersinggung.
4. Eliminasi
a. Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari
(nokturia), diare/konstipasi.
5. Nutrisi
a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan
signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu
terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan
penggunaan diuretic.
b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites)
serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
6. Higiene
a. Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neurosensori
a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
b. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas
dan sakit pada otot.
b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi
diri.
9. Pernapasan
a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis,
penggunaan bantuan pernapasan.
b. Tanda :
1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori
pernpasan.
2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema
pulmonal)
4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
10. Interaksi sosial
a. Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa
dilakukan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek batuk,
penumpukan secret.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus,
meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. INTERVENSI
4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah dilaksanakan.
5. EVALUASI
Dx 1 : tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang)
Dx 2 : kepatenan jalan nafas pasien terjaga
Dx 3 : dapat mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat
Dx 4 : keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan
Dx 5 : terjadi peningkatan toleransi pada klien
DAFTAR PUSTAKA
Abraham WT, Adams KF, Fonarow GC, et al. In-hospital mortality in patients with acute
decompensated heart failure requiring intravenous vasoactive medications: an analysis
from the Acute Decompensated Heart Failure National Registry (ADHERE). J Am Coll
Cardiol. 2005;46:57–64.
Forrester JS, Diamond G, Chatterjee K, et al. Medical therapy of acute decompensation of heart
failure by application of hemodynamic subsets. N Engl J Med. 1976;295:1356-1362
Heart Failure Society of America. Evaluation and management of patients with acute
decompensated heart failure: HFSA 2010 comprehensive heart failure practice
guideline. J Card Fail. 2010;16:e134-e156.
Joseph SM, Cedars AM, Ewald GA, et al. Acute decompensated heart failure: contemporary
medical management. Tex Heart Inst J. 2009;36:510–520.
Kirk JD. Acute Decompensated Hheart Failure: Nnovel Approaches To Cclassification Aand
Treatment. [monograph on the internet]. Philadelphia : Departement of Emergency
Medicine University of Pennsylvania; 2004 [cited 2011 Apr 10]. Available from
www.emcreg.org.
Nasuution SA, Ismail D. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3.Jakarta: EGC
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Alih bahasa Peter
Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta : EGC ; 1994.
Pinto DS, Lewis S. Pathophysiology of acute decompensated heart failure. In: Basow DS, ed.
UpToDate. Waltham, MA: UpToDate; 2012.
Tallaj JA, Bourge RC. The Management of Acute Decompensated Heart Failure. [monograph
on the internet]. Birmingham : University of Alabama; 2003 [cited 2011 Apr 10]. Available
from http://www.fac.org.ar