Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS EFEKTIFITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIHIPERTENSI

KOMBINASI DUA OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN


DI RUMAH SAKIT “X” TAHUN 2012

PUBLIKASI ILMIAH

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Fakultas Farmasi

Oleh:

YULI ERNAWATI
K100080045

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
2016
 

  i
 
 

ii3
 
 
 
ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIHIPERTENSI KOMBINASI
DUA OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT “X”
TAHUN 2012

ABSTRAK

Hipertensi merupakan salah satu faktor utama resiko kematian karena gangguan kardiovaskuler
yang mengakibatkan 20-50% dari seluruh kematian. Pembiayaan kesehatan di Indonesia semakin
meningkat, maka perlu dilakukan analisis efektivitas biaya agar dapat membantu dalam
pengambilan keputusan pemilihan obat yang efektif secara manfaat dan biaya. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kombinasi antihipertensi yang paling cost-effective di Rumah Sakit
Dr. Moewardi tahun 2012. Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental yang bersifat
deskriptif. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik,
laboratorium dan plafon harga obat di administrtif. Analisis efektifitas biaya yang dilakukan
dengan membandingkan besar biaya medik langsung rata-rata per bulan terhadap persentase pasien
yang tekanan darahnya mencapai target berdasarkan parameter ACER.Hasil penelitian
menunjukkan 8 pola kombinasi yang digunakan pasien yaitu beta blocker dengan ACE-Inhibitor,
ARB dengan hidrochlorothiazid, ARB dengan CCB, ARB dengan beta blocker, ACE-Inhibitor
dengan diuretik hidrochlorothiazid, ACE-Inhibitor dengan furosemide, ACE-Inhibitor dengan
ARB, ACE-Inhibitor dengan CCB. Pola pengobatan yang paling cost-effective untuk pasien
hipertensi berdasarkn efektifitas tekanan darah mencapai target dalah golongan ACE-Inhibitor
dengan hidrochlorothiazid dengan nilai ACER sebesar 490,69 dan ICER sebesar -13.663,68.
 

Kata kunci : Hipertensi, pasien rawat jalan, analisis efektivitas biaya

ABSTRACT

Hypertension is one of the major factors of risk of death from cardiovascular disorders that result
in 20-50% of all deaths. Health financing in Indonesia increase, the cost-effectiveness analysis is
needed in order to assist in decision making these medicines are effective benefits and cost. This
study aims to determine the antihypertensive combination of the most cost-effective in the
Hospital Dr. Moewardi in 2012. This study is a non-experimental descriptive. The data collection
is done retrospectively based on medical records, laboratory and administrative price ceilings on
drugs. Cost-effectiveness analysis was done by comparing large direct medical costs on average
per month against the percentage of patients reaching blood pressure targets based on parameter
ACER.The results showed 8 pattern combinations that used by patient were beta blockers with
ACE-inhibitor, ARBs with hidrochlorothiazid, ARB with a CCB, ARB with beta blockers, ACE-
inhibitor with diuretics hidrochlorothiazid, ACE-inhibitors with furosemide, ACE-inhibitor with
ARBs, ACE -Inhibitor with CCB. The pattern of treatment is the most cost-effective for patients
with hypertension the effectiveness of blood pressure to reach the target group is ACE-inhibitors
with hidrochlorothiazid with ACER 490,69 and ICER -13.663,68.

Keyword: Hypertension, outpatient, cost-effectiveness analysis


 
1.PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan salah satu faktor utama resiko kematian karena gangguan
kardiovaskuler yang mengakibatkan 20-50% dari seluruh kematian. Lebih dari 90% kasus
hipertensi termasuk dalam kelompok hipertensi primer. Penyebab hipertensi ini
multifaktor, terdiri dari faktor genetik dan lingkungan. Dari sekian banyak penderita
hipertensi, hanya sekitar 48% yang melakukan long life control terhadap penyakit ini. Hal

1
 
 
 

ini tergantung pada bermacam-macam faktor, antara lain pengertian dan kesediaan
penderita untuk berobat, faktor-faktor sosioekonomik, dan sebagainya (Andayani, 2006).
Indonesia merupakan contoh negara berkembang dengan prevalensi penderita
hipertensi yang tinggi. Rata-rata prevalensi penderita hipertensi di seluruh Indonesia
sebesar 31,7%. Diperkirakan di tahun 2025 persentase penderita hipertensi meningkat
sebesar 24% pada negara maju dan 80% pada negara berkembang (Nurmainah dkk., 2013).
Studi menunjukkan bahwa kombinasi ACE-Inhibitor dengan Diuretik dapat
mengontrol tekanan darah pada 80% pasien (Neil et al., 2000). ACE-Inhibitor merupakan
pilihan kedua setelah diuretik untuk mengatasi hipertensi. Penggunaan ACE-Inhibitor
dapat menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler, serta morbiditas dan mortalitas pada
pasien dengan gangguan jantung. Sedangkan Calcium channel blocker merupakan
antihipertensi yang efektif, yang digunakan sebagai tambahan atau pengganti antihipertensi
yang lain (Dipiro et al., 2008).
Angka kejadian penyakit hipertensi di Rumah Sakit “X” pada tahun 2012 adalah
423 pasien. Melihat banyaknya penggunaan kombinasi antihipertensi serta besarnya biaya
yang dikeluarkan untuk pengobatan, maka diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui
efektifitas dari kombinasi antihipertensi tersebut dalam mengontrol tekanan darah pada
pasien hipertensi dengan ataupun tanpa penyulit.
Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi pola penggunaan kombinasi antihipertensi
untuk mengetahui efektivitas dari dua kombinasi tersebut dari sisi efek farmakologi dan
sisi ekonomi sehingga dapat diketahui kombinasi antihipertensi mana yang lebih cost-
effectiveness.
2.METODE PENELITIAN
2.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian non-eksperimental dengan rancangan
dekskriptif dan pengambilan data secara retrospektif untuk mengetahui efektivitas biaya
penggunaan terapi dengan pola kombinasi dua antihipertensi oral.
2.2 Batasan Definisi Operasional
a. Analisis aktifitas biaya adalah perbandingan dari biaya rata-rata medik langsung per
bulan dengan efektifitas terapi antihipertensi.
b. Biaya medik langsung (direct medical cost) per pasien. Perhitungan biaya dibatasii
pada direct medical cost, yaitu seluruh biaya yang telah dikeluarkan semua pasien baik
pasien umum maupun askes yang terkait dengan pelayanan jasa medis untuk terapi

2
 
 
 

hipertensi. Biaya tersebut meliputi biaya antihipertensi oral, biaya penyulit, biaya
pendaftaran serta biaya periksa. Biaya ini dapat diperoleh di bagian administrasi dana
Rumah Sakit “X”. Biaya antihipertensi oral adalah biaya untuk antihipertensi oral
berdasarkan harga jual di Apotek Rumah Sakit “X”.
c. Biaya penyakit penyulit adalah biaya obat yang digunakan untuk mengatasi penyakit
yang mempengaruhi pada pengobatan penyakit hipertensi serta biaya laboratorium.
d. Biaya pendaftaran adalah biaya untuk dapat dilakukan pemeriksaan dokter ataupun
untuk mendapatkan perawatan kesehatan lain termasuk didalamnya biaya system
informasi.
e. Biaya periksa adalah biaya periksa dokter berdasarkan tarif administrasi rawat jalan.
f. Target terapi hipertensi adalah nilai tekanan darah yang mencapai target per bulan
yaitu ≤ 140/90 mmHg untuk hipertensi yang tidak disertai komplikasi dan <130/80
mmHg untuk penderita DM serta ginjal kronik (Chobanian et al., 2003).
g. Perubahan tekanan darah adalah nilai tekanan darah yang diukur oleh dokter pada saat
terapi awaldengan kombinasi 2 obat duabulan setelah terapi.
h. Efektifitas adalah efek dari terapi antihipertensi yang diukur dari tekanan darah pasien
yang mencapai target dua bulan setelah terapi.
2.3 Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari rekam medis. Alat yang digunakan
dalam penelitian ini adalah catatan daftar harga satuan obat dan harga jual obat di Apotek
Rumah Sakit “X”, daftar harga pemeriksaan laboratorium serta pustaka terkait dengan
penelitian.
2.4 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah pasien hipertensi rawat jalan yang mendapatkan kelompok
terapi kombinasi duaantihipertensi oral di Rumah Sakit “X” yang telah menggunakan pola
pengobatan yang sama yang sama selama 2 bulan. Pengambilan data dengan teknik
purposive sampling. Pertimbangan yang menjadi dasar pengambilan populasi dan sampel
harus memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut :
a. Pasien hipertensi yang menjalani rawat jalan dengan usia ≥18 tahun dengan atau tanpa
penyulit diabetes melitus.
b. Pasien hipertensi stage 2 dengan terapi yang menggunakan kombinasi dua
antihipertensi oral menggunakan obat yang sama minimal selama 2 bulan berturut-turut
untuk mengukur efektivitas dari obat antihipertensi yang digunakan.
c. Pasien dengan diagnose utama hipertensi stage 2 dengan atau tanpa penyakit penyulit.

3
 
 
 

2.5 Jalannya penelitian


Penelitian dilakukan di Rumah Sakit “X”, dengan tahapan sebagai berikut:
a. Pengumpulan sampel dilihat dari daftar pasien hipertensi rawat jalan yang ada di
instalasi Rekam Medik, kemudian dicatat nomor rekam medik pasien.
b. Pencatatan data rekam medik meliputi identitas pasien meliputi nomor rekam medik,
umur, jenis kelamin, diagnosis, nama obat, dosis obat, frekuensi dan lama menderita.
c. Pencatatan daftar harga satuan obat di peroleh dari bagian instalasi farmasi Rumah
Sakit “X”.
d. Menghitung biaya medik langsung dan menganalisis data efektivitas obat.
e. Melakukan analisis efektivitas biaya dengan membandingkan biaya medik langsung
dan efektivitas obat. Analisis efektifitas biaya dilakukan dengan metode ACER.
2.6 Teknik Analisis
Analisis data dilakukan dengan teknik observasi yaitu mencatat data-data yang dibutuhkan
untuk penelitian. Teknik yang digunakan adalah teknik purposive sampling yaitu untuk
mendapatkan subyek yang berkarakteristik tertentu berdasarkan persyaratan tertentu. Data
yang diambil dari instalasi rekam medik, instalasi farmasi dan bagian administrasi. Data
yang dicatat pada lembar pengumpulan data meliputi nomor rekam medik, identitas pasien
(usia, jenis kelamin, riwayat sakit, diagnosa, tekanan darah dan pola pengobatan), rincian
harga satuan obat , rincian biaya biaya pendaftaran dan periksa dokter didapat dari bagian
administrasi rawat jalan.
Setelah data-data terkumpul, dilakukan penghitungan biaya medik langsung
(rincian obat antihipertensi, biaya pendaftaran, biaya periksa dan biaya laboratorium) pada
tiap-tiap pasien, kemudian data biaya medik tersebut dijumlahkan pergolongan terapi dan
dirata-rata. Data biaya medik langsung tersebut digunakan untuk menghitung Average
Cost-Effectiveness Ratio (ACER).
Biaya pada ACER merupakan rata-rata biaya medik langsung dari tiap obat yang
digunakan pada pasien rawat jalan, sedangkan efektifitas terapi adalah keberhasilan
pengobatan hipertensi untuk mencapai kadar tekanan darah menuju target. Target tekanan
darah bila tanpa kelainan penyerta adalah ≤ 140/90 mmHg, sedangkan pada pasien dengan
DM atau kelainan ginjal tekanan darah harus diturunkan dibawah 130/80 mmHg
(Chobanian et al., 2003). Persentase tekanan darah mencapai target ini dikelompokkan
berdasarkan riwayat menderita hipertensi dan pola terapi kemudian dianalisis untuk
mendapatkan nilai rata-rata.

4
 
 
 

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Angka Kejadian Hipertensi
Angka kejadian penyakit hipertensi rawat inap di Rumah Sakit “X” pada tahun 2012
adalah 423 pasien. Pasien yang masuk dalam kriteria sebanyak 100 pasien yang
menggunakan kombinasi terapi antihipertensi yaitu Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor (ACEI) dengan Beta Blocker (BB), ACEI dengan diuretik (HCT dan Furosemid),
ACEI dengan Calcium Channel Blocker (CCB), ACEI dengan Angiotensin Receptor
Blocker (ARB), ARB dengan BB, ARB dengan CCB, dan ARB dengan
Hidrochlorothiazide (HCT). Data rekam medik selebihnya tidak memenuhi kriteria karena
kelengkapan pada rekam medik tidak lengkap, data pada administrasi tidak sesuai, pasien
mendapatkan pengobatan tunggal hipertensi dan pasien hipertensi dengan penyakit
penyulit lain.
3.2 Demografi Pasien Hipertensi
Berdasarkan tabel 1, hipertensi banyak terjadi pada pasien perempuan sebanyak 57 pasien
(57%) dan 43 (43%) pasien laki-laki. Dari tahun 1988-2000 terjadi peningkatan prevalensi
pada perempuan sebesar 5,6% sedangkan prevalensi pada perempuan relatif tetap (Dipiro
et al., 2008).
Tabel 1. Distribusi Pasien Hipertensi Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Diagnosa Penyakit dan
Penyakit Penyerta pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan di Rumah Sakit “X” Tahun 2012
Keterangan Jumlah Persentase
(%)
Usia
18-47 9 9%
48-60 53 53%
> 60 38 38%
Jenis Kelamin
Laki-laki 43 43%
Perempuan 57 57%
Diagnosis Hipertensi
Dengan Penyakit Penyerta Diabetes Melitus 32 32%
Tanpa Penyakit Penyerta 68 68%

Pada tabel 1 terlihat bahwa kelompok pasien paling banyak menderita hipertensi
pada usia 48-60 tahun (53%) kemudian lebih dari 60 tahun (38%) dan paling sedikit pada
kelompok usia 18-47 tahun (9%). Hal inidapat dikarenakan angka kejadian hipertensi
meningkat pada kelompok umur diatas 40 tahun, karena dengan bertambahnya umur
tekanan darah semakin meningkat akibat pengapuran dinding pembuluh yang
menyebabkan elastisitas dinding pembuluh bertambah (Rahardja & Tjay, 2007).

5
 
 
 

Pada tabel 1 sebanyak 32 orang (32%) menderita hipertensi dengan penyakit


penyerta dan 68 orang (68%) mengalami hipertensi tanpa penyakit penyerta. Penyakit
penyerta pada pasien hipertensi adalah diabetes mellitus. Suatu studi melaporkan bahwa
seseorang yang mempunyai gangguan glukosa darah puasa atau glukosa darah postprandial
dapat meningkatkan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah dimana komplikasi
tersebut disebabkan oleh penyakit diabetes tersebut (Hwang, 2000).
3.3 Gambaran Penggunaan Obat Antihipertensi
Gambaran pengobatan yang dijalani pasien hipertensi rawat jalan di Rumah Sakit “X”
dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Gambaran Pengobatan & Distribusi Pasien Hipertensi Rawat Jalan Di
Rumah Sakit “X” Tahun 2012
Golongan Kombinasi Obat Pasien Diagnosa Pasien Persentase
Obat (%)
BB + Captopril + Bisoprolol 11 HT tanpa penyulit 8 23%
ACEI Lisinopril + 12 HT dengan 15
Bisoprolol penyulit DM
ARB + Valsartan + 15 HT tanpa penyulit 10 15%
HCT Hidroklorotiazid HT dengan 5
penyulit DM
ARB + Valsartan + 4 HT tanpa penyulit 6 8%
CCB Amlodipin 4 HT dengan 2
Valsartan + Nifedipin penyulit DM
ARB + Valsartan + Bisoprolol 12 HT tanpa penyulit 8 12%
BB HT dengan 4
penyulit DM
ACEI + Captopril + 24 HT tanpa penyulit 25 25%
HCT Hidroklorotiazid 1 HT dengan -
Lisinopril + penyulit DM
Hidroklorotiazid
ACEI + Captopril + Furosemid 6 HT tanpa penyulit 5 7%
FRS Lisinopril + 1 HT dengan 2
Furosemid penyulit DM
ACEI + Lisinopril + Valsartan 4 HT tanpa penyulit - 4%
ARB HT dengan 4
penyulit DM
ACEI + Captopril + 5 HT tanpa penyulit 6 6%
CCB Amlodipin 1 HT dengan -
Lisinopril + penyulit DM
Amlodipin
Gambaran penggunaan kombinasi obat antihipertensi dapat dilihat pada tabel 2.
Menurut (Dipiro et al., 2008) tentang obat hipertensi, merekomendasikan ACE-Inhibitor
dengan Diuretik, ARB dengan Diuretik, Beta Blocker dengan Diuretik dan ACE-Inhibitor
dengan CCB sebagai kombinasi antihipertensi. Banyak pasien yang menerima resep

6
 
 
 

captopril karena obat-obatan golongan ACEI utamanya captopril merupakan antihipertensi


untuk penanganan pada penderita diabetes melitus, gagal ginjal, infark miokard dan stroke.
Kombinasi ARB dengan HCT sebanyak 15 kasus dengan persentase 15%, kombinasi ini
mampu menurunkan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik. Kombinasi yang lain
adalah ARB dengan CCB sebanyak 8 kasus dengan persentase 8%. Kombinasi ACE-
Inhibitor dengan HCT sebanyak 25 kasus dengan persentase 25%. Kombinasi ACE-
Inhibitor dan ARB sebanyak 4 kasus dengan persentase 4%. Kombinasi CCB dengan
ACE-Inhibitor sebanyak 6 kasus dengan persentase 6%. Kombinasi ACE-Inhibitor dan
CCB merupakan kombinasi yang efektif untuk menurunkan tekanan darah dengan aman
pada pasien hipertensi berat (Aziza, 2007) dan dapat menurunkan kejadian PJK (Penyakit
Jantung Koroner) (Muthalib& Darnindro, 2008). Pada kombinasi beta blocker dan ACE-
Inhibitor dengan penyulit diabetes melitus sebanyak 15 kasus, ARB dan HCT 5 kasus,
ARB dan CCB 2 kasus, ARB dan BB 4 kasus,ACE-Inhibitor dan furosemid 2 kasus, ACE-
Inhibitor dan ARB 4 kasus. Kombinasi ACEI dan CCB juga digunakan untuk pengobatan
hipertensi yang disertai diabetes. Kombinasi dosis rendah diuretikdengan ACEI
memberikan efek sinergis memberikan efek sinergis mampu menurunkan tekanan darah
sampai 130/80-85 mmHg (Arya, 2003).
Tabel 3. Macam Antidiabetik Yang Digunakan Pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan
Di Rumah Sakit “X” Tahun 2012.
Golongan Obat MacamObat Jumlah Persentase
(%)
Sulfonilurea Glikazid 2 6,25%
Glikuidon 4 12,50%
Sulfonilurea + Penghambat Glikuidon + Akarbose 3 9,37%
Glukosidase Alfa Glikazid + Akarbose 2 6,25%
Penghambat Glukosidase Alfa Akarbose (Glucobay) 2 6,25%
Biguanid Metformin 7 21,88%
Biguanid + Sulfonilurea Metformin + Glikuidon 4 12,50%
Metformin + Glikazid 7 21,88%
Biguanid + Penghambat Glukosidase Metformin + Akarbose 1 3,12%
Alfa
Jumlah 32 100
Pada tabel 4 menunjukkan gambaran penggunaan obat tunggal dan kombinasi,
penggunaan obat kombinasi lebih banyak daripada obat tunggal. Dari 32 kasus dapat
diketahui bahwa pemakaian obat tunggal adalah dari golongan sulfonilurea, penghambat
glukosidase alfa dan biguanid. Pada penggunaan kombinasi yaitu kombinasi dari golongan
sulfonilurea dengan penghambatglukosidase alfa, biguanid dengan sulfonilurea dan
biguanid dengan penghambat glukosidase alfa.

7
 
 
 

Obat tunggal
Obat yang paling banyak digunakan adalah obat golongan biguanid yaitu
metformin 7 kasus dengan dengan persentase 21,88%. Berdasarkan penelitian UKPDS
(United Kingdom Prospective diabetes Study) penambahan biguanid dapat mengurangi
kejadian makrovaskuler pada pasien obes (Triplitt et al., 2008). Sesuai rekomendasi ADA
metformin digunakan sebagai lini pertama agen penurun gula darah dari golongan biguanid
yang dapat diterima dengan baik untuk pengobatan diabetes mellitus dengan mekanisme
kerja menurunkan kadar gula darah dan tidak meningkatkan sekresi insulin (Boyle et al.,
2008).
Pasien yang mendapat terapi dengan obat golongan sulfonilurea sebanyak 6 kasus
yaitu masing-masing glikazid 2 kasus (6,25%) dan glikuidon 4 kasus (12,50%).
Sulfonilurea digunakan sebagai lini kedua jika gula darah tidak dapat dikontrol dengan
metformin saja. Mekanisme kerja sulfonilurea yakni menstimulasi sel β-pankreas untuk
merangsang pelepasan insulin (Boyle et al., 2008).
Pasien yang mendapat terapi penghambat glukosidase alfa sebanyak 2 kasus
dengan persentase 6,25%. Akarbose merupakan golongan penghambat α-glukosidase yang
digunakan di Rumah Sakit “X”. Dosis dan frekuensi pemberian obat berdasarkan pada
kondisi pasien dan tingkat keburukan kontrol glukosa darah sehingga pemberiannya
bervariasi. Akarbose menunda absorbsi karbohidrat yang dikonsumsi, sehingga
menurunkan peningkatan kadar glukosa darah 2 jam post prandial pada pasien (Price &
Wilson, 2006). Akarbose merupakan polisakarida yang bekerja menghambat enzim α-
glukosidase yang berfungsi menguraikan disakarida menjadi glukosa sehingga
menghambat glukosa di saluran pencernaan (Priyanto, 2008).
a. Kombinasi
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa kombinasi obat antidiabetik yang digunakan
adalah kombinasi sulfonilurea dengan penghambat glukosidase alfa yakni glikuidon
dengan akarbose sebanyak 3 kasus dengan persentase 9,37% dan glikazid dengan akarbose
sebanyak 2 kasus dengan persentase 6,25%. Kombinasi sulfonilurea dengan penghambat
glukosidase alfa merupakan kombinasi yang rasional karena kerja obat berbeda dan saling
menunjang dalam menurunkan kadar gula darah. Penggunaan kombinasi ini bertujuan
meningkatkan efektivitas terapi dan mengurangi efek samping dari obat. Karena efek
samping lebih sering terjadi pada penggunaan satu jenis obat antidiabetika dengan dosis
maksimal sehingga pemberian kombinasi obat tersebut dimaksudkan agar gula dalam
darah segera diturunkan (DepKes RI, 2005).

8
 
 
 

Kombinasi biguanid dan sulfonilurea yakni metformin dengan glikuidon 4 kasus


dengan persentase 12,50% dan metformin dengan glikazid 7 kasus dengan persentase
21,88%. Kombinasi biguanid dengan sulfonilurea dapat menurunkan kadar glukosa darah
lebih banyak daripada pengobatan tunggal masing-masing (Suyono, dkk., 2005).
Kombinasi biguanid dengan penghambat glukosidase alfa sebanyak 1 kasus dengan
persentase 3,12%.
3.4 Analisis Efektivitas Biaya
a. Biaya Medik Langsung
Terdapat lima komponen biaya yang ada dalam tabel 4 yaitu biaya antihipertensi
oral, biaya penyulit, biaya administrasi, dan total biaya medik
Tabel 4. Gambaran Total Biaya Medik Per Bulan Tiap Pola Pengobatan pada Pasien Hipertensi
Rawat Jalan Di Rumah sakit “X” Tahun 2012
Kombinasi Jumlah Biaya rata-rata pasien tiap bulan (Rp)
Golongan Pasien Biaya Biaya Penyulit Biaya Total Biaya/Biaya
Obat Antihipertensi Administrasi Medik Langsung
BB + 23 130.994,34± 193.701,42 ± 25.000,00 ± 0 349.695,75 ±
ACEI 26.155,70 114.034,70 136.575,87
ARB 15 129.956,00± 85.536,00 ± 25.000,00 ± 0 240.492,00 ±
+HCT 168.895,57 47.375,19 38.790,13
ARB + 8 164.047,00± 98.070,00 ± 25.000,00 ± 0 287.110,00 ±
CCB 29.896,84 3.224,40 57.234,20
ARB + BB 12 214.610,00± 95.017,50 ± 25.000,00 ± 0 334.627,50 ±
12.817,17 47.389,19 46.341,44
ACEI + 25 18.181,20± 0 25.000,00 ± 0 43.181,20 ±
HCT 10.256,85 22.209,44
ACEI + 7 31.770,00 ± 68.625,00 ± 25.000,00 ± 0 125.395,00 ±
FRS 25.925,36 35.277,50 25.677,11
ACEI + 4 194.480,00 ± 0 110.572,50 ± 25.000,00 ± 0 331.052,50 ±
ARB 75.555,40 75.555,40
ACEI + 6 75.505,00 ± 0 25.000,00 ± 0 100.420,00 ±
CCB 38.095,13 37.907,26
Pada tabel 4 terlihat bahwa biaya rata-rata penggunaan dua kombinasi obat yang
paling murah adalah ACEI dengan HCT sebesar Rp 18.181,20 ± 10.256,85. Sedangkan
pada penggunaan kombinasi golongan BB dengan ARB adalah Rp. 214.610,00 ±
12.817,17 biaya pada pola kombinasi ini cukup besar dikarenakan biaya untuk obat
antihipertensi sendiri cukup besar.
Pada tabel 4 terlihat biaya penyulit terbesar terdapat pada pola kombinasi beta
blocker dengan ACE-Inhibitor yaitu sebesar Rp. 193.701,42 ± 114.034,70. Komponen
biaya terbesar berasal dari biaya antihipertensi dengan penyulit diabetes mellitus pada pola
pengobatan beta blocker dengan ACE-Inhibitor yaitu sebesar Rp. 349.695,76.

9
 
 
 

b. Efektivitas Terapi
Efektivitas adalah keberhasilan pengobatan hipertensi untuk mencapai kadar tekanan darah
menuju target. JNC8 merekomendasikan target tekanan darah bila tanpa penyakit penyerta
pada pasien dengan umur < 60 tahun adalah < 140/90 mmHg, pada umur ≥ 60 tahun adalah
< 150/90 mmHg, sedangkan pada pasien dengan DM atau kelainan ginjal tekanan darah
harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg (Chobanian et al., 2003).
Efektivitas diperoleh dengan menghitung tekanan darah pasien yang mencapai
target dibagi dengan jumlah pasien.
Tabel 5. Gambaran Efektivitas Pola Terapi Pasien Hipertensi Rawat Jalan Di Rumah
Sakit “X” Tahun 2012
Pola Terapi Tekanan darah yang mencapai Jumlah Efektivitas (%)
target Pasien
BB + ACEI 15 23 62,21 %
ARB + HCT 10 15 66,67 %
ARB + CCB 6 8 75,00 %
ARB + BB 8 12 66,67 %
ACEI + HCT 22 25 88,00 %
ACEI + FRS 5 7 71,42 %
ACEI + ARB 3 4 50,00 %
ACEI + CCB 3 6 50 ,00%
Pada tabel 5 menunjukkan kombinasi ACE-Inhibitor dengan diuretik
Hidroklorotiazid lebih efektif menurunkan tekanan darah pada 21 pasien dengan nilai
efektivits sebesar 88%. Kombinasi ACE-Inhibitor dengan diuretik terbukti efektif dapat
mengontrol tekanan darah pada 80% pasien (Skolniket al.,2000)..
c. Perhitungan Efektivitas Biaya Berdasarkan ACER
Penelitian efektivitas biaya diekspesikan dalam bentuk ACER (Average Cost Affectiveness
Ratio) yang diperoleh dengan cara membandingkan biaya rata-rata per bulan (cost) dari
berbagai pola pengobatan dengan efektivitas pola pengobatan tersebut untuk mencapai
target tekanan darah yang diharapkan (outcome atau effectiveness).
Nilai ACER dapat digunakan sebagai kriteria, suatu intervensi dikatakan cost-
effectiveness adalah intervensi yang paling rendah biaya bersih per unit efektivitasnya,
dengan kata lain nilai ACERnya paling rendah (Bootman et al.,2005).

10
 
 
 

Tabel 6. Gambaran Efektivitas Biaya Terapi pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan Di
Rumah Sakit “X” Tahun 2012
Pola Terapi ഥ )± SD (Rp)
Total Biaya (ࢄ Efektivitas ACER (C/E)
(%)
BB + ACEI 349.695,75 56,52 % 5.362,60
ARB + HCT 240.492,00 66,67 % 3.607,19
ARB + CCB 287.110,00 75,00% 3.828,13
ARB + BB 334.627,50 50,00 % 5.019,16
ACEI + HCT 43.181,20 84,00 % 490,69
ACEI + FRS 125.395,00 71,42 % 1.755,74
ACEI + ARB 331.052,50 50,00% 4.414,03
ACEI + CCB 100.420,00 50,00% 2.008,40
Hasil efektivitas biaya dinyatakan dalam bentuk ratio yaitu yang disebut ACER
(Esti dkk, 2014). Pada tabel 6 terlihat bahwa dari 8 pola kombinasi antihipertensi
pengobatan yang paling cost-effetive adalah kombinasi ACE-Inhibitor dengan HCT dengan
nilai ACER yaitu sebesar 490,69. Makna angka-amgka dalam ACER adalah setiap
peningkatan 1% efektivitas dibutuhkan biaya sebesar ACER. Maka pada kombinasi ACE-
Inhibitor dengan HCT, setiap peningkatan 1% efektivitas dari kombinasi tersebut
membutuhkan biaya sebesar 490,69. Dalam ACER semakin kecil nilai ACER maka, obat
tersebut semakin cost-effective, sehingga dapat disimpulkan bahwa kombinasi obat ACE-
Inhibitor dengan HCT adalah obat yang paling cost-effective untuk terapi antihipertensi
pada pasien rawat jalan Rumah Sakit “X” tahun 2012. Penggunaan kombinasi
antihipertensi ACE-Inhibitor dengan HCT, sesuai dengan rekomendasi dari JNC8 bahwa
kombinasi ACE-Inhibitor dengan diuretik thiazid digunakan sebagai lini pertama untuk
terapi pada pasien hipertensi.
3.5 Perhitungan Efektivitas Biaya Berdasarkan ICER
Rasio perbedaan biaya dari 2 alternatif terapi dengan perbedaan 2 efektivitas antara 2
alternatif merupakan definisi dari ICER. Meskipun analisis dengan ACER telah
memberikan informasi yang bermanfaat, ciri khas dari analisis efektivitas biaya adalah
analisis dengan menggunakan ICER (Andayani, 2013). Perhitungan analisis efektivitas
biaya menggunakan ICER dilakukan untuk memberikan beberapa pilihan alternatif yang
dapat diterapkan. Pemilihan alternatif jenis perawatan dapat disesuaikan dengan
pertimbangan dan atau tersedia tidaknya jenis alternatif tersebut. Analisis efektivitas biaya
dengan menggunakan metode ICER digunakan untuk menjelaskan besarnya biaya
tambahan untuk setiap perubahan satu unit efektivitas biaya (DepKes RI,2013).

11
 
 
 

Tabel 7. Gambaran Efektivitas Biaya ICER Pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan Di
Rumah Sakit “X” Tahun 2012
Pola Terapi Total Biaya Efektivitas ∆C ∆E ICER

(ࢄ)± SD (Rp) (%)
BB + ACEI 349.695,75 65,21 % 349.695,75 65,21% 5.362,60
ARB + HCT 240.492,00 66,67 % -109.203,75 1,46% 74.797,08
ARB + CCB 287.110,00 75,00 % 146.618 8,33% 17.601,20
ARB + BB 334.627,50 66,67 % 47.517,50 8,33% 5.704,38
ACEI + HCT 43.181,20 88,00 % -291.446,30 21,33% -13.663,68
ACEI + FRS 125.395,00 71,42 % 82.213,80 16,58% 4.958,61
ACEI + ARB 331.052,50 75,00 % 205.657,50 3,58% 57.446,22
ACEI + CCB 100.420,00 50 ,00% -230.632,5 25,00% -9,225,30
Pada tabel 9 kelompok terapi kombinasi ACE-Inhibitor dengan HCT memberikan
hasil negatif pada nilai ICER sebesar -13.663,68. Menurut Andayani (2013) menyatakan
bahwa suatu terapi lebih efektif dan murah jika ICER memberikan nilai negatif atau
mendekati negatif.
3.6 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini bersifat retrospektif sehingga tidak bisa mengungkapkan kenyataan yang
terjadi dilapangan, karena peneliti tidak berinteraksi langsung dengan pasien sehingga
tidak mengetahui informasi mengenai pola hidup pasien dan kepatuhan pasien dalam
mengkonsumsi obat yang sangat mempengaruhi keberhasilan terapi hipertensi. Selain itu
tidak diketahui nya kondisi pasien meliputi diet pasien, olah raga yang dilakukan, kontrol
tiap bulan yang tidak rutin sangat mempengaruhi keberhasilan terapi pasien hipertensi.

4. KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan 8 pola kombinasi yang digunakan berdasarkan
banyaknya jumlah pasien yaitu beta blocker dengan ACE-Inhibitor, ARB dengan diuretik
hidroklorothiazid, ARB dengan CCB (calcium channel blocker), ARB dengan beta
blocker, ACE-Inhibitor dengan diuretik hidrochlorothiazide, ACE-Inhibitor dengan
furosemide, dan ACE-Inhibitor dengan CCB (Calcium Channel Blocker). Pola pengobatan
yang paling cost effective untuk pasien hipertensi berdasarkan efektivitas tekanan darah
mencapai target adalah golongan ACE-Inhibitor dengan hidroklorothiazid dengan nilai
ACER sebesar 490,69 dan ICER -13.663,68.

12
 
 
 

4.2 Saran
a. Perlu dilakukan analisis efektivitas biaya antihipertensi dengan sampel yang lebih
besar di Rumah Sakit “X” tahun 2012.
b. Perlu dilakukan analisis efektivitas biaya dengan menggunakan data tahun terbaru
dan menggunakan kombinasi obat antihipertensi dari golongan lain.
c. Perlu dilakukan analisis efektivitas biaya dengan memperhatikan pola hidup pasien
yaitu dengan menggunan metode penelitian secara prospektif.

DAFTAR PUSTAKA
Andayani T.M., 2006, Efektivitas-Biaya Penggunaan ACE-Inhibitor vs Calcium Chanel
Bloker Pada Pasien Hipertensi dengan Diabetes Melitus, Laporan Hasil Penelitian,
Fakultas Farmasi, UGM.

Andayani T.M., 2013, Farmakoekonomi Prinsip dan Metodologi, Yogyakarta, Bursa Ilmu.

Arya S.N., 2003, Hypertensin in Diabetic Patient – Emerging Trends, Journal Indian
Academy of Clinical Medicine, Vol.4, No.2, April-June 2003.

Aziza L., 2007, Peran Antagonis Kalsium dalam Penatalaksanaan Hipertensi, Majalah
Kedokteran Indonesia,Vol.7, Nomor: 8, Agustus 2007.

Bootman J.L., Towsend R.J., and MC Ghan, W.F., 2005, Principle of


Pharmacoeconomics, 3ndEd, Appleton and Lange, USA.

Boyle J. P., Hoogwerf J.B., Stolar W.M., Gorshow M. S., Wales O.D., 2008, Managing
type 2 Diabetes: Going Beyond Glycemic Control, Journal of managed Care
Pharmacy, Vol.14, No.5, S-b, June 2008.

Chobanian A.V., Bakris G.L., Black H.R., Chusman W.C., Green, L.A., and Joseph, L.I.,
2003, The Seventh Report of the Joint National Committee on Preventio, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, The JNC 7 Report.

Departemen Kesehatan RI, 2005, Pharmaceutical Care untu Penyakit Diabetes Mellitus,
Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal, bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2013, Pedoman penerapan Kajian Farmakoekonomi, Jakarta,


Kemenkes RI.

Dipiro J.T., Talbert R.I., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.C., and Posey L.M., 2008,
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach Seven Edition, The McGraw-Hill
Companies INC, USA.

Esti P, Priwanto B. S., Wiratmo, Diana H, Fifteen A. F., 2014, Analisis Efektivitas Biaya
Berdasarkan Nilai ACER Penggunaan Insulin Dibandingkan Kombinasi Insulin-
Metformin pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Instalasi Rawat Inap RSD dr.

13
 
 
 

Soebandi Jember Periode 2012, Fakultas Farmasi Universitas jember, Artikel


Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2012.

Muthalib A., and Darnindro N., 2008, Tatalaksana Hipertensi pada Pasien dengan Sindrom
Nefrotik, Majalah Kedokteran Indonesia, Vol. 58, No. 2, Februari 2008.

Nurmainah, Fudholi A., dan Dwiprahasto, I., 2013, Persistensi Penggunaan Obat
Antihipertensi pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan , Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional, Vol. 8, No. 1, Agustus 2013.

Price S. A., dan Wilson L. M., 2006, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Edisi 6, hal.271; Huriawati H, Natalia S, Pita Wulansari, Dewi Asih (eds), Penerbit
Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

Priyanto, 2008, Antihipertensi (dalam) Batubara, L., Farmakologi Dasar Untuk Mahasiswa
Keperawatan dan Farmasi, hal 154, Leskonfi, Jakarta.

Skolnik N. S., Beck D. J., and Clark M., 2000, Antihypertensive Drugs: Recomendation
for Use, Abington Memorial Hospital, Jenkintown, Pennsylvania, USA, American
of Family Physician, May 2000, 62(10):3049-3056.

Suyono S., Suyodo, Setiyohadi, Alwi I., Simadibrata, Setiati, 2005, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV, hal. 1852-1856, Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta.

Tjay T.H., & Rahardja K., 2007, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek
Sampingnya, Edisi 6, PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.

Triplitt C. L., Reasner C. A., and Isley W. L., 2008 in Dipiro J. T., Talbert R. L., Yee G.C.,
Matzke G. R., Wells B. C., and Posey L. M., Pharmachoterapy: A
Pathophysiologic Approach, sixth edition, Appleton and Lange, New York.

14
 

Anda mungkin juga menyukai