PUBLIKASI ILMIAH
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Fakultas Farmasi
Oleh:
YULI ERNAWATI
K100080045
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
2016
i
ii3
ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIHIPERTENSI KOMBINASI
DUA OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT “X”
TAHUN 2012
ABSTRAK
Hipertensi merupakan salah satu faktor utama resiko kematian karena gangguan kardiovaskuler
yang mengakibatkan 20-50% dari seluruh kematian. Pembiayaan kesehatan di Indonesia semakin
meningkat, maka perlu dilakukan analisis efektivitas biaya agar dapat membantu dalam
pengambilan keputusan pemilihan obat yang efektif secara manfaat dan biaya. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kombinasi antihipertensi yang paling cost-effective di Rumah Sakit
Dr. Moewardi tahun 2012. Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental yang bersifat
deskriptif. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik,
laboratorium dan plafon harga obat di administrtif. Analisis efektifitas biaya yang dilakukan
dengan membandingkan besar biaya medik langsung rata-rata per bulan terhadap persentase pasien
yang tekanan darahnya mencapai target berdasarkan parameter ACER.Hasil penelitian
menunjukkan 8 pola kombinasi yang digunakan pasien yaitu beta blocker dengan ACE-Inhibitor,
ARB dengan hidrochlorothiazid, ARB dengan CCB, ARB dengan beta blocker, ACE-Inhibitor
dengan diuretik hidrochlorothiazid, ACE-Inhibitor dengan furosemide, ACE-Inhibitor dengan
ARB, ACE-Inhibitor dengan CCB. Pola pengobatan yang paling cost-effective untuk pasien
hipertensi berdasarkn efektifitas tekanan darah mencapai target dalah golongan ACE-Inhibitor
dengan hidrochlorothiazid dengan nilai ACER sebesar 490,69 dan ICER sebesar -13.663,68.
ABSTRACT
Hypertension is one of the major factors of risk of death from cardiovascular disorders that result
in 20-50% of all deaths. Health financing in Indonesia increase, the cost-effectiveness analysis is
needed in order to assist in decision making these medicines are effective benefits and cost. This
study aims to determine the antihypertensive combination of the most cost-effective in the
Hospital Dr. Moewardi in 2012. This study is a non-experimental descriptive. The data collection
is done retrospectively based on medical records, laboratory and administrative price ceilings on
drugs. Cost-effectiveness analysis was done by comparing large direct medical costs on average
per month against the percentage of patients reaching blood pressure targets based on parameter
ACER.The results showed 8 pattern combinations that used by patient were beta blockers with
ACE-inhibitor, ARBs with hidrochlorothiazid, ARB with a CCB, ARB with beta blockers, ACE-
inhibitor with diuretics hidrochlorothiazid, ACE-inhibitors with furosemide, ACE-inhibitor with
ARBs, ACE -Inhibitor with CCB. The pattern of treatment is the most cost-effective for patients
with hypertension the effectiveness of blood pressure to reach the target group is ACE-inhibitors
with hidrochlorothiazid with ACER 490,69 and ICER -13.663,68.
1
ini tergantung pada bermacam-macam faktor, antara lain pengertian dan kesediaan
penderita untuk berobat, faktor-faktor sosioekonomik, dan sebagainya (Andayani, 2006).
Indonesia merupakan contoh negara berkembang dengan prevalensi penderita
hipertensi yang tinggi. Rata-rata prevalensi penderita hipertensi di seluruh Indonesia
sebesar 31,7%. Diperkirakan di tahun 2025 persentase penderita hipertensi meningkat
sebesar 24% pada negara maju dan 80% pada negara berkembang (Nurmainah dkk., 2013).
Studi menunjukkan bahwa kombinasi ACE-Inhibitor dengan Diuretik dapat
mengontrol tekanan darah pada 80% pasien (Neil et al., 2000). ACE-Inhibitor merupakan
pilihan kedua setelah diuretik untuk mengatasi hipertensi. Penggunaan ACE-Inhibitor
dapat menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler, serta morbiditas dan mortalitas pada
pasien dengan gangguan jantung. Sedangkan Calcium channel blocker merupakan
antihipertensi yang efektif, yang digunakan sebagai tambahan atau pengganti antihipertensi
yang lain (Dipiro et al., 2008).
Angka kejadian penyakit hipertensi di Rumah Sakit “X” pada tahun 2012 adalah
423 pasien. Melihat banyaknya penggunaan kombinasi antihipertensi serta besarnya biaya
yang dikeluarkan untuk pengobatan, maka diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui
efektifitas dari kombinasi antihipertensi tersebut dalam mengontrol tekanan darah pada
pasien hipertensi dengan ataupun tanpa penyulit.
Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi pola penggunaan kombinasi antihipertensi
untuk mengetahui efektivitas dari dua kombinasi tersebut dari sisi efek farmakologi dan
sisi ekonomi sehingga dapat diketahui kombinasi antihipertensi mana yang lebih cost-
effectiveness.
2.METODE PENELITIAN
2.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian non-eksperimental dengan rancangan
dekskriptif dan pengambilan data secara retrospektif untuk mengetahui efektivitas biaya
penggunaan terapi dengan pola kombinasi dua antihipertensi oral.
2.2 Batasan Definisi Operasional
a. Analisis aktifitas biaya adalah perbandingan dari biaya rata-rata medik langsung per
bulan dengan efektifitas terapi antihipertensi.
b. Biaya medik langsung (direct medical cost) per pasien. Perhitungan biaya dibatasii
pada direct medical cost, yaitu seluruh biaya yang telah dikeluarkan semua pasien baik
pasien umum maupun askes yang terkait dengan pelayanan jasa medis untuk terapi
2
hipertensi. Biaya tersebut meliputi biaya antihipertensi oral, biaya penyulit, biaya
pendaftaran serta biaya periksa. Biaya ini dapat diperoleh di bagian administrasi dana
Rumah Sakit “X”. Biaya antihipertensi oral adalah biaya untuk antihipertensi oral
berdasarkan harga jual di Apotek Rumah Sakit “X”.
c. Biaya penyakit penyulit adalah biaya obat yang digunakan untuk mengatasi penyakit
yang mempengaruhi pada pengobatan penyakit hipertensi serta biaya laboratorium.
d. Biaya pendaftaran adalah biaya untuk dapat dilakukan pemeriksaan dokter ataupun
untuk mendapatkan perawatan kesehatan lain termasuk didalamnya biaya system
informasi.
e. Biaya periksa adalah biaya periksa dokter berdasarkan tarif administrasi rawat jalan.
f. Target terapi hipertensi adalah nilai tekanan darah yang mencapai target per bulan
yaitu ≤ 140/90 mmHg untuk hipertensi yang tidak disertai komplikasi dan <130/80
mmHg untuk penderita DM serta ginjal kronik (Chobanian et al., 2003).
g. Perubahan tekanan darah adalah nilai tekanan darah yang diukur oleh dokter pada saat
terapi awaldengan kombinasi 2 obat duabulan setelah terapi.
h. Efektifitas adalah efek dari terapi antihipertensi yang diukur dari tekanan darah pasien
yang mencapai target dua bulan setelah terapi.
2.3 Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari rekam medis. Alat yang digunakan
dalam penelitian ini adalah catatan daftar harga satuan obat dan harga jual obat di Apotek
Rumah Sakit “X”, daftar harga pemeriksaan laboratorium serta pustaka terkait dengan
penelitian.
2.4 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah pasien hipertensi rawat jalan yang mendapatkan kelompok
terapi kombinasi duaantihipertensi oral di Rumah Sakit “X” yang telah menggunakan pola
pengobatan yang sama yang sama selama 2 bulan. Pengambilan data dengan teknik
purposive sampling. Pertimbangan yang menjadi dasar pengambilan populasi dan sampel
harus memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut :
a. Pasien hipertensi yang menjalani rawat jalan dengan usia ≥18 tahun dengan atau tanpa
penyulit diabetes melitus.
b. Pasien hipertensi stage 2 dengan terapi yang menggunakan kombinasi dua
antihipertensi oral menggunakan obat yang sama minimal selama 2 bulan berturut-turut
untuk mengukur efektivitas dari obat antihipertensi yang digunakan.
c. Pasien dengan diagnose utama hipertensi stage 2 dengan atau tanpa penyakit penyulit.
3
4
Pada tabel 1 terlihat bahwa kelompok pasien paling banyak menderita hipertensi
pada usia 48-60 tahun (53%) kemudian lebih dari 60 tahun (38%) dan paling sedikit pada
kelompok usia 18-47 tahun (9%). Hal inidapat dikarenakan angka kejadian hipertensi
meningkat pada kelompok umur diatas 40 tahun, karena dengan bertambahnya umur
tekanan darah semakin meningkat akibat pengapuran dinding pembuluh yang
menyebabkan elastisitas dinding pembuluh bertambah (Rahardja & Tjay, 2007).
5
6
7
Obat tunggal
Obat yang paling banyak digunakan adalah obat golongan biguanid yaitu
metformin 7 kasus dengan dengan persentase 21,88%. Berdasarkan penelitian UKPDS
(United Kingdom Prospective diabetes Study) penambahan biguanid dapat mengurangi
kejadian makrovaskuler pada pasien obes (Triplitt et al., 2008). Sesuai rekomendasi ADA
metformin digunakan sebagai lini pertama agen penurun gula darah dari golongan biguanid
yang dapat diterima dengan baik untuk pengobatan diabetes mellitus dengan mekanisme
kerja menurunkan kadar gula darah dan tidak meningkatkan sekresi insulin (Boyle et al.,
2008).
Pasien yang mendapat terapi dengan obat golongan sulfonilurea sebanyak 6 kasus
yaitu masing-masing glikazid 2 kasus (6,25%) dan glikuidon 4 kasus (12,50%).
Sulfonilurea digunakan sebagai lini kedua jika gula darah tidak dapat dikontrol dengan
metformin saja. Mekanisme kerja sulfonilurea yakni menstimulasi sel β-pankreas untuk
merangsang pelepasan insulin (Boyle et al., 2008).
Pasien yang mendapat terapi penghambat glukosidase alfa sebanyak 2 kasus
dengan persentase 6,25%. Akarbose merupakan golongan penghambat α-glukosidase yang
digunakan di Rumah Sakit “X”. Dosis dan frekuensi pemberian obat berdasarkan pada
kondisi pasien dan tingkat keburukan kontrol glukosa darah sehingga pemberiannya
bervariasi. Akarbose menunda absorbsi karbohidrat yang dikonsumsi, sehingga
menurunkan peningkatan kadar glukosa darah 2 jam post prandial pada pasien (Price &
Wilson, 2006). Akarbose merupakan polisakarida yang bekerja menghambat enzim α-
glukosidase yang berfungsi menguraikan disakarida menjadi glukosa sehingga
menghambat glukosa di saluran pencernaan (Priyanto, 2008).
a. Kombinasi
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa kombinasi obat antidiabetik yang digunakan
adalah kombinasi sulfonilurea dengan penghambat glukosidase alfa yakni glikuidon
dengan akarbose sebanyak 3 kasus dengan persentase 9,37% dan glikazid dengan akarbose
sebanyak 2 kasus dengan persentase 6,25%. Kombinasi sulfonilurea dengan penghambat
glukosidase alfa merupakan kombinasi yang rasional karena kerja obat berbeda dan saling
menunjang dalam menurunkan kadar gula darah. Penggunaan kombinasi ini bertujuan
meningkatkan efektivitas terapi dan mengurangi efek samping dari obat. Karena efek
samping lebih sering terjadi pada penggunaan satu jenis obat antidiabetika dengan dosis
maksimal sehingga pemberian kombinasi obat tersebut dimaksudkan agar gula dalam
darah segera diturunkan (DepKes RI, 2005).
8
9
b. Efektivitas Terapi
Efektivitas adalah keberhasilan pengobatan hipertensi untuk mencapai kadar tekanan darah
menuju target. JNC8 merekomendasikan target tekanan darah bila tanpa penyakit penyerta
pada pasien dengan umur < 60 tahun adalah < 140/90 mmHg, pada umur ≥ 60 tahun adalah
< 150/90 mmHg, sedangkan pada pasien dengan DM atau kelainan ginjal tekanan darah
harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg (Chobanian et al., 2003).
Efektivitas diperoleh dengan menghitung tekanan darah pasien yang mencapai
target dibagi dengan jumlah pasien.
Tabel 5. Gambaran Efektivitas Pola Terapi Pasien Hipertensi Rawat Jalan Di Rumah
Sakit “X” Tahun 2012
Pola Terapi Tekanan darah yang mencapai Jumlah Efektivitas (%)
target Pasien
BB + ACEI 15 23 62,21 %
ARB + HCT 10 15 66,67 %
ARB + CCB 6 8 75,00 %
ARB + BB 8 12 66,67 %
ACEI + HCT 22 25 88,00 %
ACEI + FRS 5 7 71,42 %
ACEI + ARB 3 4 50,00 %
ACEI + CCB 3 6 50 ,00%
Pada tabel 5 menunjukkan kombinasi ACE-Inhibitor dengan diuretik
Hidroklorotiazid lebih efektif menurunkan tekanan darah pada 21 pasien dengan nilai
efektivits sebesar 88%. Kombinasi ACE-Inhibitor dengan diuretik terbukti efektif dapat
mengontrol tekanan darah pada 80% pasien (Skolniket al.,2000)..
c. Perhitungan Efektivitas Biaya Berdasarkan ACER
Penelitian efektivitas biaya diekspesikan dalam bentuk ACER (Average Cost Affectiveness
Ratio) yang diperoleh dengan cara membandingkan biaya rata-rata per bulan (cost) dari
berbagai pola pengobatan dengan efektivitas pola pengobatan tersebut untuk mencapai
target tekanan darah yang diharapkan (outcome atau effectiveness).
Nilai ACER dapat digunakan sebagai kriteria, suatu intervensi dikatakan cost-
effectiveness adalah intervensi yang paling rendah biaya bersih per unit efektivitasnya,
dengan kata lain nilai ACERnya paling rendah (Bootman et al.,2005).
10
Tabel 6. Gambaran Efektivitas Biaya Terapi pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan Di
Rumah Sakit “X” Tahun 2012
Pola Terapi ഥ )± SD (Rp)
Total Biaya (ࢄ Efektivitas ACER (C/E)
(%)
BB + ACEI 349.695,75 56,52 % 5.362,60
ARB + HCT 240.492,00 66,67 % 3.607,19
ARB + CCB 287.110,00 75,00% 3.828,13
ARB + BB 334.627,50 50,00 % 5.019,16
ACEI + HCT 43.181,20 84,00 % 490,69
ACEI + FRS 125.395,00 71,42 % 1.755,74
ACEI + ARB 331.052,50 50,00% 4.414,03
ACEI + CCB 100.420,00 50,00% 2.008,40
Hasil efektivitas biaya dinyatakan dalam bentuk ratio yaitu yang disebut ACER
(Esti dkk, 2014). Pada tabel 6 terlihat bahwa dari 8 pola kombinasi antihipertensi
pengobatan yang paling cost-effetive adalah kombinasi ACE-Inhibitor dengan HCT dengan
nilai ACER yaitu sebesar 490,69. Makna angka-amgka dalam ACER adalah setiap
peningkatan 1% efektivitas dibutuhkan biaya sebesar ACER. Maka pada kombinasi ACE-
Inhibitor dengan HCT, setiap peningkatan 1% efektivitas dari kombinasi tersebut
membutuhkan biaya sebesar 490,69. Dalam ACER semakin kecil nilai ACER maka, obat
tersebut semakin cost-effective, sehingga dapat disimpulkan bahwa kombinasi obat ACE-
Inhibitor dengan HCT adalah obat yang paling cost-effective untuk terapi antihipertensi
pada pasien rawat jalan Rumah Sakit “X” tahun 2012. Penggunaan kombinasi
antihipertensi ACE-Inhibitor dengan HCT, sesuai dengan rekomendasi dari JNC8 bahwa
kombinasi ACE-Inhibitor dengan diuretik thiazid digunakan sebagai lini pertama untuk
terapi pada pasien hipertensi.
3.5 Perhitungan Efektivitas Biaya Berdasarkan ICER
Rasio perbedaan biaya dari 2 alternatif terapi dengan perbedaan 2 efektivitas antara 2
alternatif merupakan definisi dari ICER. Meskipun analisis dengan ACER telah
memberikan informasi yang bermanfaat, ciri khas dari analisis efektivitas biaya adalah
analisis dengan menggunakan ICER (Andayani, 2013). Perhitungan analisis efektivitas
biaya menggunakan ICER dilakukan untuk memberikan beberapa pilihan alternatif yang
dapat diterapkan. Pemilihan alternatif jenis perawatan dapat disesuaikan dengan
pertimbangan dan atau tersedia tidaknya jenis alternatif tersebut. Analisis efektivitas biaya
dengan menggunakan metode ICER digunakan untuk menjelaskan besarnya biaya
tambahan untuk setiap perubahan satu unit efektivitas biaya (DepKes RI,2013).
11
Tabel 7. Gambaran Efektivitas Biaya ICER Pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan Di
Rumah Sakit “X” Tahun 2012
Pola Terapi Total Biaya Efektivitas ∆C ∆E ICER
ഥ
(ࢄ)± SD (Rp) (%)
BB + ACEI 349.695,75 65,21 % 349.695,75 65,21% 5.362,60
ARB + HCT 240.492,00 66,67 % -109.203,75 1,46% 74.797,08
ARB + CCB 287.110,00 75,00 % 146.618 8,33% 17.601,20
ARB + BB 334.627,50 66,67 % 47.517,50 8,33% 5.704,38
ACEI + HCT 43.181,20 88,00 % -291.446,30 21,33% -13.663,68
ACEI + FRS 125.395,00 71,42 % 82.213,80 16,58% 4.958,61
ACEI + ARB 331.052,50 75,00 % 205.657,50 3,58% 57.446,22
ACEI + CCB 100.420,00 50 ,00% -230.632,5 25,00% -9,225,30
Pada tabel 9 kelompok terapi kombinasi ACE-Inhibitor dengan HCT memberikan
hasil negatif pada nilai ICER sebesar -13.663,68. Menurut Andayani (2013) menyatakan
bahwa suatu terapi lebih efektif dan murah jika ICER memberikan nilai negatif atau
mendekati negatif.
3.6 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini bersifat retrospektif sehingga tidak bisa mengungkapkan kenyataan yang
terjadi dilapangan, karena peneliti tidak berinteraksi langsung dengan pasien sehingga
tidak mengetahui informasi mengenai pola hidup pasien dan kepatuhan pasien dalam
mengkonsumsi obat yang sangat mempengaruhi keberhasilan terapi hipertensi. Selain itu
tidak diketahui nya kondisi pasien meliputi diet pasien, olah raga yang dilakukan, kontrol
tiap bulan yang tidak rutin sangat mempengaruhi keberhasilan terapi pasien hipertensi.
12
4.2 Saran
a. Perlu dilakukan analisis efektivitas biaya antihipertensi dengan sampel yang lebih
besar di Rumah Sakit “X” tahun 2012.
b. Perlu dilakukan analisis efektivitas biaya dengan menggunakan data tahun terbaru
dan menggunakan kombinasi obat antihipertensi dari golongan lain.
c. Perlu dilakukan analisis efektivitas biaya dengan memperhatikan pola hidup pasien
yaitu dengan menggunan metode penelitian secara prospektif.
DAFTAR PUSTAKA
Andayani T.M., 2006, Efektivitas-Biaya Penggunaan ACE-Inhibitor vs Calcium Chanel
Bloker Pada Pasien Hipertensi dengan Diabetes Melitus, Laporan Hasil Penelitian,
Fakultas Farmasi, UGM.
Andayani T.M., 2013, Farmakoekonomi Prinsip dan Metodologi, Yogyakarta, Bursa Ilmu.
Arya S.N., 2003, Hypertensin in Diabetic Patient – Emerging Trends, Journal Indian
Academy of Clinical Medicine, Vol.4, No.2, April-June 2003.
Aziza L., 2007, Peran Antagonis Kalsium dalam Penatalaksanaan Hipertensi, Majalah
Kedokteran Indonesia,Vol.7, Nomor: 8, Agustus 2007.
Boyle J. P., Hoogwerf J.B., Stolar W.M., Gorshow M. S., Wales O.D., 2008, Managing
type 2 Diabetes: Going Beyond Glycemic Control, Journal of managed Care
Pharmacy, Vol.14, No.5, S-b, June 2008.
Chobanian A.V., Bakris G.L., Black H.R., Chusman W.C., Green, L.A., and Joseph, L.I.,
2003, The Seventh Report of the Joint National Committee on Preventio, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, The JNC 7 Report.
Departemen Kesehatan RI, 2005, Pharmaceutical Care untu Penyakit Diabetes Mellitus,
Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal, bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
Jakarta.
Dipiro J.T., Talbert R.I., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.C., and Posey L.M., 2008,
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach Seven Edition, The McGraw-Hill
Companies INC, USA.
Esti P, Priwanto B. S., Wiratmo, Diana H, Fifteen A. F., 2014, Analisis Efektivitas Biaya
Berdasarkan Nilai ACER Penggunaan Insulin Dibandingkan Kombinasi Insulin-
Metformin pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Instalasi Rawat Inap RSD dr.
13
Muthalib A., and Darnindro N., 2008, Tatalaksana Hipertensi pada Pasien dengan Sindrom
Nefrotik, Majalah Kedokteran Indonesia, Vol. 58, No. 2, Februari 2008.
Nurmainah, Fudholi A., dan Dwiprahasto, I., 2013, Persistensi Penggunaan Obat
Antihipertensi pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan , Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional, Vol. 8, No. 1, Agustus 2013.
Price S. A., dan Wilson L. M., 2006, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Edisi 6, hal.271; Huriawati H, Natalia S, Pita Wulansari, Dewi Asih (eds), Penerbit
Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
Priyanto, 2008, Antihipertensi (dalam) Batubara, L., Farmakologi Dasar Untuk Mahasiswa
Keperawatan dan Farmasi, hal 154, Leskonfi, Jakarta.
Skolnik N. S., Beck D. J., and Clark M., 2000, Antihypertensive Drugs: Recomendation
for Use, Abington Memorial Hospital, Jenkintown, Pennsylvania, USA, American
of Family Physician, May 2000, 62(10):3049-3056.
Suyono S., Suyodo, Setiyohadi, Alwi I., Simadibrata, Setiati, 2005, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV, hal. 1852-1856, Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta.
Tjay T.H., & Rahardja K., 2007, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek
Sampingnya, Edisi 6, PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.
Triplitt C. L., Reasner C. A., and Isley W. L., 2008 in Dipiro J. T., Talbert R. L., Yee G.C.,
Matzke G. R., Wells B. C., and Posey L. M., Pharmachoterapy: A
Pathophysiologic Approach, sixth edition, Appleton and Lange, New York.
14