Anda di halaman 1dari 4

Percaya Akan Yesus Kristus : Suatu Refleksi Pribadi

Judul tugas yang saya ( penulis) ambil adalah Percaya akan Yesus Kristus. Mengapa
saya memilih ini karena saya ingin menantang diri saya, seberapa jauh saya sebagai orang
Kristen mampu mempertanggung-jawabkan kepercayaan saya pada Yesus Kristus. Sebagai
orang Kristen, pengikut Kristus di Indonesia yang masyarakatnya sangat majemuk ini,
mempertanggungjawabkan iman, terutama pada diri sendiri dan kerabat dekat, adalah
menjadi penting.
Ketika kita beranjak dewasa tantangan atas iman kita pada Yesus Kristus menguat,
sejalan makin luasnya pergaulan dan lingkungan kita. Ketika kita telah berhasil menjawab
tantangan itu, kemudian kita menikah dan membangun keluarga Kristen atau katolik,
tantangan bertambah berat. Kita tak hanya percaya pada Yesus Kristus dan mampu
mempertanggung jawabkan untuk diri kita sendiri namun juga perlu bisa mempertanggung-
jawabkannya di hadapan anak-anak kita. Anak-anak yang kritis, yang bertanya tentang
imannya pada Yesus Kristus, adalah berkat namun juga tantangan bagi kita. Sebagai orang-
tua kita ditantang untuk menjadi pemimpin dalam hal percaya akan Yesus Kristus. Jika kita
sebagai orang tua ragu, atau tak mampu menyampaikan ulang dengan bijak perihal iman kita
pada anak-anak, bagaimana mereka bisa mendapatkan model orang-tua dan keluarga Kristen
yang misioner dan berdaya-pikat.
Percaya akan Yesus Kristus
Yang penulis maksud dengan percaya akan Yesus Kristus adalah percaya dalam
konteks iman bahwa Yesus Kristus adalah Allah. Maka di dalam tulisan ini akan
direfleksikan bahwa Yesus adalah Allah. Mempercayai Yesus Kristus sama dengan
mempercayai Allah. Karena Yesus adalah Allah itu sendiri.
Walaupun iman adalah rahmat namun keteguhan iman kita terkadang perlu ditopang
oleh suatu pemahaman yang utuh tentang Yesus Kristus. Misalnya bagaimana kita
memahami Yesus adalah Allah? Pemahaman Trinitas dan lain sebagainya. Secara umum
adalah bagaimana kita bisa memahami dan mempertanggungjawabkan syahadat iman kita.
Saya ingin merefleksikan bahwa karena cinta Nya yang tak terbatas pada manusia
Allah ber-inkarnasi menjadi Yesus Sang Manusia. Dari sini saya berharap bisa memahami
mengapa kita bisa mempercayai Yesus sebagai Allah itu sendiri. Saya berangkat dari
kenyataan bahwa Allah adalah cinta dan Allah menghormati kehendak bebas manusia.
Karena cinta – Nya pada manusia, Allah mau menyelamatkan manusia dari belenggu dosa
yang menjadikan manusia binasa.
Melalui Yesus Kristus – Peristiwa Yesus Kristus – Allah mau menyatakan diriNya,
yang adalah cinta, kepada manusia. Dengan kata lain Allah mewahyukan diriNya melalui
peristiwa Yesus Kristus. Kasih Allah baru menjadi kebenaran bagi manusia, bila kasih itu
masuk ke dalam manusia dan diwujudkan secara riil oleh Allah sendiri. Tiada hakekat Allah
yang utama selain cinta. Allah Mahakuasa namun cinta-Nya melebihi kuasa-Nya. Allah
adalah cinta, Yesus Kristus adalah cinta, maka Yesus adalah Allah itu sendiri.
Yesus lahir, hidup, mengajar, melakukan mujizat, sengsara, menderita di salib, wafat
dan dibangkitkan oleh Allah. Apa yang Yesus ajarkan dan lakukan adalah semata-mata Kasih
yang tak terbatas pada sesama manusia, bahkan kepada orang-orang membencinya semasa
hidupNya. Ambil satu contoh ajaran-Nya yang mewakili seluruh ajaran tentang Kasih adalah
Kotbah di Bukit. Demikan juga mujizat yang dibuatnya kepada manusia semasa hidup-Nya.
Dalam kotbah itu Yesus menyampaikan suatu ajaran tentang kasih yang radikal. Ajaran-Nya
ini ia buktikan dengan rela menderita dan wafat di kayu salib.
Sebagaimana kasih itu hanya dapat terwahyukan dan menjadi benar bila sungguh-
sungguh terjadi dan dialami oleh yang dikasihi. Demikian pula kasih Allah kepada manusia.
Kasih Allah itu baru akan menjadi benar ( nyata ) bagi manusia, bila ia sungguh sampai pada
manusia, bila ia akhirnyanmengambil wujud manusia.
Yesus Kristus datang ke dunia ( inkarnasi ) untuk mewujudkan kasih Allah di antara
manusia di dunia ini, karena kasih yang sejati sungguh ingin bersama, solider dengan yang
dikasihi, terlepas entah manusia itu berdosa atau tidak.
Allah sendiri -karena hakekat-Nya adalah Kasih- telah memilih untuk mewahyukan diri-Nya
sebagai kasih pada manusia. Ia mengikatkan diri pada kebebasan manusia, memberikan
kebebasan itu kepada manusia dan menghormatinya.
Bahkan ketika manusia – dengan kebebasannya itu- menolak Dia dengan menyalibkan
Yesus Kristus, Allah tetap setia dengan keputusan-Nya itu untuk tidak menggunakan alat lain
selain jalan kasih untuk menyelamatkan manusia. Kasih yang tidak memaksa tapi
membebaskan.
Peristiwa sengsara dan wafat Yesus Kristus, yang merupakan penolakan manusia
terhadap tawaran kasih Allah, tidaklah mengurangi kemuliaan Allah. Juga tidak mengurangi
kemahakuasaan Allah.
Yang segera mencolok dan luar biasa dari Yesus Kristus adalah kasih-Nya yang radikal
pada sesama, bahkan pada musuh-musuhnya, kebaikan dan sikap anti kekerasan-Nya. Di sini
kita berjumpa dengan seorang manusia yang dalam hidup semata-mata mewujudkan
kebaikan. Karena itulah Yesus Kristus begitu dicintai dan dikagumi begitu banyak orang,
juga oleh mereka yang tidak beragama Kristen. Kiranya Yesus Kristus telah memenuhi
kerinduan terdalam yang ada dalam lubuk hati manusia. Yesus Kristus menunjukkan, bahwa
hidup semata-mata berdasarkan kasih yang solider adalah mungkin.
Allah membangkitkan Yesus Kristus. Itu berarti: Allah membenarkan Yesus Kristus
dan apa yang dikerjakan-Nya, meskipun nampaknya Ia kalah ( sengsara dan wafat ); dengan
kebangkitan diwartakan pula bahwa klaim-klaim Yesus Kristus selama hidup ( sebagai
pewarta Kerajaan Allah, dan lain sebagainya ) ternyata benar dan dibenarkan oleh Allah
sendiri.
Dengan membangkitkan Yesus, Allah mengoreksi apa yang diperbuat manusia
terhadap Yesus, Yesus Kristus, pewartaan dan praksis hidup-Nya dinyatakan benar oleh
Allah. Maka semua logika yang menjadi pertimbangan manusia memperlakukan Yesus
hingga kesengsaraan, wafat dan kebangkitan-Nya adalah keliru. Melalui Yesus Kristus, Allah
telah menunjukkan pada manusia logika dan alasan cinta-kasih dalam segala sikap dan
rencana Allah pada manusia. Dengan demikian kita bisa pahami bahwa sifat dan hakekat
Allah sepenuhnya ada di dalam Yesus. Dengan demikian Yesus Kristus adalah Allah itu
sendiri.
Penutup
Dari sini saya masuk ke dalam pengertian untuk percaya bahwa Yesus Kristus adalah Allah
itu sendiri. Yesus Kristus adalah Allah yang Mahakuasa dalam konteks cinta dan manusia
yang bebas.
Tugas Pendidikan Agama Katolik
Refleksi Pribadi

Oleh:
Nama: Rikardus Yohanes Dji Bai
Nim: 1614018
Prodi: Teknik Kimia S-1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


2016

Anda mungkin juga menyukai