Anda di halaman 1dari 8

Artikel Penelitian

Gambaran Fungsi Paru dan Faktor-Faktor


yang Berhubungan pada Pekerja
Terpapar Debu Bagasse di Pabrik Gula X
Kabupaten Lampung Tengah

Maryko Awang H,* Astrid Sulistomo,** M Junus DH***


*
Program Studi Magister Kedokteran Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
**
Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta
***
Staf Medis Fungsional Paru, RSUD Demang Sepulau Raya, Lampung

Abstrak
Pendahuluan: Pekerja industri gula memiliki risiko terkena gangguan fungsi paru khususnya
akibat debu bagasse (tebu). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi gangguan
fungsi paru pada pekerja pabrik gula di Kabupaten Lampung Tengah, serta faktor yang
berhungungan.
Metode: Dengan desain comparative cross sectional melibatkan 72 pekerja bagian factory dan
72 pekerja bagian plantation. Data dikumpulkan dengan wawancara, pengamatan dan
pemeriksaan meliputi pengukuran kadar debu lingkungan dan pemeriksaan spirometri. Variabel
penelitian meliputi usia, kebiasaan merokok, status gizi, penggunaan alat pelindung diri (APD),
masa kerja, jam kerja per minggu dan lokasi pekerjaan. Analisis data menggunakan uji chi
square.
Hasil: Kadar debu total di lingkungan bagian factory 0,0586 mg/m3 lebih rendahdibandingkan
bagian plantation 0,0843 mg/m3. Kedua nilai tersebut jauh dibawah nilai ambang batas.
Prevalensi gangguan fungsi paru 8,33%. Dibagian factory 5,56 % dan dibagian plantation
11,1%. Gangguan fungsi paru terbanyak ditemukan adalah gangguan fungsi paru obstruktif.
Variabel yang berhubungan dengan gangguan fungsi paru adalah penggunaan APD (masker)
(ORadj = 12,15; 95% CI: 1,14 – 102,62) dan status perokok (ORadj = 9,73; 95% CI: 1,14 – 82,75).
Saran: Perlu dilakukan evaluasi fungsi paru berkala, konseling bagi pekerja agar
berhentimerokok dan selalu menggunakan APD. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
menilai kadar debu respirabel, komposisi debu, dan pengaruhnya terhadap fungsi paru pekerja.
Kata kunci: APD; debu bagasse; fungsi paru; perokok.

Korespondensi: Astrid Sulistomo


E-mail: hmaryko@yahoo.com

576 J Indon Med Assoc, Volum: 67, Nomor: 10, Oktober 2017
Gambaran Fungsi Paru dan Faktor-Faktor yang Berhubungan pada Pekerja

Lung Function Profile and Associated Risk Factors Among


Workers Exposed to Bagasse Dust in a Sugar Factory at
Central Lampung District

Maryko Awang H,* Astrid Sulistomo,** M Junus DH***


*
Master’s Degree Program of Occupational Medicine, Faculty of Medicine
Universitas Indonesia, Jakarta
**
Departement of Community Medicine, Faculty of Medicine; Universitas Indonesia, Jakarta
***
Functional Medical Staff, Departement of Lung, RSUD Demang Sepulau Raya, Lampung

Abstract
Introduction: Workers in sugar factory are at risk to suffer from lung functon especially exposure
to bagasse dust. The objective of this study is to identify the prevalence of lung function disorder
among workers in a sugar factory in Central Lampung district and associated factor.
Method: The study design used a comparative cross sectional method, involving 72 workers
from factory department and 72 workers from plantation. Data collection used interview, obser-
vation, measuring of dust in work environment and lung function measurement using spirometry.
The variables which studied were age, smoking habbit, nutritional status, use of personal protec-
tive equipment (PPE) mask, time of work, working hours in week, and job location. Data was
analyzed with chi square test.
Result and Conclusion: Total dust level in the factory department was 0.0586 mg/m3,
lowercompared to the level in plantation department which was 0.0843 mg/m3. Both level were
below the TLV.The prevalence of lung function disorders was 8.33 %. in the factory department
5.56 % and in the plantation 11.1 %. the most lung function disorder cases found among workers
was obstructive lung function disorder. Variables associated to lung function disorders found
were use of PPE (mask) (ORadj = 12.15;95% CI: 1.44 – 102.62) andsmoking status (ORadj =
9.73;95% CI: 1.14 – 82.75).
Recommendation: Periodic lung function evaluation, workers counseling to stop smoking and
useof PPE. Another study should be conducted to on respirable dust, dust composition and it’s
effect on workers lung function.
Key words: Bagasse dust; lung function; personal protective equipment; smoking;

Pendahuluan
Industri gula berbasis tebu adalah salah satu industri melaporkan prevalensi gangguan fungsi paru pada pekerja
sektor pertanian yang mulai berkembang.1 Proses produksi pabrik gula ditemukan sebesar 31,97 %, khususnya pada
gula menghasilkan limbah yang diantaranya adalah ampas pekerja terpapar bagasse sebesar 40,48 %. Serta tipe
tebu (bagasse).2 Inhalasi debu bagasse berisiko menimbulkan gangguan fungsi paru obstruktif sebesar 18,03 % gangguan
gangguan paru-paru yang disebut sebagai bagassosis.3 restriktif sebesar 11,59 % dan gangguan tipe campuran sebesar
Dampak terhadap pekerja, menurunkan produktivitas kerja 2,38 %, dan pekerja terpapar bagasse didapatkan gangguan
dan meningkatkan kejadian gangguan kesehatan akibat kerja. paru obstruktif sebesar 26,19 %, gangguan restriktif sebesar
Nene dan Shete (2011) melaporkan bahwa kelompok pekerja 9,52 % dan campuran sebesar 4,76 %.5
terpapar bagasse dengan penggolongan usia 15 - 25 tahun, Beberapa penelitian yang telah dilakukan di luar negeri
26 - 35 tahun dan diatas 35 tahun, terjadi penurunan kapasitas melaporkan terjadinya penurunan fungsi paru pada pekerja
vital paksa (KVP), laju aliran maksimal tengah ekspirasi 25 - industri gula yang mengalami paparan debu bagasse. Di In-
75, ventilasi voluntar maksimal (MVV) yang bermakna, namun donesia, penerapan usaha kesehatan kerja seringkali belum
tidak ditemukan penurunan volume ekspirasi paksa detik optimal. sehingga perlu adanya suatu program pengendalian
pertama (VEP1) berbanding KVP yang bermakna. Dengan paparan. Sebagai langkah awal perlu dilakukan uji spirometri
menghubungkan lama waktu bekerja 1-4 tahun, 4-9 Tahun, untuk mengetahui hubungan paparan debu bagasse terhadap
dan lebih dari 9 tahun, pada seluruhkelompok tersebut di terhadap gangguan fungsi paru pada pekerja yang bekerja di
laporkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan industri gula.Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya
kecuali pada pengukuran KVP.4 Nikhade dan Sharma (2012) prevalensi gangguan fungsi paru pada pekerja yang terpapar

J Indon Med Assoc, Volum: 67, Nomor: 10, Oktober 2017 577
Gambaran Fungsi Paru dan Faktor-Faktor yang Berhubungan pada Pekerja

debu bagasse di pabrik gula, dan diketahuinya hubungan dengan usaha / tehnik yang berubah-ubah, Mouthpiece
faktor individu dan faktor pekerjaan terhadap gangguan tersumbat); awal yang baik; pemeriksaan hingga ekshalasi
fungsi paru pekerja pabrik gula. selesai; pada kurva pemeriksaan volume – waktu memiliki
puncak kurva.Kriteria reproduksibilitas ditentukansetelah
Tinjauan Teoritis didapat tiga manuver yang dapat diterima dan reproduksibiliti
Bagassosis merupakan pneumonitis hipersensitif, yang tercapai bila nilai terbesar perbedaannya kurang dari 5% atau
termasuk dalam kelompok penyakit paru interstitial, akibat kurang dari 100 ml untuk nilai KVP dan VEP1.9 Interpretasi
paparan debu bagasse.3Agen penyebab terjadi gangguan hasil spirometri menggunakan standar fungsi paru normal
ini adalah antigen Thermophilic actinomycetes. 6 Indonesia. Standar ini merupakan hasil penelitian tim
Karakteristik gangguan fungsi paru akibat pneumonitis pneumobile project Indonesia.10
hipersensitif yakni penurunan kapasitas total paru (KPT), Pengukuran udara lingkungan dilakukan untuk
penurunan volume residual (VR), penurunan kapasitas vital menentukan besaran kadar suatu substansi tertentu yang
paksa (KVP), penurunan volume ekspirasi detik pertama ada di udara lingkungan dengan membandingkan hasil
(VEP1), perbandingan antara volume ekspirasi paksa detik pengukuran yang diperoleh dengan suatu nilai yang telah
pertama dan kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) cenderung disepakati yang dapat mengakibatkan dampak negatif berupa
normal bahkan meningkat.7 gangguan kesehatan bagi manusia / pekerja. Salah satu
Gangguan fungsi paru terdiri dari gangguan respirasi pengukuran kualitas udara adalah pengukuran debu secara
dan ventilasi.Gangguan ventilasi terbagi menjadi dua total. Terdapat dua standar nilai pengukuran kadar debu to-
kelompok yakni gangguan ventilasi obstruktif dan restriktif. tal yakni berdasarkan standar nilai ambang batas (NAB).
Gangguan ventilasi obstruktif merupakan gangguan ventilasi Standar lainnya berdasarkan standar baku mutu udara
akibat terjadinya perlambatan aliran udara ekspirasi. lingkungan (ambien).
Penurunan aliran udara ini akibat menyempitnya jalan napas
Metode Penelitian
sehingga menyebabkan penurunan nilai VEP1. Uji spirometri
pada gangguan ventilasi obstruktif ditandai dengan nilai Penelitian ini menggunakan desain comparative cross
VEP1 lebih kecil dari 80% prediksi dan nilai VEP1/KVP lebih sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pekerja
kecil dari 75%. Pembagian berat ringan gangguan obstruktif tetap yang bekerja di pabrik gula sedangkan populasi
berdasarkan nilai VEP1/KVP. Gangguan obstruktif ringan terjangkau adalah pekerja pabrik gula X kabupaten Lampung
memiliki nilai VEP1/KVP antara 75% hingga 50%, Gangguan Tengah pada bagian factory danplantation. Sampel yang
obstruktif sedang memiliki nilai VEP1/KVP antara 50% hingga diambil berdasarkan pemenuhan kriteria inklusi meliputi usia
30%, dan Gangguan obstruktif berat memiliki nilai VEP1/KVP pekerja diatas usia 20 tahun, bersedia berpartisipasi dalam
lebih kecil 30%.8 Gangguan ventilasi restriktif merupakan penelitian dan tidak didapatkan kriteria eksklusi meliputi
gangguan ventilasi akibat terjadinya gangguan menderita penyakit sistem kardiovaskular, menderita kelainan
pengembangan paru oleh sebab apapun.Keterbatasan / penyakit tulang belakang (kifoskloliosis, ankilosis
pengembangan paru ini menyebabkan penurunan KVP. Nilai spondilitis), menderita kelainan dinding dada (pectus
VEP1 juga mengalami penurunan akibat kekakuan dari paru ekskavatus), menderita penyakit paru seperti tuberkulosis
– paru yang mengalami fibrosis.Sedangkan perbandingan paru (dalam pengobatan atausetelah pengobatan), PPOK,
VEP1/KVP dapat normal atau meningkat. Pada uji spirometri Efusi pleura. Jumlah sampel didapatkan menurut rumus
gangguan ventilasi restriktif ditandai dengan nilai kapasitas perbedaan proporsi adalah seperti gambar 1.
vital (KV) lebih kecil dari 80 % prediksi atau KVP lebih kecil Sehingga didapatkan besar sampel sebanyak 74 orang.
dari 80%. Pembagian berat ringan gangguan restriktif jumlah sampel tersebut ditambah 10% maka didapatkan jumlah
berdasarkan nilai KV atau KVP. Gangguan restriktif ringan sampel minimal sebesar 81orang dalam tiap kelompok. Jumlah
memiliki nilai KV atau KVP antara 80 % hingga 50 %, keseluruhan sampel menjadi 162 orang responden.Tehnik
Gangguan restriktif sedang memiliki nilai KV atau KVP antara pengambilan sampel menggunakan simple random samplin.
50% hingga 30%, dan Gangguan restriktif berat memiliki nilai Teknik ini menggunakan cara mengocok nomer yang
KV atau KVP lebih kecil dari 30 %.8 kemudian disamakan dengan nomor urut daftar nama pekerja
Spirometri adalah suatu penilaian pergerakan udara yang di tiap bagiansehingga dapat terpilih 82 orang yang mewakili
masuk dan keluar organ paru selama proses pernapasan tiap bagian (factorydan plantation).
dengan penilaian menggunakan fungsi waktu alir atau fungsi
laju pertukaran udara dengan waktu.9Pemeriksaan spirometri
memenuhi syarat apabila telah memenuhi kriteria
akseptabilitas dan reproduksibilitas.Kriteria Akseptabilitas
meliputi bebas dari artefak (batuk atau penutupan glotis saat
ekshalasi detik pertama, terminasi dini atau terpotong, ada
kebocoran saat pemeriksaan, penderita melakukan test Gambar 1. Rumus Perbedaan Proporsi

578 J Indon Med Assoc, Volum: 67, Nomor: 10, Oktober 2017
Gambaran Fungsi Paru dan Faktor-Faktor yang Berhubungan pada Pekerja

Tabel 1. Hasil Pengukuran Kadar Debu Total

Lokasi Hasil NAB Hasil Baku Mutu


Pengukuran Konversi

Bagian factory 0,0586 mg/m3 10 mg/m3 59,4576 mg/Nm3 230 mg/Nm3


Bagian plantation 0,0843 mg/m3 857854 mg/Nm3

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel terikat Teknik pengambilan data secara garis besar terdiri atas
(dependent variable) yaitu fungsi paruadalah penilaian paru pengukuran kadar debu total menggunakanHVAS, faktor
dengan menggunakan spirometri yang dilihat dari nilai karakteristik pekerja dan karakteristik pekerjaan dikumpulkan
persentase kapasitas vital (KV), persentase kapasitas vital melalui wawancara, observasi dan penggunaan instrumen
paksa (KVP) dan persentase perbandingan volume ekspirasi kuesioner, penilaian status gizi diperoleh dengan pengukuran
paksa detik pertama dengan kapasitas vital paksa (VEP1/ berat badan menggunakan timbangan disertai
KVP) berdasarkan perbandingan nilai prediksi yang terukur pengukurtinggi, dan fungsi paru diukur menggunakan spirom-
dengan standar nilai fungsi paru Indonesia. Variabel bebas eter dengan terlebih dahulu dilakukan penapisan kelayakan
(independent variable) terdiri atas faktor karakteristik responden untuk dilakukan pemeriksaan spirometri.
individu meliputi usia responden, status gizi, kebiasaan Data yang didapat dianalisis menggunakan program
merokok, dan penggunaan APD (masker) serta faktor komputer Statistical Package for Social Science (SPSS) for
karakteristik pekerjaan meliputi lokasi pekerjaan yang windows dengan tahapan analisis univariat, analisis bivariat
merupakan pembagian lokasi pekerjaan yang dilakukan menggunakan uji statistik dengan uji chi square, analisis
responden dalam keseharian bekerja, masa kerja, jumlah jam multivariat menggunakan uji regresi logistik.
kerja per minggu. Alat ukur yang digunakan adalah spirom-
eter, timbangan disertai pengukur tinggi badan, High Vol- Hasil Penelitian
ume Air Sampler (HVAS), kuesioner. Data penelitian terdiri Penelitian yang dilakukan ini terdiri atas dua tahap yaitu
atas data primer yang diperoleh langsung dari responden pengukuran kadar debu lingkungan dan pengukuran fungsi
dengan pengisian kuesionerdan pengukuran langsung pada paru, serta wawancara untuk mendapatkan data mengenai
responden serta pengukuran lingkungan. Pengumpulan data faktor karakteristik individu dan pekerjaan responden. Pada
primer dalam penelitian ini adalah respon jawaban dari pelaksanaan penelitian, jumlah responden yang bersedia
responden tentang identitas, usia, masa kerja, jumlah jam untuk mengikuti penelitian dan memenuhi kriteria sampel
kerja perminggu, penggunaan APD, kebiasaan merokok, penelitian adalah sebanyak 144 responden dengan masing –
pengukuran tinggi badan, berat badan, pengukuran fungsi masing kelompok berjumlah 72 responden.
paru dengan spirometri, serta pengukuran kadar debu Pengukuran kadar debu lingkungan, dilakukan di
dilingkungan pabrik gula. Data sekundermenggunakan bagianfactory satu titik dan bagian plantationsatu titik. Lokasi
sumber dari catatan kesehatan tentang riwayat penyakit, pengukuran ditentukan oleh pihak perusahaan berdasarkan
dan hasil pemeriksaan kesehatan sebelumnya yang pertimbangan menurut perusahaan merupakan lokasi aktivitas
dilakukan oleh perusahaan. dan mobilitas tertinggi dari pekerja. Menurut peneliti, setelah

Tabel. 2. Distribusi Jenis dan Frekwensi Gangguan Fungsi Paru Responden Menurut Lokasi
Pekerjaan (n = 144)

Fungsi Paru Responden Bagian Jumlah


Factory Plantation (n=144)
(n=72) (n=72) (persentase)

Fungsi paru normal 68 64 132


( 94,4 % ) ( 88,89% ) ( 91,70% )
Fungsi paru tidak normal 4 8 12
( 5,56 % ) ( 11,1% ) ( 8,33 % )
Gangguan fungsi paru obstruktif
X Ringan 2 7 6,25%
X Sedang - 1 0,70%
X Berat - - -
Gangguan fungsi paru restriktif
x ringan 2 - 1,39%
x sedang - - -
x berat - - -

J Indon Med Assoc, Volum: 67, Nomor: 10, Oktober 2017 579
Gambaran Fungsi Paru dan Faktor-Faktor yang Berhubungan pada Pekerja

mengamati selama pelaksanaan penelitian, memiliki pendapat Tabel 3. Faktor Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan
yang sama mengenai pemilihan lokasi pengukuran tersebut.
Karakteristik Bagian
Hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel 1. Responden Factory Plantation p
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa kadar debu total (n=72) (n=72)
dari kedua bagian dibawah nilai ambang batas dan baku mutu
udara lingkungan yang ditetapkan dan kadar debu total di Usia
<30 tahun 18 16 0,695
bagian plantationlebih besar dibandingkan dengan kadar >30 tahun 54 56
debu total di bagian factory. Pendidikan
Pemeriksaan spirometri pada responden didapatkan SMP /Sederajat 8 3 0,262
SMU/SMK/ Sederajat 59 62
hasil nilai persentase KV seluruh responden memiliki rata-
Diploma/Sarjana 5 7
rata 105 % (SD 12,81); Nilai persentase KVP memiliki rata- Jam kerja per minggu
rata 105,38 % (SD 12,93); Nilai persentase VEP 1 seluruh 40 jam / minggu 28 39 0,066
responden dengan rata – rata sebesar 107,6 % (SD 13,31); 56 jam/minggu 44 33
Masa kerja
Nilai rata-rata persentase VEP1/KVP seluruh responden
<10 tahun 25 32 0,233
sebesar 84 % (52-99). Distribusi jenis dan frekuensi gangguan > 10 tahun 47 40
fungsi paru responden dapat dilihat pada tabel 2. Pemakaian APD
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa frekwensi Selalu menggunakan APD 38 36 0,00
Kadang-kadang menggu- 34 19
gangguan fungsi paru adalah 8,33 %, di bagian factory 5,56
nakan APD
%, di bagian plantation 11,1 %. Sehingga dapat disimpulkan Kebiasaan merokok
bahwa pekerja dibagian plantation yang mengalami gangguan Bukan perokok* 14 10 0,034
fungsi paru lebih tinggi dibandingkan di bagian factory Perokok ringan* 17 11
Perokok sedang 23 16
sedangkan jenis gangguan fungsi paru pekerja di bagian
Perokok berat 18 35
factory lebih bervariasi dibandingkan pekerja di bagian plan- Status gizi
tation serta gangguan fungsi paru campuran tidak ditemukan Gizi kurang* 5 3 0,032
pada keseluruhan responden. Hasil penapisan menggunakan Gizi normal* 28 12
Gizi lebih* 16 21
kuesioner mengenai gejala dan tanda-tanda subjektif yang
Gizi obesitas 1* 19 31
mengarah kepada penyakit pneumonitis hipersensitif tidak Gizi obesitas 2* 4 5
ditemukan diantara responden.
* : Pada analisis bivariat dilakukan penggabungan variabel

Tabel. 4. Hubungan Faktor Risiko Individu dan Pekerjaan Responden dengan Fungsi Paru (n=144)

Faktor Risiko Fungsi Paru OR 95 % CI p


Normal Tidak Normal Lower Upper
(n=132) (n=12)

Usia
<30 tahun 33 1
> 30 tahun 99 11 3,67 0,46 29,49 0,29*
Jumlah jam kerja per minggu
40 jam / minggu 72 5
56 jam / minggu 60 7 1,68 0,51 5,57 0,392
Masa kerja
<10 tahun 53 4
>10 tahun 79 8 1,34 0,39 4,69 0,764*
Penggunaan APD
Selalu gunakan APD 73 1
Tidak + kadang gunakan APD 59 11 13,61 1,71 108,47 0,002
Kebiasaan Merokok
Bukan perokok+perokok ringan 51 1
Perokok sedang 37 2 2,76 0,24 31,55 0,415
Perokok berat 44 9 10,43 1,28 85,61 0,029
Status gizi
Normal 37 3
Kurang+lebih+obesitas 95 9 1,17 0,30 4,56 1*
Lokasi perkerjaan
Factory 68 4
Plantation 64 8 2,12 0,61 7,40 0,228

* = uji Fischer

580 J Indon Med Assoc, Volum: 67, Nomor: 10, Oktober 2017
Gambaran Fungsi Paru dan Faktor-Faktor yang Berhubungan pada Pekerja

Analisis kesetaraan mengenai faktor karakteristik res- lokasi penelitian secara umum dengan mengacu pada standar
ponden terhadap lokasi pekerjaan dapat dilihat pada tabel. 3 nasional Indonesia SNI 19-7119.6-2005 tentang pedoman
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor penentuan pengukuran debu lingkungan kerja.11Lokasi
karakteristik responden berdasarkan usia dan tingkat pengukuran yakni di lokasi aktivitas produksi (factory) dan
pendidikan didapatkan kesetaraan diantara kedua kelompok satu titik di area luar pabrik (plantation) yang terkena imbas
responden (p > 0,05). Tetapi terdapat perbedaan bermakna dari debu limbah tebu hasil produksi. Pengukuran dilakukan
pada status gizi, penggunaan APD dan kebiasaan merokok. pada satu titik di setiap area. Berdasarkan hasil pengukuran
Analisis hubungan antara faktor karakteristik individu kadar debu ditemukan bahwa di bagian plantation tersebut
terhadap fungsi paru pekerja dengan uji chi square dapat memiliki kadar debu lebih tinggi kadar debu di bagian planta-
dilihat pada tabel 4. tion. Hal ini dimungkinkan oleh karena ada imbas debu limbah
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa adanya tebu hasil produksi yang juga terakumulasi dengan debu
kemaknaan pada kelompok perokok berat dibandingkan akibat aktivitas pekerja di bagian plantation. Sesuai dengan
kelompok bukan perokok dan perokok ringan (p =0,029) pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 13 Tahun 2011 tentang
kebiasaan merokok, serta kebiasaan penggunaan APD NAB Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja yang
(masker) (p = 0,002). menetapkan bahwa nilai NAB kadar debu yang dapat
Faktor risiko yang berhubungan dengan fungsi paru mengganggu kenikmatan kerja sebesar 10 mg/m3dan
dapat dilihat pada tabel 5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tentang

Tabel 5. Faktor Resiko Responden yang Berhubungan dengan Fungsi Paru

95% CI
Koef p ORadj Lower Upper

Tidak / Kadang-kadang gunakan


APD 2,497 0,022 12,15 1,44 102,62
Perokok berat 2,275 0,037 9,73 1,14 82,75
Constant - 5,618 0,000 0,00

Dari tabel tersebut didapatkan bahwa tidak selalu Pengendalian pencemaran udara yang menetapkan nilai baku
menggunakan alat pelindung diri (masker) merupakan faktor mutu udara lingkungan yaitu 230 ìg/Nm3maka hasil
yang paling berhubungan dengan gangguan fungsi paru pengukuran di kedua lokasi berada dibawah NAB dan baku
(p= 0,022; ORadj= 12.15), sedangkan perokok berat mutu udara lingkungan.12,13
meningkatkan risiko mengalami gangguan fungsi paru Hasil pengukuran spirometri terhadap 144 responden
sebanyak hampir 10 kali dibandingkan kelompok bukan didapatkan keseluruhan responden memiliki nilai kapasitas
perokok dan perokok ringan (p = 0,037; ORadj= 9,73). vital (KV), kapasitas vital paksa (KVP), volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1) diatas nilai prediksi. Hal ini diduga oleh
Diskusi karena adanya fenomena healthy worker effect yaitu kondisi
Keterbatasan penelitian ini dari segi jumlah responden pekerja yang diterima bekerja oleh suatu perusahaan memiliki
yang mengikuti penelitian terdapat keterbatasan tidak dapat derajat kesehatan secara fisik lebih baik dibandingkan
mencapai jumlah responden yang diharapkan oleh karena masyarakat pada umumnya. Dengan membandingkan hasil
terdapat responden yang mengundurkan diri dan jumlah pemeriksaan spirometri terhadap kriteria yang menunjukkan
responden pengganti yang disediakan perusahaan tidak adanya gangguan fungsi paru maka didapatkan 132
mencapai jumlah responden yang ditentukan. Metode responden memiliki fungsi paru yang normal dan 12
pemeriksaan pengukuran debu yang dilakukan adalah responden mengalami gangguan fungsi paru sehingga
pengukuran kadar debu lingkungan secara total, dan tidak prevalensi gangguan fungsi paru yang didapat adalah
dilakukan pengukuran debu bagasse di lingkungan kerja. sebesar 8,33%. Prevalensi pekerja bagian factory 5,56% dan
Hal ini dilakukan mengingat belum adanya suatu pengukuran pekerja bagian plantation 11,1%. Jenis gangguan fungsi paru
khusus yang dapat mengukur kadar debu bagasse yang tidak yang terbanyak ditemukan adalah gangguan fungsi paru
terkontaminasi debu polutan lain. Pada metode pengukuran obstruktif. Hasil yang berbeda dengan hasil penelitian
spirometri didapatkan keterbatasan waktu yang diberikan oleh Nikhade dan Sharma (2012) yang menyatakan prevalensi
perusahaan terhadap peneliti sehingga pemeriksaan fungsi gangguan fungsi paru pada pekerja industri gula di
paru tidak dapat dilakukan lebih dari satu waktu pemeriksaan Maharashtra Barat India sebesar 31,97%. Hasil penelitian
(sebelum dan sesudah kerja). Mengkidi (2006) yang meneliti pekerja pabrik semen
Pengukuran kadar debu total adalah untuk mengetahui menemukan prevalensi gangguan fungsi paru sebesar 51%
profil kadar debu yang ada di pabrik gula yang dijadikan dengan kadar debu berkisar 1,63 – 20,23 mg/m3,14 sedangkan

J Indon Med Assoc, Volum: 67, Nomor: 10, Oktober 2017 581
Gambaran Fungsi Paru dan Faktor-Faktor yang Berhubungan pada Pekerja

penelitian Budiono (2007) yang meneliti pekerja pengecatan Masa kerja tidak memiliki hubungan yang bermakna
mobil menemukan prevalensi gangguan fungsi paru sebesar terhadap gangguan fungsi paru. Menurut Sumakmur (2009)
46,47 % dengan kadar debu total berkisar 1,986-4,347 mg/ menyatakan bahwa masa kerja menentukan lama paparan
m3.15 Hal ini berbeda dimungkinkan oleh karena jenis dan seseorang terhadap faktor risiko yaitu debu. Semakin lama
kadar debu yang berbeda, dan diduga kuat merupakan masa kerja seseorang kemungkinan besar orang tersebut
keberhasilan program keselamatan dan kesehatan kerja yang mempunyai risiko yang besar terkena penyakit paru.18Hasil
dilaksanakan di pabrik gula yang menjadi lokasi penelitian penelitian ini dimungkinkan akibat pekerja dengan masa kerja
ini. > 10 tahun menggunakan alat pelindung diri (masker) dengan
Hasil uji multivariat menunjukkan bahwa dari tujuh faktor baik sehingga diduga mengurangi efek paparan debu yang
risiko yang dijadikan variabel penelitian terdapat dua faktor ada.
yang bermakna yaitu kebiasaan penggunaan alat pelindung Status gizi pada responden merupakan faktor yang tidak
diri (masker) (p = 0,022) dan perbandingan kelompok perokok berhubungan dengan gangguan fungsi paru. Hasil yang tidak
berat dengan bukan perokok dan perokok ringan pada variabel bermakna ini diduga oleh karena pekerja dengan status gizi
kebiasaan merokok (p = 0,037). kurang, lebih dan obesitas pada saat bekerja menggunakan
Faktor kebiasaan menggunakan alat pelindung diri alat pelindung diri (masker) dengan baik sehingga
(masker) merupakan faktor yang paling besar menunjukkan meminimalkan efek paparan debu yang ada di lingkungan
pengaruhnya terhadap gangguan fungsi paru dengan nilai kerja. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan
ORadj sebesar 12,15. Hal ini dimungkinkan bahwa pekerja bahwa status gizi kurang dan obesitas dapat mempengaruhi
yang selalu menggunakan masker dengan baik pada saat fungsi paru.
bekerja dengan paparan debu dapat meminimalkan jumlah Faktor risiko kadar debu lokasi pekerjaan tidak memiliki
paparan debu terhisap. hubungan yang bermakna terhadap gangguan fungsi paru.
Kebiasaan merokok memiliki berhubungan secara Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang mengatakan
bermakna dengan kejadian gangguan fungsi paru pada salah satu faktor yang mempengaruhi gangguan fungsi paru
pekerja dengan ORadj sebesar 9,73. Hasil penelitian ini sesuai adalah tingkat kadar debu di udara.
dengan teori dimana kebiasaan merokok dapat menyebabkan
perubahan fungsi paru akibatperubahan struktur anatomi dan Kes im pu lan
fisiologi jaringan paru yang disebabkan oleh asap rokok. Prevalensi gangguan fungsi paru pada pekerja yang
Faktor risiko usia responden tidak memiliki tingkat bekerja di pabrik gula adalah sebesar 8,33 % dengan prevalensi
kemaknaan yang bermakna terhadap fungsi paru. Hasil pekerja yang bekerja di bagian dengan kadar debu total lebih
penelitian ini tidak sesuai dengan teori bahwa secara fisiologis tinggi sebesar 11,1 % dan prevalensi pekerja yang bekerja di
dengan bertambahnya usia maka kemampuan fungsi organ bagian dengan kadar debu lebih rendah sebesar 5,56 %. Faktor
tubuh manusia akan mengalami penurunan secara alamiah, yang paling bermakna adalah kebiasaan penggunaan alat
termasuk didalamnya adalah gangguan fungsi paru.16Hal ini pelindung diri (masker) (OR12,15; 95 % CI = 1,44 – 102,62),
dimungkinkan karena ada faktor risiko lain yang lebih kemudian kebiasaan merokok (OR 9,73; 95 % CI = 1,14 –
berpengaruh secara langsung terhadap fungsi paru seperti 82,75) .
kebiasaan menggunakan masker, kebiasaan merokok
sehingga dapat diduga pekerja yang memiliki usia > 30 tahun Saran
sebagian besar biasa menggunakan masker dengan baik saat Kepada dokter perusahaan agar responden yang
bekerja dan tidak semua pekerja tersebut merokok. ditemukan gangguan fungsi paru baik obstruktif dan restriktif
Lama jam kerja per minggu tidak memiliki hubungan yang memiliki karakteristik kebiasaan merokok dan tidak
bermakna terhadap gangguan fungsi paru. Hasil penelitian menggunakan alat pelindung diri (masker) secara benar
ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa sehingga perlu dilakukan pemberian informasi terhadap
semakin lama pekerja terpapar oleh paparan akan semakin responden terkait dengan gangguan fungsi paru yang
memperbesar risiko terjadinya gangguan fungsi paru.17 Tidak ditemukan, melakukan intervensi medis, evaluasi fungsi paru
adanya hubungan antara dua variabel ini dapat dijelaskan secara berkala untuk memantau progresivitas penurunan
kemungkinan karena lamanya jam kerja tidak berarti bahwa gangguan dan dilakukan konseling khususnya mengenai
paparannya juga semakin besar, sehingga pekerja yang merubah kebiasaan merokok dan penggunaan alat pelindung
meskipun lama jam kerjanya 56 jam / minggu fungsi paru- diri yang benar.
parunya menunjukkan hasil yang masih normal apabila masa Kepada Manajemen Perusahaan agar segera melakukan
kerjanya masih pendek. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pencegahan terjadinya gangguan fungsi paru pada pekerja
hubungan antara paparan dan efek sangat tergantung oleh yang sehat dan kerusakan (†fungsi paru lebih berat pada
tiga hal yaitu kadar debu dalam udara, dosis paparan pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru dengan
kumulatif, dan waktu tinggal atau lamanya debu berada dalam melakukan peningkatan kedisiplinan seluruh pekerja
paru-paru. mengenai prosedur penggunaan alat pelindung diri (masker)

582 J Indon Med Assoc, Volum: 67, Nomor: 10, Oktober 2017
Gambaran Fungsi Paru dan Faktor-Faktor yang Berhubungan pada Pekerja

dan dilakukan program berhenti merokok. 8. Allangawi M. Pulmonary Function Test 1. Bahan Presentasi.
Hamad General Hospital.
Dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai
9. Society AT. Standardization update American Lung Association
jumlah paparan debu khususnya debu respirabel, analisis of Spirometry. Am J Respir Crit Care Med. 1995; 152.
mengenai komposisi debu yang ada di perusahaan pabrik 10. Tim Pneumobile Project. Nilai Normal Faal Paru Indonesia.
gula, serta pengaruhnya terhadap kejadian gangguan fungsi 1992.
11. Badan Standar Nasional Indonesia. Standar Nasional Indonesia
paru pada pekerja di pabrik gula.
Nomor 19-7119.6-2005 Tentang Pedoman Penentuan
Pengukuran Debu Lingkungan Kerja.
Daftar Pustaka 12. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 13 Tahun 2003 Tentang
1. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Prospek Dan Pengendalian Faktor Kimia dan Fisika di Lingkungan Kerja.
Arah Pengembangan Agribisnis Tebu. Edisi 2. Jakarta: Departemen 13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999
Pertanian; 2007. Tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
2. Misran E. Industri Tebu Menuju Zero Waste Industry. Jurnal 14. Mengkidi D. Gangguan Fungsi Paru dan Faktor–Faktor yang
teknologi Proses. 2005. Mempengaruhinya Pada Karyawan PT Semen Tonasa Pangkep
3. Hearn CED. Bagassosis an Epidemiological, environmental, clini- Sulawesi Selatan. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro, Mag-
cal survey. British F Industry Med. 1968. ister Kesehatan Lingkungan; 2006.
4. Nene SB, Shete SS. Dynamic Lung Profile in sugarcane Industry. 15. Budiono I. Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja
International Journal of Basic Medical Science. 2011;2(5). Pengecatan Mobil. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro,
5. Nikhade NS, Sharma P. A Study of Pulmonary function Test in Magister Epidemiologi; 2007.
Workers of Sugar Factory Pravaranagar Maharashtra. Interna- 16. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 22nd ed. Jakarta:
tional Journal of Medical research and Health Science. Novem- EGC; 2008.
ber 2012;4(2). 17. World Health Organization. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja.
6. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson Wijaya C, (editor. Jakarta: EGC; 1995).
JL, et al. Harrison’s Principles Of Internal Medicine. 17th ed. 18. Suma’mur, PK. Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja.
United States of America: The McGraw-Hill Companies Inc; Jakarta: PT Gunung (Agung. 1988; 212-7).
2008.
7. Snashall D, Patel D. ABC of Occupational And Environmental
Medicine. 2nd ed. London: London BMJ Publishing Group; 2003.

J Indon Med Assoc, Volum: 67, Nomor: 10, Oktober 2017 583

Anda mungkin juga menyukai