Anda di halaman 1dari 67

CASE REPORT

BANGSAL INTERNE
RUMAH SAKIT STROKE NASIONAL BUKITTINGGI

“PENATALAKSANAAN BRONKOPNEUMONIA”

Oleh:
KELOMPOK I

AISA DINDA MITRA, S.Farm 2905004


DWI MARANTIKA, S.Farm 2905015
ANGGI MUTIA ANNISA, S.Farm 2905023
ANDIKA PERMANA, S.Farm 2905032

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA
YAYASAN PERINTIS
PADANG
2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

Sistem pernapasan adalah sistem yang sangat penting untuk kehidupan

manusia. Ia memegang banyak peranan penting yang secara garis besar dibagi

menjadi fungsi respirasi dan non-respirasi. Fungsi respirasi disini adalah proses

pemasukaan oksigen dari luar tubuh kedalam tubuh untuk digunakan lebih lanjut

sebagai bahan utama metabolisme sel.

Penyakit saluran pernapasan memiliki prevalensi yang cukup tinggi.

Gangguan ini merupakan penyebab kematian ketiga tersering di dunia setelah

gangguan jantung dan kanker dan angka ini akan terus naik.

Namun yang perlu diingat adalah gangguan respirasi ini adalah suatu

gangguan yang dapat dicegah. Salah satu faktor resiko adalah kebiasaan merokok,

baik perokok aktif maupun pasif. Faktor resiko lainnya yang juga tidak kalah

berbahaya adalah polutan dalam rumah yang berasal dari bahan bakar, nitrit

oksida, dan formaldehid. Yang tidak kalah penting juga adalah polutan dari

lingkungan luar seperti kendaaan bermotor, polutan lingkungan kerja, serta

allergen. Dimana semua faktor resiko diatas sangat berkaitan dengan perilaku dan

kebiasaan hidup seseorang.

Gangguan sistem respirasi dibagi dalam 2 kelompok, yaitu penyakit paru

restriktif dan paru obstruktif. Penyakit infeksi saluran napas atas akut (ISNAA)

adalah penyakit infeksi yang menyerang saluran napas atas mulai dari faring

hingga laring. Biasanya penyebabnya adalah infeksi virus yang kemudian

mempermudah terjadinya infeksi bakteri.

2
Infeksi saluran napas bawah akut, adalah infeksi yang menyerang saluran

napas bawah yaitu mulai dari bronkus hingga alveolus salah satunya yaitu

pneumonia.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Broncopneumoni

2.1.1 Pengertian

Bronchopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru dengan

eksudasi dan konsolidasi disebabkan oleh mikroorganisme(Sarwono

waspadja,1997:735). Bronchopneumonia adalah radang paru yangdisebabkan oleh

virus bakteri, jamur dan benda asing lain yang mengakibatkan tersumbatnya

alveolus dan bronkeolus oleh eksudat(Ngastiyah,1997:39). Bronchopneumonia

merupakan salah satu jenis pneumonia yang sering disebut pneumonia laburalis.

Pengertian penyakit ini adalah merupakan konsolidasi bercak yang berpusat

disekitar bronkus yang mengalami peradangan multifokal dan biasanya bilateral.

Daerah yang paling sering terkena adalah segmen basal lobus bagian bawah

(Thompson,1997:67). Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

bronchopneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru atau alveoli yang

disebabkan oleh virus,bakteri, jamur dan benda asing lainnya yang mengakibatkan

tersumbatnya alveolus dan bronkeolus oleh eksudat.

2.1.2 Etiologi

Bronchopneumonia disebabkan oleh :

1. Stafilokokus.

2. Streptokokus.

3. Pneumokokus.

4. Haemophilus.

4
5. Influenza.

6. Pseudomonas aeruginosa.

7. Bakteri koliform (Robbins, 1999:442)

2.1.3 Patofisiologi

Proses bronchopneumonia dimulai dari akibat inhalasi mikroba yang ada

diudara, aspirasi organisme dari nasofaring atau penyebaran hematogen. Selain itu

juga berhasilnya kuman pathogen seperti virus, bakteri, jamur, mycoplasma dan

benda asing masuk ke saluran pernafasan yaitu ke bronkus sehingga terserap ke

paru perifer yang menyebabkan reaksi jaringan berupa udema, yang

mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman. Bagian paru yang terkena

mengalami konsolidasi, yaitu terjadinya serbukan sel PMN (poli morfonuklear),

fibrin, eritrosit, cairan edema dan kuman di alveoli.

Proses ini termasuk dalam stadium hepatisasi merah, sedangkan stadium

hepatisasi kelabu adalah kelanjutan proses infeksi berupa deposisi fibrin ke

permukaan pleura. Ditemukan pula fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan proses

fagositosis yang cepat. Dilanjutkan stadium resolusi, dengan peningkatan jumlah

sel makrofag di alveoli, degenerasi sel dan menipisnya fibrin, serta

menghilangnya kuman (Mansjoer,2000:465)

2.1.4 Klasifikasi

Ditinjau dari asal patogen, maka pneumonia dibagi menjadi tiga macam

yang berbeda penatalaksanaannya.

1. Community acquired pneumonia (CAP)

Merupakan pneumonia yang didapat dari luar rumah sakit. Patogen

umum yang biasa menginfeksi adalah Streptococcus pneumonia, H.

5
influenza, bakteri atypical, virus influenza, respiratory syncytial virus

(RSV). Pada anak-anak dan 60 tahun usia patogen yang biasa dijumpai

sedikit berbeda yaitu adanya keterlibatan Mycoplasma pneumoniae,

Chlamydia pneumonia, di samping bakteri pada pasien dewasa.

2. Hospital Acquired Pneumonia(HAP) / Nosokomial Pneumonia

Merupakan pneumonia yang didapat selama pasien di rawat di rumah

sakit. Patogen yang umum terlibat adalah bakteri nosocomial yang

resisten terhadap antibiotika yang beredar di rumah sakit. Biasanya

adalah bakteri enterik golongan gram negative batang seperti E.coli,

Klebsiella sp, Proteus sp. Pada pasien yang sudah lebih dulu mendapat

terapi sefalosporin generasi ketiga, biasanya dijumpai bakteri enterik

yang lebih bandel seperti Citrobacter sp., Serratia sp., Enterobacter sp.

3. Pneumonia Aspirasi

Merupakan pneumonia yang diakibatkan aspirasi sekret oropharyngeal

dan cairan lambung.Pneumonia jenis ini biasa didapat pada pasien

dengan status mental terdepresi, maupun pasien dengan gangguan

reflex menelan.Patogen yang menginfeksi pada Community Acquired

Aspiration Pneumoniae adalah kombinasi dari flora mulut dan flora

saluran napas atas, yakni meliputi Streptococci anaerob.Sedangkan

pada Nosocomial Aspiration Pneumoniae, bakteri yang lazim dijumpai

campuran antara Gram negative batang + S.aureus + anaerob.

2.1.5 Tanda Dan Gejala

Biasanya didahului ISPA selama beberapa hari

1. Sesak nafas.

6
2. Suhu naik 39oC- 40oC,dangkal, kejang, gelisah.

3. Pernafasan cepat, dangkal disertai cuping hidung dan pucat disekitar mulut

dan hidung.

4. Perubahan bunyi nafas.

5. Batuk mula -mula kering menjadi produktif.

6. Kadang disertai muntah dan diare.

7. Penurunan kesadaran

8. Serangan akut dan membahayakan.

9. Sakit kepala, Malaise.

10. Nyeri abdomen (Suriadi, 2000:248)

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Foto thoraks.

Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis

pneumonia di Instalasi Gawat Darurat hanyalah pemeriksaan rontgen

toraks posisi AP. Lynch dkk, mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral

pada foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifitas

penegakan diagnosis pneumonia pada anak. Foto rontgen toraks AP dan

lateral hanya dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik distres

pernapasan seperti takipnea, batuk, dan ronki, dengan atau tanpa suara

napas yang melemah.

2. Laboratorium rutin: DPL, hitung jenis, LED, glukosa darah, ureum,

creatinine, SGOT, SGPT.

2.1.7 Penatalaksanaan

Prioritas pertama pada penilaian pasien dengan pneumonia adalah untuk

7
mengevaluasi kecukupan fungsi pernafasan dan untuk menentukan apakah ada

tanda-tanda dari penyakit sistemik, khususnya dehidrasi, atau sepsis.

Pengobatan pneumonia menggunaan antibiotik spektrum luas yang efektif

melawan pathogen. pilihan terapi yang tepat untuk pengobatan pneumonia

didasari dari penyebab pneumonia.

o Pilihan terapi antibiotic sediaan oral untuk pneumonia

TABEL 43-9 Antibiotik Dosis untuk pengobatan bakteri Pneumonia

Harian Antibiotik

DosisSebuah
antibiotik Kelas Antibiotika Nama merk
Dewasa (Total

Pediatric Dosis / hari)

Macrolide / azalide Klaritromisin Eritromisin Biaxin® Ery- 15 mg / kg / hari 0,5-1 g

Azitromisin Tab® 30-50 mg / kg / hari 1-2 g

Zithromax® 10 mg / kg × 1 hari, 500 hari mg

dan kemudian 5 1, dan

mg / kg / hari × kemudian

4 hari 250 mg / hari

× 4 hari

fluoroquinolonesc Moksifloksasin Avelox® - 400 mg

Gemifloxacin Factive® - 320 mg

Levofloxacin Levaquin® 8-20 mg / kg / hari 750 mg

Ciprofloxacin Cipro® 30 mg / kg / hari 1,2 g

8
tetrasiklind Doxycycline Monodox®/ 2-5 mg / kg / hari 100-200 mg

Tetracycline HCl Doktrin 25-50 mg / kg / hari 1-2 g

100™

aminoglikosida gentamisin 7,5-10 mg / kg / 7,5 mg / kg

tobramisin hari

7,5-10 mg / kg / 7,5 mg / kg

hari

carbapenems imipenem Primaxin® 60-100 mg / kg / hari 2-4 g

Meropenem Merrem® 30-60 mg / kg / hari 1-3 g

Lain Vankomisin Linezolid Zyvox® 45-60 mg / kg / hari 2-3 g

Clindamycin Cleocin® 20-30 mg / kg / hari 1,2 g

30-40 mg / kg / hari 1,8 g

o Pilihan terapi anti biotic intravena untuk pneumonia

9
2.1.8 Komplikasi

1. Abses kulit.

2. Abses jaringan lunak.

3. Otitis media.

4. Sinusitis.

5. Meningitis perikarditis.

6. Perikarditis. (Mansjoer, 2000:466)

2.1.9 Fokus Pengkajian

1. Aktivitas/Istirahat

Gejala : Kelemahan, kelelahan, insomnia

Tanda : Letargi, Penurunan toleransi terhadap aktivitas

10
2. Sirkulasi

Gejala : Riwayat adanya/ GJK kronik

Tanda : Takikardi, penampilan kemerahan atau pucat

3. Integritas Ego

Gejala : Banyaknya stressor, masalah financial

4. Makanan Cairan

Gejala : Kehilangan nafsu makan ,mual / muntah riwayat diabetes

mellitus(DM)

Tanda : Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus , kulit kering dengan

turgor baik , penampilan kakeksia (malnutrisi)

5. Neurosensori

Gejala : Sakit kepala daerah frontal (influenza)

Tanda : Perubahan mental(bingung, somnolen)

6. Nyeri/ kenyamanan

Gejala : Sakit kepala nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk: nyeri

dada subternal (influenza), mialgia, altralgia.

Tanda : Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada sisi yang

sakit untuk membatasi gerakan).

7. Pernafasan

Gejala: Riwayat adanya ISK kronik, PPOM, merokok sigaret ,

takipnea, dispnea progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot

aksesori, pelebaran nasal

Tanda : Sputum : merah muda, berkarat atau purulen dahak bernanah)

Perkusi : pekak di atas area yang konsolidasi

11
Fremitus : taktil dan fokal bertahap meningkat dengan konsolidasi gesekan

friksi pleural.

Bunyi nafas: menurun atau tidak di atas area yang terlihat, atau nafas

brochial.

Warna: pucat atau sianosis bibir/ kuku

8. Keamanan

Gejala: Riwayat gangguan system imun, missal: AIDS, penggunaan

steroid/kemoterapi ,institusionalisasi, ketidakmampuan umum, demam.

Tanda : Berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin

ada pada kasus rubeola atau varisela. (Doenges, 2000:164)

2.2 Hemoroid

2.2.1 Pengertian

Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.

Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia lima puluhan, lima puluh persen

individu mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang

terkena. Kehamilan diketahui mengawali atau memperberat adanya hemoroid

(Smeltzer, 2002).

Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di

daerah anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. Di bawah atau diluar linea

dentate pelebaran vena yang berada di bawah kulit (subkutan) disebut hemoroid

eksterna. Sedangkan diatas atau di dalam linea dentate, pelebaran Nvena yang

berada di bawah mukosa (submukosa) disebut hemoroid interna. Hemoroid adalah

vena-vena yang berdilatasi, membengkak di lapisanrektum (Potter, 2006).

12
2.2.2 Etiologi

Menurut Villalba dan Abbas (2007), etiologi hemoroid sampai saat ini

belum diketahui secara pasti, beberapa faktor pendukung yang terlibat diantaranya

adalah:

a) Penuaan

b) Kehamilan

c) Hereditas

d) Konstipasi atau diare kronik

e) Penggunaan toilet yang berlama-lama

f) Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama

g) Obesitas.

2.2.3 Patofisiologi

Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan

aliran balik dari vena hemoroidalis. Telah diajukan beberapa faktor etiologi yaitu

konstipasi, diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran

prostat, fibroid uteri, dan tumor rektum. Penyakit hati kronis yang disertai

hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid, karena vena hemoroidalis

superior mengalirkan darah ke sistem portal. Selain itu system portal tidak

mempunyai katup, sehingga mudah terjadi aliran balik.

Hemoroid dapat dibedakan atas hemoroid eksterna dan interna. Hemoroid

eksterna di bedakan sebagai bentuk akut dan kronis. Bentuk akut berupa

pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan suatu

hematoma, walaupun disebut sebagai hemoroid thrombosis eksternal akut. Bentuk

13
ini sering terasa sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit

merupakan reseptor nyeri. Kadang-kadang perlu membuang trombus dengan

anestesi lokal, atau dapat diobati dengan “kompres duduk” panas dan analgesik.

Hemoroid eksterna kronis atau skin tag biasanya merupakan sekuele dari

hematom akut. Hemoroid ini berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri

dari jaringan ikat dan sedikit pembuluh darah. Hemoroid interna dibagi

berdasarkan gambaran klinis atas :

 Derajat 1, bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal

anus, hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.

 Derajat 2, pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk

sendiri ke dalam anus secara spontan.

 Derajat 3, pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus

dengan bantuan dorongan jari. Derajat 4, prolaps hemoroid yang permanen.

 Rentan dan cenderung untuk mengalami thrombosis dan infark.

(Sudoyo,2006).

2.2.4 Diagnosis Hemoroid

Diagnosis hemoroid dapat dilakukan dengan melakukan:

a. Anamnesis.

b. Pemeriksaan fisik.

c. Pemeriksaan penunjang.

2.2.5 Penatalaksanaan

Menurut Acheson dan Scholefield (2006), penatalaksanaan hemoroid

dapat dilakukan dengan beberapa cara sesuai dengan jenis dan derajat daripada

hemoroid.

14
Penatalaksanaan Konservatif

Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan

pengobatan konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika

ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan yang

dapat menyebabkan kostipasi seperti kodein. Penelitian meta-analisis akhir-akhir

ini membuktikan bahwa suplemen serat dapat memperbaiki gejala dan perdarahan

serta dapat direkomendasikan pada derajat awal hemoroid. Perubahan gaya hidup

lainnya seperti meningkatkan konsumsi cairan, menghindari konstipasi dan

mengurangi mengejan saat buang air besar dilakukan pada penatalaksanaan awal

dan dapat membantu pengobatan serta pencegahan hemoroid, meski belum

banyak penelitian yang mendukung hal tersebut. Kombinasi antara anestesi lokal,

kortikosteroid, dan antiseptik dapat mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak

nyaman pada hemoroid. Penggunaan steroid yang berlama-lama harus dihindari

untuk mengurangi efek samping. Selain itu suplemen flavonoid dapat membantu

mengurangi tonus vena, mengurangi hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi

meskipun belum diketahui bagaimana mekanismenya (Acheson dan Scholrfield,

2008).

Pembedahan

Acheson dan Scholfield (2008) menyatakan apabila hemoroid internal

derajat I yang tidak membaik dengan penatalaksanaan konservatif maka dapat

dilakukan tindakan pembedahan. HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas)

menetapkan indikasi tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain:

a) Hemoroid internal derajat II berulang.

b) Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala.

15
c) Mukosa rektum menonjol keluar anus.

d) Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura.

e) Kegagalan penatalaksanaan konservatif.

f) Permintaan pasien.

Pembedahan yang sering dilakukan yaitu:

1. Skleroterapi. Teknik ini dilakukan menginjeksikan 5 mL oil phenol 5 %,

vegetable oil, quinine, dan urea hydrochlorate atau hypertonic salt solution.

Lokasi injeksi adalah submukosa hemoroid. Efek injeksi sklerosan tersebut

adalah edema, reaksi inflamasi dengan proliferasi fibroblast, dan trombosis

intravaskular. Reaksi ini akan menyebabkan fibrosis pada sumukosa

hemoroid. Hal ini akan mencegah atau mengurangi prolapsus jaringan

hemoroid (Kaidar-Person dkk, 2007). Senapati (1988) dalam Acheson dan

Scholfield (2009) menyatakan teknik ini murah dan mudah dilakukan, tetapi

jarang dilaksanakan karena tingkat kegagalan yang tinggi.

2. Rubber band ligation. Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber band

menyebabkan nekrosis iskemia, ulserasi dan scarring yang akan menghsilkan

fiksasi jaringan ikat ke dinding rektum. Komplikasi prosedur ini adalah nyeri

dan perdarahan.

3. Infrared thermocoagulation. Sinar infra merah masuk ke jaringan dan berubah

menjadi panas. Manipulasi instrumen tersebut dapat digunakan untuk

mengatur banyaknya jumlah kerusakan jaringan. Prosedur ini menyebabkan

koagulasi, oklusi, dan sklerosis jaringan hemoroid. Teknik ini singkat dan

dengan komplikasi yang minimal.

16
4. Bipolar Diathermy. Menggunakan energi listrik untuk mengkoagulasi jaringan

hemoroid dan pembuluh darah yang memperdarahinya. Biasanya digunakan

pada hemoroid internal derajat rendah.

5. Laser haemorrhoidectomy.

6. Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation. Teknik ini dilakukan

dengan menggunakan proktoskop yang dilengkapi dengan doppler probe yang

dapat melokalisasi arteri. Kemudian arteri yang memperdarahi jaringan

hemoroid tersebut diligasi menggunakan absorbable suture. Pemotongan

aliran darah ini diperkirakan akan mengurangi ukuran hemoroid.

7. Cryotherapy. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan temperatur yang

sangat rendah untuk merusak jaringan. Kerusakan ini disebabkan kristal yang

terbentuk di dalam sel, menghancurkan membran sel dan jaringan. Namun

prosedur ini menghabiskan banyak waktu dan hasil yang cukup

mengecewakan. Cryotherapy adalah teknik yang paling jarang dilakukan

untuk hemoroid (American Gastroenterological Association, 2004).

8. Stappled Hemorrhoidopexy. Teknik dilakukan dengan mengeksisi jaringan

hemoroid pada bagian proksimal dentate line. Keuntungan pada stappled

hemorrhoidopexy adalah berkurangnya rasa nyeri paska operasi selain itu

teknik ini juga aman dan efektif sebagai standar hemorrhoidectomy

(Halverson, 2007).

Menurut Nagie (2007), pencegahan hemoroid dapat dilakukan dengan:

1. Konsumsi serat 25-30 gram sehari. Makanan tinggi serat seperti buah-buahan,

sayur-mayur, dan kacang-kacangan menyebabkan feses menyerap air di kolon.

17
Hal ini membuat feses lebih lembek dan besar, sehingga mengurangi proses

mengedan dan tekanan pada vena anus.

2. Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari

3. Mengubah kebiasaan buang air besar. Segera ke kamar mandi saat merasa akan

buang air besar, jangan ditahan karena akan memperkeras feses. Hindari

mengedan.

Obat konstipasi

TABEL 22-3 Rekomendasi dosis untuk Obat pencahar dan cathartics

Agen Direkomendasikan Dosis

Agen yang Penyebab Softening dari Tinja di 1-3 Hari

Pembentuk agen / obat pencahar osmotik

Metilselulosa Polycarbophil Psyllium 4-6 g / hari

4-6 g / hari

Bervariasi dengan produk

Polietilen glikol 3350 17 g / dosis

Emolien Docusate natrium

kalsium docusate docusate kalium 50-360 mg / hari 50-360 mg /

hari 100-300 mg / hari

Laktulosa 15-30 mL secara oral

Sorbitol 30-50 g / hari secara oral

Agen yang Hasil di Lunak atau fl Semi uid Stool di 6-12 Jam

Bisacodyl (oral) 5-15 mg oral Dosis bervariasi dengan

Senna Magnesium sulfat (dosis rendah) formulasi

18
<10 g secara oral

Agen yang Penyebab Berair Evakuasi di 1-6 Jam

magnesium sitrat 18 g 300 mL air

magnesium hidroksida 2,4-4,8 g secara oral

Magnesium sulfat (dosis tinggi) 10-30 g secara oral

sodium fosfat Bervariasi dengan garam digunakan

bisacodyl 10 mg rektal

Polyethylene glycol persiapan-elektrolit 3 L

2.3 Gangguan Depresi

2.3.1 Pengertian

Gangguan depresif adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood

sebagai masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni gangguan episode

depresif, gangguan distimik, gangguan depresif mayor dan gangguan depresif

unipolar serta bipolar.

Gangguan depresif merupakan gangguan medik serius menyangkut kerja

otak, bukan sekedar perasaan murung atau sedih dalam beberapa hari. Gangguan

ini menetap selama beberapa waktu dan mengganggu fungsi keseharian

seseorang. Gangguan depresif masuk dalam kategori gangguan mood, merupakan

periode terganggunya aktivitas sehari-hari, yang ditandai dengan suasana perasaan

murung dan gejala lainnya termasuk perubahan pola tidur dan makan, perubahan

berat badan, gangguan konsentrasi, anhedonia (kehilangan minat apapun), lelah,

19
perasaan putus asa dan tak berdaya serta pikiran bunuh diri. Jika gangguan

depresif berjalan dalam waktu yang panjang (distimia) maka orang tersebut

dikesankan sebagai pemurung, pemalas, menarik diri dari pergaulan, karena ia

kehilangan minat hampir disemua aspek kehidupannya.

2.3.2 Etiologi Dan Patofisiologi

Penyebab gangguan jiwa senantiasa dipikirkan dari sisi organobiologik,

sosiokultural dan psikoedukatif. Dari sisi biologik dikatakan adanya gangguan

pada neurotransmiter norefinefrin, serotonin dan dopamin. Ketidakseimbangan

kimiawi otak yang bertugas menjadi penerus komunikasi antar serabut saraf

membuat tubuh menerima komunikasi secara salah dalam pikiran, perasaan dan

perilaku. Karena itu pada terapi farmakologik maka terapinya adalah memperbaiki

kerja neurotransmitter norefinefrin, serotonine dan dopamin.

Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi mayor dan

gangguan bipolar, terkait erat dengan hubungan saudara; juga pada anak kembar,

suatu bukti adanya kerentanan biologik, pada genetik keluarga tersebut. Episoda

pertama gangguan seringkali dipicu oleh stresor psikososial pada mereka yang

biologiknya rentan. Gangguan depresif juga mungkin dialami oleh mereka yang

tidak mempunyai faktor biologik sebagai kontributor terhadap terjadinya

gangguan depresif, hal ini lebih merupakan gangguan psikologik.

Berbagai faktor psikologik memainkan peran terjadinya gangguan

depresif. Kebanyakan gangguan depresif karena faktor psikologik terjadi pada

gangguan depresif ringan dan sedang, terutama gangguan depresif reaktif.

Gangguan depresif reaktif biasanya didiagnosis sebagai gangguan penyesuaian

diri selama masa pengobatan.

20
Mereka dengan rasa percaya diri rendah, senantiasa melihat dirinya dan

dunia luar dengan penilaian pesimistik. Jika mereka mengalami stres besar,

mereka cenderung akan mengalami gangguan depresif. Para psikolog menyatakan

bahwa mereka yang mengalami gangguan depresif mempunyai riwayat

pembelajaran depresi dalam pertumbuhan perkembangan dirinya. Mereka belajar

seperti model yang mereka tiru dalam keluarga, ketika menghadapi masalah

psikologik maka respon mereka meniru perasaan, pikiran dan perilaku gangguan

depresif. Orang belajar dengan proses adaptif dan maladaptif ketika menghadapi

stres kehidupan dalam kehidupannya di keluarga, sekolah, sosial dan lingkungan

kerjanya. Faktor lingkungan mempengaruhi perkembangan psikologik dan usaha

seseorang mengatasi masalah. Faktor pembelajaran sosial juga menerangkan

kepada kita mengapa masalah psikologik kejadiannya lebih sering muncul pada

anggota keluarga dari generasi ke generasi. Jika anak dibesarkan dalam suasana

pesimistik, dimana dorongan untuk keberhasilan jarang atau tidak biasa, maka

anak itu akan tumbuh dan berkembang dengan kerentanan tinggi terhadap

gangguan depresif. Menurut Freud, kehilangan obyek cinta, seperti orang yang

dicintai, pekerjaan tempatnya berdedikasi, hubungan relasi, harta, sakit terminal,

sakit kronis dan krisis dalam keluarga merupakan pemicu episode gangguan

depresif. Seringkali kombinasi faktor biologik, psikologik dan lingkungan

merupakan campuran yang membuat gangguan depresif muncul.

Selain hal di atas, obat-obat juga dapat mendorong seseorang mengalami

gangguan depresif. Obat-obat tersebut seperti yang tertera pada tabel di bawah ini:

21
Obat-obat yang menginduksi gangguan depresif

Obat kardiovaskular Obat hormonal

β-Blocker Steroid anabolik

Klonidin Korticosteroid

Metildopa Estrogen

Prokainamid Progestin

Reserpin Tamoxifen

Obat sistem saraf pusat Lain-lain

Barbiturat Indometacin

Benzodiazepin Interferon

Kloral Hidrat Narkotika

Etanol

Fenitoin

2.3.3 Tanda - Tanda Dan Gejala Klinis

Tanda - Tanda

Tanda gangguan depresif yang melanda jutaan orang di Indonesia setiap

tahun, seringkali tidak dikenali. Beberapa orang merasakan perasaan sedih dan

murung dalam jangka waktu cukup lama dengan latar belakang yang berbeda-

beda. Variasi tanda sangat luas dari satu orang ke orang lain, dari satu waktu ke

waktu pada diri seseorang. Gejalanya sering tersamar dalam berbagai keluhan

sehingga seringkali tidak disadari juga oleh dokter.

Tanda gangguan depresif itu adalah :

22
 Pola tidur yang abnormal atau sering terbangun termasuk diselingi

kegelisahan dan mimpi buruk

 Sulit konsentrasi pada setiap kegiatan sehari-hari

 Selalu kuatir, mudah tersinggung dan cemas

 Aktivitas yang tadinya disenangi menjadi makin lama makin dihentikan

 Bangun tidur pagi rasanya malas

Gangguan depresif membuat seluruh tubuh sakit, juga perasaan dan

pikiran. Gangguan depresif mempengaruhi nafsu makan dan pola tidur, cara

seseorang merasakan dirinya, berpikir tentang dirinya dan berpikir tentang dunia

sekitarnya. Keadaan depresi bukanlah suatu kesedihan yang dapat dengan mudah

berakhir, bukan tanda kelemahan dan ketidakberdayaan, bukan pula kemalasan.

Mereka yang mengalami gangguan depresif tidak akan tertolong hanya dengan

membuat mereka bergembira dengan penghiburan. Tanpa terapi tanda dan gejala

tak akan membaik selama berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan bertahun.

Gejala

Gejala gangguan depresif berbeda-beda dari satu orang ke orang lainnya,

dipengaruhi juga oleh beratnya gejala. Gangguan depresif mempengaruhi pola

pikir, perasaan dan perilaku seseorang serta kesehatan fisiknya. Gangguan

depresif tidak mempunyai simptom fisik yang sama dan pasti pada satu orang dan

bervariasi dari satu orang ke orang lain. Keluhan yang banyak ditampilkan adalah

sakit, nyeri bagian atau seluruh tubuh, keluhan pada sistem pencernaan.

Kebanyakan gejala dikarenakan mereka mengalami stres yang besar, kekuatiran

dan kecemasan terkait dengan gangguan depresifnya. Simptom dapat digolongkan

dalam kelompok terkait perubahan dalam cara pikir, perasaan dan perilaku.

23
1. Perubahan cara berpikir – terganggunya konsentrasi dan pengambilan

keputusan membuat seseorang sulit mempertahankan memori jangka pendek,

dan terkesan sebagai sering lupa. Pikiran negatif sering menghinggapi pikiran

mereka. Mereka menjadi pesimis, percaya diri rendah, dihinggapi perasaan

bersalah yang besar, dan mengkritik diri sendiri. Beberapa orang merusak diri

sendiri sampai melakukan tindakan bunuh diri atau membunuh orang lain.

2. Perubahan perasaan – merasa sedih, murung, tanpa sebab jelas. Beberapa

orang merasa tak lagi dapat menikmati apa-apa yang dulu disenanginya, dan

tak dapat merasakan kesenangan apapun. Motivasi menurun dan menjadi tak

peduli dengan apapun. Perasaan seperti berada dibawah titik nadir, merasa

lelah sepanjang waktu tanpa bekerja sekalipun. Perasaan mudah tersinggung,

mudah marah. Pada keadaan ekstrim khas dengan perasaan tidak berdaya dan

putus asa.

3. Perubahan perilaku – ini merupakan cerminan dari emosi negatif. Mereka

menjadi apatis. Menjadi sulit bergaul atau bertemu dengan orang, sehingga

menarik diri dari pergaulan. Nafsu makan berubah drastis, lebih banyak

makan atau sulit membangkitkan keinginan untuk makan. Seringkali juga

sering menangis berlebihan tanpa sebab jelas. Sering mengeluh tentang semua

hal, marah dan mengamuk. Minat seks sering menurun sampai hilang, tak lagi

mengurus diri, termasuk mengurus hal dasar seperti mandi, meninggalkan

tanggung jawab dan kewajiban baik pekerjaan maupun pribadi. Beberapa

orang tak dapat tidur, beberapa tidur terus.

4. Perubahan Kesehatan Fisik – dengan emosi negatif seseorang merasa dirinya

tidak sehat fisik selama gangguan depresif. Kelelahan kronis menyebabkan ia

24
lebih senang berada di tempat tidur tak melakukan apapun, mungkin tidur

banyak atau tidak dapat tidur. Mereka terbaring atau gelisah bangun ditengah

malam dan menatap langit-langit. Keluhan sakit dibanyak bagian tubuh

merupakan tanda khas dari gangguan depresif. Gelisah dan tak dapat diam,

mondar-mandir sering menyertai. Gejala tersebut berjalan demikian lama,

mulai dari beberapa minggu sampai beberapa tahun, dimana perasaan, pikiran

dan perilaku berjalan demikian sepanjang waktu setiap hari. Jika gejala ini

terasa, terlihat dan teramati, maka sudah waktunya membawanya untuk

berobat, sebab gangguan depresif dapat diobati.

2.3.4 Penatalaksanaan Terapi

Banyak jenis terapi, efektivitas akan berbeda dari orang ke orang dari

waktu ke waktu. Psikiater memberikan medikasi dengan antidepresan dan

medikasi lainnya untuk membuat keseimbangan kimiawi otak penderita. Pilihan

terapi sangat bergantung pada hasil evaluasi riwayat kesehatan fisik dan mental

penderita. Pada gangguan depresif ringan seringkali psikoterapi saja dapat

menolong. Tidak jarang terapi memerlukan psikofarmaka antidepresan. Medikasi

akan membantu meningkatkan suasana hati sehingga relatif penderita lebih mudah

ditolong dengan psikoterapi dan simptomnya cepat menurun.

Setiap individu mempunyai kebutuhan dan latar belakang yang berbeda,

sehingga terapinya disesuaikan dengan kebutuhannya. Terapi juga dipengaruhi

oleh masalah pribadi kehidupan penderita. Jika mereka juga menggunakan napza

atau mempunyai ketergantungan pada hal lain, seringkali tanda dan gejala

gangguan depresif mengalami distorsi, atau menjadi diperbesar dan nampak tidak

dapat dipulihkan.

25
Rujukan penderita ke layanan terapi profesional sangatlah diperlukan.

Terapi yang dapat dipercaya oleh penderita memberikan dorongan kuat untuk

pemulihan. Terapi diarahkan pada pemikiran positif penderita untuk membalikkan

pikiran dan perasaan negatifnya. Pengobatan gangguan depresif tersedia dan

gangguan depresif dapat diobati.

Jika penderita mengalami gangguan depresif berat, dan gejalanya sangat

membuat tidak berdaya maka perlu diketahui bahwa anti depresan tidak

menyembuhkan gangguan depresif, tetapi mengurangi sampai menghilangkan

gejala. Psikoterapi akan membantu penderita belajar adaptasi diri menghadapi

permasalahan yang muncul dalam kehidupannya yang berpotensi mencetuskan

gangguan depresif. Pola pikir negatif dan sikap pesimistik perlu digantikan

dengan perilaku yang diubah melalui pendekatan psikoterapi.

Penderita dengan gangguan depresif perlu didukung dengan empati,

dengan menekankan bahwa mereka dapat ditolong dan diobati. Kebanyakan dari

mereka merasa putus asa dan merasa tidak berdaya. Hindari ketidak-empatian

seperti mengatakan kepada mereka untuk senyum, bergembira, jangan malas,

bergaul dsb. Ini akan membuat mereka lebih terpuruk.

Evaluasi dan observasi penderita akan kemungkinan bunuh diri, keluarga

diminta bantuannya untuk mengawasi hal ini. Tujuannya adalah untuk

mengamankan penderita dari tindak mengakhiri kehidupan.

2.3.5 Kriteria Pemilihan Obat

Pertimbangan untuk pemilihan obat ada di tangan dokter yang akan

membicarakannya pada penderita. Konseling diperkuat oleh apoteker.

Pertimbangan tersebut meliputi :

26
a. Efek samping dan respon tubuh terhadap obat

b. Penyakit dan terapi lain yang dialami penderita

c. Kerja obat dalam tubuh ketika dibarengi obat lain. Penderita perlu

mengatakan pada dokter bahwa ia sedang menelan obat tertentu. Dokter

akan memperhatikan interaksi obat yang diketahuinya.

d. Lanjut usia, dimana fungsi absorbsi obat melambat.

e. Efektivitas obat atas penderita. Seringkali pengobatan awal memberi hasil

baik. Jika ini tak terjadi beritahu dokter agar dipikirkan obat lain atau

kombinasi.

f. Obat harus dipertahankan selama 7-15 bulan atau lebih panjang untuk

menghadang episode gangguan depresif berikutnya

g. Beberapa orang memerlukan terapi rumatan antidepresan, terutama

mereka yang seringkali mengalami pengulangan gejala episode gangguan

depresif atau gangguan depresif mayor. Antidepresan baru terlihat efeknya

dalam 4 sampai 12 minggu, sebelum ia mengurangi atau menghapus

gejala-gejala gangguan depresif meski hasilnya dirasakan sudah membuat

perbaikan dalam 2 sampai 3 minggu. Selama masa ini efek samping akan

terasa. Banyak efek samping bersifat sementara dan akan menghilang

ketika obat diteruskan, dan beberapa efek samping menetap seperti mulut

kering, konstipasi dan efek seksual.

h. Orang berusia lanjut perlu mendapatkan perhatian atas daya absorbsi dan

kepekaannya terhadap efek obat. Monitor obat dan gejala perlu lebih

cermat.

27
Penggolongan Antidepresan

1. Antidepresan Klasik (Trisiklik & Tetrasiklik)

Mekanisme kerja : Obat–obat ini menghambat resorpsi dari serotonin dan

noradrenalin dari sela sinaps di ujung-ujung saraf.

Efek samping :

a. Efek jantung ; dapat menimbulkan gangguan penerusan impuls jantung

dengan perubahan ECG, pada overdosis dapat terjadi aritmia berbahaya.

b. Efek anti kolinergik: akibat blokade reseptor muskarin dengan

menimbulkan antara lain mulut kering, obstipasi, retensi urin, tachycardia,

serta gangguan potensi dan akomodasi,keringat berlebihan.

c. Sedasi : Hipotensi ortostatis dan pusing serta mudah jatuh merupakan

akibat efek antinoradrenalin, hal ini sering terjadi pada penderita lansia,

mengakibatkan gangguan fungsi seksual.

d. Efek antiserotonin; akibat blokade reseptor 5HT postsinaptis dengan

bertambahnya nafsu makan dan berat badan.

e. Kelainan darah; seperti agranulactose dan leucopenia, gangguan kulit

f. Gejala penarikan; pada penghentian terapi dengan mendadak dapat timbul

antara lain gangguan lambung-usus, agitasi, sukar tidur, serta nyeri kepala

dan otot.

Obat-obat yang termasuk antidepresan klasik :

a. Imipramin

Dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai maksimum 250-

300 mg sehari.

Kontra Indikasi : Infark miokard akut

28
Interaksi Obat : anti hipertensi, obat simpatomimetik, alkohol, obat penekan

SSP

Perhatian : kombinasi dengan MAO, gangguan kardiovaskular, hipotensi,

gangguan untuk mengemudi, ibu hamil dan menyusui.

b. Klomipramin

Dosis lazim : 10 mg dapat ditingkatkan sampai dengan maksimum dosis 250

mg sehari.

Kontra Indikasi : Infark miokard, pemberian bersamaan dengan MAO, gagal

jantung, kerusakan hati yang berat, glaukoma sudut sempit.

Interaksi Obat : dapat menurunkan efek antihipertensi penghambat neuro

adrenergik, dapat meningkatkan efek kardiovaskular dari noradrenalin atau

adrenalin, meningkatkan aktivitas dari obat penekan SSP, alkohol.

Perhatian : terapi bersama dengan preparat tiroid, konstipasi kronik,

kombinasi dengan beberapa obat antihipertensi, simpatomimetik, penekan

SSP, anti kolinergik, penghambat reseptor serotonin selektif, antikoagulan,

simetidin. Monitoring hitung darah dan fungsi hati, gangguan untuk

mengemudi.

c. Amitriptilin

Dosis lazim : 25 mg dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis maksimum

150-300 mg sehari.

Kontra Indikasi : penderita koma, diskrasia darah, gangguan depresif

sumsum tulang, kerusakan hati, penggunaan bersama dengan MAO.

Interaksi Obat : bersama guanetidin meniadakan efek antihipertensi, bersama

depresan SSP seperti alkohol, barbiturate, hipnotik atau analgetik opiate

29
mempotensiasi efek gangguan depresif SSP termasuk gangguan depresif

saluran napas, bersama reserpin meniadakan efek antihipertensi.

Perhatian : ganguan kardiovaskular, kanker payudara, fungsi ginjal menurun,

glakuoma, kecenderungan untuk bunuh diri, kehamilan, menyusui, epilepsi.

d. Lithium karbonat

Dosis lazim : 400-1200 mg dosis tunggal pada pagi hari atau sebelum tidur

malam.

Kontra Indikasi : kehamilan, laktasi, gagal ginjal, hati dan jantung.

Interaksi Obat : diuretik, steroid, psikotropik, AINS, diazepam, metildopa,

tetrasiklin, fenitoin, carbamazepin, indometasin.

Perhatian : Monitor asupan diet dan cairan, penyakit infeksi, demam,

influenza, gastroenteritis

2. Antidepresan Generasi ke-2

Mekanisme kerja :

SSRI ( Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor ): Obat-obat ini menghambat

resorpsi dari serotonin.

NaSA ( Noradrenalin and Serotonin Antidepressants ): Obat-obat ini tidak

berkhasiat selektif, menghambat re-uptake dari serotonin dan noradrenalin.

Terdapat beberapa indikasi bahwa obat-obat ini lebih efektif daripada SSRI.

Efek samping :

Efek seretogenik; berupa mual ,muntah, malaise umum, nyeri kepala, gangguan

tidur dan nervositas, agitasi atau kegelisahan yang sementara, disfungsi seksual

dengan ejakulasi dan orgasme terlambat.

30
Sindroma serotonin; berupa antara lain kegelisahan, demam, dan menggigil,

konvulsi, dan kekakuan hebat, tremor, diare, gangguan koordinasi. Kebanyakan

terjadi pada penggunaan kombinasi obat-obat generasi ke-2 bersama obat-obat

klasik, MAO, litium atau triptofan, lazimnya dalam waktu beberapa jam sampai 2-

3 minggu. Gejala ini dilawan dengan antagonis serotonin (metisergida,

propanolol).

Efek antikolinergik, antiadrenergik, dan efek jantung sangat kurang atau sama

sekali tidak ada.

Obat-obat yang termasuk antidepresan generasi ke-2 :

a. Fluoxetin

Dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80 mg/hari dalam dosis

tunggal atau terbagi.

Kontra Indikasi : hipersensitif terhadap fluoxetin, gagal ginjal yang berat,

penggunaan bersama MAO.

Interaksi Obat : MAO, Lithium, obat yang merangsang aktivitas SSP, anti

depresan, triptofan, karbamazepin, obat yang terkait dengan protein plasma.

Perhatian : penderita epilepsi yang terkendali, penderita kerusakan hati dan

ginjal, gagal jantung, jangan mengemudi / menjalankan mesin.

b. Sertralin

Dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200 mg/hr.

Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap sertralin.

Interaksi Obat : MAO, Alkohol, Lithium, obat seretogenik.

Perhatian : pada gangguan hati, terapi elektrokonvulsi, hamil, menyusui,

mengurangi kemampuan mengemudi dan mengoperasikan mesin.

31
c. Citalopram

Dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari.

Kontra indikasi : hipersensitif terhadap obat ini.

Interaksi Obat : MAO, sumatripan, simetidin.

Perhatian : kehamilan, menyusui, gangguan mania, kecenderungan bunuh

diri.

d. Fluvoxamine

Dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada malam hari,

maksimum dosis 300 mg.

Interaksi Obat : warfarin, fenitoin, teofilin, propanolol, litium.

Perhatian : Tidak untuk digunakan dalam 2 minggu penghentian terapi MAO,

insufiensi hati, tidak direkomendasikan untuk anak dan epilepsi, hamil dan

laktasi.

e. Mianserin

Dosis lazim : 30-40 mg malam hari, dosis maksimum 90 mg/ hari

Kontra Indikasi : mania, gangguan fungsi hati.

Interaksi Obat : mempotensiasi aksi depresan SSP, tidak boleh diberikan

dengan atau dalam 2 minggu penghentian terapi.

Perhatian : dapat menganggu psikomotor selama hari pertama terapi,

diabetes, insufiensi hati, ginjal, jantung.

f. Mirtazapin

Dosis lazim : 15-45 mg / hari menjelang tidur.

Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap mitrazapin.

32
Interaksi Obat : dapat memperkuat aksi pengurangan SSP dari alkohol,

memperkuat efek sedatif dari benzodiazepine, MAO.

Perhatian : pada epilepsi sindroma otak organic, insufiensi hati, ginjal,

jantung, tekanan darah rendah, penderita skizofrenia atau gangguan psikotik

lain, penghentian terapi secara mendadak, lansia, hamil, laktasi, mengganggu

kemampuan mengemudi atau menjalankan mesin.

g. Venlafaxine

Dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 150-250 mg

1x/hari.

Kontra Indikasi : penggunaan bersama MAO, hamil dan laktasi, anak < 18

tahun.

Interaksi Obat : MAO, obat yang mengaktivasi SSP lain.

Perhatian : riwayat kejang dan penyalahgunaan obat, gangguan ginjal atau

sirosis hati, penyakit jantung tidak stabil, monitor tekanan darah jika penderita

mendapat dosis harian > 200 mg.

3. Antidepresan MAO.

Inhibitor Monoamin Oksidase (Monoamine Oxidase Inhibitor, MAOI)

Farmakologi

Monoamin oksidase merupakan suatu sistem enzim kompleks yang terdistribusi

luas dalam tubuh, berperan dalam dekomposisi amin biogenik, seperti

norepinefrin, epinefrin, dopamine, serotonin. MAOI menghambat sistem enzim

ini, sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi amin endogen.

Ada dua tipe MAO yang telah teridentifikasi, yaitu MAO-A dan MAO-B. Kedua

enzim ini memiliki substrat yang berbeda serta perbedaan dalam sensitivitas

33
terhadap inhibitor. MAO-A cenderungan memiliki aktivitas deaminasi epinefrin,

norepinefrin, dan serotonin, sedangkan MAO-B memetabolisme benzilamin dan

fenetilamin. Dopamin dan tiramin dimetabolisme oleh kedua isoenzim. Pada

jaringan syaraf, sistem enzim ini mengatur dekomposisi metabolik katekolamin

dan serotonin. MAOI hepatic menginaktivasi monoamin yang bersirkulasi atau

yang masuk melalui saluran cerna ke dalam sirkulasi portal (misalnya tiramin).

Semua MAOI nonselektif yang digunakan sebagai antidepresan merupakan

inhibitor ireversibel, sehingga dibutuhkan sampai 2 minggu untuk mengembalikan

metabolisme amin normal setelah penghentian obat. Hasil studi juga

mengindikasikan bahwa terapi MAOI kronik menyebabkan penurunan jumlah

reseptor (down regulation) adrenergik dan serotoninergik.

2.4 Hipernatremia

2.4.1 Pengertian

Natrium adalah salah satu elektrolit yang amat dibutuhkan tubuh untuk

menjaga metabolisme tubuh. Salah satu fungsi elektrolit ini adalah untuk

kontraksi dan pergerakan manusia, dan juga untuk menjaga cairan tubuh karena

fungsi dari natrium ini yang dapat menarik air.

Hipernatremia (kadar natrium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan

dimana kadar natrium dalam darah lebih dari 145 mEq/L darah.

Hipernatremia atau hypernatraemia adalah sebuah gangguan elektrolit

yang didefinisikan oleh tingkat natrium tinggi dalam darah. Hipernatremia ini

umumnya tidak disebabkan oleh kelebihan natrium, melainkan dengan defisit

relatif gratis air dalam tubuh. Untuk alasan ini, hipernatremia sering sinonim

dengan istilah dehidrasi. Air hilang dari tubuh dalam berbagai cara, termasuk

34
keringat, kerugian insensible dari bernapas, dan dalam tinja dan urin. Jika jumlah

air yang tertelan secara konsisten berada di bawah jumlah air yang hilang, tingkat

natrium serum akan mulai meningkat, yang mengarah ke hipernatremia. Jarang,

hipernatremia dapat disebabkan oleh konsumsi garam besar, seperti yang mungkin

terjadi dari minum air laut.

Hipernatremia dan hiponatremia sering terjadi pada usia lanjut.

Hpernatremia pada usia lanjut paling sering disebabkan oleh kombinasi dari

asupan cairan yang tidak adekuat dan bertambahnya kehilangan asupan

kehilangan cairan. Gangguan mekanisme dari rasa haus dan hambatan akses

terhadap cairan (sekunder dari gangguan mobilitas atau menelan) terur

berkontribusi dalam timbulnya hipernatremia pada usia lanjut selain adanya

keterlambatan eskresi natrium. Kehilangan air murni pada keadaan demam,

hiperventilasi dan diabetes insipidus. Lebih sering, kehilngan airhipoteonik

disebabkan oleh problem saluran cerna. , luka bakar, terapi diuretika atau dieresis

osmotic. Seringkali deteksi hipernatremia pada usia lanjut terlambat dilakukan

sehingga usia lanjut yang lemah dapat jatuh pada keadaan hipernatremia yang

bermakna. Pada penderita dengan demensia sangat mudah mengalami

hipernatremia karena penurunan rasa haus, gangguan kemampuan untuk meminta

air karenan penurunan rasa haus, gangguan kemampuan untuk meminta air dan

mungkin, rendahnya kadar vasopressin. Penyebab penting lainnya adalah

hiperkalsemia yang mungkin dapat menyebabkan kerusakan sel pada gelung

Henle dan berinteraksi dengan vasopressin pada tingkat duktus kolektus.

Hipokalemia yang bermakna juga dapat menyebabkan hipernatremia.

35
2.4.2 Pembagian Hypernatremia

Hipernatremia (natrium serum di atas 150 mEq/L) merupakan gangguan

elektrolit yang lazim dijumpai pada pasien di bangsal perawatan dan unit rawat

intensif. Pasien hipernatremia dikelompokkan dalam 3 kategori:

a. Ringan, kadar serum 151 sampai 155 mEq/L

b. Moderate, 156 sampai 160 mEq/L; dan

c. Berat, di atas 160 mEq/L.

2.4.3 Ciri-ciri Hipernatremia

a. Selalu menunjukkan dehidrasi seluler

b. Pada kebanyakan kasus, penyebab adalah net water loss.

c. Overloading natrium (Meylon) juga bisa menjadi penyebab

d. Lebih sering pada bayi dan lansia. Pada lansia gejala belum terlihat sebelum

kadar > 160 mmol/L

e. Pada hipernatremia akut (terjadi dalam beberapa jam), laju penurunan yg

dianjurkan 1 mmol/L/jam. Pada hipernatremia kronis, laju koreksi adalah 0.5

mmol/L/jam untuk mencegah edema serebral. Lebih tepatnya adalah 10

mmol/L/24jam.Kebutuhan obligatorik (rumatan) juga harus ditambahkan. Sebagai

contoh volume untuk koreksi 2.1 L dan rumatan 1.5 L maka dalam sehari

diberikan 3.6 L atau 150 ml/jam.

Pada prinsipnya 1 L larutan yang mengandung natrium akan menaikkan atau

menurunkan kadar Na+ plasma

Besarnya perubahan kadar Na+ plasma bisa dihitung dengan rumus:

Na+ larutan infus – Na+ serum


__________________________
Air tubuh + 1

36
Air tubuh pada dewasa adalah 60% berat badan, sedangkan pada anak 70% berat

badan

2.4.4 Penyebab

Pada hipernatremia, tubuh mengandung terlalu sedikit air dibandingkan

dengan jumlah natrium. Konsentrasi natrium darah biasanya meningkat secara

tidak normal jika kehilangan cairan melampaui kehilangan natrium, yang biasanya

terjadi jika minum terlalu sedikit air. Konsentrasi natrium darah yang tinggi secara

tidak langsung menunjukkan bahwa seseorang tidak merasakan haus meskipun

seharusnya dia haus, atau dia haus tetapi tidak dapat memperoleh air yang cukup

untuk minum.

Hipernatremia juga terjadi pada seseorang dengan:

a. Fungsi ginjal yang abnormal

b. Diare

c. Muntah

d. Demam

e. Keringat yang berlebihan.

f. Hipernatremia paling sering terjadi pada usia lanjut. Pada orang tua

biasanya rasa haus lebih lambat terbentuk dan tidak begitu kuat

dibandingkan dengan anak muda.Usia lanjut yang hanya mampu berbaring

di tempat tidur saja atau yang mengalami demensia (pilkun), mungkin

tidak mampu untuk mendapatkan cukup air walaupun saraf-saraf hausnya

masih berfungsi.

Selain itu, pada usia lanjut, kemampuan ginjal untuk memekatkan air

kemih mulai berkurang, sehingga tidak dapat menahan air dengan baik. Orang tua

37
yang minum diuretik, yang memaksa ginjal mengeluarkan lebih banyak air,

memiliki resiko untuk menderita hipernatremia, terutama jika cuaca panas atau

jika mereka sakit dan tidak minum cukup air.

g. Hipernatremia dapat juga terjadi akibat ginjal mengeluarkan terlalu banyak air,

seperti yang terjadi pada penyakit diabetes insipidus. Kelenjar

hipofisa mengeluarkan terlalu sedikit hormon antidiuretik (hormon antidiuretik

menyebabkan ginjal menahan air) atau ginjal tidak memberikan respon yang

semestinya terhadap hormon. Penderita diabetes insipidus jarang mengalami

hiponatremia jika mereka memiliki rasa haus yang normal dan minum cukup air.

Elektrolit juga mempunyai banyak manfaat, tergantung dari jenisnya.

Contohnya :

a. Natrium : fungsinya sebagai penentu utama osmolaritas dalam darah dan

pengaturan volume ekstra sel.

b. Kalium : fungsinya mempertahankan membran potensial elektrik dalam

tubuh.

c. Klorida : fungsinya mempertahankan tekanan osmotik, distribusi air pada

berbagai cairan tubuh dan keseimbangan anion dan kation dalam cairan

ekstrasel.

d. Kalsium : fungsi utama kalsium adalah sebagai penggerak dari otot-otot,

deposit utamanya berada di tulang dan gigi, apabila diperlukan, kalsium ini

dapat berpindah ke dalam darah.

e. Magnesium : Berperan penting dalam aktivitas elektrik jaringan, mengatur

pergerakan Ca2+ ke dalam otot serta memelihara kekuatan kontraksi jantung

dan kekuatan pembuluh darah tubuh.

38
Penyebab utama dari hipernatremi:

a. Cedera kepala atau pembedahan saraf yang melibatkan kelenjar hipofisa

b. Gangguan dari elektrolit lainnya (hiperkalsemia dan hipokalemia)

c. Penggunaan obat (lithium, demeclocycline, diuretik)

d. Kehilangan cairan yang berlebihan (diare, muntah, demam, keringat

berlebihan)

e. Penyakit sel sabit

f. Diabetes insipidus.

g. Hipovolemik:

1. Kurangnya asupan air, biasanya pada pasien lanjut usia atau cacat yang

tidak dapat mengambil air sebagai kehausan mereka menentukan. Ini

adalah penyebab paling umum hipernatremia.

2. Kelebihan kerugian air dari saluran kencing, yang mungkin disebabkan

oleh glycosuria, atau diuretik osmotik lainnya.

3. Air kerugian yang terkait dengan berkeringat ekstrim.

4. Diare berair Parah

a. Euvolemic

Ekskresi berlebihan air dari ginjal yang disebabkan oleh diabetes insipidus, yang

melibatkan baik produksi memadai dari vasopressin, hormon, dari kelenjar

pituitari atau respon gangguan ginjal untuk vasopresin.

b. Hypervolemic

Pengambilan cairan hipertonik (cairan dengan konsentrasi zat terlarut lebih tinggi

daripada sisa tubuh). Ini relatif jarang, walaupun bisa terjadi setelah resusitasi

yang kuat di mana pasien menerima suatu volume besar dari larutan natrium

39
bikarbonat terkonsentrasi. menelan air laut juga menyebabkan hipernatremia

karena air laut adalah hipertonik karena keadaan penyakit seperti sindrom Conn

atau Cushing’s Disease Mineralcorticoid kelebihan.

2.4.5 Gejala

Gejala utama dari hipernatremia merupakan akibat dari kerusakan otak.

Hipernatremia yang berat dapat menyebabkan:

a. Kebingungan

b. Kejang otot

c. Kejang seluruh tubuh

d. Koma

e. Kematian.

Manifestasi klinis dari hipernatremia bisa halus, terdiri dari kelesuan,

kelemahan, lekas marah, dan edema. Dengan peningkatan yang lebih berat dari

tingkat natrium, kejang dan koma dapat terjadi.

Gejala berat biasanya karena elevasi akut konsentrasi natrium plasma di

atas 158 mEq / L (Normal biasanya sekitar 135-145 mEq / L). Nilai di atas 180

mEq / L .Yang berhubungan dengan tingkat kematian tinggi, terutama pada orang

dewasa. tingkat tinggi Namun seperti natrium jarang terjadi tanpa parah kondisi

medis berdampingan.

2.4.6 Diagnosa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan darah dan gejala-

gejalanya.

40
2.4.7 Pengobatan

Dasar pengobatan adalah pemberian air untuk memperbaiki defisit air

relatif. Air dapat diganti oral atau intravena. Air saja tidak dapat diberikan sebagai

intravena (karena masalah osmolaririty) bukan dapat diberikan dengan tambahan

dekstrosa atau salin larutan infus. Namun, koreksi yang terlalu cepat

hipernatremia berpotensi sangat berbahaya. Tubuh (di otak khususnya)

menyesuaikan dengan konsentrasi natrium yang lebih tinggi. Cepat menurunkan

konsentrasi natrium dengan air gratis, sekali adaptasi ini telah terjadi,

menyebabkan air mengalir ke dalam sel otak dan menyebabkan mereka

membengkak. Hal ini dapat mengakibatkan edema serebral, berpotensi

mengakibatkan kejang, kerusakan otak permanen, atau kematian. Oleh karena itu,

hipernatremia signifikan harus diperlakukan dengan hati-hati oleh dokter atau

profesional medis lainnya dengan pengalaman dalam pengobatan

ketidakseimbangan elektrolit.

Hipernatremia diobati dengan pemberian cairan. Pada semua kasus

terutama kasus ringan, cairan diberikan secara intravena (melalui infus). Untuk

membantu mengetahui apakah pembelian cairan telah mencukupi, dilakukan

pemeriksaan darah setiap beberapa jam. Konsentrasi natrium darah diturunkan

secara perlahan, karena perbaikan yang terlalu cepat bisa menyebabkan kerusakan

otak yang menetap.

Pemeriksaan darah atau air kemih tambahan dilakukan untuk mengetahui

penyebab tingginya konsentrasi natrium. Jika penyebabnya telah ditemukan, bisa

diobati secara lebih spesifik. Misalnya untuk diabetes insipidus diberikan hormon

antidiuretik (vasopresin).

41
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

- Nama : Tn T

- MR : 0012*****

- Jenis kelamin : Laki-laki

- Umur : 64 Tahun

- Pekerjaan : Petani

- Alamat : Damasraya, Sumbar

- Ruangan : IRNA C Lt. 3

- Jenis Pembiayaan : BPJS

- Agama : Islam

- Tanggal masuk : 25 Oktober 2019

- Tanggal keluar : 5 November 2019

3.2 Anamnesa

Seorang pasien laki-laki berumur 64 tahun masuk ke Rumah Sakit Stroke

Nasional Bukitinggi melalui IGD dengan keluhan utama nafas agak sesak dan

BAB agak keras sering mengejan sejak pagi sebelum masuk rumah sakit.

3.2.1 Riwayat Penyakit Sekarang

Badan tampak letih sejak pagi nafas agak terasa sesak. Lemah anggota

gerak kanan sejak satu bulan yang lalu. BAB agak keras sering mengejan sejak

tadi pagi

3.2.2 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah mengalami Stroke Hemoregik 1 bulan yang lalu.

42
3.2.3 Riwayat Penyakit Keluarga

Berdasarkan hasil wawancara, keluarga pasien mengatakan tidak ada

riwayat penyakit keluarga.

3.2.4 Riwayat Alergi

Keluarga pasien menyatakan bahwa pasien tidak mengalami alergi pada

makanan, cuaca, maupun obat.

3.2.7 Riwayat Operasi

Pasien tidak pernah menjalankan tindakan operasi sebelumnya.

3.3. Data Pemeriksaan

3.3.1 Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik di IGD RSSN pada tanggal 25 Oktober 2019 :

a. Pemeriksaan Umum
 Kesadaran : Compos Mentis
 Keadaan umum : Sedang
b. Tanda vital
- Tekanan darah : 85/p
- Frekuensi nadi : 108 x/menit
- Frekuensi pernafasan : 20 x/menit
- Suhu : 36 °C
- Mata : CA -/- , SI -/-
- Corona : S1S2 Reguler. galop (-), murmur (-)
- Pulmonum : Ronchi (-) wheezing (-)
- Abdomen : Supel BU (+) N
- Extremitas : akral hangat, perfusi baik

43
3.3.2 Pemeriksaan Penunjang

a. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 25 Oktober 2019


Nama Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

PEMERIKSAAN KIMIA KLINIK

Gula Darah Random 176 mg/dl <200

Natrium 146 Mmol/l 136-145

Kalium 4,6 Mmol/l 3,5 – 5,1

Klorida 108 103/µL 150 - 450

Ureum 80 Mg/dl 10 - 50

Kreatinin 1,0 Mg/dl 0,6 – 1,1

b. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 30 Oktober 2019


Nama Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

HEMATOLOGI

Hemoglobin (HGB) 11,9 g/dl 12- 17

Leukosit (WBC) 9,8 103/µL 4,4 -11,3

Eritrosit ( RBC) 3,86 103106/ µL 3,80 -6,50

Trombosit (Platelet) 102 103/µL 150-450

Hematokrit 34,3 % 37-54

HITUNGAN JENIS

- Basofil 0,04 % 0-0,20

- Eosinofil 1,8 % 0-4

- Neutrofil 79 % 22-75

- Limposit 12,5 % 1-4

- Monosit 6,3 % 0-7

MCV 80 fL 80-96

44
MCH 30,8 Pg 28-33

MCHC 34,7 g/dl 33-36

RDW 12,5 % 11- 16

PEMERIKSAAN KIMIA KLINIK

Ureum 58 Mg/dl 10 - 50

Kreatinin 0,9 Mg/dl 0,6 – 1,1

c. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 1 November 2019


Nama Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 11,9 g/dl 13 - 17
Leukosit (WBC) 10,8 103/µL 4 - 10
Eritrosit ( RBC) 3,67 103106/ µL 4,50-6,50
Trombosit (Platelet) 114 103/µL 150- 500
Hematokrit 34,7 % 40 - 54
HITUNGAN JENIS
- Basofil 0,4 % 0-2
- Eosinofil 0,9 % 0-5
- Neutrofil 75,8 % 2-7,5
- Limposit 14,5 % 22-44
- Monosit 8,4 % 0-7
MCV 89 µm3 80-100
MCH 30,8 Pg 28-33
MCHC 34,4 g/dl 33-36
RDW 12,4 % 11,6-14,6
PEMERIKSAAN KIMIA KLINIK

Gula Darah Random 148 mg/dl <200

Natrium 151 Mmol/l 136-145

Kalium 3,8 Mmol/l 3,5 – 5,1

Klorida 110 103/µL 150 - 450

3.3 Diagnosa

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien di

diagnosa :

45
Diagnosa Utama : Bronkopneumonia

DiagnosaSekunder : - Law Intake

- Hemoroid

- Depresi

3.4 Terapi yang diberikan di Ruang IGD


- O2 2 L/i
- IV FD RL gugur 1 kolf  100/60 IV FD NaCl 0,9 % 1 kolf/8jam
- Inj omeprazole 1x1 iv
- Sukralfat syr 3x 10 ml
- Inj. Ceftrixon 2 x 1 gr iv
- Neurodex 1x1

3.5 Daftar Obat Pulang


No Nama Obat Frekuensi Rute
1 Sukralfat syr 3x1 Po
2 Neurodex 3x1 Po
3 Lansoprazol 30 mg 1x1 Po
4 Aspilet 2x1 Po
5 Setraline 50 mg 1x½ Po

46
Terapi yang diterima pasien

Nama obat Tanggal


25/10/20 26/10/20 27/10/20 28/10/2019 29/10/201 30/10/2019 31/10/201 1/11/2019
19 19 19 9 9
P S M P S M P S M P S M P S M P S M P S M P S M
IVFD NaCl 0.9 √ √ √ √ √ √ √ √
% √ √ √ √ - - - -
OMZ Inj √ √ √ Off
Ceftriaxon Inj
Cefixime Inj
Sulcralfat Syr √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Neurodex √ √ √ √ √ √ √
Azitromicin 500 √ √ √ of
mg (3 Hari) f
Omeprazole 20 √ √ √
mg
Aspilet 80 mg √ √
Sertraline 50 √
mg
Dulcolac supp √
Anti Hemoroid √
supp

47
Nama obat Tanggal
2/11/201 3/11/201 4/11/201 5/11/2019
9 9 9
P S M P S M P S M P S M
IVFD NaCl 0.9 √ √ √ √
% : Aminofluid √ √ Off
1:1 √
IVFD NaCl 0.9
% : Aminofluid
2:1
OMZ Inj
Ceftriaxon Inj
Cefixime Inj
Sulcralfat Syr √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Neurodex √ √ √ √
Omeprazole 20 √ √ √ √
mg
Aspilet 80 mg √ √
Sertralin 50 mg √ √ √ √

48
3.6 Follow Up

S O A P
25/10/2019 Pasien mengalami sesak Ku : Sedang Law Intake O2 2liter/i
nafas sejak sehari Kes : CM
IVFD RL guyur 1 kolf →D 100/60
sebelum masuk rumah GCS : E4, M6, Vx
sakit. Pasien tampak Suhu : 360C →IVFD NaCl 0.9 % 1 KOlf/ 8 jam
letih, nafsu makan TD : 100/60 mmHg
Omeprazole Inj 1x1 (IV)
berkurang, susah BAB Nafas : 20 x/i
(+) Nadi : 100 x/i Ceftriaxone Inj 2x1 (IV)
Wheezing: -
Sulcralfat Syr 3x1 (PO)
Ronchi : -
Neurodex 1x1 (PO)
26/10//2019 Pasien masih merasa Ku : Sedang Law Intake IVFD NaCl 0.9 % / 8 jam
sesak nafas, badan letih, Kes : CM
Omeprazole Inj 1x1 (IV)
dan nafsu makan Suhu : 36,50C
berkurang sejak 1 bulan TD : 100/70 mmHg Ceftriaxone Inj 2x1 (IV)
sebelum masuk rumah Nafas : 20 x/i
Sulcralfat Syr 3x1 (PO)
sakit. Nadi : 100 x/i
Neurodex 1x1 (PO)
27/10/2019 Pasien masih merasa Ku : Sedang Law Intake IVFD NaCl 0.9 % / 8 jam
sesak nafas, badan letih, Kes : CM
Omeprazole Inj 1x1 (IV)
dan nafsu makan Suhu : 36,50C
berkurang. TD : 130/80 mmHg Ceftriaxone Inj 2x1 (IV)
Nafas : 20 x/i
Sulcralfat Syr 3x1 (PO)
Neurodex 1x1 (PO)

49
28/10/2019 Demam (-) Ku : Sedang Bronkopneumonia IVFD NaCl 0.9 % / 12 Jam
Pasien masih merasa Kes : CM (+) Ceftriaxone Inj 2x1 (IV)
sesak nafas, badan letih, Suhu : 36,60C Law Intake
Sulcralfat Syr 3x1 (PO)
dan nafsu makan TD : 130/80 mmHg Post stroke
berkurang. Nafas : 20 x/i Neurodex 1x1 (PO)
Azihtromycin 1x1  3 hari (PO)
Omeprazole 1x1 (PO)
29/10/2019 Demam (-) Ku : Lemah Bronkopneumonia IVFD NaCl 0.9 % : Aminofluid (2 : 1)
Sesak (-) Kes : Apatis (+) / 8 jam
Suhu : 36,70C Law Intake Ceftriaxone Inj 2x1 (IV)
TD : 120/70 mmHg Post stroke
Sulcralfat Syr 3x1 (PO)
Nafas : 20 x/i
Neurodex 1x1 (PO)
Azihtromycin 1x1  3 hari (PO)
Omeprazole 1x1 (PO)
30/10/2019 Nyeri pada anus (+) dan Ku : Sedang Bronkopneumonia IVFD NaCl 0.9 % : Aminofluid (2 : 1)
tidak bisa BAB Kes : CM (+) / 8 jam
Suhu : 36,90C Law Intake Sulcralfat Syr 3x1 (PO)
TD : 120/80 mmHg Post stroke
Neurodex 1x1 (PO)
Nafas : 20 x/i Gangguan
Azihtromycin 1x1  3 hari (PO)
Hemoroid
Omeprazole 1x1 (PO)
31/10-2019 Nyeri pada anus (+) dan Ku : Sedang Bronkopneumonia IVFD NaCl 0.9 % : Aminofluid (2 : 1)
tidak bisa BAB Kes : CM (+) / 8 jam
Suhu : 36,90C Law Intake Sulcralfat Syr 3x1 (PO)
TD : 160/100 mmHg Post stroke
Neurodex 1x1 (PO)
Nafas : 20 x/i Gangguan
Omeprazole 1x1 (PO)
Hemoroid
Aspilet 1x1 (PO)
Antihemoroid (Supp)

50
01/11/2019 Law intake Ku : Sedang Bronkopneumonia IVFD NaCl 0.9 % : Aminofluid (2 : 1)
BAB (-) Kes : CM (+) / 8 jam
dr SpKj : sudah mulai Suhu : 36,70C Law Intake Sulcralfat Syr 3x1 (PO)
ada tanda depresi. TD : 120/70 mmHg Post stroke
Neurodex 1x1 (PO)
Nafas : 20 x/i
Omeprazole 1x1 (PO)
Aspilet 1x1 (PO)
Dulcolax (Supp)
Sertraline 1x1 (PO)
02/11/2019 Law intake Ku : Sedang Bronkopneumonia IVFD NaCl 0.9 % : Aminofluid (1 : 1)
BAB (+) Kes : CM (+) / 12 jam
Suhu : 36,50C Law Intake Sulcralfat Syr 3x1 (PO)
TD : 110/70 mmHg Post stroke
Neurodex 1x1 (PO)
Nafas : 20 x/i Konstipasi
Omeprazole 1x1 (PO)
Depresi (-)
Aspilet 1x1 (PO)
Sertraline 1x1 (PO)
03/11/2019 Law intake Ku : Sedang Bronkopneumonia IVFD NaCl 0.9 % : Aminofluid (1 : 1)
Kes : CM (+) / 12 jam
Suhu : 36,50C Law Intake Sulcralfat Syr 3x1 (PO)
TD : 120/80 mmHg Post stroke
Neurodex 1x1 (PO)
Nafas : 20 x/i Depresi (-)
Omeprazole 1x1 (PO)
Aspilet 1x1 (PO)
Sertraline 1x1 (PO)
04/11/2019 Law intake Ku : Sedang Bronkopneumonia IVFD NaCl 0.45 % : Aminofluid (2 :
Kes : CM (+) 1) / 8 jam
Suhu : 36,50C Old stroke Sulcralfat Syr 3x1 (PO)
TD : 120/80 mmHg Law Intake
Neurodex 1x1 (PO)
Nafas : 20 x/i Depresi (-)
Omeprazole 1x1 (PO)
Aspilet 1x1 (PO)

51
Sertraline 1x1 (PO)
05/11/2019 Perbaikan nutrisi Ku : Sedang Bronkopneumonia Sulcralfat Syr 3x1 (PO)
Kes : CM (+)
Neurodex 1x1 (PO)
Suhu : 36,50C Old stroke
Aspilet 1x1 (PO)
TD : 120/80 mmH.g Depresi (-)
Sertraline 1x1 (PO)
Nafas : 20 x/i
(Obat Pagi)

52
BAB IV

DISKUSI

4.1 Analisa Drug Related Problem


No. Drug Therapy Problem Check Rekomendasi
List

1 Terapi obat yang tidak


diperlukan

Terdapat terapi tanpa Semua indikasi medis sudah diberikan terapi


indikasi medis - Sukralfate syr 3 x 1000 mg/10ml:
Untuk mengatasi tukak lambung dengan
cara melapisi lambung pada bagian yang
tukak (luka)
- Neurodex :
Suplemen kompleks dan sebagai vitamin
neurotropic.
- Azytromicin 1 x 500 mg:
Antibiotik untuk gangguan saluran nafas
atas dan bawah.
- Ceftriaxon 2 x 1 g (IV)
Digunakan sebagai antibiotik untuk
mengatasi bronkopneumonia.
- Omeprazole 1 x 20 mg (Oral)
- Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
- Digunakan untuk mengatasi tukak
lambung dengan cara menghalangi
produksi asam lambung.
- Anti Hemoroid 1 x 2 g supp:
Digunakan untuk mengatasi pendarahn
dan mengurangi rasa sakit pada penderita
wasir. Dapat melapisi area rectum dan
melumasinya sehingga fases lebih mudah
dikeluarkan.
- Dulcolax sup :
Digunakan untuk mengatasi sembelit atau
konstipasi.
- Aminofluid Infus :
Digunakan untuk suplai elektrolit,
glukosa, dan asam amino untuk mensuplai
nutrisi.
- Nacl 0,9 %/8 jam

53
Digunakan untuk mengatasi
ketidakseimbangan elektrolit.
- Aspilet 1 x 80 mg :
Digunakan untuk agregasi platelet
(Pengencer Darah).
- Sertraline 1 x 50 mg :
Digunakan untuk depresi dengan atau
tanpa riwayat mania, kelainan obsesif,-
kompulsif.
Pasien mendapatkan terapi Pasien mendapatkan terapi sesuai dengan
tambahan yang tidak - kondisi yang diperlukan
diperlukan

Terdapat duplikasi terapi - Tidak terdapat duplikasi terapi

Pasien mendapat Pasien tidak merasakan adanya efek


penanganan terhadap efek samping sehingga tidak ada permasalahan
samping yang seharusnya
dapat dicegah Efek samping yang mungkin timbul dari
penggunaan obat:
- Sukralfate syr :
Konstipasi, diare, mual, mulut kering,
sakit kepala dan mengantuk.
- Neurodex :
Reaksi alergi  gatal kulit, bentol-bentol,
bengkak kulit.
- Azytromicin :
Mual, rasa tidak enak pada perut, muntah,
kembung, diare, dan vertigo.
- - Ceftriaxon
Mual, muntah, tinja lunak, dan edema.
- Omeprazole :
Mual, muntah, konstipasi, nyeri otot dan
sendi.
- Anti Hemoroid :
Sensitasi kulit dan reaksi alergi.
- Dulcolax sup :
Rasa tidak nyaman atau nyeri diperut,
diare, mual, muntah, vertigo, dan
gangguan elektrolit.
- Aminofluid Infus :
Detak jantung cepat dan tekanan darah
abnormal rendah.
- Nacl 0,9 %/8 jam
Detak jantung cepat, gatal-gatal atau

54
ruam, nyeri sendi, kaku dan bengkak..
- Aspilet :
Bronkospasme, mual, muntah, nyeri, dan
perdarahan saluran cerna.
- Sertraline :
Mual, diare, tremor, mulut kering, dan
jumlah keringat meningkat.
2 Kesalahan obat

Bentuk sediaan tidak tepat Bentuk sediaan yang diberikan kepada


-
pasien sudah tepat.

Terdapat kontraindikasi - Tidak terdapat kontaindikasi

Kondisi pasien tidak dapat Kondisi pasien dapat disembuhkan dengan


disembuhkan oleh obat - obat karena semakin hari keadaan pasien
makin membaik

Obat tidak diindikasikan Semua obat yang diberikan sesuai dengan


-
untuk kondisi pasien indikasi

Terdapat obat lain yang Obat yang diberikan kepada pasien sudah
-
lebih efektif efektif

3 Dosis tidak tepat

Dosis terlalu rendah - Tidak terdapat obat dengan dosis rendah.

Dosis terlalu tinggi - Tidak terdapat obat dengan dosis tinggi.

Frekuensi penggunaan tidak Frekuensi penggunaan sudah tepat


-
tepat berdasarkan follow up pasien setiap hari.

Penyimpanan tidak tepat Penyimpanan sudah tepat karena disimpan


-
pada suhu kamar dan tempat yang kering

Administrasi obat tidak tepat - Administrasi obat sudah tepat

Terdapat interaksi obat Tidak ada permasalahan tentang interaksi


- obat pada terapi obat yang diberikan kepada
pasien

4 Reaksi yang tidak


diinginkan

Obat tidak aman untuk Obat aman untuk pasien karena pasien tidak
-
pasien ada mengeluhkan tentang reaksi alergi

55
ataupun adanya efek yang tidak diinginkan

Terjadi reaksi alergi Tidak terdapat reaksi alergi yang


-
ditunjukkan oleh tubuh pasien

Terjadi interaksi obat Tidak ada permasalahan tentang interaksi


- obat pada terapi obatyang diberikan kepada
pasien

Dosis obat dinaikkan atau Tidak ada obat yang dinaikkan ataupun
-
diturunkan terlalu cepat diturunkan dosisnya

Muncul efek yang tidak Tidak ada muncul efek yang tidak
-
diinginkan diinginkan

5 Ketidaksesuaian
kepatuhan pasien
Obat tidak tersedia - Semua obat tersedia di apotek rawat inap
Pasien tidak bisa menelan Pasien masih bisa menelan obat dengan baik
-
atau menggunakan obat
Pasien tidak mengerti Keluarga sudah mengerti dengan cara
intruksi penggunaan obat penggunaan obat dan dibantu dengan
-
bantuan keluarga pasien saat penggunaan
sediaan Suppos.
Pasien tidak patuh atau Pasien patuh dalam menggunakan obat
memilih untuk tidak - setiap diberikan obat.
menggunakan obat
6 Pasien membutuhkan
terapi tambahan
Terdapat kondisi yang tidak Semua kondisi pasien telah diberikan terapi
-
diterapi obat
Pasien membutuhkan terapi Pasien telah mendapatkan terapi profilaksis
-
profilaksis

 Perhitungan Dosis
1. Ceftriaxone (IV)
Sediaan yang beredar : 1 g
Dosis Lazim : 1 – 2 g / hari
Dosis yang diterima : 2 g
Ceftrixone yang diterima pasien masih aman.

56
2. Sukralfate
Sediaan yang beredar : 500mg/5ml
Dosis Lazim : 2 sdt 4x/hari
Dosis maksimal : 8g/hari
Dosis yang diterima : 3g/30 ml/ hari
Sukralfate yang diterima pasien masih aman.
3. Azithromicyn
Sediaan yang beredar : 500 mg
Dosis Lazim : 1 x 500 mg / Hhri selama 3 hari
Dosis yang diterima : 500 mg / hari
Azithromicyn yang diterima pasien masih aman.
4. Omeprazole
 Kapsul
Sediaan yang beredar : 20 mg
Dosis Lazim : 1 x 20 mg / hari
Dosis yang diterima : 20 mg / hari
Omeprazol yang diterima pasien masih aman.
 Injeksi
Sediaan yang beredar : 40 mg
Dosis Lazim : 1 x 40 mg / hari
Dosis yang diterima : 40 mg / hari
Omeprazol yang diterima pasien masih aman.
5. Antihemoroid
Sediaan yang beredar : 2 g
Dosis yang diterima : 2 g / hari
Antihemoroid yang diterima pasien masih aman.
6. Aspilet
Sediaan yang beredar : 80 mg
Dosis Lazim : 70 - 100 mg / hari
Dosis yang diterima : 80 mg/ hari

57
Aspilet yang diterima pasien masih aman.
7. Sertraline
Sediaan yang beredar : 50 mg
Dosis Lazim : 50 - 100 mg / hari
Dosis yang diterima : 50 mg/ hari
Sertraline yang diterima pasien masih aman.
8. NaCl 0,9 %
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠
Tetes/ menit =
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡)

Faktor tetes = 20 tetes/ml

Contoh perhitungan:

Hitunglah tetesan/menit Infus NaCl sebanyak 500 ml selama 8 jam (480


menit).
500 𝑚𝑙 𝑥 20
Jumlah tetesan permenit = 480

= 20,8 tetes/menit

= 21 tetes/menit

9. NaCl 0,9 % : Aminofluid (2:1) / 8 jam


𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠
Tetes/ menit = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡)

Faktor tetes = 20 tetes/ml

Contoh perhitungan:

Hitunglah tetesan/menit Infus NaCl sebanyak 1000 ml : Aminofluid


sebanyak 500 ml selama 8 jam (480 menit).
1500 𝑚𝑙 𝑥 20
Jumlah tetesan permenit = 480

= 62,5 tetes/menit

= 63 tetes/menit

58
10. NaCl 0,9 % : Aminofluid (1:1) / 12 jam
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠
Tetes/ menit = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡)

Faktor tetes = 20 tetes/ml

Contoh perhitungan:

Hitunglah tetesan/menit Infus NaCl sebanyak 500 ml : Aminofluid sebanyak


500 ml selama 12 jam (720 menit).
1000 𝑚𝑙 𝑥 20
Jumlah tetesan permenit = 720

= 27,7 tetes/menit

= 28 tetes/menit

11. NaCl 0,45 % : Aminofluid (2:1) / 8 jam


𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠
Tetes/ menit = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡)

Faktor tetes = 20 tetes/ml

Contoh perhitungan:

Hitunglah tetesan/menit Infus NaCl sebanyak 1000 ml : Aminofluid


sebanyak 500 ml selama 8 jam (480 menit).
1500 𝑚𝑙 𝑥 20
Jumlah tetesan permenit = 480

= 62,5 tetes/menit

= 63 tetes/menit

59
4.2 Pembahasan
Seorang pasien laki-laki berumur 64 tahun masuk ke Rumah Sakit Stroke

Nasional Bukitinggi melalui IGD dengan keluhan utama nafas terasa sesak dan BAB

keras sering mengejan sejak pagi.

Dari hasil pemeriksaan fisik pasien di IGD bahwa kondisi umum pasien

sedang, pernafasan 20x/menit, suhu tubuh 36°C, denyut nadi 108x/menit dan

dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium meliputi

pemeriksaan dl (hemoglobin, trombosit, leukosit), ureum, kreatinin, elektrolit dan

gula darah random.

Pada hari pertama pasien mendapatkan terapi oksigen 2L/I, IVFD RL guyur 1

korf dan saat tekanan darah sudah mencapai 100/60 mmHg IVFD diganti dengan

NaCl 0,9%/ 8 jam, pasien juga mendapatkan terapi omeprazole injeksi dan sukralfat

syrup untuk melapisi lambung pada bagian yang tukak (luka), sedangkan omeprazole

digunakan untuk menghambat produksi asam di lambung keduanya dapat mencegah

stress ulcer. Pasien juga mendapatkan terapi injeksi ceftriaxone 2 x 1 g IV karena

keluhan utama pasien adalah sesak nafas sejak pagi sebelum masuk rumah sakit dan

diberikan Neurodex karena pasien mengatakan bahwa nafsu makannya berkurang

semenjak1 bulan masuk rumah sakit.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien mengalami gangguan

kebutuhan nutrisi, dan pada hari keempat berdasarkan asessment pasien mengaku

pernah mengalami stroke 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, Bronkopneumonia

(+) (yang merupakan diagnose utama) dan diberikan antibiotic Azithromycin,

kemudian pada hari kelima menurut anamnesis pasien mengalami gangguan

60
kebutuhan nutrisi sehingga dokter meresepkan IVFD NaCl 0.9 % : Aminofluid (2 :

1) / 8 jam sebagai pensuplai nutrsi karena pasien mengalami law intake. Setelah ada

perbaikan nutrisi, pemberian infus aminofluid dengan infus NaCl 0,9% menjadi 1:1/

12 jam dan pada hari selanjutnya diberikan infus NaCl 0,45% : aminofluid dengan

perbandingan 2:1/ 8 jam. Kemudian pada hari 6 hingga hari ke 7 pasien mengeluh

nyeri pada anus saat BAB dan BAB keras (tidak dapat BAB) sehingga dokter

meresepkan anti hemoroid Supp untuk mengatasi rasa nyei pada anus dan

melunakkan fases namun pada hari ke 8 pasien masih belum bisa BAB sehingga

diberikan dulcolax Supp dan pasien sudah bisa BAB pada hari ke 9.

Pada hari ke 7 pasien juga mendapat terapi tambahan aspilet 80 mg karena

tekanan darah pasien meningkat menjadi 160/100 mmHg dan nilai PLT meningkat

menjadi 114 untuk mencegah terjadinya serangan stroke berulang dan pasien juga

mendapatkan terapi tambahan yaitu sertraline 50 mg yang diresepkan oleh dr.SpKj

sebagai antidepresan.

Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan

pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan kepada pasien dengan

pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri. Dari asal patogen maka pneumonia

dibagi menjadi 3 macam yang berbeda penatalaksanaannya. Pertama, di luar rumah

sakit atau panti jompo. Patogen yang biasa menginfeksi adalah Streptococcus

pneumonia, H. Influenza, Respiratory syncytial virus (RSV). Kedua, Nosokomial

Pneumonia yang didapatkan selama pasien di rawat di rumah sakit. Patogen yang

menginfeksi biasanya bakteri enterik golongan gram negatif seperti E.Coli,

Klebsiella sp. dan Proteus sp. Ketiga, Pneumonia Aspirasi merupakan pneumonia

61
yang diakibatkan aspirasi sekret oropharyngeal dan cairan lambung. .Patogen yang

menginfeksi adalah streptococci anaerob12.

Antibiotik yang diberikan kepada pasien saat di IGD adalah Ceftriaxon karena

pasien merasa sesak dan ceftriaxone merupakan antibiotic yang digunakan untuk

mengatasi infeksi pada saluran pernafasan. Ditinjau dari hasil cek darah pasien

diduga menderita pneumonia bakteri yang di dapat dari masyarakat (Community

Acquired Pneumonia). Pada hari ke 4 pasien diberikan antibiotic Azithromycin

1x500 mg selama 3 hari, karena pasien didiagnosa (+) Bronkopneumonia. Menurut

literatur, Azithromycin merupakan pilihan antibiotik untuk mengatasi pneumonia

akibat Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenza yang di dapat dari

masyarakat (Community Acquired Pneumonia). Pasien sudah menerima dosis yang

sesuai yaitu Azithromycin dengan dosis 1 x 500 mg secara oral.

Pemberian aminofluid pada pasien karena dari hasil pemeriksaan nilai natrium

pasien yang tinggi sehingga pasien mengalami hypernatremia atau dehidrasi, dimana

kelebihan natrium didalam darah tidak disebabkan oleh tingginya natrium didalam

darah, melainkan kekurangan air didalam tubuh. Biasanya kondisi seperti ini dialami

oleh pasien yang berusia diatas 60 tahun, karena mengalami penurunan rasa haus.

62
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pada kasus pasien dengan diagnosaa utama Bronkopneumonia dan diagnosa

sekunder hemoroid, law intake dan gangguan kecemasan. Dimana pasien menerima

terapi sesuai dengan kondisi pasien, selama perawatan pasien tidak mengalami reaksi

alergi terhadap obat yang diberikan dengan dosis yang sesuai dan aman dengan

kondisi pasien. Selama perawatan pasien menggunakan obat dengan patuh dan bisa

menelan obat dengan baik. Maka dari kasus ini tidak ditemukan DRP (Drug Related

Problem).

5.2 Saran

Disarankan kepada pasien dan kelurga pasien untuk memperhatikan pola

makan pasien, asupan nutrisi yang baik agar dapat memenuhi kebutuhan nutrisi

tubuh pasien. Dianjurkan pasien untuk minum air mineral dan makan makanan yang

mengandung kaya serat seperti sayur-sayuran dan buah-buahan agar pasien tidak

mengalami konstipasi dan dehidrasi kembali.

Keluarga pasien juga disarankan untuk menjaga mental dan psikis serta

emosi pasien agar pasien tidak mengalami serangan stroke berulang dan pasien

dianjurkan untuk mengurangi asupan garam dan makan makanan yang dapat

memicu stroke berulang. Kemudian keluarga pasien juga diberikan edukasi untuk

menerapkan pola hidup yang bersih dan sehat kepada pasien, karena

63
Bronkopneumonia yang diderita pasien berasal dari lingkungan social (CAP)

Community Acquired Penumonia.

Beritahu kelurga pasien untuk menyimpan obat pada kota obat di tempat yang

kering, terlindung dari cahaya matahari dan jauh dari jangkauan anak-anak.

64
DAFTAR PUSTAKA

A.D. Thompson, 1997, Catatan Kuliah Patologi, Alih Bahasa: R.F. Maulany, Edisi
3, EGC,

Acheson, A.G. & Scholefield, J. H., 2008. Management of Haemorrhoids. British


Medical

American Gastroenterological Association. American Gastroenterological


AssociationTechnical and Suggested Aetiology. British Medical Journal: 556-
561.

B.G., Fleshman, J.W., and Beck, D.E., ed. The ASCRS Textbook of Colon and
Rectal Surgery.

Burkitt, D.P, 1972. Varicose Veins, Deep Vein Trombosis, and Haemorrhoids:
Epidemiology

Canan, A, 2002. Hemorrhoids and Other Anorectal Disorders. Manual of


Gastroenterology:

Carpenito, Linda Jual, 1998, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada praktik klinis,
EGC, Jakarta.

Chong, P.S. & Bartolo, D.C.C., 2008. Hemorrhoids and Fissure in ano.
Gastroenterology Clinics

Corman, M.L, 2004. Hemorrhoids. Colon & Rectal Surgery. 5th ed. Philadelphia:
Lippincott

Daniel, W.J., 2010. Anorectal Pain, Bleeding, and Lumps. Australian Family
Physician 39 (6): 376-381.

Diagnosis and Therapy. 3rd ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins.

Digestive Disease in The United States: Epidemiology and Impact, National Institute
of Health. Washington, DC: US government Printing Office.

Doenges, M .E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan , EGC, Jakarta.

Dorland, 2002. Kamus Saku kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC.Everheart,
J.E., 2004.

65
Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah , Alih
Bahasa: Suharyati

Felix. 2006. Duduk, Salah, Berdiri, Juga Salah. Farmacia Majalah Kedokteran dan
Farmasi.

Hall, K.E., 2009. Effect of Aging on Gastrointestinal System. Hazzard’s Geriatric


Medicine and Gerontology. 6th ed. New York: McGraw-Hill.1062.

Kaidar-Person, O., Person, B., and Wexner, S.D., 2007. Hemorrhoidal Disease: A
Comprehensive Review. J. American College of Surgeons 204 (1): 102-114.

Kementerian kesehatan RI. 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penderita Gangguan


Depresi. Jakarta.

Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, FKUI . Jakarta.

McKesson Health Solution LLC, 2004. Hemorrhoids. Philadelpia: Clinical


Reference System.

Nagie, D 2007. Embarrassed to Ask, Beth Israel Deaconess Medical Center.


Newyork: Springer, 156-172.

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit , Edisi 1 , EGC , Jakarta.

Nikpour, S. & Asgari, A.A., 2008. Colonoscopic Evaluation of Minimal Rectal


Bleeding in Average-Risk Patients for Colorectal Cancer.

Nisar, P.J. & Scholfield, J.H., 2003. Managing Haemorrhoids. British Medical
Journal; 327: 847-851.

Osborn, N.K., King, K.H., and Adeniji, O.A., 2009. Hemorroid Treatment in
Outpatient Gastroenterology Practice Using The O’Regan Disposable

Penninger, J.I. & Zainea, G.G., 2001. Common Anorectal Conditions: Part I.
Symptoms and Complains. American Family Physician Permanente Journal

Pigot, F., Siproudis L., and Allaert, F.A, 2005. Risk Factor Associated with
Hemorrhoidal Symptoms in Specialized. Gastroenterology Clin Biol

Rani, Aziz, 2006, Panduan Pelayanan Medik , FKUI, Jakarta.

Review on The Diagnosis and Treatment of Hemorrhoids. American


Gastroenterological Association Clinical Practice Comitee.

66
Robbins, Stanleyli, 1999, Buku Saku Dasar Patologi Penyakit, EGC, Jakarta.samba,
Volume 1, EGC, Jakarta.

Snell, R.S., 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed.6. Jakarta:
EGC.

Strate, L.L., Ayanlan, J.Z., Kotier, G., Syngal, S., 2008. Risk Faktor for Mortality in
Lower

Suriadi, 2001, Asuhan Keperawatan Pada Anak , Edisi 1, PT. Fajar Inter Pratama,
Jakarta.

Villalba, H., Abbas, M.A., 2007. Hemorrhoids : Modern Remedies for an Ancient
Disease. The

World Gastroenterological Organisation. World Gastroenterological Organisation


Practice Guidelines: Constipation. World Gastroenterological Organisation.

Zhou, Q., Mills, E., Martinez, Z.M.J., and Allonso, C.P., 2006. Metaanalysis of
Flavonoid for The Treatment of Haemorrhoid. BrJ Surg;

67

Anda mungkin juga menyukai